Peranan Pendidikan Jasmani dan Olahraga dalam ... - Staff UNY

76 downloads 648 Views 3MB Size Report
DEPUTIPENINGKATAN PRESTASI DAN IPTEK OLAHRAGA ... Pendidikan Afeksi Dalam Program Pendidikan Jasmani Di LPTK Untuk Menghasilkan.
DEPUTIPENINGKATAN PRESTASI DAN IPTEK OLAHRAGA KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERIYOGYAKARTA

PROCEEDING 5EI

NAI >1

RJ 5A , f J IONJ

I E II

"RERAN OLAHRAGA DALAH PEMBENTUKAN KARAKTER"

YOGYAKARTA, 8 NOVEMBER 2008

Kerjasama:

DEPUTI PENINGKATAN PRESTASI DAN IPTEK OLAHRAGA KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA

'Proceeding Seminar OCahraga TSOLemUt

W^-TTKW&-

tfasional2008 Kpnenegfora

-R}

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

t

KATA P E N G A N T A R

Fuji syukur Kami panjatkan kehadirai Ailoh SWT yang H a h melimpahkan rahmat, hidayah dan InayahNya, sehingga proceeding Seminar Nasiona! Oiahraga teraktivitas Tri Ani Hastuti, Universitas Negeri Yogyakarta Female Athlete Triad Pada Atlet Wanita (Diagnosis, Pencegahan dan Penatalaksanaan) Novita Intan Arovah, Universitas Negeri Yogyakarta Efek Oiahraga Lingkungan Hidup Pe;njelajahan Pramuka Terhadap Pembentukan dan Pengembangan Karakter Soekardi, Universitas Negeri Semarang Motivasi Siswa Peserta Kegiatan Ekstrakurikuler Renang Di Sekolah M e n e n g a h Atas Negeri 10 Semarang Hadi Setyo Subiyono, Universitas Megeri Semarang Pembelajaran Renang Gaya Bebas Dengan Pendekatan Gaya Mengajar Resiprokal. Ermawan Susanto, Universitas Negeri Yoyakarta Peran Oiahraga Dalam Mengembangkan Motorik Anak Usia Dini Hedi Ardiyanto Hermawan, Universitas Negeri Yogyakarta .. Modifikasi Pembelajaran Permainan Sepakbola Di Sekolah Dasaf4Jntuk M e n g e m b a n g k a n Ranah Afektif Siswa Yudanto, Universitas Negeri Yogya karta

'Proceeding Seminar OtaHraga Visional2008 TSO Lemlit m& 'J IX Xememgpora

262

267 277

280 288

293 299

304

311 320

326 332 336 340 346 351 356 360

367

372 380 387

393

v

63. 64. 65.

66.

67.

68.

69.

70.

71. 72.

73. 74.

75. 76. 77.

78. 79.

80.

81. 82. 83. 84.

v

j

Pendekatan Bermain Meningkatkan Kesegaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar Ismaryati, Universitas Sebelas Maret Pendidikan Berbasis Kreativitas Dalam Mendukung Pendidikan Karakter Di Indonesia Komarudin, Universitas Negeri Yogyakarta Latihan PlyometricDapat Meningkatkan Keterampilan Bermain Baseball Pada Pemain Putra Yang Memiliki Koordinasi Mata Tangan Tinggi Dibanding Weight Training Sri Santoso Sabarini, Universitas Sebelas Maret Senam Dalam Pendidikan Jasmani Merupakan Sarana untuk Pembentukan Ketangkasan dan Mental Anak Sekolah Dasar F. Suharjana, Universitas Negeri Yogyakarta Korelasi Antara Status Gizi Dengan Hasil Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Siswa Kelas Atas Di Sekolah Dasar Erwin Setyo Kriswanto, Universitas Negeri Yogyakarta Model Matematis Penentuan Penugasan Sebagai Upaya Membentuk Efisien Organisasi Keolahragaan Sri Andrini dan Amat Komari, Universitas Negri Yogyakarta Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini Sebagai Dasar Menuju Prestasi Oiahraga Endang Rini Sukamti, Universitas Negeri Yogyakarta Peranan Pendidikan Jasmani Terhadap Perkembangan Kognitif ,Afektif, dan Psikomotorik Ahak Didik Rumini, Universitas Negeri Semarang Kondisi Fisik Atlet Hockey Tim Jawa Tengah Tahun 2007 Sutardji, Universitas Negeri Semarang Sumbangan Kekuatan Otot Lengan dan Awalan Terhadap Jauhnya Lemparan Atas Dalam Permainan Baseball Soegiyanto Ks,, Universitas Negeri Semarang Bina Potensi Dan Karakter Khusus Mahasiswa Melalui Tennis Lapangan Prapto Nugroho, Universitas Negeri Semarang Peningkatan Keterampilan Servis Atas pada Permainan Sepak Takraw Melalui Metode Modeling Tri Aji, Universitas Negeri Semarang Penentu Kualitas Karakter (Status Kesehatan) Sumarjo, Universitas Negeri Yogyakarta Sport Massage Dan Konsep Pembentukan Karakter Hadi Setyo Subiyono, Universitas Negeri Semarang Kontribusi Senam Prestasi Dalam Pembentukan Sportivitas dan Rasa Percaya Diri Pada Atlet Ch. Fajar Sriwahyuniati, Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan Jasmani Adaptif Untuk Pengembangan Psikososial Anak Tunagrahita Pamuji Sukoco, Universitas Negeri Yogyakarta '. .). Kompetensi Mahasiswa Dalam Matakuliah Anatomi Materi Myologi Melalui Student Team Achievement Divisions (STAD) Ismaryati, Universitas Sebelas Maret..... Pembentukan Karakter Olahragawan Ditinjau Dari Perbedaan Gender, Peran Serta Orangtua, Guru, Pelatih Oiahraga Dan Keikutsertaan Dalam Aktivitas Oiahraga Serta Jenis Olahraganya Agus Supriyanto, niversitas Negeri Yogyakarta Etika Dan Moral Pendidikan Jasmani Dalam Membentuk Karakter Sigit Nugroho, Universitas Negeri Yogyakarta.....'!. Permainan, Kompetisi Dan Pentahapan Latihan Cabang Atletik Cukup Pahalawidi, Universitas Negeri Yogyakarta.;. Model Latihan Mental Bagi Atlet Panahan Yudik Prasetyo, Universitas Negeri Yogyakarta Peningkatan Proses Pembelajara Oiahraga Melalui Lesson Study (Ls) Sigit Nugroho Dan Yudik Prasetyo, Universitas Negeri Yogyakarta

Proceeding Seminar Oiahraga

PSO Lemlii in&-

400 404

409

416

422

428

434

439 445

453 462

470 477 480

485 489

494

500 508 513 518 523

Incisional2008

f lX WAty- 9(emenegpora

85.

86. 87.

Pengajaran T a n g g u n g J a w a b Personal dan Sosial Anak Jalanan Melalui Sport Education Saryono, Universitas Negeri Yogyakarta Pembangunan Karakter Melalui Permainan Tenis Bambang Priyonoadi, Universitas Negeri Yogyakarta Perguruan Tinggi Dan Pembangunan Kesehatan Oiahraga

Sumarjo, Universitas Negeri Yogyakarta Oiahraga Membangun Karakter Sumber Daya Manusia Guntur, Universitas Negeri Yogyakarta 89. Pencaksilat Sebagai Sarana Pembentukan Karakter A w a n Hariono, Universitas Negeri Yogyakarta '90. ] Peranan Pendidikan Jasmani Dan Oiahraga Dalam Pembentukan Karakter Siswa •' Sukadiyanto, Universitas Negeri Yogyakarta...... •' 91. Model-Model Aktivitas/Games Rekreasi Untuk M e n g e m b a n g k a n Karakter Sujarwo, Universitas Negeri Yogyakarta 92. Pembentukan Karakter Behavior Pesenam Aerobic Gymnastics Pemula Menuju Prestasi Puncak Endang Rini Sukamti, Universitas Negeri Yogyakarta 93. Filosofi Frase, Orandum Est Ut Sit Mens Sana In Corpore Sano Dalam Pendidikan Keolahragaan Indonesia Sahri, Universitas Negeri S e m a r a n g 94. Locus Of Control Dan Keberhasilan Latihan Oiahraga Untuk Meningkatkan Kebugaran Jasmani Jaka Sunardi, Universitas Negeri Yogyakarta 95. Peran Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan Terhadap Ketahanan Keluarga Banu Setyo Adi, Universitas Negeri Yogyakarta 96. Bolavoli Mini Untuk Pemassalan Kembali Dan Pembentukan Sikap Kepemimpinan Anak Sb Pranatahadi, Universitas Negeri Yogyakarta 97. Peluang Pengembangan Wirausaha Bagi Mahasiswa Fik Dan Metode Praktis Pembuatan Bola Handmade Fauzi, Universitas Negeri Yogyakarta 98. Pembinaan Karakter Pemain Sepakbola Kriswantoro, Universitas Negeri Semarang 99. Karakter Pemain Bulutangkis Sugiharto, Universitas Negeri Semarang 100. Karakter Perenang Pada Masa Kini Dan Mendatang Z a e n i, Universitas Negeri Semarang 101. Diet Untuk Atlet Bambang Priyonoadi, Universitas Negeri Yogyakarta

529 534 539

88.

Proceeding Seminar Otahraga 9{asionaC2008 'PSO Lemfit WHj-

fnC

WHJ

9(emenegpora

543 548 (^553J 560

566

571

576 585 588

594 599 603 606 612

vii K]

PERANAN PENDIDIKAN' J A S M A N I DAN OLAHRAGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA Oleh: Sukadiyanto Universitas Negeri Yogyakarta ABSTRAK Dewa^a ini kondisi sosial bangsa Indonesia sedang mengalami berbagai guncangan yang menganggu stabititas nasional. Sumber permasalahannya di duga berasa/ dari kondisi krisis yang melanda semua lapisan masyarakat. Para pejabat terindikasi terlibat korupsi, terbukti banyaknya mantan pejabat yang sekarang sedang bermasalah dengan Komisi Pemberantasan (KPK). Di kalangan masyarakat muncul rasa ketidakpercayaan pada pemimpin, sehingga demo-demo yang menuntut perbaikan kesejahteraan hidup dan tuntutan rasa keadilan. banyaknya kejadian anarkis dalam masyarakat merupakan salah satu indikator merosotnya (dekadensi moral) masyarakat.

dapat moral dengan Korupsi muncu/ Bahkan moral

Berbicara moral masyarakat tentu akan terhubung kait dengan nilai-nilai (values) yang dimiliki oleh masyarakat. Sebab nilai merupakan suatu keyakinan yang relatif menetap pada jiwa seseorang. Selanjutnya, eksistensi nilai seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya di mana seseorang berada. Dengan demikian kondisi sosial budaya memberikan kontribusi yang besar terhadap konsep penanaman nilai-nilai pada diri seseorang. Diharapkan aktivitas oiahraga sebagai salah satu lingkungan • sosial budaya yang sengaja diciptakan untuk menanamkan nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, FIK dan JPOK sebagai lembaga formal pendidikan tinggi ikut bertanggung jawab dalam proses transfer nilai-nilai oiahraga kepada masyarakat melalui produk guru dan cendekiawan pendidikan jasmani dan oiahraga (penjasor) yang bermoral dan berkualitas baik. Penjasor merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional secara keseluruhan, yang mengandung makna pendidikan untuk jasmani dan pendidikan melalui aktivitas jasmani. Tujuan penjasor adalah membentuk sikap, kepribadian, perilaku sosial\ dan intelektual siswa melalui aktivitas jasmani. Untuk itu, penjasor merupakan salah satu agen sosial, karena dalam aktivitasnya selalu terjadi interaksi antar individu maupun antar kelompok. Artinya, penjasor cocok sebagai agen sosialisasi individu, sebab sekolah merupakan lembaga formal untuk membina dan membimbing siswa agar menjadi man usia yang berkepribadian baik. Diyakini bahwa esensl oiahraga sebagai aktivitas fisik manusia tidak memandang ras, suku, agama, bangsa, dan jenis kelamin, sehingga setiap orang dapat dan boleh melakukannya. Dalam proses penjasor indikator ketercapaian tujuannya seperti yang terangkum dalam domain psikomotor, kognitif, afektif, dan domain sosial, sehingga keempat domain tersebut mampu mencerminkan karakter yang baik bagi para siswa. Kata Kunci: Pendidikan

Jasmani

Dan Oiahraga

Dalam Pembentukan

Karakter

Siswa

PENDAHULUAN Dalam tahun-tahun terakhir ini negara dan bangsa Indonesia dilanda krisis yang multidimensional. Dari berbagai krisis tersebut yang menjad)kan bangsa ini prihatin salah satunya adalah krisis moral. Beberapa fakta menunjukkan krisis moral dalam masyarakat yang antara lain ditandai oleh (1) hilangnya kejujuran, (2) hilangnya rasa tanggung jawab, (3) tidak m a m p u berpikir jauh ke depan (visioner), (4) rendahnya disiplin, (5) krisis kerjasama, (6) krisis keadilan, dan (7) krisis kepedulian (Ary Ginanjar, 2008: 2-4). G u n a mengatasi berbagai krisis tersebut, kualitas sumber daya manusia Indonesia harus terus ditingkatkan melalui berbagai jalur pendidikan. Di mana sasaran utama dalam pendidikan tersebut adalah membentuk kaum cendekia yang memfliki karakter sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Dalam membangun bangsa dan negara Indonesia u m u m n y a dipelopori oleh kaum cendekiawan. Sejak era Boedi Oetomo hingga era reformasi, para cendekiawan Indonesia merupakan tulang punggung terhadap perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia. Para cendekiawan u m u m n y a memiliki kecerdasan dan kemampuan intelektual tertentu yang terdidik melalui proses pendidikan. Salah satu agen pendidikan yang dapat ditempuh melalui pendidikan di bidang penjasor. Di mana institusi formal penjasor berada di perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) dan Jurusan Pendidikan Oiahraga dan Kesehatan (JPOK). Oleh karena itu, FIK dan J P O K memiliki tanggung j a w a b moral untuk ikut m e m b a n g u n karakter warga bangsa Indonesia. Untuk itu, minimal Proceeding Seminar Otahraga

9{aswnaf2008

1'SO Lemfit U9& - 'fl%, U^y - %emenegpora KJ.

553

para pimpinan dan dosen di lingkungan FIK dan JPOK tentu harus dapat sebagai suri tauladan bagi para mahasiswa maupun masyarakat lingkungannya. Penjasor secara sosiai memiliki beberapa fungsi di antaranya fungsi instrumen, transformasi nilai, dan fungsi integrasi. Fungsi instrumen penjasor adalah meningkatkan kebugaran jasmani siswa. Fungsi penjasor sebagai transformasi nilai, yaitu untuk menstrafer dan meiestarikan nilai-nilai dari generasi ke generasi, di mana generasi tua bertanggung jawab terhadap generasi yang lebih muda. Selanjutnya, fungsi integrasi bermakna bahwa melalui penjasor sebagai sarana para siswa untuk bersatu padu guna membangun persatuan dan kesatuan dalam mencapai tujuan yang lebih besar. Untuk itu, apakah yang dimaksud dengan penjasor itu? Apakah penjasor m a m p u sebagai agen bagi para siswa? Dan apakah penjasor m a m p u sebagai sarana pembentukan karakter siswa? Semuanya akan dibahas dalam tulisan yang sederhana ini. Semoga tulisan ini m a m p u mengingatkan kembali dan mendudukan fungsi serta tujuan penjasor di sekolah. PENGERTIAN KARAKTER Bung Karno sebagai pendiri negara Indonesia pernah memposisikan oiahraga sebagai bagian dari kegiatan yang strategis dalam perubahan bangsa secarak ultural. Ungkapan Bung Karno tersebut dinyatakan dalam tulisan Toho Cholik Mutohir (2002: 8) bahwa: " ... character and national building penting sekali, karena merupakan dasar dari segala kehidupan bangsa Indonesia. Mau membangun negara dan bangsa diperlukan karakter, akhlak yang mulia dan mental yang baik. Sesuatu bangsa tidak akan membangun apapun dengan karakter, mental yang bobrok, karakter dan mental yang sudah rusak. Maka dari itu pembangunan karakter adalah penting sekali, sukar sekali dan memerlukan waktu yang tidak pendek, memerlukan waktu yang lama". Oleh karena itu, dalam membahas karakter seseorang akan selalu terkait dengan konsep nilai {value). Menurut Weinberg dan Gould (2003: 540) nilai adalah "an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence. Dari pengertian tersebut, ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai nilai, Pertama, nilai merupakan suatu keyakinan yang relatif menetap pada jiwa seseorang. Kedua, eksistensi nilai seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya di mana seseorang berada. Dengan demikian kondisi sosial budaya memberikan kontribusi yang besar terhadap konsep penanaman nilai-nilai pada diri seseorang. Oleh karena itu, aktivitas oiahraga sebagai salah satu lingkungan sosial budaya yang dibentuk dengan kesadaran penuh, tentu mampu menanamkan nilai-nilai positif yang terkandung dalam aktivitas oiahraga. Selanjutnya, karakter merupakan sebuah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang dapat dibentuk melalui aktivitas oiahraga. Setidaknya terdapat nilai-nilai yang baik yang dapat dibentuk melalui aktivitas oiahraga, antara lain: rasa terharu ( c o m p a s s i o n ) , keadilan [fairness), sikap sportif ( s p o r t - p e r s o n s h i p ) , dan integritas ( i n t e g r i t y ) (Weinberg dan Gould, 2003: 527). Semua nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui ketaatan atau kepatuhan seseorang dalam berkompetisi sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku pada cabang oiahraga yang digelutinya. Di dalam peraturan permainan melekat semangat keadilan dan tuntutan kejujuran para pelaku oiahraga saat menjalankan pertandingan. Hal itulah yang m a m p u menimbulkan rasa terharu (empati) antar pelakunya. Kondisi seperti itulah yang m a m p u membentuk karakter seseorang yang aktif dalam oiahraga dengan melaksanakan kompetisi menurut peraturan permainan yang berlaku. Diharapkan kondisi tersebut menjadi kebiasaan yang dapat diaplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Penjasor yang dilaksanakan antara lain melalui oiahraga merupakan kondisi sosial budaya yang diciptakan sebagai sarana sosialisasi nilai-nilai agar terbentuk karakter seseorang yang baik. Proses pembelajaran seseorang tersebut dapat melalui pengamatan ataupun menirukan dari fakta sosial budaya yang berkembang di sekitarnya. Jika, seseorang menirukan perilaku dari lingkungan sosial budayanya dan tidak mendapatkan teguran yang negatif, tentu akan tersimpan dalam memori sebagai perilaku yang baik. Sebaliknya, bila perilakunya ditegur tentu tidak akan disimpan dalam memori, karena ternyata melanggar norma masyarakat. Lebih lanjut perkembangan dan terbentuknya karakter seseorang dipengaruhi oleh kemampuan kognisi dan daya tangkapnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya. Oleh karena itu, karakter seseorang terbentuk bukan saja karena menirukan melalui pengamatan, tetapi juga dapat diajarkan melalui situasi oiahraga, latihan, dan aktivitas fisik (Weinberg dan Gould, 2003: 533). Dengan demikian alasan penjasor wajib diajarkan di sekolah karena merupakan suatu kondisi belajar

554

Proceeding Seminar OCahraga PSO Lemfit WXJ

- f l X

Nasional2008

- Xemerngpom

'Jtf

yang mampu mengembangkan karakter para siswa. Meskipun demikian penjasor tidak mampu sebagai agen yang secara menyeluruh membentuk karakter para siswa, namun, bila penjasor dilaksanakan secara baik dan benar tentu akan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan karakter para siswa. P E N D I D I K A N J A S M A N I DAN O L A H R A G A DI S E K O L A H Pada dasarnya pendidikan jasmani dan olahraga (penjasor) merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Menurut Sukintaka (2004) penjasor adalah proses interaksi antara peserta didik dan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang disusun secara sistematik untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya. Istilah penjasor mengandung dua makna, pertama, pendidikan untuk jasmani, kedua, pendidikan melalui aktivitas jasmani (Wuest and Bucher, 1995: 125). Pendidikan untuk jasmani lebih fokus pada pengembangan fisik dan keterampilan siswa, dengan memakai sarana cabang-cabang olahraga untuk mencapai tujuan penjas. Fungsi olahraga sebagai salah satu sarana yang dipakai untuk melaksanakan proses penjasor. Selain itu, olahraga berfungsi sebagai sarana untuk (1) penyaluran emosi, (2) penguatan identitas, (3) kontrol sosial, (4) sosialisasi, (5) agen perubahan, (6) penyaluran kata hati, dan (7) mencapai keberhasilan (Wuest and Bucher, 1995: 248-249). Dengan demikian penjasor merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan olahraga sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Selanjutnya, pendidikan melalui aktivitas jasmani bermakna bahwa dalam mencapai tujuan pendidikan sarana yang dipakai melalui aktivitas jasmani. Secara konsisten penjasor memberikan efek yang menguntungkan terhadap kesehatan jasmani dan rohani pelakunya (Kirk, Macdonald, O'Sullivan, 2006: 145). Hasil penelitian Vlachopoulos dan Biddle (1997: 187) bahwa aktivitas jasmani secara personal dapat mengontrol, meningkatkan sifat emosional yang positif, dan meminimalkan dampak yang negatif bagi pelakunya. Selanjutnya, penjasor merupakan salah satu proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan kemampuan siswa melalui aktivitas jasmani yang dipilihnya (Wuest and Bucher, 1995: 6-7). Artinya, fokus penjasor adalah pada pencapaian tujuan pendidikan secara umum, yaitu untuk membentuk sikap, kepribadian, perilaku sosial, dan intelektual siswa melalui aktivitas jasmani. Diharapkan melalui aktivitas jasmani dapat meningkatkan dan memperhalus keterampilan gerak, meningkatkan kebugaran jasmani dan memelihara kesehatan, memiliki pengetahuan tentang aktivitas fisik dan latihan, menanamkan sikap yang positif bahwa aktivitas jasmani dapat meningkatkan kinerja siswa. Untuk itu, penjasor sebagai bagian dari proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani harus direncanakan secara sistematik untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara neuromuskuler, organik, perseptual, kognitif, sosial, dan emosional dalam sistem pendidikan nasional (Depdiknas, 2003: 6). Tujuan penjasor di sekolah untuk meletakkan dan mengembangkan (1) landasan karakter melalui internalisasi nilai, (2) landasan kepribadian (cinta damai, sosial, toleransi dalam kemajemukan budaya etnis dan agama), (3) berpikir kritis, (4) sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis, (5) keterampilan gerak, teknik, strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas ritmik, akuatik dan pendidikan luar kelas, (6) keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat, (7) keterampilan menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, (8) konsep aktivitas jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat, serta (9) mengisi waktu luang yanq bersifat rekreatif (Depdiknas, 2003: 6-7). Penjasor memberikan kontribusi yang baik bagi kehidupan manusia, menurut Kretchmar (1994: 111) kontribusinya terhadap organ biologik, psikomotorik, afektif, dan kognitif pelakunya. Selain itu, penjasor mampu mengembangkan pola hidup yang sehat dan aman, serta memiliki peran penting dalam mempengaruhi pola aktivitas dan kesehatan individu maupun masyarakat (Whitehead, 2001: 8). Sejalan dengan itu, maka fungsi penjasor di sekolah adalah untuk meningkatkan aspek (1) organik, (2) neuromuskuler, (3) perseptual, (4) kognitif, (5) sosial, dan (6) emosional siswa (Depdiknas, 2003: 7-9). Sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara umum, maka hendaknya penjasor dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain dan olahraga yang dilakukan secara sistematis. Dari pengalaman belajar tersebut akan membina dan membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat, yang pada akhirnya melalui penjasor diharapkan siswa akan memiliki pemahaman tentang (1) dirinya dan orang lain untuk terus mengembangkan diri dan berhubungan dengan orang lain, (2) nilai-nilai sosial dan keterampilan agar efektif dalam partisipasi, (3) budaya dan mampu menilai, (4) peran dan terampil

"Proceeding Seminar Otahraga VSO LemCit IL9& - fTK

U9&

O^asional2008 - 0(emenegpora HI

555

berkomunikasi, (5) dunia sekitar dan cara beradaptasi, serta (6) peran keindahan dalam kehidupan dan mampu mengekspresikaj; melalui aktivitas jasmani dan oiahraga (Wuest and Bucher, 1995: 62-63). PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA SEBAGAI AGEN SOSIAL Manusia dalam upaya mempertahankan hidup dan melangsungkan jenis serta keturunannya tidak akan pernah terlepas dari orang lain dan lingkungannya. Manusia tidak mungkin dapat hidup dalam kesendirian untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga manusia saling berinteraksi satu dengan yang lain dan cenderung membentuk kelompok. Untuk itu setiap upaya manusia agar dapat masuk menjadi anggota kelompok diperlukan suatu proses sosial terlebih dulu. Artinya, manusia harus berinteraksi, memahami dan mempelajari tata aturan norma serta nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok. Jika merasa cocok, maka selanjutnya menyesuaikan diri dan bergabung seperti anggota kelompok yang lainnya. Pengertian sosialisasi dapat ditinjau dari dua hal, yaitu secara psikologis dan secara sosiologis. Secara psikologis sosialisasi meliputi perkembangan dan pembentukkan individu dalam masyarakat dan kelompoknya. Brim dan Clausen dalam Snyder dan Spreitzer (1983: 55) menyatakan bahwa sosialisasi berkaitan dengan asimilasi dan perkembangan keterampilan, pengetahuan, nilai-nilai, watak, dan persepsi diri yang diperlukan untuk masyarakat atau terutama kelompok dalam masyarakat. Sedangkan secara sosiologis, sosialisasi termasuk pengajaran kepada individu agar berperilaku baik sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga tidak mengganggu masyarakat yang lain., Untuk itu, sosialisasi merupakan proses yang umum di mana manusia menjadi peran dalam anggota masyarakat (Leonard dan Marcellus, 1980: 83). Dalam proses sosialisasi mencakup beberapa jenis perilaku termasuk keterampilan sosial, fisik, sifat-sifat, nilai-nilai, pengetahuan, sikap, norma, dan watak (Haywood, 1986: 263-264). Selain itu, sosialisasi merupakan proses penyebaran (transmisi) dari nilai-nilai kebudayaan, sikap, norma, dan perkembangan kepribadian (Leonard dan Marcellus, 1980: 83). Dengan demikian sosialisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, agar dapat menjadi anggota masyarakat yang baik sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Ada beberapa agen sosial, yang antara lain adalah keluarga, teman sebaya, guru, dan pelatih (Haywood, 1986: 264). Oiahraga dapat diajarkan di sekolah melalui bentuk pendidikan jasmani. Untuk itu, penjasor dapat sebagai salah satu agen sosial, karena dalam aktivitasnya selalu terjadi interaksi antar individu maupun antar kelompok. Dengan demikian aktivitas oiahraga cocok bila dipakai sebagai agen sosialisasi individu, sebab sekolah merupakan lembaga formal untuk membina dan membimbing siswa agar menjadi manusia yang berkepribadian baik. Sebagai salah satu materi dalam kurikulum yang wajib diajarkan kepada siswa di sekolah, maka penjasor berfungsi pula untuk mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan. Sekolah sebagai satu situasi sosial mampu berperan sebagai agen sosial bagi para siswa. Situasi sosial adalah suatu kondisi lingkungan yang dapat mendukung terjadinya proses sosial. Dengan demikian kondisi sekolah sesuai untuk sosialisasi, sebab sebagai lembaga formal yang terkondisi, di mana terdapat para pamong dan siswa yang memiliki sifat kepribadian beragam dan memungkinkan di antara mereka untuk saling berinteraksi. Sifat kepribadian seseorang dapat berpengaruh terhadap sosialisasi selama proses seseorang berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Aktivitas penjasor dalam bentuk oiahraga dapat mendorong setiap orang untuk berinteraksi dengan lingkungannya tanpa memihak. Esensi yang tekandung dalam aktivitas oiahraga adalah sebagai aktivitas fisik manusia yang tidak memandang ras, suku, agama, bangsa, dan jenis kelamin, sehingga setiap orang dapat dan boleh melakukannya. Untuk itu, oiahraga cocok sebagai agen sosialisasi yang murah, mudah, massal, dan manfaat. Ada dua proses sosial dalam aktivitas oiahraga, yaitu (1) sosialisasi ke dalam oiahraga dan (2) sosialisasi melalui oiahraga (Leonard, Marcellus, 1980: 84 dan Snyder, Spreitzer, 1983: 56). Sosialisasi ke dalam oiahraga adalah bagaimana cara seseorang belajar dan melaksanakan tugas-tugas sosial, sehingga oiahraga merupakan agen atau perantara untuk mempengaruhi anak-anak dan pemuda ikut dalam kegiatan oiahraga. Dari peran serta seseorang dalam kegiatan oiahraga, peserta akan mendapatkan nilai tambah secara sosial, psikologis, dan keterampilan secara fisik. Menurut Leonard dan Marcellus (1980: 91) nilai-nilai yang terkandung dalam partisipasi oiahraga antara lain dapat membangun watak, mengajarkan disiplin, mempersiapkan seseorang untuk kehidupan yang kompetitif, mengembangkan moral dan kemasyarakatan yang baik, dan menanamkan sifat-sifat kepribadian. Dengan demikian kedua proses sosial pada aktivitas oiahraga saling mendukung dan berkaitan satu dengan yang lain, sehingga materi oiahraga perlu dan wajib diajarkan

556

Proceeding Seminar OCahraga PSO LemCit WHJ

-

9{ajiona(200S

- 'Kemenegpora HI

di sekolah sejak SD sampai SMU/SMK bahkan Perguruan Tinggi. Melalui penjasor dapat sebagai 1 sarana untuk mencapai tujuan pendidikan melalui aktivitas secara fisik. T u j u a n pendidikan jasmani melalui kegiatan olahraga merupakan bagian integral dari seluruh proses pendidikan, yaitu sebagai upaya yang mendasar untuk mengembangkan fisik, mental, emosi, dan kesehatan sosial warga negara melalui media aktivitas fisik yang telah dipilih (Singer dan Dick, 1980: 13). Secara tradisional tujuan penjasor adalah untuk mengembangkan keterampilan motorik, kesegaran jasmani, kemampuan kognitif, sosial, watak, dan stabilitas emosi siswa (Siedentop, Mand, Taggart, 1986: 191). Selanjutnya, Annarino, Cowell, Hazelton (1980: 60-64) menyatakan bahwa tujuan penjasor adalah meningkatkan semua siswa menjadi lebih sehat, berguna, dan berperan sebagai anggota masyarakat. Terbukti bahwa melalui aktivitas jasmani akan meningkatkan k e m a m p u a n organ tubuh, neuromuskuler, m e n g e m b a n g k a n sikap pribadi sosial dan penyesuaiannya, k e m a m p u a n penafsiran dan inteiektual, serta pengendalian emosi pelakunya. Dengan demikian secara mendasar tujuan olahraga di sekolah melalui penjasor mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, yaitu aspek jasmani, rohani, makhluk sosial, dan aspek sebagai makhluk Tuhan. P E M B E N T U K A N K A R A K T E R S I S W A MELALUI P E N J A S O R DI S E K O L A H Di atas telah diuraikan mengenai tujuan olahraga di sekolah melalui aktivitas pendidikan jasmani. Dalam lingkup pendidikan tujuan-tujuan tersebut dikelompokkan ke dalam domain-domain penjasor, yaitu menjadi domain psikomotor, kognitif, afektif, dan domain sosial. Diharapkan melalui penjasor di sekolah keempat domain tersebut dapat ditanamkan dan dicapai, sehingga akan m e m b e n t u k pribadi siswa secara menyeiuruh. Adapun penjabaran dalam setiap domain tersebut menurut Singer dan Dick (1980: 109-119) adalah sebagai berikut. Domain Psikomotor Melalui partisipasi aktif dalam penjasor di sekolah, diharapkan tingkat keberhasilan siswa pada domain psikomotor perhatian utamanya adalah pada kemampuan siswa dalam melakukan gerak tubuh dan kontrol tubuh. Adapun isinya antara lain berupa kemampuan siswa dalam: (1) Menghubungkan, memanipulasi, dan memindahkan satu objek. (2) Mengontrol tubuh atau objek menjadi seimbang. (3) Bergerak dan mengontrol tubuh atau bagian tubuh dalam jarak waktu yang singkat untuk bergerak atau serangkaian gerak yang dapat diperkirakan atau yang tidak dapat diperkirakan. (4) Melakukan pengontrolan serangkaian gerak secara tepat (tidak dibatasi oleh waktu) daiam keadaan yang terkontrol maupun tidak terkontrol. D o m a i n Kognitif Tingkat keberhasilan siswa pada domain kognitif melalui partisipasi aktif d a i a m penjasor di sekolah lebih ditekankan pada penambahan dan perolehan pengetahuan. A d a p u n w u j u d perilaku kognitif siswa antara lain ditunjukkan dengan berbagai pengetahuan sesuai dengan keterampilan yang diperlukan, aplikasi, dan evaluasi. Oleh karena itu, domain kognitif meliputi k e m a m p u a n siswa dalam: (1) Mengingat, yaitu mengenai fakta, ide, atau prosedur. (2) Memahami, yaitu mengartikan, menterjemahkan, dan memperhitungkan. (3) Menganalisis, yaitu mengatur pola-pola dan hubungan. (4) M e m e c a h k a n , yaitu menerapkan gagasan dan menilai. (5) Membuat keputusan, yaitu memilih dan mengelompokkan.

, /

)

D o m a i n Afektif Keberhasilan domain afektif siswa melalui aktivitas penjasor penekanannya pada kondisi emosi atau merasakan, yaitu mengenai perhatian, sikap dan nilai, perkembangan watak, motivasi dan proses internalisasi siswa. Domain afektif antara lain ditunjukkan oleh k e m a m p u a n siswa dalam: (1) Menilai, yaitu pemilihan, tanggung jawab, penerimaan, pilihan. (2) Menghargai, yaitu mengevaluasi dan memilih. (3) Motivasi, yaitu perhatian dan ketekunan. Selanjutnya kategori susunan mengenai domain afektif siswa yang lebih hierarkis menurut Krathwohl, dkk. adalah (1) menerima, (2) m e n j a w a b atau merespons, (3) menilai, (4) mengatur, dan (5) menggolongkan. D o m a i n Sosial Dalam domain sosial berkaitan dengan pribadi dan penyesuaian sosial siswa, di m a n a keduanya berhubungan dengan proses sosialisasi melalui penjasor. Domain sosial siswa akibat mengikuti penjasor antara lain berupa: (1) Perilaku, yaitu sikap sportif, kejujuran, rasa hormat kepada yang berwenang dan peraturan. (2) Stabilitas emosi dalam situasi pertandingan, yaitu kontrol emosi dan

Proceeding Seminar VSO Lemfil

WHJ-

OCafiraga

0\[asional2008

J1%_ WHy - Xemenegpora

557 KJ

kematangan bprtanding. (3) Hubungan antar pribadi, yaitu kerjasama dan persaingan yang sehat. (4) Pemenuhan diri, yaitu kepercayaan, aktualisasi diri, dan kesan diri., Selanjutnya, dalam domain sosial siswa Annarino, Cowell, Hazelton (1980: 63) menambahkan halhal yang berkaitan dengan kemampuan siswa sebagai akibat dari partisipasinya dalam penjasor, antara lain siswa mampu: (1) Menyesuaikan diri dengan yang lain melalui penggabungan seseorang dalam masyarakat dan lingkungannya. (2) Membuat penilaian pada satu situasi kelompok. (3) Belajar berkomunikasi dengan rang lain. (4) Bertukar pikiran dan menilai gagasan dalam kelompok. (5) Mengembangkan bentuk-bentuk kepribadian sosial, sikap dan nilai-nilai supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna. (6) Mengembangkan sifat kepribadian yang positif. (7) Belajar untuk memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan yang positif. (8) Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik. Secara keseluruhan Snyder dan Spreitzer (1978: 33), menyatakan tentang manfaat penjasor di sekolah bagi siswa antara lain dapat: (1) Mengajarkan nilai-nilai sosial, m e m u d a h k a n konsensus, dan integrasi sosial. (2) Menguasai keterampilan, prestasi, kemampuan, kesegaran mental dan jasmani, serta watak yang baik. (3) Mengajarkan cara berperilaku sesuai dengan moral di antara para siswa. (4) Melatih ketertiban di masyarakat dan stabilitas melalui pengajaran nilai-nilai, mendorong mobilitas sosial dan kekompakkan politik, serta adanya rasa haru bagi para peserta dan penonton. Dengan demikian, berdasarkan uraian tentang manfaat penjasor tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penjasor adalah untuk membina dan meningkatkan siswa dalam hal: (1) watak, (2) disiplin, (3) Persaingan (kompetisi) yang sehat, (4) kebugaran jasmani, (5) kebugaran mental (psikis), (6) nilai-nilai keagamaan (religius), dan (7) jiwa nasionalisme. 1. Watak, yaitu berhubungan dengan kemampuan siswa dalam m e n g e m b a n g k a n watak dan sifatsifat seperti sopan santun, sifat kepahlawanan, kesetiaan, mementingkan orang lain, dan a/tru/sme (persaudaraan, sifat tidak mementingkan diri sendiri; dan suka berkorbanan untuk orang lain). 2. Disiplin, yaitu berkaitan dengan kemampuan siswa dalam penguasaan dan kontroi diri, serta m a m p u mengaplikasikan mematuhi peraturan permainan dan tata tertib yang berlaku saat pertandingan ke dalam kehidupan bermasyarakat. 3. Persaingan atau jiwa kompetitif yang sehat, yaitu berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerima kelebihan dan kelemahan orang lain maupun dirinya, mengembangkan jiwa yang ulet (tangguh), jiwa kewirausahaan ( e n t e r p r e n e u r s h i p ) , mempersiapkan diri guna menuju kehidupan di masyarakat, sehingga dapat m e m b a n t u siswa dalam meraih keberhasilan di kemudian hari. 4. Kebugaran jasmani (fisik), yaitu sebagai akibat dari partisipasi aktif siswa dalam penjasor di sekolah, siswa akan mendapatkan derajat kesehatan dan peningkatan kondisi fisik yang prima. Hal itu sebagai akibat dari aktivitas fisik yang teratur, terprogram dan terukur selama mengikuti penjasor. 5. Kebugaran mental (psikis/rohani), yaitu sebagai akibat dari partisipasi aktif siswa dalam penjasor di sekolah, siswa akan memperoleh kepuasan dari aktivitas fisik yang diberikan oleh guru serta memiliki kesiapan mental dalam prestasi di bidang pendidikan. 6. Keagamaan, yaitu melalui penjasor ada hubung-kaitnya dengan ajaran atau tradisi siswa, sebab umumnya sebelum/sesudah proses penjasor dimulai/ diakhiri, guru selalu mengajak siswa untuk berdoa dan bersyukur atas limpahan rahmat dari T u h a n Yang Maha Esa. Proses tersebut mengajarkan kepada siswa untuk selalu ingat dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan setiap saat serta siswa m e m a h a m i makna bahwa manusia merupakan makhluk yang sangat kecil di hadapan Tuhan. 7. Nasionalisme, yaitu berhubungan dengan rasa patriotisme dan rasa cinta pada negara dan bangsa. Bagi siswa yang mampu meraih prestasi di bidang oiahraga, dari level yang paling rendah sampai level yang tertinggi yang m a m p u mengharumkan nama bangsa dan negara di antara bangsa-bangsa di dunia, tentu siswa akan memiliki kebanggaan yang luar biasa. Sudah dibuktikan bahwa melalui prestasi siswa di bidang oiahraga dapat sebagai kebanggaan karena m a m p u mengharumkan martabat nama bangsa dan negara di dunia internasional. PENUTUP Penjasor dalam bentuk aktivitas oiahraga sebagai sarana pembentukan karakter siswa yang dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu aktivitas melalui oiahraga dan aktivitas dalam oiahraga. Sosialisasi dalam oiahraga memberikan dampak kepada siswa tentang bagaimana cara siswa dalam melaksanakan tugas-tugas sosial melalui kegiatan oiahraga. Dari peran serta aktif siswa dalam

558

Proceeding Seminar Otafiraga PSO Lemfit WHy - f l K i Wfy

7{asionaf2008

- Xemenegpora

KJ

kegiatan olahraga tersebut, siswa akan mendapatkan nilai tambah secara sosial, psikologis, dan keterampilan secara fisik. Sedangkan, sosialisasi melalui olahraga akan berdampak pada Aebiasaan siswa untuk taat dan patuh mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam olahraga. Di mana nilai-nilai penjasor bagi siswa antara lain dapat m e m b a n g u n watak, mengajarkan disiplin, mempersiapkan siswa untuk kehidupan yang kompetitif, mengembangkan moral dan kemasyarakatan yang baik, dan menanamkan sifat-sifat kepribadian yang baik. Oleh karena besarnya faedah yang diperoleh siswa dari partisipasinya dalam penjasor, maka penjasor wajib diajarkan di sekolah. Untuk itu, penjasor di sekolah sebagai bagian yang integral dari tujuan pendidikan, maka penjasor merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Melalui penjasor akan membentuk aspek pribadi siswa secara utuh, yaitu aspek jasmani, rohani, makhluk sosial, dan aspek makhluk Tuhan. Indikator keberhasilan penjasor di sekolah terangkum dalam domain kognitif, psikomotor, afektif, dan domain sosial. Ada kecenderungan materi penjasor di sekolah sekarang ini lebih ditekankan pada pencapaian domain kognitif dan psikomotor, sedang domain afektif dan sosial jarang diaplikasikan. Untuk itu, domain afektif dan sosial seyogyanya diberikan secara komprehensif bersama dengan domain kognitif dan psikomotor. Pada akhirnya, jika keempat domain secara komprehensif dapat dicapai melalui penjasor, maka dkan terbentuk karakter siswa yang baik, sehingga nilai-nilai seperti aspek pribadi dan domain yang diperoleh tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. DAFTAR P U S T A K A Annarino, A.A; Cowell, C.C; Hazelton, H.W. (1980). Curriculum Theory and Design in Physical Education, (2 nd edition). London: T h e C.V. Mosby Company. Ary Ginanjar. (2008)! "Pembentukan Habit menerapkan Nilai-nilai religius, Sosial, dan Akademik", 29 31 Juli 2008. Semiloka Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY Depdiknas. (2003). Kurikuium 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani SMP dan MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Haywood, Kathleen M. (1986). Life Span Motor Development. Champaign, Illinois: H u m a n Kinetics Publishers, Inc. Kirk, David; Macdonald, Doune and O'Sullivan, Mary. (2006). The Handbook of Physical Education. London: Sage Publications Ltd. Leonard, II., Wilbert Marcellus. (1980). A Social Perspective of Sport. Minneapolis, Minnesota: Burgess Publishing Company. Siedentop, Daryl. (2002). Junior Sport and T h e Evolution of Sport Culture. Journal of Teaching in Physical Education, Volume 21, Number 4, Julry 2002, pages: 392-401. Siedentop, D; Mand, C; Taggart, A. (1986). Physical Education: Teaching and Curriculum Strategies for Grade 5-12. California: Mayfield Company. Singer, R.N; Dick, W. (1980). Teaching Physical Education: A System Approach. Boston: Houghton Mifflin Company. Snyder, Eldon E., Elmer A. Spreitzer. (1983). Social Aspects of Sport. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Sukintaka. (2004). Teori Pendidikan Jasmani: FHosofi, Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Penerit Nuansa. T o h o Cholik Mutohir. (2002). "Fungsi Sosial Olahraga dalam Konteks National and Character Building", Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Olahraga dan Integrasi Bangsa, 4 September 2002. Jakarta: Ditjora, Depdiknas, Lemhanas, Korpri, dan Isori. Vlachopoulos, S and Biddle, S. J. H. (1997). Modeling the relation of goal orientations to achievementrelated affect in physical education: Does perceived ability matter? Journal of Sport and Exercise Psychology, Number 19, pages: 168-187. Weinberg, Robert S and Gould, Daniel. (2002). Foundations of Sport and Exercise Psychology, 3rd edition. Champaign, IL: Human Kinetics. Whitehead, M. (2001). T h e Concepts of Physical Literacy. The British Journal of Teaching Physical Education, Spring 2001: 6-8. Wuest, Deborah A., and Bucher, Charles A. (1995). Foundations of Physical Education and Sport, 12 th ed. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book, Inc.

^Proceeding Seminar OCaftraga

9{asional2008

TSO LemRt U7&

- 'Kemenegpora 9(1

- jF22C

559