PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ...

2 downloads 138 Views 29MB Size Report
DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA. Oleh: ALI REZA ..... perkembangan , faktor pendukung, beserta komparasinya dengan perbankan syariah di ...
PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA

Oleh: ALI REZA

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Ali Reza NIM: 106046103533

Di Bawah Bimbingan ttd. Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 197107011998032002

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 14 Desember 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

ttd.

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. NIP. 19550505 198203 1 012

PANITIA UJIAN 1. Ketua

: Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 19710701 199803 2 002

(.......ttd.......)

2. Sekretaris

: Mu'min Roup, S.Ag., M.A. NIP. 150281979

(.......ttd.......)

3. Pembimbing: Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 19710701 199803 2 002

(.......ttd.......)

4. Penguji I

: Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. (.......ttd.......) NIP. 19550505 198203 1 012

5. Penguji II

: Dr. Euis Nurlaelawati, M.A. NIP. 19700704 199603 2 002

(.......ttd.......)

iii

ABSTRAKSI ALI REZA. NIM 106046103533. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia. Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M. Isi: vii + 85 halaman + 21 lampiran, 40 literatur (1989 - 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perubahan bentuk dari sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya, serta menganalisis perbandingan antara perbankan syariah di Iran dengan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis komparatif. Berdasarkan hasil penelitian, proses perubahan mendasar membutuhkan waktu enam tahun yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan juga faktor penghambat. Perbankan syariah di Indonesia dapat menjadikan hal tersebut sebagai bahan pembelajaran bagi pengembangan perbankan syariah di tanah air, dengan terus memberikan tekanan politik dan edukasi kepada pengambil kebijakan. Kata Kunci: politik ekonomi, perbankan syariah, political will Pembimbing : Dr. Euis Amalia, M.Ag NIP. 197107011998032002

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Desember 2010

Ali Reza

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah dan selalu memberikan pertolongan dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang menjadi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan masa kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada penutup risalah para nabi, Muhammad saw., dan juga keluarganya yang suci serta para sahabat terbaiknya. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis juga mendapat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.

Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan penting bagi terselesaikannya skripsi ini.

3.

AH. Azharuddin Latih, M.Ag., mantan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat ini dijabat oleh Mu'min Roup, S.Ag., M.A.

4.

Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta yang telah memberikan rekomendasi narasumber wawancara Guru Besar Jamiatul Mustafa Iran vi

Ayatullah Dr. Hasan Zamani, Direktur Pendidikan Islamic Cultural Center (ICC) Ust. Abdullah Beik, dan Mas Imam Ghozali yang menjadi penerjemah selama berlangsungnya wawancara. 5.

Seluruh staf perpustakaan utama, fakultas, dan Iranian Corner yang telah membantu menyediakan sumber tertulis bagi terselesaikannya skripsi ini.

6.

Kedua orang tua penulis, Abdullah Aljuffry dan Lutfiah, yang selayaknya berada diurutan pertama, yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil tak terbalaskan. Begitu juga kepada kakak penulis, Haidar dan Atikah, atas dukungan dan doanya.

7.

Kepada sahabat penulis, Farah Mutmainnah Yusuf yang telah memberikan akses jurnal penelitian online, Alwiyah Alkaff dan Dewi Antariksa atas semangat dan doa yang diberikan, Arie Haura, M. Toyyib, dan tentu saja teman-teman Perbankan Syariah tahun masuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu per satu khususnya kelas A. Penulis menyerahkan segalanya kepada Allah Swt. sebagai sebaik-baik pembalas kebaikan dan berdoa agar diberikan tambahan kebaikan berlipat. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dalam meningkatkan keterbukaan terhadap berbagai pemikiran Islam.

Jakarta, 14 Desember 2010

Penulis vii

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ..................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................

vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................

viii

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah. ..........................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. ......................................

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................

6

D. Kajian Pustaka. .........................................................................

7

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep. ...................................

9

F. Metode Penelitian. ....................................................................

10

G. Sistematika Penulisan. ..............................................................

15

BAB II

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH .......................................................................................

16

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ....................................................

16

B. Riba dan Bunga Bank ...............................................................

19

C. Konsep Perbankan Syariah .......................................................

21

D. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia ........................................

24

BAB III PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA ........................................................................

31

A. Profil Singkat Republik Islam Iran ...........................................

31 viii

B. Tokoh Pemikiran ......................................................................

33

C. Sistem Perbankan Pra-Revolusi ...............................................

37

D. Transformasi Perbankan Syariah ..............................................

41

E. Pertumbuhan dan Perkembangan ............................................

45

F. Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia ...................................

55

BAB IV ANALISIS

PERBANDINGAN

KONDISI

PERBANKAN

SYARIAH DI IRAN DAN INDONESIA .....................................

59

A. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah Kedua Negara .......

59

B. Analisis SWOT Perbankan Syariah Kedua Negara..................

68

C. Strategi Pengembangan Bank Syariah ke Depan .....................

76

BAB V PENUTUP .....................................................................................

79

A. Kesimpulan ...............................................................................

79

B. Saran .........................................................................................

80

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

81

LAMPIRAN ..................................................................................................

86

ix

Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia Penulis: Ali Reza Skripsi S1 Program Studi Perbankan Syariah Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diizinkan menggunakan sebagian isi tulisan untuk tujuan personal, pendidikan, riset, bukan komersial. Penggunaan sebagian isi dengan tetap menyebutkan sumber sesuai dengan etika penulisan yang berlaku. Informasi lebih lanjut hubungi melalui email [email protected].

Terakhir diperbarui 11 Januari 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kesadaran umat Islam untuk kembali menelaah sumber-sumber asli ajarannya semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut terlihat dengan adanya beberapa cendikiawan yang menyuguhkan konsep islamization of knowledge (islamisasi ilmu pengetahuan). Syed Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan berasal dari nilai dan prinsip Islam yang orisinal, sehingga terbangun keilmuan yang bebas dari nilai dan paradigma konvensional. Abdullah Saeed menyebutnya dengan istilah neo-revivalisme.1 Penelaahan kembali terhadap sumber asli ajaran Islam ini termasuk dalam bidang ekonomi. Hal ini ditegaskan oleh Mohammad Anwar,2 ekonom Pakistan, bahwa saat ini telah tumbuh kesadaran di dunia muslim bahwa proses penelitian untuk meningkatkan batasan pengetahuan Islam dalam ilmu sosial sudah berjalan. Inilah saatnya ekonomi Islam untuk menyisihkan kepercayaan pada metodologi Barat, merevitalisasi metodologi Islam, dan menemukan kriteria yang diterima untuk menilai teori ekonomi Islam dan memimpin penyelidikan ekonomi dengan kerangka Islam. 1

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Penerjemah Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 4. 2

Mohammad Anwar, Islamic Economic Methodology, dalam F.R. Faridi, ed., Essay in Islamic Economic Analysis, (New Delhi: Institute of Objective Studies, 1991), h. 14.

1

Salah satu proses islamisasi ilmu pengetahuan ekonomi tersebut terbukti dengan lahirnya berbagai lembaga keuangan yang berlandaskan syariah. Perdebatan mengenai penerapan asas-asas Islam dalam bidang perniagaan di tahun 1950-an tidak berlangsung di kebanyakan wilayah Timur Tengah, melainkan justru di Pakistan. Di sana kesadaran tentang identitas keagamaan (Islam) terpisah sejak mula-mula didirikannya negara itu yang memisahkan diri dari India justru dengan alasan agama atau keagamaan.3 Namun model bank Islam yang komprehensif dan detail bermunculan di akhir tahun 1960-an. Ahmad El Najjar, ekonom Mesir mengajak beberapa pengusaha mendirikan bank Islam pertama di dunia modern, Mit Ghamr Savings Bank pada 1963.4 Bank swasta bebas-bunga, Dubai Islamic Bank, juga berdiri pada tahun 1975 oleh sekelompok pebisnis dari beberapa negara. Dua bank swasta lagi juga didirikan pada tahun 1977 di bawah nama Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun yang sama pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House.5 Begitu pun seterusnya hingga baru pada tahun 1992, bank syariah pertama di Indonesia lahir dengan nama Bank Muamalat Indonesia.

3

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan, (Ciputat: Kholam Publishing, 2008), h. 393. 4

Ibrahim Aji, "Perbankan Syariah: Belajar dari Sudan, Pakistan, dan Iran", Sharing, edisi 29 Thn III Mei 2009, h. 30. 5

Abdul Gafoor, Interest-Free Commercial Banking, (Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1996),

h. 39.

2

Pertumbuhan industri perbankan syariah pun meningkat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Akhir tahun 2005, total aset perbankan syariah belum mencapai 20 triliun rupiah, namun pada sampai dengan bulan Agustus 2010, total aset perbankan syariah sudah melebihi 60 triliun rupiah.6 Namun pertumbuhan pesat ini bukan berarti tanpa hambatan. Untuk lebih meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan menyusun Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang berisikan tahapan apa yang sedang dan akan dilakukan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan market-share di tanah air. Sebagai bahan pembanding, Bank Indonesia menampilkan data market-share perbankan syariah dari negara lain, di antaranya Iran, Sudan, Malaysia dan lain-lain. Potret Sejumlah Negara yang Aktif Mengembangkan Perbankan Syariah (per Mei 2008) Aset Perbankan Negara Populasi Muslim % Syariah (USD Bil) Iran 65.875.223 98 162,2 Sudan 40.218.455 70 58 UAE 4.621.399 96 46,3 Bahrain 718.306 81,2 16,4 Qatar 928.635 77,5 14,8 Malaysia 25.274.133 60,4 50 Singapura 4.608.167 14,9 1,8 Inggris 60.943.912 2,7 10 Sumber: Grand Strategy, Bank Indonesia, 2008

Pangsa Perbankan Syariah (%) 100 90 13,5 6,5 18,2 12,9 6,5 0,05

6

Statistik Perbankan Indonesia Agustus 2010, diakses pada tanggal 11 November 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/178351D5-B33E-49F1-9D435401FDC2533F/21180/BISPIAgustus2010.pdf.

3

Data di atas memperlihatkan bahwa perbankan syariah di Republik Islam Iran merupakan yang terbesar di dunia dengan aset lebih dari 162 miliar dolar. Data tersebut didukung oleh survei yang dikeluarkan pada akhir tahun 2009 oleh majalah The Banker dan HSBC Amanah7. Hasil survei menunjukkan bahwa aset perbankan syariah dunia terus meningkat di saat bank konvensional mengalami stagnasi.8 Ranking by Amount of Sharia-Compliant Assets

Rank Country 2007 1. Iran 2. Saudi Arabia 3. Malaysia 4. Kuwait 5. UAE 6. Brunei 7. Bahrain 8. Pakistan 9. Lebanon 10. UK 11. Turkey 12. Qatar 13. Sudan 14. Bangladesh 15. Egypt 16. Jordan 17. Indonesia Source: The Banker9

Shariacompliant assets Total assets $m $m 154,616.28 154,616.28 69,379.15 219,694.05 65,083.37 258,569.80 37,684.47 101,035.89 35,354.3 121,273.74 31,535.19 31,535.19 26,251.86 84,301.00 15,918.21 62,540.92 14,315.82 19,066.41 10,420.47 718,340.63 10,065.96 10,065.96 9,459.71 37,733.24 4,467.74 4,467.74 4,331.90 7,429.16 3,852.86 57,871.23 2,635.02 2,635.02 2,223.68 83,685.55

% of shariacompliant assest to total assets 100.00% 31.58% 25.11% 37.30% 29.15% 100% 31.14% 25.45% 75.08% 0.10% 100.00% 25.07% 100.00% 58.31% 6.66% 100.00% 2.66%

7

Survei dilakukan sejak tahun 2007 dan dikeluarkan pada akhir tahun 2009.

8

Republika, 10 November 2009, h. 20.

9

http://www.thebanker.com/cp/22/p22tableislamic.jpg, diakses pada tanggal 6 November

2009.

4

Negara-negara Timur Tengah tetap mendominasi aset keuangan syariah dunia dan Indonesia berada di urutan ke-17. Namun negara peringkat pertama dengan aset berbasis syariah terbesar adalah Iran. Dari sepuluh negara dengan market-share 100%—termasuk Aljazair, Yaman, Tunisia, Palestina dan Bosnia-Herzegovina— Republik Islam Iran menjadi yang terbesar dengan aset lebih dari 150 miliar dolar AS. Hal ini menarik karena Iran relatif bukan pelopor bagi industri keuangan syariah dan baru melakukan revolusi di negaranya pada tahun 1979. Revolusinya ini tidak hanya meliputi sistem pemerintahan tapi juga sistem keuangan dan perbankan, yakni merubah bentuk (transform) sistem konvensional menjadi syariah. Faktor pendukung dan hambatan yang dihadapi Iran dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia dalam meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai proses perubahan sistam, pertumbuhan, dan perkembangan perbankan syariah di Republik Islam Iran yang dikomparasikan dengan Indonesia. Maka dari itu penelitian ini diberi judul: "Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran dan Indonesia." B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: a.

Bagaimana proses transformasi perbankan di Iran dari konvensional menjadi syariah? 5

b.

Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Republik Islam Iran?

c.

Bagaimana perbandingan kondisi perbankan syariah di Republik Islam Iran dengan di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.

Untuk mengetahui proses transformasi perbankan syariah di Republik Islam Iran beserta faktor-faktornya.

2.

Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Republik Islam Iran.

3.

Untuk menganalisis perbandingan antara perbankan syariah di Republik Islam Iran dengan perbankan syariah di Indonesia.

Manfaat yang hendak didapat dalam penelitian ini adalah: 1.

Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang ekonomi Islam dan perbankan syariah dari negara yang sudah menerapkan sistem syariah penuh.

2.

Bermanfaat bagi praktik perbankan syariah di Indonesia, khususnya untuk merubah sistem perbankan konvensional menjadi syariah serta dalam hal meningkatkan market-share.

3.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian serupa di masa datang.

6

D. Kajian Pustaka Penelitian ini bukanlah jenis penelitian terdahulu yang dilanjutkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetapi merupakan penelitian awal yang diangkat oleh penulis karena belum ada yang mengangkat tema penelitian ini. Namun demikian terdapat penelitian terdahulu dengan tema ekonomi dan perbankan di luar negeri, seperti terlihat dalam tabel di bawah ini: No. Judul 1. Skripsi Khairul Anuar bin Mohd Amin Khir, S1 Perbankan Syariah UIN Jakarta, 2008, dengan judul "Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam: Analisis Kebijakan Mahathir Mohamad dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Islam Tahun 1997-1998"

2.

Metodologi Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

Kesimpulan Kebijakan moneter yang dibuat oleh Mahathir dalam mengatasi krisis moneter Malaysia masih menggunakan suku bunga yang jelas tidak sejalan dengan prinsip Islam. Namun dalam hal lain seperti memperkuat fondasi ekonomi atau meningkatkan kesejahteraan jelas tidak bertentangan bahkan sesuai dengan Islam. Skripsi Meisya Dwi Metode Setelah Putri, S1 Perbankan penelitian yang diterapkannya Syariah UIN Jakarta, digunakan adalah sistem ekonomi 2008, dengan judul dengan Islam, kondisi "Peranan Perbankan pendekatan perekonomian Syariah dalam kualitatif. Sudan semakin Menciptakan pulih meski Stabilitas Moneter di diwarnai konflik. Sudan". Sistem ekonomi Islam juga membantu Sudan meningkatkan

Perbedaan Peneliti tidak memfokuskan pada kebijakan moneter Republik Islam Iran aau langkahlangkah yang diambil oleh penguasa dalam mengatasi krisis ekonomi, langkah yang diambil dalam merubah sistem ekonomi

Peneliti tidak memfokuskan hanya pada kondisi perekonomian namun juga proses transforma sistem perbankan dan undang-undangnya. Selain itu juga, peneliti akan membandingkan dengan kondisi di

7

3.

pertumbuhan dan menstabilkan ekonomi melalui instrumen yang sesuai syariah. Skripsi Washfie Saal, Metode Kemunculan S1 Perbankan Syariah penelitian yang perbankan syariah UIN Jakarta, 2009, digunakan adalah di Mesir menjadi dengan judul "Islamic pendekatan pemicu lahirnya Banking in South kualitatif. perbankan syariah Africa, Problems and di Afrika Selatan. Solutions." Kemunculan Durban Based Albaraka Bank pada tahun 1989 meningkatkan permintaan akses perbankan syariah dari umat muslim. Kurangnya standardisasi hukum syariah dan hukum positif menjadi penghambat kemajuan perbankan syariah di Afrika Selatan.

Indonesia.

Peneliti tidak hendak memberikan solusi perbankan syariah di Iran namun membandingkannya dengan kondisi perbankan syariah di Indonesia, sebagai bahan rujukan pembelajaran perkembangan perbankan syariah tanah air.

Sementara penelitian ini akan mengkaji bagaimana proses perubahan bentuk dan sistem perbankan di Iran yang sebelumnya menerapkan sistem konvensional dapat berubah menjadi syariah dengan market-share 100%, pertumbuhan, dan perkembangannya disertai dengan faktor positif dan negatif yang mempengaruhinya, dengan pembanding perbankan syariah di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis mengambil bahan referensi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan judul skripsi, seperti buku, jurnal dan media lain yang berkaitan dengan teori ekonomi Islam, perbankan syariah dan khususnya perbankan syariah di Iran seperti Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran karya 8

S.H. Amin, Political Economy of Islam karya Saeed Mortazavi, Ph.D, jurnal IMF dengan judul Islamic Banking: Experiences in the Islamic Republic of Iran and Pakistan karya Mohsin Khan dan Abbas Mirakhor, Iran's Economy Under the Islamic Republic karya Amuzegar Jahangir dan lain-lain. E. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Dalam penelitian ini penulis membahas tentang perubahan bentuk sistem

perbankan

syariah

di

Republik

Islam

Iran,

pertumbuhan,

perkembangan, faktor pendukung, beserta komparasinya dengan perbankan syariah di Indonesia. 2.

Kerangka Konsep Dalam penelitian ini konsep yang dikedepankan adalah sejarah

perubahan bentuk (transformasi) sistem perbankan di Iran dari konvensional menjadi syariah, pertumbuhan dan perkembangannya beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

9

Latar Belakang (Keuangan syariah Republik Islam Iran merupakan yang terbesar saat ini). Pertumbuhan dan Perkembangan Perbankan Syariah Dunia. Transformasi Perbankan Syariah di Republik Islam Iran. Pertumbuhan dan Perkembangan Perbankan Syariah di Republik Islam Iran Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah di Iran dan Indonesia serta Strategi Pengembangannya. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memusatkan perhatian para prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu. Pendekatan kualitatif tidak menggunakan prosedur statistik dalam pendekatannya, melainkan dengan berbagai macam sarana. Sarana tersebut

10

antara lain dengan wawancara, pengamatan, atau dapat juga menganalisis dokumen, naskah, buku, jurnal, dan lain-lain.10 Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, penelitian kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta terjun ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata dan gambar.11 Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan proses penelitian melalui interpretasi data, guna untuk pencapaian pemahaman melalui kata yang dianalisis sebelumnya yang didapat dari berbagai macam media seperti buku-buku, artikel, jurnal dan dokumen yang berhubungan dengan judul skripsi. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah analisis komparatif, yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Berdasarkan tempat penelitian, maka penelitian ini termasuk library research (penelitian kepustakaan), yaitu

10

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 4. 11

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, h. 303.

11

data-data yang diperoleh dari buku-buku, jurnal ilmiah, atau majalah yang berhubungan dengan judul skripsi. 3.

Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti yaitu data primer (primary data) dalam bentuk wawancara dan data sekunder (secondary data), yaitu berupa tulisan lain yang mendukung tema skripsi, yang diperoleh dari sumber lain, seperti media cetak dan elektronik. 4.

Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif, yaitu analisis yang cara kerjanya diawali dengan menggambarkan masalah, mengumpulkan, menyusun, dan menyeleksi data, lalu data-data yang terkumpul dianalisa dan diinterpretasikan. Spradley (1980) menyatakan bahwa analisis dalam jenis penelitian apapun merupakan cara berpikir. Hal tersebut berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar-bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan."12 Selain itu, metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analasis SWOT, yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan sebuah strategi.13 Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

12

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 335.

13

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 14, h. 18.

12

memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Diagram Analisis SWOT14 BERBAGAI PELUANG

KEKUATAN INTERNAL

KELEMAHAN INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi untuk kemudian disesuaikan dengan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.

14

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT, h. 19.

13

Diagram Matriks SWOT15 IFAS STRENGHTS (S) Menentukan faktorfaktor kekuatan EFAS internal. OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Menentukan faktorCiptakan strategi yang faktor peluang eksternal. menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. THREATS (T) Strategi ST Menentukan faktorCiptakan strategi yang faktor ancaman menggunakan kekuatan eksternal. untuk mengatasi ancaman. 5. Teknik Penulisan

WEAKNESSES (W) Menentukan faktorfaktor kelemahan internal Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku pedoman yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh Tim Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

15

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT, h. 31.

14

G.

Sistematika Penulisan BAB I

Membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

Membahas islamisasi ilmu pengetahuan, konsep dasar perbankan syariah serta pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di dunia.

BAB III

Membahas sejarah

transformasi perbankan

syariah di

Republik Islam Iran, pertumbuhan dan perkembangannya, serta sekilas pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. BAB IV

Analisis perbandingan kondisi perbankan syariah di Iran dan di Indonesia serta strategi pengembangannya.

BAB V

Kesimpulan dan saran.

15

BAB II PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan ('ilm) menempati posisi penting dalam pandangan-dunia Islam. Menurut Franz Rosenthal, "Dalam Islam, konsep ilmu pengetahuan merupakan hal penting yang tiada bandingnya dengan peradaban lain." Ia mendominasi segala aspek intelektual, spiritual, dan kehidupan sosial umat Islam. Menurut Islam, ilmu pengetahuan manusia memiliki dua sumber utama: sumber ilahi dan manusia. Jadi, "pengetahuan" diperoleh baik melalui wahyu ataupun intuisi, pertimbangan, pemikiran rasional, deduksi, atau pengalaman empiris. Dua sumber ini saling melengkapi.1 Namun sejak munculnya kebangkitan peradaban di Eropa yang dikenal dengan istilah Renaissance, segala hal yang dikembangkan termasuk ilmu pengetahuan melepaskan aspek-aspek agama karena dianggap sebagai penghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya, beberapa ilmu pengetahuan terpisahkan dengan konsep agama itu sendiri. Karena itu, islamisasi mempunyai tugas ganda: mengembangkan, meningkatkan mutu, dan memodernisasi disiplin keislaman, kedua: menghubungkan seluruh disiplin yang lain kepada keyakinan dan nilai-nilai Islam.

1

Mohammad Moinul Haque, "Islamization of Knowledge", makalah yang dipresentasikan pada seminar Islamic Epistemology & Curriculum Reform, 2-3 Mei 2008 di Islamic University Kustia.

16

Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of knowledge) merupakan sebuah istilah yang menjelaskan berbagai macam usaha dan pendekatan untuk menyatukan etika Islam dengan berbagai bidang pemikiran modern. Produk akhirnya akan menjadi sebuah konsensus (ijmâ') baru di kalangan umat muslim dalam hal pendekatan fikih dan metode ilmiah yang tidak melanggar norma etika Islam. Betapapun, beberapa muslim baik dari kalangan liberal maupun tradisional meragukan pendekatan ini, dengan memandang pembangunan bidang seperti pengetahuan Islam dan ekonomi Islam sebagai propaganda yang diciptakan untuk memajukan pandangan kelompok Islamis bahwa Islam mencakup seluruh sistem sosial.2 Istilah "Islamization of Knowledge" pertama kali digunakan dan dikemukakan oleh cendikiawan Malaysia, Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya yang berjudul "Islam and Secularism" yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1978. Pemikiran Syed Naquib al-Attas ini juga diadopsi oleh filosof kebangsaan Palestina, Ismail al-Faruqi, pada tahun 1982 untuk merespon apa yang disebutnya sebagai "the malaise of the ummah" (faithful).3 Salah satu penyebab utama kelemahan ini adalah karakter ekonomi—dua karakter lainnya adalah politik dan budaya. Umat tidak berkembang dan terbelakang. Produksi barang-barang dan jasa mereka jauh dari yang mereka butuhkan, yang kemudian dipenuhi dengan cara mengimport barang jadi dari

2

Wikipedia, "Islamization of Knowledge", artikel diakses pada tanggal 5 Mei 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Islamization_of_knowledge. 3

Ibid.

17

kekuatan kolonial dan postcolonial. Hampir setiap negara muslim dapat diarahkan kepada kelaparan jika kekuatan kolonial ingin—dengan alasan apapun untuk— menghentikan perdagangan mereka yang tidak adil. Sumber minyak yang Allah Swt. berkahi di beberapa negara muslim tidak membuktikan kenikmatan yang semestinya.4 Terkait dengan sumber minyak di beberapa negara Timur Tengah, Abdullah Saeed menjelaskan bahwa pendapatan minyak yang mengalir ke negara-negara Teluk konservatif seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Bahrain menjadi salah satu faktor penentu yang penting dalam perkembangan bank-bank syariah, meskipun dalam literatur kita bisa menemukan keberatan dari pihak beberapa pendukung perbankan Islam untuk mengakui fakta ini.5 Saeed mengatakan bahwa meskipun kedua hal itu tidak dapat dikaitkan, tapi pertumbuhan bank Islam yang cepat di tingkat internasional terjadi setelah naiknya harga minyak pada tahun 1973-1974. Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI tahun 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank Islam internasional dalam bidang perdagangan dan pembangunan. Proposal itu mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi-hasil. Baru pada Sidang Menteri Keuangan OKI tahun 1975, disepakati rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2

4

Abdul Hamid Abu Sulaiman, ed., Islamization (Virginia:International Institute of Islamic Thought, 1997), h. 3.

of

Knowledge

Series

(1),

5

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Penerjemah Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 9.

18

miliar dinar Islam.6 Sampai dengan saat ini, jumlah keanggotaannya mencapai 56 negara, dengan tiga negara penyumbang modal terbesar: Arab Saudi, Libia, dan Iran.7 IDB ini juga membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara dengan membangun sebuah lembaga riset dan pelatihan dengan nama Islamic Research and Training Institute (IRTI). Meskipun terdapat perdebatan di kalangan pemikir Barat dan Islam sendiri mengenai ekonomi Islam sebagai sebuah sistem atau ilmu, namun yang jelas adalah bahwa Islam pada dasarnya merupakan sebuah agama yang membimbing dengan pernyataan-pernyataan normatif, seperti aturan syariah yang memerintahkan kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, Islam juga menarik perhatian kita kepada beberapa variabel dengan beberapa pernyataan deskriptif yang berhubungan dengan beberapa disiplin ilmu akademis, seperti ekonomi, sosiologi, dan psikologi. Inilah hal penting untuk dilakukan islamisasi terhadap ilmu sosial dan kemanusiaan dan untuk melindunginya dari penyimpangan dan kesalahan.8 B. Riba dan Bunga Bank Penghapusan bunga bank dalam sistem perbankan memang menjadi poin penting dalam menciptakan sistem perbankan syariah. Hal itu telah lama dipikirkan oleh para ulama fikih maupun ekonom muslim. Meski demikian, terdapat juga 6

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 19-21. 7

http://www.isdb.org, diakses pada tanggal 6 Agustus 2010.

8

Muhammad Anas Zarqa, "Islamization of Economics: The Concepts and Methodology", J.KAU: Islamic Econ., Vol. 1, No. 1, (2003), h. 16.

19

beberapa ekonom muslim yang tidak menganggap bahwa riba yang ada di dalam teks nas sama dengan praktik bunga yang ada di dalam sistem perbankan. Kelompok yang terakhir ini disebut dengan kelompok modernis, yang menekankan aspek moral pengharaman riba dan menomor-duakan "bentuk legal" riba.9 Sehingga, menurut kelompok ini, jika praktik bunga perbankan tidak menzalimi maka bukanlah riba. Fazlur Rahman, pemikir asal Pakistan, berkesimpulan bahwa penghapusan bunga dalam kondisi perkembangan ekonomi dunia Islam akan menjadi kesalahan utama.10 Muhammad Baqir ash-Shadr, salah seorang ahli fikih dan filosof Syiah, menulis sebuah buku pada tahun 1973 di Irak untuk menyiapkan kerangka hukum bagi sebuah sistem perbankan syariah yang disebut: Bank Non-Ribawi dalam Islam. Menurut al-Shadr, kebijakan seorang muslim haruslah (a) melarang setiap keuntungan yang timbul dari riba dan penimbunan uang, (b) membangun kembali uang dalam peran aslinya sebagai alat tukar, (c) mengubah bank dari instrumen untuk menumbuhkan modal menjadi alat untuk memperkaya masyarakat.11 Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta dalam Islamic Banking & Finance Law menuliskan bahwa tidak tidak ada negara yang secara penuh menerapkan sistem syariah karena masih melibatkan bunga dalam transaksi internasionalnya, termasuk Iran. Pernyataan ini butuh penelitian mendalam mengenai pengenaan bunga dalam transaksi internasional karena ternyata transaksi tersebut memang disahkan dalam 9

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, h. 60.

10

SH. Amin, Islamic Banking and Finance, h. 27.

11

SH. Amin, Islamic Banking and Finance, h. 28.

20

sejumlah hukum dasar fikih Syiah dan undang-undang Iran. Hal tersebut didasarkan pada aturan bahwa harta non-muslim yang menjadi musuh kafir (harbî), dalam beberapa kondisi, tidak terlindungi dalam hukum Islam, begitu juga dengan yang menjadi sekutu kafir harbî.12 Hal itu juga yang diterapkan dalam salah satu kaidah fikih Syiah, yakni ilzâm. C. Konsep Perbankan Syariah Islamisasi ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi menghasilkan salah satu produk, yaitu perbankan syariah (islamic banking),13 yang memusatkan perhatiannya pada penghapusan bunga sebagai hal penting dalam islamisasi ekonomi. Istilah bank yang berasal dari kata banque (bahasa Perancis) atau banco (bahasa Italia) memang memiliki akar sejarahnya di Barat. Ia memiliki arti sebagai "lemari" sebagai tempat menyimpan harta atau "meja" sebagai tempat menukarkan harta. Banco atau meja untuk penukaran uang14 pada abad pertengahan Eropa akan dimusnahkan oleh khalayak ramai jika gagal menjalankan fungsinya, dan dari sinilah muncul istilah "bangkrut" (bancruptcy).15 Namun sebagai sebuah konsep, ia memiliki sejarah

12

M. A. Ansari-pour, "Interest in International Transactions under Shiite Jurisprudence", Arab Law Quarterly, vol. 9, no. 2, (Brill, 1994), h. 170. 13

Dalam penelitian ini terkadang menggunakan istilah perbankan Islam atau perbankan islami (perbankan yang memiliki sifat keislaman) sebagai terjemahan dari Islamic banking dan perbankan syariah sebagai istilah yang dikenal di Indonesia. Semuanya memiliki maksud yang sama. 14

"Bank", Ensiklopedia Indonesia, (Bandung: W. Van Hoeve, tt.), h. 168.

15

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam, Penerjemah Aswin Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 1.

21

panjang yang berasal dari zaman Babilonia, Yunani, dan Romawi di mana orangorang ingin menukar hartanya atau menyimpannya di tempat yang aman. Disamping menghapuskan riba, perbankan syariah sebagai lembaga yang melayani jasa keuangan juga menghasilkan keuntungan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip bisnis Islam sesuai dengan aturan hukum yang sama seperti yang telah diperintahkan kepada pribadi muslim, dalam Alquran Allah Swt. berfirman: ( :  )      Artinya: "Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah [2]: 275) Perbankan syariah diharapkan untuk menghasilkan keuntungan tetapi dilarang untuk menghasilkan keuntungan berlebih dari biaya nasabah mereka. Tujuan perbankan syariah sebagian besar adalah keuntungan dan moralitas. Keputusan untuk berhubungan dengan perbankan syariah bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga untuk memperoleh rahmat dari Allah dengan mendukung program untuk meningkatkan [kesejahteraan] masyarakat muslim. Di dalam Alquran dinyatakan: (7 :6 &5) 0 12# + 34       !"#$ %&'(   ) *  +  + &', -./ Artinya: "Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS. At-Taubah [9]: 20) Jihad (berjuang karena Allah) bermakna pengorbanan-diri. Karena perbankan syariah beroperasi tanpa-bunga dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat muslim, maka keberadaan mereka juga dalam rangka mengabdi kepada

22

Allah. Perbankan syariah seharusnya tidak dianggap sebagai lembaga yang sematamata mengejar keuntungan tidak juga lembaga derma. Namun, ia adalah kendaraan dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat Islam. Perbankan syariah, meskipun harus membantu mereka yang membutuhkan, tapi juga tidak boleh melupakan tanggung jawabnya kepada penyedia dana dan seluruh masyarakat.16 Pembahasan sebelumnya menjelaskan beberapa elemen yang terlibat dalam perbankan Islam:17 1.

Pelarangan riba dalam semua transaksi;

2.

Semua aktivitas bisnis dan investasi dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah (halal);

3.

Semua jenis transaksi harus bebas dari unsur gharar (spekulasi yang tidak pasti dan tidak masuk akal);

4.

Setiap bank Islam harus membayar zakat untuk kemudian didistribusikan kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik);

5.

Semua aktivitas harus sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, dengan dewan syariah khusus bertindak sebagai penyelia dan memberikan nasihat kepada bank mengenai kepatutan suatu transaksi.

16

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, (Kuala Lumpur: Pearson Malaysia, 2007), h. 20. 17

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah, Penerjemah Burhan Subrata, (Jakarta: Serambi, 2007), h. 50.

23

D. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia Meski Iran dinobatkan sebagai negara dengan aset keuangan syariah terbesar di dunia, namun sebenarnya ia bukanlah negara pelopor bagi industri tersebut. Berdasarkan sejarah keuangan syariah di dunia, jauh sebelum Iran melakukan revolusinya, negara-negara lain sudah berusaha menciptakan sistem keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Meskipun beberapa di antaranya kemudian mengalami kegagalan atau kemunduran dikarenakan kurangnya dukungan dari masyarakat dan pemerintah. 1.

Mesir Literatur ekonomi Islam, khususnya yang membahas sejarah perbankan

syariah, lebih banyak menuliskan bahwa eksperimen perbankan syariah modern pertama kali dapat dilacak pada pendirian Mit Ghamr Savings Bank pada tanggal 25 Juni 1963 di sebuah provinsi pedesaan Delta Nil, Mesir.18 Karena pergolakan situasi politik di Mesir pada akhir tahun 1960-an, operasi Mit Ghamr diambil alih oleh Bank Nasional Mesir dan Bank Sentral pada paruh kedua tahun 1967. Sesudah itu, produk dan layanan bebas-bunga ditinggalkan dan operasi Mit Ghamr kembali pada sistem berbasis bunga. Pengenalan bunga dalam operasi Mit Ghamr mengurangi jumlah penabung secara drastis. Pada tahun 1971, pemerintahan baru Anwar Sadat merevitalisasi konsep perbankan bebas-bunga dan Nasser Social Bank milik

18

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 2.

24

pemerintah didirikan untuk membawa bisnis yang didasari konsep syariah, diikuti Faisal Islamic Bank of Egypt, Islamic International Bank for Investment and Development, dan Egyptian Saudi Finance Bank.19 Namun saat ini, perbankan syariah di Mesir mengalami kemunduran sejak terjadinya merger pertama kali antara sebuah bank syariah (Islamic International Bank for Investment and Development) dengan dua bank konvensional (United Bank of Egypt dan Nile Bank). Mereka bersama-sama membentuk lembaga keuangan konvensional di bawah United Bank, yang 99,9% asetnya dimiliki Bank Sentral Mesir. Saat ini hanya ada dua bank syariah: Faisal Islamic Bank of Egypt dan Egyptian Saudi Finance Bank, di samping beberapa outlet syariah di bank konvensional. Lebih lanjut, tidak lebih dari 128 cabang syariah dari ribuan kantor cabang aktif, yang berarti hanya ada 28 divisi yang telah dibuka sejak tahun 1981.20 2.

Pakistan Usaha kelembagaan syariah pertama yang mengikuti prinsip-prinsip

hukum Islam didirikan pada akhir tahun 1950-an di wilayah pedesaan Pakistan. Lembaga ini didukung oleh beberapa tuan tanah yang melakukan simpanan dana tanpa bunga; kredit disalurkan kepada pemilik tanah yang lebih miskin untuk meningkatkan pertanian. Tidak ada bunga yang dikenakan dalam kredit, tapi ada

19

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 6.

20

Lahem al Nasser, "Islamic Banking in Egypt", artikel diakses pada 9 Mei 2010 dari http://www.asharq-e.com/news.asp?section=6&id=13844.

25

sedikit biaya administrasi untuk menutupi biaya operasional bank. Tidak ada kekurangan peminjam, tetapi para penabung cenderung memandang pembayaran mereka kepada lembaga sebagai komitmen satu-kali. Hasilnya, tidak butuh waktu lama bagi proyek percobaan ini untuk kehabisan dana.21 Pakistan merupakan di antara tiga negara dunia yang telah mencoba mengimplementasikan perbankan bebas-bunga dalam tingkat nasional. Islamisasi sistem perbankan di Pakistan terjadi pada akhir tahun 1970-an sebagai hasil dari coup d'etat Jendral Zia pada tahun 1977. Dewan Ideologi Islam didirikan pada bulan September 1977 bersama dengan kelompok lainnya seperti 'Superior Task Force' yang dibentuk oleh Dewan Perbankan Pakistan untuk menghapuskan bunga dalam sistem perbankan. Pada tahun 1979, empat institusi keuangan (yaitu House Building Finance Corporation, Investment Corporation of Pakistan, Nastional Investment Trust, dan Bankers Equity Limited) mulai menawarkan fasilitas berdasarkan prinsip syariah. Pada bulan Juni 1980, Bank Negara Pakistan mulai menggunakan metode profit-sharing (bagi-hasil) dan mark-up (marjin) untuk transaksi yang melibatkan governmental bodies. Pada bulan Januari 1981, seluruh bank memiliki kasir untuk rekening berbasis profit-sharing dan memulai pelayanan berbasis syariah. Mulai Januari 1985, seluruh transaksi keuangan yang melibatkan pemerintahan, perusahaan negara, dan perusahaan saham menjadi

21

Delwin A. Roy, "Islamic Banking", Middle East Studies, Vol. 27 No. 3 (Taylor & Francais, Ltd., Juli 1991), h. 428.

26

bebas-bunga dan sejak 15 Juli 1985 seluruh tabungan yang ditempatkan dalam lembaga keuangan menjadi bebas-bunga.22 Namun proses islamisasi di Pakistan belum menyeluruh. Pihak pemerintah masih membayarkan bunga pada utang internasional. Seluruh bank lebih memilih menggunakan perdagangan yang terkait dengan pembiayaan dari pada profit-loss sharing. Begitu juga tidak adanya mekanisme lembaga yang bertanggung jawab memeriksa dan mengsahkan prosedur operasional perbankan dari sudut sisi syariah. 3.

Sudan Keuangan syariah tidak muncul di Sudan sebelum akhir tahun 1970-an.23

Sampai taraf tertentu, pendirian perbankan syariah merefleksikan perkembangan di negara-negara Teluk, dan kenaikan luar biasa harga minyak di awal 1970-an, yang menghasilkan keuntungan besar di negara Teluk dan memberikan wiraswasta modal yang mencukupi. Banyak muslim Sudan yang tidak nyaman dengan sistem perbankan nasional karena melibatkan kontrak berbasis-bunga. Mereka mencari alternatif bebas-bunga, dan beberapa dari mereka mengetahui usaha pendirian lembaga keuangan syariah di beberapa tempat dunia muslim.24

22

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 8.

23

Endre Stiansen, "Interest Politics: Islamic Finance in the Sudan, 1977-2001". Dalam Clement M. Henry dan Rodney Wilson, ed., The Politics of Islamic Finance, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 2004), h. 156. 24

Mit Ghamr Savings Bank Mesir sudah dikenal oleh beberapa kalangan di Sudan.

27

Islamisasi sistem perbankan Sudan dilakukan pada tahun 1977 ketika Faisal Islamic Bank of Sudan didirikan di bawah FIBS Act of the National People's Council. Sesudah itu, lima bank syariah lain—Tadamon Islamic Bank, the Sudanese Islamic Bank, the Islamic Co-operative Bank, Al Baraka Bank of Sudan, dan Islamic Bank for Western Sudan—didirikan. Pada bulan September 1983, seluruh bank diminta untuk diislamisasi tapi ketika pemerintahan saat itu digulingkan pada tahun 1985, terjadi kekacauan. Namun pada tahun 1994, pemerintahan yang ada saat itu mengislamisasi ulang seluruh sistem perbankan.25 4.

Malaysia Malaysia memiliki sejarah awal dalam hal lembaga keuangan syariah.

Penyebutan khusus perlu diberikan kepada Tabung Haji di Malaysia, sebuah lembaga keuangan, yang memainkan peran penting dalam evolusi perbankan syariah. Alasan pendirian lembaga ini adalah tuntutan bahwa uang untuk haji ke Mekkah (salah satu rukun Islam) haruslah bersih dari bunga, dan hal itu tidak mungkin dilakukan dengan bank konvensional. Tujuan Tabung Haji yang pertama adalah memudahkan umat muslim untuk menabung biaya perjalanan haji. Kedua, agar umat muslim mampu menginvestasikan tabungan mereka sesuai dengan syariah. Ketiga, untuk memberikan kesejahteraan bagi umat muslim saat haji (Ahmed, 1995).26

25

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 8.

26

Abdullah Haiwad, "Islamic Banking System", artikel diakses pada tanggal 10 Mei 2010 dari http://ssrn.com/abstract=1283093.

28

Bank Islam Malaysia Berhad didirikan pada tahun 1983 dan terdaftar secara umum pada tanggal 17 Januari 1992. Undang-Undang Perbankan Syariah 1983 mulai berlaku efektif pada tanggal 7 April 1983. Pada tanggal 1 Oktober 1999, bank syariah kedua, Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) mulai beroperasi. Pendirian BMMB merupakan dampak spin-off setelah terjadi merger antara Bank Bumiputera Malaysia Berhad dan Bank of Commerce (Malaysia) Berhad.27 5.

Turki Turki adalah satu-satunya negara muslim yang dengan sepenuhnya

sekular dalam sistem perbankannya. Akan tetapi, pada bulan Desember 1983, undang-undang yang berkaitan dengan perbankan syariah disahkan. Sebagai ganti Islamic Bank (perbankan syariah), Special Finance House digunakan, seperti Albaraka Turkish Finance House dan Faisal Finance Institution Incorporation yang menyediakan fasilitas deposito dan pembiayaan.28 6.

Eropa dan Amerika Dewasa ini bank Islam tidak hanya terdapat di kawasan negara-negara

muslim saja, tetapi sudah dberdiri di kawasan Eropa dan Amerika. Tahun 1983 berdiri The International Islamic Bank of Denmark yang merupakan bank Islam pertama yang berdiri di kawasan Eropa. Kemudian disusul dengan Citibank,

27

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 10.

28

Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron Detta, Islamic Banking & Finance Law, h. 9.

29

ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, dan Jardine Fleming yang juga membuka window bank Islam.29 Dari sejarah panjang yang dipaparkan secara singkat terlihat bahwa penghapusan bunga tetap menjadi prioritas utama sistem perbankan syariah. Selain Iran, Pakistan, dan Sudan di mana seluruh sistem perbankannya bebas-bunga, duabanking system masih dipertahankan di negara muslim lainnya. Beberapa di antara mereka, seperti Mesir, Arab Saudi, dan Malaysia, perbankan konvensional diizinkan untuk menawarkan layanan berdasarkan prinsip-prinsip Islam.

29

A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2009), h.

69

30

BAB III PERBANKAN SYARIAH DI REPUBLIK ISLAM IRAN DAN INDONESIA

Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai kondisi perbankan syariah di kedua negara saat ini, memahami sejarah awal kemunculannya juga menjadi sangat penting karena apa yang terjadi saat merupakan pengaruh dari masa lalu. Namun pada bab ini, penulis akan lebih memfokuskan pembahasan pada sejarah, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Iran. Sedangkan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia akan dibahas secara singkat dengan menitikberatkan pada pengaruh dan tekanan dalam bidang politik-ekonomi. A. Profil Singkat Republik Islam Iran Membicarakan Republik Islam Iran tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang peradaban Persia Kuno. Dalam sejarah ekonomi Islam, Persia telah menyumbangkan dirham yang terbuat dari perak sebagai mata uang yang terbaik dan diterima Nabi saw. setelah dinar emas dari Romawi.1 Pada tahun 650, hanya beberapa tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., tentara muslim menyerbu provinsi selatan dari kekaisaran Sassanid. Muslim Arab yang menggulingkan Sassanid melakukan hal itu karena inspirasi dari Islam. Bangsa Iran dengan cepet menerima Islam dan bergabung ke dalam masyarakat muslim.2

1

Hasanudin, “Sejarah Mata Uang”, lampiran dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: RajaGrafindo Press, 2007), h. 309. 2

ICRO, Iran Tanah Peradaban, (Jakarta: Kedutaan Besar Republik Islam Iran, 2009), h. 13.

31

Setelah ribuan tahun di bawah kekuasaan beberapa dinasti, seperti Ghaznavid, Seljuk Turki, Mongol, Timurid dan Turkman, Safawid, dan Afsharid dan Zand, barulah pada tahun 1794 Agha Muhammad Qajar bersama pasukannya mulai melakukan penaklukkan. Namun sejak awal abad ke-19, Dinasti Qajar mulai menghadapi tekanan dari dua kekuatan besar dunia, Rusia dan Inggris. Dua kekuatan ini mampu mengakses penuh dalam urusan dagang dan hubungan internasional. Reza Khan melakukan kudeta militer. Mulai tahun 1925, Iran dikuasai Dinasti Pahlevi. Selama era kekuasaan Reza Syah, sejumlah upaya reformasi dilakukan untuk mengubah Iran menjadi negara modern. Dukungannya kepada Hitler pada Perang Dunia II mendorong invasi Inggris dan Soviet untuk menduduki negara itu. Kemudian Reza Syah disingkirkan dan anaknya Muhammad Reza dijadikan oleh raja oleh penjajah asing tersebut. Di bawah kekuasaannya, ia mengadakan reformasi kepemilikan tanah dan kampanye melawan buta aksara. Struktur kekuasaan negeri itu juga diubah secara radikal dan parlemen mengeluarkan undang-undang yang dipelopori Muhammad Mussadiq untuk menasionalisasi perusahaan minyak Iran dan mengusir perusahaan minyak Inggris. Pemerintahan Mussadiq pun kemudian digulingkan oleh persengkongkolan Inggris-Amerika Serikat. Banyak kebijakan Muhammad Reza Syah yang ditentang oleh pihak ulama. Ditangkapnya Imam Khomeini menimbulkan kerusuhan yang kemudian dihentikan dengan kekerasan. Kemudian Ayatullah Khomeini diusir dari Iran, pertama diasingkan ke Turki, kemudian Irak, dan terakhir Perancis. Dari Perancis, Ayatullah Khomeini menggerakkan perlawanan yang menuntut penyingkiran Syah dari kursi 32

kekuasaan. Lima belas hari sebelum Imam Khomeini kembali ke Iran, Syah lari ke luar negeri. Dewan perwakilan dan Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata yang ditugaskan pemerintah selama absennya Syah gagal menjalankan fungsinya. Kerumunan massa lebih dari 1 juta orang berdemonstrasi di Tehran mendukung Ayatullah Khomeini. Selanjutnya, referendum yang mengikuti Revolusi Islam mengantarkan bangsa Iran menuju pembentukkan Republik Islam Iran.3 Penulis asal Perancis, Roger Garaudy, mengatakan bahwa revolusi yang terjadi di Iran tidak sama dengan revolusi-revolusi lainnya. Revolusi Perancis, misalnya, adalah revolusi politik yang mengalihkan kekuasaan negara dari aristokrasi kepada sebuah hierarki baru yang didasarkan kemakmuran; demikian pula Revolusi Rusia yang mentransfer kekuatan ekonomi dari kaum borjuis kepada proletar. Tapi Revolusi Islam (Iran) pada satu dan saat yang sama merupakan revolusi politik sekaligus ekonomi.4 B. Tokoh Pemikiran Dikenal sebagai negeri mullah, kehidupan religius dan pengaruh serta peran serta ulama begitu kental dalam perjalanan sejarah Republik Islam Iran, termasuk dalam hal penyusunan perundang-undangan. Ulama—yang telah mempelajari Alquran dan hadis—memiliki peran sentral dalam pemerintahan, sehingga regulasi yang dihasilkan terpengaruh oleh latar belakang keagamaan.

3

ICRO, Iran Tanah Peradaban, h. 25.

4

Hassan Bashir dan Sayid Ghahreman Safavi, ed., Demi Kaum Tertindas, (Jakarta: Citra, 2008), h. 187.

33

Ayatullah Khomeini

1.

Selain dikenal sebagai Bapak Revolusi Islam, Ayatullah Khomeini juga dikenal sebagai seorang ahli fikih (fakih), filosof, dan tasawuf. Dalam pemerintahan, ia juga dikenal dengan politikus handal dengan meramu sistem pemerintahan yang disebut sebagai wilâyatul faqîh. Ia percaya bahwa Islam bukan sekedar agama yang bersembunyi di masjid namun juga menembus ranah sosial, politik, dan masyarakat. Dalam surat wasiatnya, Ayatullah Khomeini menyatakan, Islam adalah sebuah ajaran yang berbeda dengan faham-faham politeisme. Islam berperan dalam seluruh urusan individual dan sosial, material dan spiritual, budaya, politik, militer dan ekonomi. Islam sama sekali tidak melupakan poin-poin yang berpengaruh dalam mendidik manusia dan memajukan kehidupan material dan spiritual mereka. Islam selain mengingatkan halangan dan kendala yang menghambat jalan kesempurnaan individu dan masyarakat, juga berupaya mengatasinya.5 Dalam bidang ekonomi, Ayatullah Khomaini menempatkan kemandirian ekonomi sebagai salah satu tujuan penting sistem ekonomi Islam. Ia menyerukan berbagai penolakan terhadap segala bentuk ketergantungan pada pihak asing. Menurutnya, setelah ketergantungan intelektual, ekonomi merupakan sumber segala ketergantungan budaya, politik dan sosial. Bahkan ditegaskannya, tanpa upaya mencapai kemandirian ekonomi, tidak bisa mencapai kemandirian di area lain. 5

"Pandangan Visioner Imam Khomeini", berita diakses dari http://indonesian.irib.ir/ index.php/agama/islamologi/22324-pandangan-visioner-imam-khomeini-ra.html diakses pada tanggal 25 Agustus 2010.

34

Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan pembangunan yang berkesinambungan, ia menyampaikan beberapa prinsip krusial antara lain:6 a.

Pada seluruh lini harus mandiri, tidak boleh bergantung pada pihak lain.

b.

Memacu berbagai langkah dalam pembangunan dan pengembangan berbagai pusat ilmu pengetahuan dan riset, untuk mendorong lahirnya para ahli di segala bidang dengan berbagai karyanya yang gemilang.

c.

Melakukan efisiensi penggunaan sumber daya alam tepat guna, sebagai bekal generasi mendatang.

d.

Mendorong seluruh partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, di antaranya memompa investasi masyarakat untuk meminimalisasi investasi asing.

e.

Melindungi produksi dalam negeri.

f.

Mendukung produksi dalam negeri sebagai upaya mencukupi kebutuhan masyarakat.

2.

Ayatullah Mahmud Taleghani Sayid Mahmud Taleghani dikenal sebagai seorang teolog, reformis, dan

ulama Syiah senior. Sebagai pendiri Freedom Movement of Iran, ia dianggap sebagai wakil dari kecenderungan banyak "ulama Syiah yang mencampurkan Syiah dengan cita-cita Marxis dengan tujuan bersaing dengan gerakan sayap kiri"

6

Purkon Hidayat, "Pembangunan dalam Perspektif Imam Khomeini", dalam Alhuda No. 13, (Juni 2007), h. 137.

35

di tahun 1960-an.7 Meski tidak seberpengaruh seperti Ayatullah Khomeini, Ayatullah

Taleghani

berperan

penting

dalam

"membentuk

gelombang

pergerakan" menuju Revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomeini. Secara umum, tulisan-tulisannya menggambarkan pemikiran Syiah mainstream tetapi berbeda dalam hal penerapannya. Pemikiran Taleghani selalu merefleksikan keinginan dan kepercayaannya pada keadilan dan kebebasan sosio-ekonomi, melalui lembaga syura di tingkat lokal. Sambil menolak filosofi Marxis maupun kapitalis, Taleghani mengemukakan Islam sebagai alternatif, khususnya mengenai kepemilikan dan sistem ekonomi (salah satu karyanya berjudul Islam and Ownership).8 Selain itu juga, Taleghani mengusulkan adanya pasar yang 'terpimpin' di mana negara memainkan peranan penting sebagai pelindung dan regulator kegiatan ekonomi, yang berpartisipasi langsung dalam pemenuhan kebutuhan dasar.9 3.

Abbas Mirakhor Abbas Mirakhor adalah Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional

(IMF) yang mewakili pemerintahan Iran di IMF. Abbas Mirakhor pernah menjabat sebagai ekonom di Departemen Penelitian IMF dan sebelumnya Profesor Ekonomi di Florida Institute of Technology.

7

http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmoud_Taleghani, diakses pada tanggal 25 Agustus 2010

8

Mohamed Aslam Hanef, Contemporary Islamic Economic Thought, (Kuala Lumpur: Ikraq, 1995), h. 94 9

Mohamed Aslam Hanef, Contemporary Islamic Economic Thought, h. 129

36

Ia mendapatkan gelar Ph.D dari Kansas State University, dan telah menerbitkan karyanya dalam berbagai bidang, termasuk teori makroekonomi, matematika ekonomi, dan ekonomi Islam. Ia merupakan penulis bersama buku berjudul Theoretical Studies in Islamic Banking and Finance yang diterbitkan oleh Islamic Publications International pada 15 September 2005. Ia mendapatkan penghargaan dari Bank Pembangunan Islam (IDB) pada tahun 2003 dalam bidang ekonomi Islam bersama dengan Dr. Mohsen Khan, Direktur Institut IMF.10 C. Sistem Perbankan Pra-Revolusi Untuk memahami kondisi ekonomi dan proses perubahan sistem perbankan dari konvensional menjadi syariah di negara Iran, maka kita perlu mengetahui latar belakang dan sejarah keberadaan beberapa bank asing di Iran. Kondisi pasca-revolusi cukup terkait dengan peran beberapa lembaga keuangan dan perdagangan di masa lalu. Ketika Revolusi Konstitusi 1906 di masa Dinasti Qajar diberlakukan, para pakar keuangan asing didatangkan untuk menciptakan sistem keuangan yang modern. Morgan Shuster dari Amerika masuk pada tahun 1911 dan pada tahun 1922 giliran A.C. Millspaugh. Selama lima tahun, A.C. Millspaugh yang juga berasal dari Amerika Serikat berhasil membangun neraca berimbang dan memastikan efisiensi

10

Wikipedia, "Abbas Mirakhor", artikel diakses pada tanggal 2 November 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Abbas_Mirakhor.

37

pengumpulan pajak. Selama dua tahun selanjutnya, 1943 sampai 1945, Millspaugh melakukan usaha serius untuk mereformasi struktur keuangan secara keseluruhan. Di periode tersebut, selain Amerika, bank-bank dari Inggris dan Rusia juga sangat aktif di Iran. Pada tahun 1953, sejumlah bank Amerika memiliki hubungan dekat dengan penguasa saat itu, Shah dan keluarganya. Bank of America, Morgan Garanty, dan Chase Manhattan memiliki hubungan dengan Shah pribadi.11 Pada tahun 1968, Citibank mengakuisisi 35 persen saham Bank Iranian, begitu juga dengan perusahaan minyak Iran yang menyimpan sahamnya di New York. Menyusul kenaikan harga minyak pada tahun 1973, pemerintah Iran meningkatkan pengeluaran dalam jumlah besar. Banyak proyek publik dan swasta disetujui dan kontrak besar diberikan untuk urusan Iran dan asing. Pengeluaran besarbesaran ini meningkatkan jumlah penawaran uang yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga mempertinggi tingkat inflasi. Meskipun terjadi ledakan harga minyak pada tahun 1973, sejak 1975 Iran mulai untuk meminjam lebih banyak dari Barat, khususnya perbankan Amerika, untuk membiayai militernya yang ambisius dan mengembangkan beberapa program. Di antara bank-bank Amerika, Central Bank, Citibank, dan Bank of America, telah memberikan pinjaman sekitar 350 juta dolar Amerika kepada Iran.12

11

SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran. (Tehran: Vahid Publications, 1986), h. 37. 12

SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran, h. 39.

38

Pemerintahan pasca-revolusi, yang kekuasaannya berasal dari fundamentalis Islam Syiah, dengan cepat mengubah orientasi politik, strategi, dan ekonomi Iran, serta mengawali proses dewesternisasi. Beberapa perusahaan multinasional, khususnya perusahaan Amerika, diusir. Otoritas revolusi menganggap penting penghapusan dasar-dasar program industrialisasi Shah dalam rangka islamisasi negara. Kontrak bernilai miliaran dolar dibatalkan dan tanggal 15 Februari 1979, Pemerintahan Iran membekukan seluruh transaksi bank dengan negara asing.13 Pemerintah Amerika Serikat menjawab usaha ini dengan membekukan seluruh aset rakyat Iran dengan bank-bank Amerika di dalam dan luar negeri. Pada tanggal 8 Juni 1979, Iran menasionalisasi seluruh bank swasta dan struktur pengawasan baru dibentuk untuk bank-bank umum. Awalnya, Bank Sentral Iran tetap melanjutkan membayar bunga pinjaman Negara namun menolak untuk menerima tanggung jawab atas pinjaman yang diterima oleh keluarga Shah. Sementara itu, secara sistematis Iran menarik deposito besar mereka dari beberapa bank Amerika yang berasal dari pendapatan minyak dan mendepositokannya ke bank lain. Banyak bank Amerika seperti Chase dan Citibank merasa khawatir akan keamanan pinjaman asal Iran mereka. Mereka memerintahkan beberapa perusahaan pengacara Inggris untuk melampirkan dan mengganti rugi aset Iran di London. Belajar dari kasus pembekuan aset Kuba, pada tanggal 14 November 1979 Amerika Serikat juga membekukan aset Iran yang disimpan pada bank-bank Amerika

13

SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran, h. 40 dalam Keesings Archives 1980, 30147.

39

baik yang berada di wilayah hukum Amerika Serikat ataupun yang berada di luar wilayah hukum Amerika Serikat. Besarnya aset Iran pada awalnya tidak diketahui, tapi pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat memperkirakan lebih dari 8 miliar dolar AS telah diblokir. Namun sekitar delapan bulan kemudian, ketika sensus telah usai, jumlahnya meningkat menjadi 11 miliar dolar AS dan akhirnya memuncak menjadi 12 miliar dolar AS menyusul bunga yang bertambah, termasuk deposito bank, emas, dan properti lainnya.14 Terkecuali, sekitar 17 juta dolar aset Iran yang telah disetorkan untuk pembelian senjata di Amerika Serikat, tidak terkena perintah pembekuan. Dewan Revolusi di Tehran mengeluarkan undang-undang pada tanggal 14 Februari 1980 yang memungkinkan jumlah tersebut dibayarkan kepada mahasiswa revolusi dan warga Iran lain yang berkomitmen yang berada di Amerika Serikat dan juga untuk membayar biaya hukum pengacara yang berperan bagi Iran di Amerika Serikat. Namun demikian, peristiwa tersebut membuktikan bahwa pembekuan 12 miliar dolar aset Iran merupakan sanksi ekonomi Amerika Serikat paling penting terhadap Iran.15 Pengalaman masa lalu sistem perbankan konvensional Iran memang tidak menyenangkan. Di masa Dinasti Qajar dan Pahlevi, kedua rezim monarki mendapatkan pinjaman Negara lebih sering namun tidak memuaskan hasrat dan kepentingan pribadi dibandingkan kebutuhan perekonomian nasional. Segera setelah

14

Wikipedia, "US Sanctions Against Iran", artikel diakses pada tanggal 12 Agustus 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/U.S._ sanctions_against_Iran. 15

SH. Amin, Islamic Banking and Finance: The Experience of Iran, h. 42.

40

revolusi pada tahun 1979, pemerintahan yang baru memulai rencana untuk mengurangi hubungan politik, ekonomi, dan keuangan dengan Amerika Serikat. D. Transformasi Perbankan Syariah Iran telah melakukan konversi seluruh sistem perbankannya ke dalam sistem islami bebas-riba. Perbankan syariah yang muncul pada tahun 1970-an di luar Iran, beroperasi secara paralel dengan perbankan konvensional. Setelah revolusinya, Iran menjadi negara pertama yang secara penuh melarang segala transaksi perbankan dan keuangan yang melibatkan riba (bunga). Sesuai dengan hal itu, prinsip 49 UndangUndang Republik Islam (1979) menyebut riba sebagai contoh utama cara yang tidak dapat diterima untuk mendapatkan keuntungan. Dalam situasi sulit itu, pemerintah mengambil tiga kebijakan penting: reformasi perbankan, kontrol devisa, dan pembatasan suku bunga. Bank-bank dimerger dari 27 bank menjadi lima bank komersial (umum) dan empat bank khusus, namun pada saat yang sama didirikan 22 bank provinsi. Jumlah kantor bank menurut drastis dari 8.275 menjadi 6.581 kantor.16 Di sisi lain, tampaknya kebijakan kontrol devisa menimbulkan dampak buruk, yaitu maraknya pasar gelap. Praktik bunga belum dilarang, hanya dibatasi. Sejalan dengan membaiknya perekonomian, tahap kedua reformasi dimulai pada Agustus 1983 dengan disahkannya UU Perbankan Islam. Bank-bank harus mengkonversi giro, tabungan, dan depositonya sesuai syariah dalam waktu satu tahun

16

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 78.

41

dan mengkonversi seluruh operasinya dalam tiga tahun. Ketika itu ada 20 juta deposan di seluruh negeri yang diminta untuk memilih satu dari empat jenis produk yang ditawarkan: tabungan tanpa imbalan, giro tanpa imbalan, deposito berbagi hasil jangka pendek, dan yang berjangka panjang. Di sisi aset, bank sentral memberikan arahan produk yang sesuai untuk membiayai kegiatannya. Kegiatan dibagi menjadi empat klasifikasi besar: produksi, jasa komersial, perumahan, dan konsumtif. Sementara itu, kegiatan produksi diarahkan untuk menggunakan salah satu atau kombinasi dari serikat bisnis (musyarakah), sewa-beli (bai' ta'jiri), pesan beli (salaf), beli-tangguh (mu'ajjal), bagihasil (mudarabah, musra'ah, musaqat), dan fee atas jasa (ju'alah). Untuk kegiatan jasa-jasa komersial, diarahkan produk-produk mudarabah, musyarakah, ju'âlah, bai' ta'jiri, bai' mu'ajjal. Untuk kepemilikan rumah, diarahkan produk-produk bai' ta'jiri, bai' mu'ajjal, qardul hasan, dan ju'âlah.17 Untuk kredit konsumtif, diarahkan produk mu'ajjal dan qardul hasan. Berlainan dengan konversi sisi deposito yang dapat segera dilaksanakan, konversi sisi aset memerlukan waktu yang lebih panjang. Sampai Maret 1986, baru 49% dari total kredit perbankan yang telah menggunakan skema syariah. Itupun masih didominasi oleh produk-produk yang berbasiskan jual-beli, baru 20% dari total kredit yang berbasiskan bagi-hasil. Dalam tujuh tahap konversi, memang diprioritaskan untuk mengkonversi ke dalam produk berbasis jual-beli.

17

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, h. 79.

42

Tahap ketiga yang dimulai pada 1986 mengintegrasikan sistem perbankan ke dalam perekonomian nasional. Perbankan digunakan sebagai instrumen untuk merestrukturisasi perekonomian dari ekonomi berbasis jasa dan konsumsi ke ekonomi berbasis produksi. Pertama, kredit kepada sektor jasa, yang menguasai sekitar 55 persen PDB (1984-1985), menurun drastis untuk menghentikan ekspansi dalam jangka pendek dan mengurungai jumlahnya dalam jangka panjang. Kedua, menggunakan semua jenis keuangan Islam yang tersedia untuk membantu petani dalam meningkatkan dan memperluas produksi yang telah menggunakan kredit bank untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian. Ditambah dengan subsidi pemerintah yang cukup besar untuk benih, pupuk, mesi, dan asuransi tanaman, kebijakan kredit sistem perbankan ditujukan untuk menghidupkan kembali sektor pertanian. Ketiga, perbankan syariah telah digunakan untuk menciptakan insentif bagi pengembangan koperasi bidang pertanian, industri, dan perdagangan. Keempat, sistem perbankan, dalam kemitraan dengan pemerintah, menyanggupi untuk membiayai proyek-proyek industri besar dan investasi dalam modal sosial.18 Reformasi perbankan ini tidak luput dari kekurangan. Pasar uang antar-bank masih menggunakan bunga 6%, dengan alasan semua bank milik pemerintah maka

18

Kabir Hassan, "Cost, Profit and X-Efficiency of Islamic Banks in Pakistan, Iran and Sudan." Dalam Proceeding International Conference on Islamic Banking: Risk Management, Regulation, and Supervision, 30 September-2 Oktober 2003, (Jakarta: Bank Indonesia, 2003) h. 351.

43

ini hanya pindah dari kantong kiri ke kantong kanan. Kompetisi antarbank hampir tidak ada karena tingkat bagi-hasil dihitung secara nasional oleh bank sentral.19 Namun sektor perbankan juga telah digunakan sebagai instrumen untuk merestrukturisasi perekonomian Iran. Restrukturisasi tersebut pada dasarnya diarahkan kepada pergeseran sumber keuangan dari jasa dan konsumsi kepada sektor produksi dalam empat cara. Tujuan sistem perbankan islami menurut Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Bebas-Riba (Bunga)20 adalah sebagai berikut: 1.

Pembentukkan sistem kredit dan moneter yang berdasarkan kebenaran dan keadilan (sebagaimana yang digambarkan dalam hukum Islam) dengan tujuan mengatur sirkulasi uang dan kredit untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan ekonomi negara.

2.

Membantu dirinya dalam mekanisme kredit dan moneter, agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan kondusif bagi pencapaian rencana, kebijakan, dan tujuan ekonomi Pemerintahan Republik Islam.

3.

Penciptaan fasilitas yang diperlukan untuk perluasan kerja sama dan qardul hasan di antara masyarakat umum melalui daya tarik dan penyerapan dana surplus, cadangan, tabungan dan deposito, dan memobilisasi hal tersebut untuk penyediaan kondisi dan kesempatan mendapatkan pekerjaan dan investasi, sebagaimana yang diatur dalam Klausul (2) dan (9), Pasal 43 Undang-Undang. 19

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, h. 80.

20

http://www.cbi.ir/page/2235.aspx, diakses pada tanggal 26 September 2009.

44

4.

Pemeliharaan nilai mata uang dan keseimbangan dalam neraca pembayaran dan memfasilitasi pertukaran perdagangan.

5.

Memfasilitasi pembayaran dan penerimaan, pertukaran, transaksi dan layanan lainnya yang dilakukan oleh bank, sebagaimana diatur oleh hukum.

E. Pertumbuhan dan Perkembangan Setelah proses nasionalisasi di tahun 1979 dan peleburan bank-bank menjadi milik pemerintahan pada bulan Maret 1980, hingga saat ini, terbentuklah beberapa bank-bank baru, di antaranya: 1.

Bank Umum Milik Pemerintah a.

Bank Melli Iran (National Bank of Iran) merupakan lembaga keuangan terbesar di Iran. Bank Melli berada di peringkat 76 bank terbesar di dunia pada tahun 1984. Dalam laporan hasil riset The Banker pada tahun 2007, Bank Melli tercatat sebagai bank syariah dengan aset terbesar, yakni lebih dari 35 miliar dolar AS.21 Pada tahun 2008, Uni Eropa meloloskan sanksi yang membekukan dana dan aset ekonomi Bank Melli di Uni Eropa terkait program nuklir Iran.22

b.

Bank Mellat (Bank of the Nation) merupakan lembaga keuangan terbesar kedua di Iran. Dibentuk pada tahun 1980 dari 10 bank swasta pra-revolusi. Bank Mellat belum memberikan efek besar sejak

21

"Bank Syariah di Negeri Mullah", berita diakses pada tanggal 12 Agustus 2010 dari http://www.pasarmuslim.com/ekonomi.php?bid=1214. 22

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, (London: Business Monitor Ltd., 2010), h. 34.

45

pendiriannya. Pada bulan Februari 1985, bank ini masih menyelesaikan persiapan rekening 1982-83. Saat ini, total modal Bank Mellat berjumlah sekitar 13,1 triliun Rial dan salah satu bank umum terbesar di Iran.23 c.

Post Bank of Iran mulai beroperasi secara resmi setelah pengesahan anggaran dasarnya oleh kabinet pada bulan Desember 1996. Pendiriannya berawal pada tahun 1983 di mana terdapat usulan untuk mendirikan layanan perbankan bagi pos melalui jaringan pos yang luas. Tahun 1986 dan 1987 dimulailah persiapan infrastruktur dan pendirian kantor pos yang melayani jasa keuangan. Pada Maret 2008, Departemen Keuangan Amerika Serikat memasukkan Post Bank of Iran sebagai lembaga keuangan yang terlibat dalam program nuklir Iran dan membiayai kegiatan teroris.

d.

Bank Sepah (Army Bank) selalu menjadi milik negara dan bisnisnya selalu terkait dengan militer. Statusnya ini tidak berubah sejak revolusi. Selain mengurusi pekerjaan domestik, bank ini juga membiayai import barang militer. Diperkirakan sebagai bank terbesar ketiga di Iran dengan 1.700 cabang dan 1.232 ATM. Amerika Serikat mengenakan sanksi terhadap Bank Sepah pada bulan Januari 2007 atas kecurigaan program nuklir. Sebagai akibatnya, seluruh cabang di Itali, Jerman, dan Perancis membekukan

23

asetnya.

Namun

demikian,

majalah

The

Banker

http://en.bankmellat.ir/portal.aspx?tabid=405, diakses pada tanggal 13 Agustus 2010.

46

memasukkan Bank Sepah sebagai 10 besar lembaga keuangan syariah di dunia. e.

Bank Tejarat (Trade Bank) didirikan pada tahun 1979 berawal dari penggabungan lima bank umum, enam bank multinasional, dan Bank Bazargani.24 Sejak pembentukannya, Tejarat telah bekerja lebih baik dibandingkan bank baru lainnya, Mellat, karena memiliki manajemen lebih yang kuat. Bank ini juga secara khusus aktif dalam perdagangan asing. Saat ini, Bank Tejarat membiayai sekitar 70 persen impor Iran dan memiliki cabang di London dan Paris. Pada November 2008, bank mengumumkan telah memperluas fasilitas ke berbagai sektor sebesar 148 triliun Rial Iran, seperti sektor industri, sektor komersial, konstruksi dan perumahan, pertambangan, dan pertanian.

f.

Bank Refah didirikan pada bulan Juni 1960 sebagai bank umum milik pemerintah di bawah Organisasi Keamanan Sosial. Bank Refah merupakan bank umum retail yang sepenuhnya dimiliki, dikontrol, dan didanai oleh Kementerian Kesejahteraan dan Urusan Sosial. Dengan aset sebesar 6,46 miliar dolar AS, Refah berada diurutan ke-18 dari 20 bank syariah terbesar di dunia pada tahun 2009 menurut majalah The Asian Banker.

24

http://www.tejaratbank.ir/portal/default.aspx?tabid=1128, November 2010.

diakses

pada

tanggal

8

47

Bank Khusus Pemerintahan25

2.

a.

Export Development Bank of Iran

b.

Bank of Industry & Mine

c.

Bank Keshavarzi

d.

Bank Maskan

e.

Cooperative Development Bank

Bank Non-Pemerintah26

3.

a.

Bank Saderat (Export Bank): Terlepas dari namanya, Saderat sebenarnya sangat berorientasi pada wilayah domestik. Ia memiliki jaringan cabang terbesar di antara bank Iran lainnya dengan 30 cabang asing. Operasi Saderat belakangan ini telah terdesentralisasi untuk memberikan peran menjadi sebuah bank negara di provinsi yang berbeda. Dengan lebih dari 3.000 kantor cabang aktif dan modal saham 16,8 miliar Rial Iran, Bank Saderat merupakan bank dengan jaringan perbankan terbesar di Iran.27 Pada tahun 2006, bank ini masuk dalam daftar hitam Departemen Keuangan Amerika Serikat yang menyebut Iran menggunakan Bank Saderat untuk mendanai organisasi "teroris" seperti Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam Palestina.

25

http://www.cbi.ir/simplelist/2389.aspx, diakses pada tanggal 2 November 2010.

26

http://www.cbi.ir/simplelist/2390.aspx, diakses pada tanggal 2 November 2010.

27

http://in.bsi.ir/History/default.bsi, diakses pada tanggal 8 November 2010.

48

b.

Eghtesad Novin Bank mulai mencatatakan sahamnya pada bulan Juli 2001 dengan seizin bank sentral. Pada Agustus 2001, bank yang berbasis di Tehran ini menjadi bank swasta pertama di Iran, dengan modal 250 miliar Rial Iran, didirikan oleh sejumlah industri, elemen konstruksi dan bisnis untuk melayani jasa keuangan kepada sektor swasta dan UKM. Bank ini memiliki 3,34 juta nasabah dan akan memperluas cabangnya menjadi 230 sampai akhir tahun 2010.28 Semua pelayanan yang diberikan mendapatkan pengakuan dan penghargaan internasional, dengan referensi ternama seperti Euromoney dan The Banker sebagai Bank Terbaik dan Bank Tahun Ini di Iran.29

c.

Karafarin Bank awalnya didirikan sebagai Lembaga Kredit Karafarinan. Para pemegang sahamnya meliputi industrialis dan kontraktor, yang banyak menjadi anggota Asosiasi Manajer Industri, Asosiasi Insinyur Konstruksi Iran, dan Asosiasi Konsultan Insinyur dan Arsitek. Dengan modal awal sebesar 30 miliar Rial Iran, Karafarin Bank mendapat izin operasional dari BMI pada bulan Desember 1999. Meskipun mengalami sanksi internasional terhadap lembaga keuangan Iran, transaksi mata

28

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, h. 46.

29

http://english.en-bank.com/Site.aspx?ParTree=12111A1311, diakses pada tanggal 10 November 2010.

49

uang asing Karafarin Bank meningkat menjadi 2,08 miliar dolar AS pada tahun 2008, naik dari 620 juta dolar AS pada tahun sebelumnya.30 d.

Parsian Bank didirikan dengan tujuan meningkatkan meningkatkan urusan ekonomi Iran dengan mengembangkan kegiatan industri, khususnya industri mobil dan sektor terkait, dengan menyediakan fasilitas, memperluas alat pembiayaan baru dan mendukung konstruksi secara finansial.31 Bank mengalami peningkatan utang dalam beberapa tahun terakhir dan rasion kecukupan modal (CAR) turun menjadi 7,99% pada tahun 2008, setelah di tahun sebelumnya 8,57%. Dengan utang sebesar 421 juta dolar AS, bank ini dianggap sebagai bank swasta dengan utang terbesar. Selain empat nama di atas, juga terdapat bank non-pemerintah lain seperti Pasargad Bank, Saman Bank, Sarmayeh Bank, Sina Bank, TAT Bank, City Bank, Day Bank, dan Ansar Bank.

Di bawah sistem perbankan syariah, pada dasarnya terdapat sepuluh cara yang berbeda di mana bank dapat menggunakan sumber dana (seperti deposito) untuk membiayai kebutuhan pribadi (konsumtif), perdagangan dan kebutuhan bisnis (produktif), dan investasi jangka panjang. Jahangir Amuzegar dalam bukunya, Iran's

30

http://www.karafarinbank.com/Static/English/History.asp, November 2010. 31

diakses pada

tanggal

10

http://www.parsian-bank.com/historyofbank_en.html, diakses pada tanggal 10 November

2010.

50

Economy Under the Islamic Republic, menjelaskan beberapa macam akad perbankan syariah di Republik Islam Iran:32 1.

Qardh al-hasaneh, atau pinjaman bebas-bunga untuk individu, dengan tujuan menyediakan sarana perdagangan bagi pekerja yang kekurangan; menyatukan kebutuhan dan harapan individu; dan memfasilitasi produksi pertanian, dan barang industri.

Pengeluaran

untuk

mendapatkan

pinjaman

tersebut

ditanggung oleh peminjam sebagai fee atau biaya administrasi. 2.

Kemitraan (mosharakeh) dengan individu atau perusahaan dalam bidang industri, komersil, atau jasa, di mana bank ikut ambil bagian ekuitas perusahaan baik secara langsung atau portofolio, dan menerima bagian keuntungan.

3.

Investasi langsung dalam proyek yang menguntungkan, dengan sedikitnya 40 persen dari total pengeluaran yang dibutuhkan dalam deposito jangka panjang.

4.

Kemitraan perdagangan terbatas (mozarabeh) di mana bank menyediakan modal awal kepada pedagang komersil, baik individu ataupun perusahaan, sebaiknya koperasi, yang terlibat dalam perdagangan dan bisnis (selain impor). Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan di akhir kontrak.

5.

Pembelian masa mendatang (salaf) terhadap barang dari perusahaan produktif dengan tujuan menyediakan mereka modal kerja, berdasarkan peraturan dan undang-undang khusus yang disetujui Dewan Kementrian.

32

Jahangir Amuzegar. Iran's Economy Under the Islamic Republic. (London: I.B. Touris & Co. Ltd. 1997), h. 107.

51

6.

Angsuran penjualan (agsati), di mana bank membantu calon pembeli melalui dana yang dibutuhkan dengan membeli mesin, peralatan, perlengkapan, suku cadang,

dan

kebutuhan

lain

perusahaan

dalam

industri,

pertanian,

pertambangan, dan jasa; dan kemudian menjual barang tersebut kepada pemohon seharga biaya angsuran ditambah keuntungan di bawah peraturan khusus.33 7.

Sewa dengan syarat pembelian (ejareh be shart-e tamlik), di mana bank membeli perumahan atau aset lain yang dibutuhkan perusahaan atau individu dan menyewakan barang tersebut kepada mereka, sebagai keuntungan, dan dengan syarat tidak dapat dibatalkan penyewa harus membeli barang pada akhir kontrak dan menerima surat-surat, bergantung pada kesepatakan khusus.34

8.

Kontrak jasa (joaleh) atau sebuah usaha yang dilakukan oleh bank atau nasabah untuk membayar sejumlah tertentu atau biaya jasa sebagai imbalan atas jasa sebagaimana yang dijelaskan di dalam kontrak. Dengan demikian, bank menyediakan jasa perbankan pada umumnya (transfer uang atau mengurusi transaksi lainnya) dianggap sebagai biaya jasa.

9.

Sewa pertanian (mozara'eh), di mana bank menyewakan lahan pertanian mereka kepada petani, atau menyediakan petani dengan bibit, pupuk atau

33

Sama dengan praktik murabahah di Indonesia.

34

Jahangir Amuzegar. Iran's Economy Under the Islamic Republic, h. 108.

52

uang tunai, dalam jangka waktu tertentu, dengan pembagian panen dalam rasio kedua belah pihak. 10.

Sewa perkebunan (mosaqat), di mana kebun yang dimiliki disewakan kepada tukang kebun atau pengusaha pertanian lain. Cara lainnya, bank menyediakan dana tunai, perawatan atau pelayanan sebagai imbalan atas bagi hasil masa panen, tanpa jumlah kewajiban tetap di pihak peminjam.35 Di era kepemimpinan Mahmud Ahmadinejad, pemerintah Iran giat melakukan

pembangunan sehingga investasi dalam skala besar harus dilakukan. Dalam laporan tahun pertama masa jabatannya, Ahmadinejad mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif masyarakat dalam membantu pertumbuhan ekonomi yang tengah membutuhkan investasi yang sangat besar.36 Seperti bank swasta lain yang berperan bagi kemajuan ekonomi Iran, Bank Keshavarzi yang fokus pada pertanian mampu membantu meningkatkan sektor pertanian negeri mullah itu sebesar 5 persen. Bahkan

dalam

kondisi

perekonomian

yang

diembargo

dan

sanksi

internasional terkait program nuklir, kegiatan ekspor Iran mampu melebihi target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Ekonomi Keempat periode 2005-

35

Jahangir Amuzegar. Iran's Economy Under the Islamic Republic, h. 108.

36

Purkon Hidayat, "Wajah Perbankan Syariah Iran: Dari Nasionalisasi Menuju Syar'i", artikel diakses pada tanggal 7 Agustus 2010 dari http://purkonhidayat.wordpress.com/2008/12/23/wajahperbankan-syariah-iran-dari-nasionalisasi-menuju-syari/.

53

2010. Angka ekspor Iran melebihi 25 miliar dolar AS dari target awal sebesar 20 miliar dolar AS.37 Terkait dengan pernyataan Gubernur Bank Markazi Iran, Mahmoud Bahmani, pada Januari 2010 mengenai non-performing loans (NPL), Business Monitor International mencatat tumbuhnya kekhawatiran mengenai stabilitas sektor perbankan Iran. Business Monitor melihat lemahnya aset dan tingkat pertumbuhan pinjaman akan berpengaruh hingga beberapa tahun mendatang. Dalam periode lima tahun 03/04 ke 08/0938 tingkat pertumbuhan total aset dan total pinjaman masing-masing sebesar 27,4% dan 30% angka tahun berjalan. Pada Agustus 2009, data terbaru dari bank sentral menunjukkan pertumbuhan aset dan pinjaman menurun menjadi 9,4% dan 11,8%.

37

"Di Bawah Sanksi, Ekspor Iran Melebihi Target", berita diakses dari http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=26662:di-bawah-sanksiekspor-iran-melebihi-target&catid=17:berita3&Itemid=18 pada tanggal 10 November 2010. 38

Catatan: Kalender Iran dimulai pada bulan Maret.

54

Dalam kondisi seperti ini, tidak menjadi hambatan bagi Bank Markazi Iran untuk mengimpor ratusan ton emas untuk menjaga kestabilan aset. Gubernur Bank Sentral Iran, Mahmoud Bahmani, menyatakan bahwa hingga sepuluh tahun mendatang, Iran tidak membutuhkan impor emas lagi.39 Konsekuensinya, nilai cadangan nasional meningkat beberapa miliar dolar. Bahmani juga menyatakan bahwa Iran telah mentransfer balik deposit di sejumlah negara tertentu untuk mencegah potensi sanksi dan pembekuan aset kembali. F. Sekilas Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia Keinginan untuk menerapkan ajaran Islam di Indonesia dalam bidang ekonomi sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Dalam bidang perdagangan,

39

http://www.presstv.ir/detail/148995.html, diakses pada tanggal 10 November 2010.

55

kemunculan Sarekat Dagang Islam pada awal tahun 1900-an40 menjadi salah satu contohnya. Penerapan dalam bidang perbankan yang bebas dari riba pun juga sudah dicetuskan oleh beberapa tokoh saat itu seperti K.H. Mas Mansur, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937-1944, yang telah menguraikan pendapatnya tentang penggunaan jasa bank konvensional sebagai hal yang terpaksa dilakukan karena umat Islam belum mempunyai bank sendiri yang bebas riba.41 Ide pendirian bank syariah di Indonesia tidak terlepas pula dari adanya wacana yang begitu intens tentang pendirian bank-bank Islam di luar negeri yang menurut Dawam Rahardjo mengalami perkembangan signifikan pada tahun 1970-an. Seperti pendirian Islamic Development Bank yang memberi motivasi, terutama negara-negara Arab, untuk mendirikan bank Islam. Maka pada tahun 1977, di Mesir muncul bank syariah, disusul Faisal Islamic Bank, dan Kuwait Finance House. Namun yang lebih penting dari hal tersebut adalah kondisi politik-ekonomi di dalam negeri sendiri. Kalau pada masa Orde Lama wacana ideologis dan gerakan politik begitu dominan, maka sebaliknya, Orde Baru tampil dengan slogan politic no, economy yes.42 Nuansa nasionalis yang begitu kental di era Orde Lama, ditambah kekhawatiran menguatkan paham komunis, membuat kelompok dan organisasi bernuansa agama terpinggirkan. Harapan terjadinya perubahan pada era Orde Baru 40

Wikipedia, "Sarekat Islam", artikel diakses pada tanggal 28 September 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam. 41

Karnaen A. Purwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Jakarta: Usaha Kami, 1996), h. 30. 42

Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 188.

56

ternyata juga membutuhkan waktu yang lama. Dalam masa krisis dan terjadi hyperinflation, pemerintahan Orde Baru mengambil kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasi keluar.43 Salah satu caranya adalah meminta dukungan modal asing, terutama dari Amerika Serikat dan Jepang. Tekanan yang diberikan dari kelompok dan organisasi masyarakat bernafaskan Islam tidak berhenti. Sejak dari Masyumi, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), hingga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dimulai dari melakukan pembaharuan teologis, reformasi politik/birokrasi, hingga transformasi sosial.44 Barulah pada tahun 1990, Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) didirikan sebagai lahan akomodasi antara Islam dan negara. ICMI inilah yang juga menjadi salah satu tim yang membentuk perangkat hukum bank syariah pertama di Indonesia. Setelah adanya rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, pada tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan diundangkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan di mana perbankan bagi-hasil mulai diakomodasi.45 Selama rentang tahun 1992-1998, terdapat dua kebijakan mendasar yang berkaitan dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Pertama, larangan melakukan kegiatan usaha berdasarkan dual system of banking bagi bank

43

Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 122.

44

Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia, h. 158.

45

Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, (Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syariah, 2007), h.13.

57

konvensional dan bank bagi-hasil. Kedua,

untuk mencegah prakti non-syariah,

keberadaan dewan pengawas yang mengawasi penerapan syariah menjadi penting. Melalui PP No. 72 Tahun 1992, diwajibkan bagi bank dengan sistem bagi-hasil untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah.46 UU No. 10 Tahun 1998 yang dikeluarkan sebagai salah satu usaha memperbaiki krisis tidak lagi menggunakan istilah "prinsip bagi-hasil" tapi "prinsip syariah" dan mengakomodasi penerapan dua banking system. Sampai dengan Oktober 2010, telah terdapat 11 Bank Umum Syariah, yakni Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Victoria Syariah, Bank Panin Syariah, BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar dan Banten, dan Bank Maybank Syariah. Sedangkan jumlah Unit Usaha Syariah sampai dengan bulan September 2010 berjumlah 23 dengan jumlah kantor sebanyak 237. Sementara tingkat penyaluran pembiayaan (FDR) mencapai 95,4% dengan rasio kecukupan modal (CAR) 14,58%.47

46

Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia, h. 193.

47

Statistik Perbankan Syariah September 2010, diakses pada tanggal 10 November 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/710AE970-BA3F-463B-84A1-775616FDE2E7/21257/sps_0910.zip

58

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KONDISI PERBANKAN SYARIAH DI IRAN DAN INDONESIA

Pada bab ini penulis memilih empat unsur yang dianggap penting sebagai objek dalam menganalisis perbandingan. Pertama adalah bank sentral yang merupakan lembaga regulator dalam industri perbankan suatu negara. Kedua adalah masalah hukum yang menjadi landasan beroperasinya perbankan di sebuah negara. Ketiga adalah produk yang ditawarkan, serta keempat pengawasan praktik perbankan syariah, dengan tetap memfokuskan pada perbankan syariah di Iran. Setelah itu, penulis akan menganalisis elemen internal dan eksternal yang dimiliki dan dihadapi oleh kedua negara, serta strategi apa yang bisa dilakukan di masa mendatang. A. Perbandingan Kondisi Perbankan Syariah Kedua Negara 1.

Bank Sentral Bank Markazi Iran didirikan pada tahun 1960. Sebagaimana dinyatakan

Undang-Undang Moneter dan Perbankan Iran, Bank Markazi Iran (BMI) bertanggung jawab atas desain dan pelaksanaan kebijakan moneter dan kredit dengan memperhatikan kebijakan umum ekonomi negara. Empat tujuan utama BMI sebagaimana tercantum dalam undang-undang adalah:1 a.

Menjaga nilai mata uang nasional.

b.

Menjaga keseimbangan neraca pembayaran. 1

http://www.cbi.ir/Page/GeneralInformation.aspx, diakses pada tanggal 8 November 2010.

59

c.

Memfasilitasi transaksi yang terkait dengan perdagangan.

d.

Meningkatkan potensi pertumbuhan negara. Undang-undang tersebut juga menjelaskan tugas sistem perbankan secara

keseluruhan termasuk fungsi konvensional seperti penerbitan uang kertas dan koin, regulasi, mengontrol dan menjaga peredaran uang dan kredit, menjalankan operasi perbankan secara keseluruhan dalam hal mata uang asing dan lokal, dan mengimplementasikan kebijakan moneter dan kredit.2 Disamping itu juga tentu saja melakukan pengawasan bank dan lembaga kredit, dan peraturan dalam transaksi emas. Dalam sistem perbankan Islam, di mana bunga menjadi instrumen klasik yang harus dihapuskan, tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik melalui instrumen kebijakan yang dikenal dalam perbankan konvensional, dan beberapa instrumen lain yang menerapkan kegiatan bagi hasil. Ada banyak modifikasi yang dilakukan oleh otoritas moneter Iran terhadap sistem perbankannya. Berikut adalah instrumen moneter yang digunakan otoritas moneter Iran:3 a.

Reserve Requirement Ratio antara 10% sampai dengan 30%. Biasanya digunakan untuk menyerap kelebihan dana bank yang dianggurkan yang secara potensial dapat digunakan dalam peningkatan likuiditas.

2

Ramin Cooper Maysami, "Islamic Banking and the Conduct of Monetary Policy: Lessons from the Islamic Republic of Iran". Dalam Samuel L. Hayes, Proceedings of the Third Harvard University Forum on Islamic Finance, October 1, 1999 (HU: Center for Middle Eastern Studies, 2000), h. 42. 3

Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 232.

60

b.

Adjusted Open Market Operations pada dasarnya tidak dapat efektif digunakan pada negara yang pasar keuangan dan finansialnya belum berkembang. Karena keharusan menghindari operasi yang memakai instrumen bunga, bank-bank tidak diperbolehkan membeli obligasi pemerintah kecuali dengan menggunakan sumber daya sendiri.

c.

Karena adanya pelarangan terhadap riba, discount rates tidak digunakan seluas seperti pada sistem perbankan konvensional. Namun karena bank sentral tetap sebagai lender of the last resort dan juga ultimate source of liquidity, maka bank sentral seharusnya dapat menyediakan likuiditas saat bank-bank membutuhkan.

d.

Credit

ceiling

digunakan

untuk

mengendalikan

penciptaan

uang,

pertumbuhan likuiditas oleh otoritas moneter. Instrumen ini juga digunakan untuk mengalokasikan dana dan fasilitas kredit terhadap sektor tertentu dalam perekonomian. e.

Minimum Expected Profit Ratio of Bank dan Bank's Share of Profit in Various Contracts merupakan ketetapan bank sentral tentang suatu rasio minimum dari keuntungan yang diharapkan bank dalam kerja sama ventura dan mudarabah yang berbeda-beda di setiap sektornya. Bank Markazi Iran sebagai lembaga ekonomi-perbankan dengan misi

yang jelas dalam memimpin, mengawasi, dan mengarahkan aktivitas keuangan. Meningkatnya titik-temu ekonomi global dan terkait dengan persyaratan internasional telah membawa negara Iran ke tingkat yang lebih tinggi dalam 61

partisipasi dan interaksi dengan negara dunia dibandingkan masa sebelumnya. Saat ini, Iran merupakan anggota tiga lembaga keuangan utama, IMF, Bank Dunia, dan IDB, dan juga berpartisipasi aktif dalam pertemuan tahunan BIS, IFSB, dan Asian Clearing Union.4 Sementara Bank Indonesia, sebagai bank sentral yang hanya memiliki direktorat sebagai regulator industri perbankan syariah memiliki fungsi yang sama dengan bank sentral pada umumnya. Karena itulah Bank Indonesia masih menetapkan tingkat suku bunga dan untuk tingkat margin yang diterapkan perbankan syariah masih mengacu kepada tingkat suku bunga sebagai benchmark dalam mengurangi pengaruh inflasi. 2.

Legalitas Kerangka hukum bagi berfungsinya sistem perbankan syariah di Iran

diatur oleh Undang-Undang Perbankan Bebas Riba tahun 1983 yang diratifikasi oleh Majelis Syura Islam dan disetujui oleh Dewan Garda.5 Undang-Undang ini terdari dari 5 (lima) bab dan 27 pasal, yakni tujuan dan tugas sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran, mobilisasi sumber keuangan, fasilitas perbankan, Bank Markazi Iran dan kebijakan moneter, serta hal terkait lainnya. Dengan undang-undang ini, Iran berusaha untuk mengurangi tingkat bunga hingga mencapai nol. Para nasabah diminta untuk menempatkan uang mereka dalam 4

"Central Banking in http://www.cbi.ir/page/4252.aspx.

Iran",

diakses

pada

tanggal

12

November

2010

dari

5

Ausaf Ahmad, Instruments of Regulation & Control of Islamic Banks by the Central Bank, (Jeddah: IDB, 2000), h. 32.

62

rekening qardulhasan yang tidak menghasilkan keuntungan. Kondisi jelas yang hanya

dilakukan

Konsekuensinya,

oleh

rakyat

bank-bank

Iran

yang

menghadapi

sangat

berpikiran

keterbatasan

religius.6

penawaran

dan

ketakterbatasan permintaan atau nasabah bisa mendapatkan untung dalam deposito berjangka.7 Bank syariah pertama di Indonesia yang beroperasi pada tahun 1992 baru memiliki undang-undang yang mengaturnya 16 tahun kemudian. UndangUndang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terdiri dari 13 bab dan 70 pasal, beberapa di antaranya mengatur mengenai asas, tujuan dan fungsi, perizinan, bentuk badan hukum, jenis kegiatan usaha, komisaris, dan sebagainya. Meski kemunculan undang-undang terlihat lambat, namun hal positifnya bisa terlihat dalam beberapa pasal, misalnya Pasal 5 Ayat (7) menyebutkan bahwa bank umum syariah tidak dapat dikonversi menjadi bank umum konvensional, begitu juga dengan izin pendirian unit usaha syariah. Di samping usaha komersial, bank syariah dapat pula menjalankan fungsi sosial, seperti menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi penelola zakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (2).

6

"Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik (qardanhasanan), maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak." (QS. Hadîd [57]: 11). Lihat juga QS. at-Taghâbûn [64]: 17, al-Baqarah [2]: 245. 7

S.H. Amin, Islamic Banking and Finance, h. 52.

63

Produk

3.

Dalam Undang-Undang Perbankan Bebas-Riba, disebutkan beberapa jenis akad dasar yang digunakan dalam sistem perbankan syariah di Iran, baik untuk proses penghimpunan maupun proses penyaluran. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa bank dibolehkan menerima simpanan dalam bentuk: simpanan qardulhasan dan simpanan investasi berjangka. Simpanan investasi berjangka, bagi pemanfaatan di mana bank memiliki kekuatan untuk memeriksa, harus digunakan dalam joint venture, mudarabah, sewa-beli, transaksi cicilan, mozaraah, mosaqat, investasi langsung, transaksi forward, dan joaalah. Selain akad-akad di atas, UU No. 21 Tahun 2008 lebih banyak memfasilitasi produk dengan akad salam, istishna, dan jasa dengan akad hawalah dan kafalah. 4.

Pengawas Syariah Secara umum, Iran juga memiliki Dewan Syura Perekonomian Islam

yang terdiri dari para ulama dan para ahli ekonomi. Mereka bergabung dan duduk bersama untuk mengawasi apakah sistem dan undang-undang yang berlaku sesuai dengan hukum Islam atau tidak.8 Dewan ini berada di bawah Majelis Syura Islami yang mengesahkan undang-undang, termasuk UndangUndang Perbankan Bebas Riba. Namun secara institusional, bank yang beroperasi di Iran bertanggung jawab langsung kepada Majelis Umum Bank Markazi Iran yang beranggotakan Menteri Urusan Ekonomi dan Keuangan, Menteri Perdagangan, Kepala Organisasi Manajemen dan Perencanaan, dan satu 8

Wawancara pribadi dengan Ayatullah Dr. Zamani, pada tanggal 10 September 2010.

64

lagi menteri yang dipilih oleh Dewan Kementerian. Pada tanggal 14 November 2010, parlemen Iran meloloskan peraturan yang mengeluarkan presiden sebagai anggota Majelis Umum dan nantinya beranggotakan tujuh ekonom9 dengan tujuan independensi bank sentral dari pemerintahan. Sementara di Indonesia, melihat semakin berkembangnya lembaga keuangan syariah dan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada setiap lembaga,10 Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu untuk mendirikan Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai tempat menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa. DSN beranggotakan para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah. DPS pada setiap lembaga keuangan syariah (LKS) mempunyai tugas memberikan nasihat dan saran kepada LKS, melakukan pengawasan, dan mediator antara LKS dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa.11 Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip

9

"Iranian President Removed As Central Bank Board Chairman", diakses pada tanggal 22 November 2010 dari http://www.rferl.org/content/Iranian_President_Removed_As_Central_Bank_ Board_Chairman/2222076.html. 10

Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, (DSN-MUI: Jakarta, 2006), h. 425. 11

Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, h. 434.

65

Syariah,12 DPS juga mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan hasil pengawasan sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi LKS, DSN, dan Bank Indonesia. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional kemudian dijadikan hukum positif dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia agar dapat ditaati oleh institusi perbankan.

12

Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2005, h. 27.

66

Matriks Perbandingan Perbankan Syariah Iran-Indonesia Iran Bank Sentral





• Legalitas



Independen dan bebas dari campur tangan pemerintah Instrumen kebijakan moneter: operasi pasar terbuka, GWM antara 1030%, lender of the last resort, minimum expected profit ratio of bank. Memiliki penetapan minimal dan maksimal profit return. Undang-Undang Perbankan Bebas-Riba tahun 1983

Indonesia •





• Produk





Pengawas Syariah





Dalam undang-undang • mengatur dua produk tabungan utama, yakni qardulhasan dan deposito berjangka. Dalam undang-undang, • akad-akad lain yang digunakan untuk pembiayaan seperti murabahah, musaqat, dan ju'alah. Undang-undang dan • peraturan yang berlaku disahkan oleh Majelis Syura Islam melalui persetujuan Dewan Garda. Perbankan bertanggung jawab langsung kepada Majelis Umum bank sentral.

Independen dan bebas dari campur tangan pemerintah Instrumen kebijakan moneter: operasi pasar terbuka, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum (bank syariah sebesar 8%), lender of the last resort, pengaturan kredit atau pembiayaan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Diperkuat dengan Peraturan Bank Indonesia yang sesuai dengan Fatwa MUI. Dalam UU mengatur dua produk utama penghimpunan dana, yakni wadi'ah dan mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan. Penyaluran pembiayaan dengan menggunakan akad mudarabah, musyarakah, salam, istishna, IMBT, Di setiap lembaga keuangan terdapat DPS, yang bertanggung jawab memberikan laporan kepada DSN dan Bank Indonesia

67

B. Analisis SWOT Perbankan Syariah Kedua Negara Kegunaan analisis SWOT tidak hanya terbatas bagi organisasi yang ingin mencari profit. Analisis SWOT dapat digunakan dalam setiap situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan, ketika hasil akhir (objektif) telah ditentukan. Misalnya, organisasi non-profit, unit pemerintahan, dan individu.13 Analisis SWOT juga dapat digunakan dalam perencanaan pra-krisis dan manajemen pencegahan krisis. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan dalam memberikan rekomendasi selama studi/survei. Analisis elemen internal dan eksternal digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi yang berkaitan dengan pengembangan di masa mendatang. 1.

Elemen Kekuatan (Strengths) Tabel Elemen Kekuatan (Strength)

Iran No. Islam menjadi keyakinan mayoritas 1.

No. 1.

warga Iran yang berjumlah lebih dari 76 juta, dengan persentase 98%.14

2.

Bank-bank sektor publik mendapat dukungan penuh dari pemerintah Iran.

2.

3.

Iran memiliki cadangan minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi, dan cadangan gas terbesar kedua di dunia setelah Rusia. Selain itu, Iran negara kaya dalam sumber alam lainnya memiliki sektor pertanian yang kuat.15

3.

Indonesia Dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta, dan jumlah muslim 85,2%, Indonesia menjadi negara dengan muslim terbesar di dunia. Sudah memiliki perangkat hukum dasar perbankan syariah, yakni UU No. 21 Tahun 2008. Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti garis pantai terpanjang, hasil laut, hutan tropis penghasil kayu, batu bara, dan gas.

13

Wikipedia, "SWOT Analysis", artikel diakses pada tanggal 16 November 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/SWOT_analysis. 14

https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ir.html, diakses pada tanggal 10 November 2010. 15

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, h. 9.

68

Sumber daya manusia tetap menjadi salah satu modal utama dalam proses kemajuan perbankan nasional, khususnya perbankan syariah, karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar. Meskipun dalam teori dan praktik bank syariah tidak dikhususkan bagi umat muslim, namun jumlah umat muslim yang besar ini harus menjadi modal utama perbankan syariah dalam meningkatkan jaringannya. Sedangkan di Iran, pemerintah mendukung penuh bagi pengembangan sektor perbankan yang berasaskan Islam. Hal ini jelas terjadi karena Iran merupakan negara yang berasaskan syariat Islam, sehingga segala praktik perbankan yang melibatkan bunga yang diharamkan, tidaklah diizinkan untuk beroperasi di Iran. Namun hal ini bukan hanya berarti pemerintah Iran yang memainkan peran utama dalam proses perubahan sistem perbankan menjadi islami (top-down), tetapi juga kehendak masyarakat yang menginginkan negara dijalankan dengan aturan Islam. Saat dilakukan referendum pada tahun 1979, sebanyak 98,2% rakyat Iran menginginkan "Republik Islam".16 Ini artinya juga terdapat apa yang disebut sebagai bottom-up system. Selain itu, keberhasilan penerapan pembiayaan bagi-hasil di Iran disebabkan oleh adanya dua faktor yang tidak dimiliki negara lain. Pertama, struktur masyarakat yang paternalistis dengan peran sentral ulama dalam kehidupan masyarakat. Ketergantungan masyarakat kepada ulama sebagai tokoh sentral menyebabkan persoalan adverse selection dan moral hazard dapat ditekan seminimal mungkin. 16

http://en.wikipedia.org/wiki/Iranian_Revolution, diakses pada tanggal 10 November 2010.

69

Kedua, adanya wilayatul hisbah, yaitu semacam perangkat polisi ekonomi lengkap dengan pengadilan niaga yang segera menyelesaikan perselisihan bisnis.17 Sumber daya alam yang dimiliki oleh kedua negara tidak hanya dapat mengundang investor untuk menanamkan modalnya ke dalam negeri, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh dunia perbankan untuk mengelola sektor sumber daya alam yang kurang berkembang. Di Iran misalnya, terdapat bank khusus dalam bidang pertanian (Bank Keshavarzi) dan juga bank yang fokus dalam bidang industri dan pertambangan (Bank Industry and Mine, "Sanat va Madan Bank") yang membantu pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti organisasi, proses, perangkat yang tepat dalam bidang industri, pertambangan, dan teknologi modern.18 Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, menjadi potensi besar jika memiliki perbankan syariah khusus pertanian dengan menyediakan produk dan akad yang sesuai syariah seperti musaqat atau muzara'ah. 2. Elemen Kelemahan (Weaknesses) Tabel Elemen Kelemahan (Weakness) Iran No. Sanksi internasional yang terjadi 1.

2.

No. 1.

sampai saat ini, bersamaan dengan undang-undang yang mensyaratkan bank-bank menjadi bank umum milikpemerintah, yang berarti sektor ini kurang berkembang dan kurang kompetitif. Secara teoritis, bank-bank Iran adalah 3. lembaga islami. Dalam praktiknya,

Indonesia Proses yang relatif lama dalam menghasilkan sebuah produk hukum bagi keuangan syariah.

Kemunculan perbankan syariah di Indonesia yang tergolong baru

17

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, h. 84.

18

http://w3e.bim.ir/ourbank/ourbank.asp, diakses pada tanggal 10 November 2010.

70

3.

tingkat pendapatan dan metrik lainnya didikte oleh pemerintah, dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan komersial. Bank-bank Iran umumnya tidak dianggap sebagai lembaga islami oleh seluruh dunia Islam.19 Kebijakan fiskal pemerintah tidak kondusif bagi perkembangan perbankan komersial (umum).

membuat negara menerapkan dualbanking system yang cenderung memiliki kelemahan seperti imitation products.

Program pemerintahan dalam bidang pengembangan nuklir berdampak pula bagi perbankan dan keuangan di Iran. Pada pertengahan tahun 2010, Uni Eropa memberlakukan sanksi bagi seluruh lembaga keuangan yang terkait dengan Iran menyusul kecerugiaan terhadap program nuklir. Bank-bank Iran dilarang membuka cabang baru atau anak perusahaan di 27-blok negara.20 Begitu pula larangan menyediakan asuransi dan reasuransi "kepada pemerintah Iran, atau entitas yang didirikan di Iran atau yang tunduk pada yurisdiksi Iran." Untuk mencegah meluasnya dampak sanksi, Bank Markazi Iran meminta beberapa bank melepas saham agar menjadi milik pemerintah, sehingga produk dan tingkat keuntungan yang diberikan kurang kompetitif. Sementara dalam dunia ekonomi secara umum, kebijakan pembiayaan defisit, bersamaan dengan penurunan nilai riil yang dihasilkan utang inflasi, menghambat pembiayaan dan peminjaman. Setelah upaya bersama mengurangi utang publik

19

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, h. 7.

20

http://www.islamtimes.org/vdcaeine.49n6e18hk4.html, diakses pada tanggal 10 November

2010.

71

(public debt) dalam beberapa tahun terakhir, ada tanda-tanda bahwa hal itu akan meningkat lagi.21 Hambatan yang dihadapi perbankan syariah di Indonesia adalah terkait dengan proses menghasilkan perangkat hukum yang relatif lama. Misalkan saja, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah membutuhkan waktu enam tahun sebelum akhirnya disahkan pada 17 Juni 2008. Begitu pula dengan masalah pajak ganda yang sempat merugikan perbankan syariah Indonesia, sampai akhirnya disahkan pada 1 April 2010 melalui revisi Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM). Sedangkan, dalam hal penerapan dual-banking system memiliki kelemahan di antaranya adalah adanya kecenderungan untuk meniru praktik perbankan konvensional, seperti strategi usaha yang dijalankan, imitasi produk konvensional, hingga pengacuan terhadap suku bunga sebagai benchmarking dalam penentuan margin. Masalah lain yang menghambat efisiensi bank syariah adalah kesulitan menaruh uangnya ketika kelebihan likuiditas, sebab bank syariah tidak boleh menyimpan di bank konvensional yang berbunga. Lain halnya di Iran yang telah menerapkan sistem syariah secara nasional.22

21

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, h. 9.

22

Muhammad (edt.)., Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisia, 2006), h. 82.

72

Elemen Peluang (Opportunities)

3.

Tabel Elemen Peluang (Opportunity) Iran No. Setiap normalisasi hubungan antara 1.

2.

Iran dengan Amerika Serikat dan sekutunya dapat memberikan dorongan bagi reformasi besar sektor perbankan.23 Sektor gas masih kurang berkembang dan ada ruang cukup untuk memaksimalkan sumber pendapatan.

No. 1.

Indonesia Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada triwulan pertama 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen.24

2.

Keterbukaan masyarakat dalam menerima lembaga keuangan berbasis unit syariah.

Meksipun para bankir di Iran tidak menafikan dampak sanksi internasional terhadap dunia perbankan di Iran seperti pengurangan karyawan,25 namun perbaikan hubungan terhadap dunia internasional patut dipertimbangkan demi mencegah dampak yang lebih buruk. Dengan normalisasi hubungan, perbankan Iran mampu memperluas kantor cabang dan jaringan kerjanya ke berbagai negara termasuk negara Eropa. Namun itu semua bergantung dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait program nuklir yang oleh presiden Iran dinyatakan sebagai pengganti energi alternatif dan tujuan aman. Peluang lain yang dimiliki Iran adalah masih terbuka lebarnya sumber-sumber alam yang belum dikelola atau yang belum dioptimalkan karena rusak akibat Perang Iran-Irak tahun 1980. Pertumbuhan tinggi ekonomi Indonesia terjadi pada sektor jasa, keuangan, perumahan, komunikasi, dan yang tertinggi adalah pertanian. Sektor-sektor tersebut harus menjadi fokus utama dunia perbankan dalam menyalurkan pembiayaan, selain 23

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, h. 7.

24

Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010, h. 1.

25

Spencer Anderson, "Slowed but Not Deterred", The Banker, Agustus 2010, h. 72.

73

akan menghasilkan profit return yang lebih tinggi. Pertumbuhan yang terus positif ini juga menjadi peluang bagi masuknya bank asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu contohnya adalah bank asing milik Malaysia, MayBank Syariah, yang resmi beroperasi pada Oktober 2010 dan menjadi salah satu Bank Umum Syariah (BUS). Dari aspek sosial-budaya, keterbukaan masyarakat dalam menerima lembaga unit bisnis yang berbasis syariah Islam cukup meluas sebagai indikator meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap syariat Islam.26 Melalui sejarah yang sudah dijelaskan sebelumnya, kemunculan lembaga keuangan syariah di Indonesia dapat dikatakan berawal dari keinginan masyarakat (bottom-up). 4.

Elemen Ancaman (Threats) Tabel Elemen Ancaman (Threat)

No. Iran 1. Mandat pemerintah untuk memberikan pinjaman kepada rakyat Iran yang lebih miskin dengan tingkat pengembalian rendah menimbulkan kekhawatiran terhadap jumlah aset perbankan.27 2. Kemunduran dalam hubungan Iran dengan komunitas internasional terkait program nuklirnya dapat mengakibatkan pengenaan (sanksi) lebih jauh dalam ukuran ekonomi oleh Dewan Keamanan atau Amerika Serikat.28

No. Indonesia 1. Pemahaman masyarakat yang masih sangat rendah terhadap bentuk operasi bank syariah.

2.

Keberadaan bank konvesional itu sendiri yang lebih dahulu hadir di Indonesia.

26

Suci Wulandari, "Fatwa MUI Penting Tapi Tidak Cukup", Prospek Bank Syariah Pasca Fatwa MUI, (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2005), h. 70. 27

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, h. 7.

28

Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010., h. 9.

74

Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Perbankan Bebas-Bunga mengenai tujuan sistem perbankan islami adalah memberikan fasilitas bagi masyarakat dengan skema qardhul hasan. Artinya hal ini sudah menjadi ketentuan dari pemerintah dan bank sentral terhadap bank yang beroperasi di Iran. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Syah Iran sebelum revolusi yang hanya mengejar peningkatan GNP sehingga menimbulkan jurang sosial yang tinggi.29 Namun jika penilaian kelayakan penerimaan pembiayaan tanpa bunga ini tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan kredit macet sehingga menggerus aset perbankan. Meskipun resolusi PBB bertujuan menekan aktivitas pemerintahan, namun sangat menyulitkan kegiatan perbankan. Misalnya, negara-negara diminta tidak mengizinkan bank-bank Iran untuk membuka cabang di wilayah mereka atau melakukan kesepakatan jika terdapat kecurigaan bahwa bank tersebut terlibat kegiatan program nuklir.30 Hal ini muncul karena tekanan Eropa dan Amerika Serikat diberikan begitu kuat meskipun bukti mengenai program nuklir sudah diperiksa oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Sedangkan kehadiran perbankan syariah di Indonesia yang relatif baru jika dibandingkan dengan negara-negara mayoritas muslim lain, memiliki tantangan yang sangat mendasar. Pemahaman masyarakat yang masih rendah terhadap operasional bank syariah, seperti tidak ada bunga, memunculkan anggapan bahwa bank syariah

29

Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h.33.

30

Spencer Anderson, "Slowed but Not Deterred", The Banker, Agustus 2010, h. 71.

75

tidak memberikan keuntungan.31 Selama ini masyarakt sudah terbiasa dengan bank yang hadir jauh lebih dahulu—bank konvensional—yang memberikan keuntungan jelas. C. Strategi Pengembangan Bank Syariah ke Depan 1.

Strategi SO Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar masih tetap

menjadi peluang bagi peningkatan aset keuangan syariah, tidak saja di dalam negeri tetapi juga dilihat sebagai potensi oleh pihak investor luar negeri. Di dalam negeri sendiri, sampai dengan bulan September 2010, jumlah rekening bank umum syariah dan unit usaha syariah belum mencapai 7 juta32 rekening. Selain potensi sumber daya manusia yang ada di Indonesia, kedua negara, baik Iran dan Indonesia, juga memiliki sumber daya alam yang potensial untuk diolah dengan mendatangkan pihak investor. Dalam ranah hukum, meskipun sudah memiliki undang-undang yang mengatur

perbankan

syariah,

perbankan

syariah

di

Indonesia

masih

membutuhkan regulasi yang komprehensif mengingat sistem perbankan terkait dengan banyak bidang, seperti asuransi, pasar modal, hingga lembaga penjamin simpanan. Menurut pengamat perbankan syariah dari Universitas Pancasila, Sri Widyastuti, pangkal pokok belum terakomodasinya peraturan untuk kegiatan 31

Muhammad (edt.)., Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman,

h. 128. 32

Statistik Perbankan Syariah, September 2010, diakses pada tanggal 12 November 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/2A1C896C-F04-4BDE-828B-EA2019D1F3EC/21441/ SPI0911.zip

76

operasional ekonomi syariah disebabkan tidak adanya political will yang tegas dari pemerintah.33 Dorongan kepada pemerintah ini tidak cukup dilakukan oleh praktisi perbankan, tetapi juga masyarakat melalui organisasi atau lembaga yang peduli dengan perkembangan ekonomi syariah di tanah air. 2.

Strategi ST Melihat kurangnya pemahaman masyarakat luas terhadap ekonomi

syariah, khususnya perbankan syariah, mengharuskan industri perbankan syariah untuk dapat meningkatkan pengularan biaya promosi, pendidikan, dan pelatihan, yang sampai dengan akhir September 2010 sebesar 176 miliar rupiah.34 Tidak hanya kepada masyarakat langsung sebagai target nasabah, tetapi juga bimbingan, training, dan bantuan teknis kepada BPRS dan BMT, sekaligus memperluas jaringan kerja.35 Selain dalam bentuk seminar, diskusi, dan forum ilmiah, menjalin hubungan kerja sama lebih erat dengan lembaga Islam di luar negeri untuk memperkenalkan keuangan syariah dalam negeri juga menjadi hal penting. Iran dan Indonesia, juga dapat melakukan studi banding untuk memahami kondisi ekonomi dan perbankan di kedua negara. 3.

Strategi WO Angka pertumbuhan ekonomi yang positif dan terus meningkat dapat

membantu peningkatan pasar perbankan syariah, salah satunya melalui investor 33

EH. Ismail, "Regulasi Syariah Setengah Hati", Republika, 16 November 2010, h. 15.

34

Statistik Perbankan Syariah, September 2010, h. 10.

35

Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, (Jakarta: AlvaBet, 2000), h. 210.

77

asing yang hendak membuka cabang bank syariah di Indonesia. Setelah CIMB Niaga dan MayBank, Asian Finance Bank dan Al-Baraka juga berencana membuka cabangnya di Indonesia. Di antara kendala yang dihadapi oleh bank asing tersebut adalah masalah regulasi. Oleh karena itu, tidak cukup dengan modal masyarakat yang terbuka dengan konsep ekonomi syariah tetapi juga peningkatan dorongan terhadap pemerintah, khususnya lembaga legislatif. 4.

Strategi WT Meminimalkan kelemahan yang dimiliki masih tetap dengan cara,

pertama, percepatan keluarnya produk hukum melalui segala kekuatan politik yang dimiliki. Kedua, penciptaan produk yang lebih variatif untuk menghindari kesan peniruan produk perbankan konvensional dengan tetap menjaga prinsipprinsip syariah dan kegunaan bagi masyarakat. Ketiga, sosialiasi yang menjangkau segala kalangan dengan menghindari kerancuan pemahaman produk dan lebih mengutamakan peningkatan pelayanan dan fasilitas kepada nasabah.

78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: a. Proses mendasar perubahan bentuk sistem perbankan syariah di Republik Islam Iran berlangsung selama kurang lebih enam tahun, yang awali dengan peleburan (amalgamation) 27 bank yang ada menjadi lima bank umum milik pemerintah dan empat bank swasta. Kemudian mengesahkan undang-undang yang melarang segala transaksi perbankan yang melibatkan bunga, pada tahun 1983. Terakhir mengintegrasikan sistem perbankan ke dalam instrumen perekonomian

negara

dengan

merestrukturisasi

dan

memfokuskan

pembiayaannya kepada kaum lemah (mustadh'afîn). b. Transformasi sistem perbankan di Iran bukan berarti tanpa kendala. Di antara kendala internal yang dihadapi oleh sistem perbankan di Iran adalah terlalu mudahnya memberikan pembiayaan kepada rakyat miskin dengan skim qardulhasan sehingga menggerus aset perbankan itu sendiri. Sementara kendala eksternal adalah pengaruh dari kegiatan pemerintah dalam program pengayaan nuklir yang membuat beberapa aset bank Iran di luar negeri dibekukan, selain kecurigaan pendanaan organisasi "teroris". Namun itu

79

semua bukan berarti menghentikan pertumbuhan aset perbankan syariah di Iran yang tetap menunjukkan angka positif dari tahun ke tahun. c. Iran dan Indonesia mempunyai potensi yang sama sebagai negara dengan mayoritas muslim dan juga negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun itu semua tidak dapat memberikan dampak signifikan tanpa diiringi dengan kemauan politik dari pemerintah untuk membantu meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah, terutama dalam hal pengesahan regulasi.

B. Saran Dalam hal penguatan dalam negeri, perlu ditingkatkan tekanan dan dorongan terhadap pemerintah—khususnya lembaga legislatif—untuk mempermudah dan mempercepat pengaturan serta regulasi bagi lembaga ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah. Sehingga sosialisasi mengenai perbankan syariaht tidak hanya ditargetkan kepada masyarakat sebagai calon nasabah tetapi juga kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Sementara dalam hal penguatan luar negeri, perlu ditingkatkan hubungan bilateral kedua negara dalam bidang ekonomi, tidak hanya dalam bidang ekspor dan impor, tapi juga studi banding terhadap praktik lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan, di kedua negara sebagai alternatif praktik dan pemikiran perbankan syariah global.

80

DAFTAR PUSTAKA

"Bank", Ensiklopedia Indonesia. Bandung: W. Van Hoeve, tt. h. 168. Ahmad, Ausaf, Instruments of Regulation & Control of Islamic Banks by the Central Bank. Jeddah: IDB, 2000. Amin, A. Riawan. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: UIN Press. 2009 Amuzegar, Jahangir. Iran's Economy Under the Islamic Republic. London: I.B. Touris & Co. Ltd, 1997. Anderson, Spencer. "Slowed but Not Deterred". The Banker. Agustus 2010, h. 72. Ansari-pour, M. A., "Interest in International Transactions under Shiite Jurisprudence", Arab Law Quarterly, vol. 9, no. 2. Brill, 1994. h. 170. Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Anwar, Mohammad, "Islamic Economic Methodology", dalam F.R. Faridi, ed., Essay in Islamic Economic Analysis. New Delhi: Institute of Objective Studies, 1991. h. 14. Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet, 2000. Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010. Bashir, Hassan dan Sayid Ghahreman Safavi, ed., Demi Kaum Tertindas. Jakarta: Citra, 2008. Business Monitor International, Iranian Commercial Banking Report Q2 2010, (London: Business Monitor Ltd., 2010), h. 34. Central Bank of Iran. Artikel diakses pada tanggal 8 November 2010 dari http://www.cbi.ir/Page/GeneralInformation.aspx, ______________. Artikel diakses pada tanggal 12 November 2010 dari http://www.cbi.ir/page/4252.aspx. CIA Factboook. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ ir.html, diakses pada tanggal 10 November 2010.

81

Detta, Mei Pheng Lee dan Ivan Jeron. Islamic Banking & Finance Law. Kuala Lumpur: Pearson Malaysia. 2007. Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. DSNMUI: Jakarta, 2006. Egtesad Novin Bank. http://english.en-bank.com/Site.aspx?ParTree=12111A1311, diakses pada tanggal 10 November 2010. Gafoor, Abdul. Interest-Free Commercial Banking. Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1996. Haiwad, Abdullah. "Islamic Banking System", artikel diakses pada tanggal 10 Mei 2010 dari http://ssrn.com/abstract=1283093. Hanef, Mohamed Aslam. Contemporary Islamic Economic Thought. Kuala Lumpur: Ikraq, 1995. h. 94. Haque, Mohammad Moinul, "Islamization of Knowledge", makalah yang dipresentasikan pada seminar Islamic Epistemology & Curriculum Reform, 23 Mei 2008 di Islamic University Kustia. Hasanudin, "Sejarah Mata Uang". Dalam Adiwarman Karim. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: RajaGrafindo Press. 2007. h. 309. Hassan, Kabir, "Cost, Profit and X-Efficiency of Islamic Banks in Pakistan, Iran and Sudan." Dalam Proceeding International Conference on Islamic Banking: Risk Management, Regulation, and Supervision, 30 September-2 Oktober 2003. (Jakarta: Bank Indonesia, 2003), h. 351. Hidayat, Purkon, "Wajah Perbankan Syariah Iran: Dari Nasionalisasi Menuju Syar'i". Artikel diakses pada tanggal 7 Agustus 2010 dari http://purkonhidayat.wordpress.com/2008/12/23/wajah-perbankan-syariahiran-dari-nasionalisasi-menuju-syari/. ______________. "Pembangunan dalam Perspektif Imam Khomeini". Jurnal Alhuda No. 13. (Juni 2007): h. 137. Ibrahim Aji, "Perbankan Syariah: Belajar dari Sudan, Pakistan, dan Iran", Sharing, edisi 29 Thn III Mei 2009. ICRO. Iran Tanah Peradaban. Jakarta: Kedutaan Besar Republik Islam Iran, 2009.

82

IRIB. "Di Bawah Sanksi Ekspor, Iran Melebihi Target". Berita diakses pada tanggal 10 November 2010 dari http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_ content&view=article&id=26662:di-bawah-sanksi-ekspor-iran-melebihitarget&catid=17:berita3&Itemid=18. ______________. "Pandangan Visioner Imam Khomeini". Berita diakses pada pada tanggal 25 Agustus 2010 dari http://indonesian.irib.ir/index.php/ agama/islamologi/22324-pandangan-visioner-imam-khomeini-ra.html. Islam Times. http://www.islamtimes.org/vdcaeine.49n6e18hk4.html, diakses pada tanggal 10 November 2010. Ismail, EH. "Regulasi Syariah Setengah Hati", Republika, 16 November 2010, h. 15. Kara, Muslimin H. Bank Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2005. Karafarin Bank. http://www.karafarinbank.com/Static/English/History.asp, diakses pada tanggal 10 November 2010. Karim, Adiwarman. Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. ______________. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007. Lahem al Nasser, "Islamic Banking in Egypt". Artikel diakses pada 9 Mei 2010 dari http://www.asharq-e.com/news.asp?section=6&id=13844. Lewis, Mervyn K. dan Latifa M. Algaoud. Perbankan Syariah, Penerjemah Burhan Subrata. Jakarta: Serambi. 2007. Maysami, Ramin Cooper, "Islamic Banking and the Conduct of Monetary Policy: Lessons from the Islamic Republic of Iran". Dalam Samuel L. Hayes, Proceedings of the Third Harvard University Forum on Islamic Finance, October 1, 1999 (HU: Center for Middle Eastern Studies, 2000), h. 42. Mufti, Aries dan Muhammad Syakir Sula. Amanah Bagi Bangsa. Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syariah, 2007. Muslehuddin, Muhammad. Sistem Perbankan dalam Islam. Jakarta: Rineka Cipta. 1994. Parsian Bank. http://www.parsian-bank.com/historyofbank_en.html, diakses pada tanggal 10 November 2010.

83

Pasar Muslim. http://www.pasarmuslim.com/ekonomi.php?bid=1214, diakses pada tanggal 12 Agustus 2010. Press TV. http://www.presstv.ir/detail/148995.html, diakses pada tanggal 10 November 2010. Radio Free Europe/RadioLiberty. "Iranian President Removed As Central Bank Board Chairman". Berita diakses pada tanggal 22 November 2010 dari http://www.rferl.org/content/Iranian_President_Removed_As_Central_Bank_ Board_Chairman/2222076.html. Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006. Republika, 10 November 2009. Roy, Delwin A. "Islamic Banking", Middle East Studies, Vol. 27 No. 3. Taylor & Francais, Ltd., Juli 1991. h. 428. Saeed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah. Jakarta: Paramadina, 2004. Sihbudi, Riza. Dinamika Revolusi Islam Iran. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989. Statistik Perbankan Indonesia Agustus 2010, diakses pada tanggal 11 November 2010 dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/178351D5-B33E-49F1-9D435401FDC2533F/21180/BISPIAgustus2010.pdf. Stiansen, Endre, "Interest Politics: Islamic Finance in the Sudan, 1977-2001". Dalam Clement M. Henry dan Rodney Wilson, ed., The Politics of Islamic Finance. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2004. h. 156. Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006. Sulaiman, Abdul Hamid Abu, ed., Islamization of Knowledge Series (1). Virginia: International Institute of Islamic Thought. 1997. h. 3. Suma, Muhammad Amin. Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan. Ciputat: Kholam Publishing, 2008. Tejarat Bank. http://www.tejaratbank.ir/portal/default.aspx?tabid=1128, diakses pada tanggal 8 November 2010.

84

Thaba, Abdul Aziz. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Press. 1996. The Banker. http://www.thebanker.com/cp/22/p22tableislamic.jpg, diakses pada tanggal 6 November 2009. Wikipedia. "Abbas Mirakhor". Artikel diakses pada tanggal 2 November 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Abbas_Mirakhor. ______________. "Iranian Revolution". Artikel diakses pada tanggal 10 November 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Iranian_Revolution. ______________. "Islamization of Knowledge". Artikel diakses pada tanggal 5 Mei 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Islamization_of_knowledge. ______________. "Mahmoud Taleghani". Artikel di askses pada tanggal 25 Agustus 2010 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmoud_Taleghani. ______________. "Sarekat Islam". Artikel diakses pada tanggal 28 September 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam. ______________. "US Sanctions Against Iran". Artikel diakses pada tanggal 12 Agustus 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/U.S._sanctions_against_Iran. Wulandari, Suci. "Fatwa MUI Penting Tapi Tidak Cukup", dalam Prospek Bank Syariah Pasca Fatwa MUI. (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2005), h. 70. Zarqa, Muhammad Anas, "Islamization of Economics: The Concepts and Methodology", J.KAU: Islamic Econ., Vol. 1, No. 1. 2003. h. 16.

85

Lampiran 1

Cuplikan transkrip wawancara dengan Ayatullah Dr. Hasan Zamani dari Jamiatul Mustafa Iran pada tanggal 3 September 2010, yang diterjemahkan oleh Imam Ghozali (Penerjemah Atase Kebudayaan Kedutaan Iran di Jakarta).

(Masalah pada audio)

Penulis: Sistem perbankan di Indonesia secara umum adalah dual banking system dengan porsi (market) paling besar adalah perbankan konvensional, sedangkan perbankan syariah dari sisi sejarah baru ada sejak tahun 1992. Sampai saat ini pertumbuhannya tinggi meskipun jika dibandingkan perbankan konvensional baru 2,5% perbandingannya.

Narasumber: Adapun perbankan Islam ini apakah didukung, diciptakan pemerintah atau organisasi/yayasan Islam lainnya?

Penulis: Awalnya memang berawal dari keinginan masyarakat, diaspirasikan ke MUI, kemudian barulah MUI mempelopori Bank Muamalat. Sampai sekitar tahun 2008, barulah ada undang-undang perbankan syariah. Jadi pemerintah agak terlambat…

Narasumber: Apakah yang disahkan oleh undang-undang itu sistem perbankan atau misalnya bahwa seluruh 2,5% itu punya bank Islam? Dari jenis yang mana?

Penulis: Jadi, 2,5% itu aset perbankan syariah dan sisanya adalah perbankan konvensional. Dua-duanya diatur (disahkan) dalam undang-undangnya masingmasing. Jadi, memang Indonesia menggunakan dual banking system. Hal ini sama seperti yang digunakan di Malaysia, yakni dengan dua sistem perbankan. 86

Narasumber: Apakah 97,5% itu nantinya juga akan memungkinkan bahwa berubah menjadi bank syariah?

Penulis: Kalau dilihat dari pertumbuhan aset, memang perbankan syariah lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional. Tapi apakah akan berubah 100 persen, itu bergantung kepada keinginan pemerintah juga (political will). Jika mengandalkan pertumbuhan tinggi akan membutuhkan waktu lama.

(Masalah pada audio)

Narasumber: Menabung uangnya misalnya 10 juta. Dari 10 juta ini nantinya bank akan meminjamkan—dengan aturan yang disepakati kedua belah pihak—untuk modal pembangunan dalam bidang properti, misalnya. Dari situ misalkan bagi hasil dua, jadi dengan 50 persen untuk peminjam dan 50 persen untuk bank. Dari 50 persen yang didapat bank ini, untung berapapun nantinya tidak peduli, sebagai biaya operasional bank 10 persen misalnya, dan 40 persen dikembalikan kepada nasabah. Jadi ini mungkin jenis kedua selain qardulhasan tadi.

Tentunya tadi itu dengan menggunakan sistem mudarabah, sehingga tidak ada hal-hal yang mengandung riba. Kedua sistem ini hampir mirip. Dalam sistem riba, ketika kita meminjamkan uang kepada seseorang dan dari pertama kita sudah menyepakati bahwa dari 10 juta itu setiap bulan kita memperoleh 10% keuntungan dari 10 juta itu. Jadi orang pemilik modal tersebut mendapat keuntungan dan ketika lunas, selain modalnya balik juga keuntungan ia dapatkan. Dalam sistem mudarabah juga tampaknya seperti ini. Kita memberikan uang 10 juta kepada seseorang untuk digunakan sebagai modal, bisnis, atau pembangunan rumah sebagainya. Kita juga menyepakati dengan bagi hasil berapapun hasilnya kita bagi menjadi dua, 50:50.

87

Sehingga nanti setelah waktu yang disepakati, disamping modalnya juga balik dia juga pasti mendapat keuntungan.

Jadi, dalam mudarabah juga suma. Ia mendapat keuntungan dan juga modalnya kembali. Adapun menurut Anda sendiri perbedaannya ada di mana? Jadi yang menyebabkan satunya haram dan yang kedua menjadi halal.

Penulis: Sepanjang pengetahuan saya, riba atau bunga menjadi haram, selain berasal dari ayat-ayat Quran juga bersifat tidak adil. Karena 10 persen pertama tadi bersifat pasti. Seberapapun hasil yang diperoleh, entah itu untung atau rugi, 10 persen harus tetap dikembalikan kepada pemilik modal. Sehingga kalau rugi harus tetap mengembalikan. Sedangkan mudarabah bergantung kepada hasil yang diperoleh; dari 10 juta itu berapa hasil yang diperoleh, itulah yang dibagikan. Sedangkan kalau rugi tidak akan mendapatkan apapun.

Narasumber: Bagus sekali, saya merasa senang dengan jawaban Anda. Perbedaan kedua dalam sistem riba misalnya soal kepastian tadi itu, kita dituntut mengembalikan pinjaman modal dan bunga. Apabila terjadi sesuatu di luar ikhtiar peminjam, ketika buka usaha toko misalnya ternyata tanpa kesalahan dia terjadi kebakaran maka dalam sistem riba modal dan bunga harus kembali apapun yang terjadi. Dalam sistem mudarabah sang peminjam dianggap sebagai seorang amin, orang yang dipercaya untuk mengelola atau menjalankan modal tersebut sehingga nantinya dalam hukum Islam apabila terjadi kesalahan yang bukan dari ikhtiarnya, kebakaran tanpa sengaja misalnya, maka tidak dituntut untuk dikembalikan. Sebenarnya, mudarabah ini adalah sebuah sistem yang membantu dan membela orang-orang yang ingin mengembangkan usahanya. Keduanya sebenarnya ingin membantu dan juga membela orang yang tidak mampu sementara ingin bekerja atau berusaha.

88

Penulis: Apa saja kendala dan kekuatan yang dihadapi?

Narasumber: Positif dan kekuatannya adalah bahwa kita berhasil menyelamatkan penduduk Iran dari hal-hal yang bersifat haram; makanan dan pengasilan haram ini sangat berpengaruh negatif dalam kehidupan individu ataupun masyarakat. Tentunya dalam sebuah sistem, apalagi sistem itu adalah sistem yang baru, sangat wajar bila untuk kemajuan dan perkembangannya memperoleh hambatan dan problem yang menghadangnya. Akan tetapi, dengan berlalunya waktu, para pemikir dan ulama di Iran serta ahli ekonomi, semuanya mencurahkan tenaganya untuk melihat dan mempelajari kesulitan apa yang dihadapi sehingga nantinya dapat diselesaikan dan menjadi pengelaman di masa depan.

Kesulitan yang pertama yang dihadapi, misalnya dalam sistem mudarabah atau qardulhasan, ketika tidak menyebutkan keuntungan atau laba pasti. Dalam mudarabah misalnya, apabila seseorang menaruh uangnya di bank kemudian digunakan modal akan tetapi usaha tersebut mengalami kerugian di luar ikhtiar, karena tidak dituntut menggantinya, karena itu mungkin ini menjadi satu hal yang menghantui penduduk disitu, karena uang ini harus selalu dikembangkan. Kalau kita menabung di sana, maka nanti tidak memperoleh apa-apa. Bukan saja tidak kembali tapi bisa saja malah hilang. Salah satu kendala ini sangat dikhawatirkan terutama bagi mereka yang memiliki jumlah uang besar. Menurut Anda sendiri bagaimana menyelesaikan hal ini?

Penulis: Memang kalau dilihat dari sisi penabung, sangat "merugikan" (tidak menguntungkan) jika dibandingkan dengan bank konvensional. Meskipun awalnya bank sebagai tempat titipan, tapi orang menabung ingin mendapatkan keuntungan. Dengan qardulhasan memang orang enggan memilih akad seperti itu, sehingga di Indonesia sangat kecil jumlahnya. Tadi disebutkan bahwa iman berpengaruh… sehingga perlu sosialisasi lebih lanjut bahwa riba itu haram dan sebagainya. 89

Narasumber: Benar bahwa iman berpengaruh, namun tingkatan iman dalam sebuah masyarakat sangat berbeda-beda dan kita tidak bisa membiarkan begitu saja "Sudah memperkuat iman saja". Tidak mungkin dan itu bukan penyelesaian yang tepat. Iran, alhamdulillah, memberikan penyelesaian dari sisi materi. Misalnya, bank menjamin keamanan modal utama yang dititipkan oleh nasabah dan nantinya memberikan keuntungan lain. Dalam perjanjian disebutkan bahwa bank menjamin keamanan modal nasabah dan apabila bank meminjamkan modal kepada seseorang dan ternyata tidak menghasilkan keuntungan, bank akan berjanji mengembalikan modal dan memberikan ganti rugi sebagai ganti keuntungan yang biasanya diberikan peminjam. Bank dari mana memberanikan diri menjamin hal tersebut?

(Terputus)

Sesuai dengan pengalaman, bank tidak sembarangan memberikan pinjaman dan mensurvei sehingga pinjaman ini untuk usaha apa, sehingga si fulan ingin bekerja ini dan kemungkinan ruginya sangat kecil. Jadi dengan demikian, bank tidak hanya memberikan pinjamannya kepada sembarangan orang dan ini salah satu pengalaman perbankan di Iran. Terima kasih.

(Masalah pada audio)

Penulis: Bagaimana nasib aset dana bank asing setelah Revolusi yang milik keluarga Syah?

Narasumber: Rekening-rekening tersebut sebenarnya bukan milik pribadi, meskipun menggunakan nama pribadi, karena penghasilannya adalah penghasilan negara. Setelah Revolusi Islam Iran, Iran yang meyakini itu sebagai harta negara ingin

90

mengambil. Akan tetapi Amerika dan juga beberapa negara Eropa tidak memberikannya dan dibekukan. Rekening tersebut masih dinikmati keluarga Syah.

Penulis: Bagaimana dengan bunga dari rekening tersebut?

Narasumber: Sebenarnya milik Iran. Namun modalnya saja tidak dikembalikan bagaimana dengan bunganya?

Penulis: Bagaimana dampak Perang Teluk di awal-awal Revolusi?

Narasumber: Berkenaan dengan sistem perbankan, tidak ada pengaruhnya sama sekali. Namun karena berkenaan dengan perekonomian negara tersebut mau tidak mau punya pengaruh. Mereka juga ingin menghentikan (Revolusi) dari segi perekonomian. Iran juga sudah mengajukan tuntutannya atas ganti rugi akibat perang yang dipaksaan oleh Irak, akan tetapi tidak serial pun mendapat ganti ruginya.

Penulis: Bagaimana hubungan antara perbankan Iran dengan perbankan internasional di masa pemerintahan Ahmadinejad yang mengalami krisis (politik)?

Narasumber: Tentu saja ada pengaruhnya dan ini tidak dimulai dari terpilihnya Ahmadinejad sebagai presiden karena sebelum-sebelumnya juga sudah diembargo. Hal itu juga berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Iran, yang tujuannya ingin memukul Iran dari sisi ini (ekonomi). Tetapi 30 tahun (pasca Revolusi) dijadikan pengalaman yang berharga untuk kemajuan dan perkembangan segala bidang, terutama ekonomi di Iran.

Penulis: Satu hal yang ada di luar tema ini, tapi juga bermanfaat bagi keilmuan terkait. Di Indonesia, praktik perbankan merujuk pada fatwa MUI. Di setiap bank ada Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi operasional dan bertanggung jawab 91

kepada MUI. Di Iran sendiri, karena seluruhnya syariah apakah ada semacam DPS, selain dari dewan yang lima orang tadi?

Narasumber: Ya, kami juga punya Dewan Syura Ekonomi Islam yang mana dewan ini terdiri dari para ulama dan juga pakar ekonomi. Gabungan dari dua ilmuwan ini bergabung dan duduk bersama mengawasi bagaimana sistem dan undang-undang yang ada sesuai dengan hukum Islam atau tidak, secara pelaksanaan.

Penulis: Semua orang ketika ingat Revolusi Iran, akan ingat dengan Imam Khomeini sebagai "pendiri". Beliau dikenal sebagai ahli fikih, ahli politik, sufi. Bagaimana dengan pemikiran beliau dalam bidang ekonomi?

Narasumber: Beliau, karena sebagai seorang fakih, juga memiliki kitab tentang fikih ekonomi dan kitab tersebut menyangkut transaksi jual-beli secara umum sekitar 4-5 jilid. Nama kitabnya al-Bai'. Kitab ini ditulis di Najaf, Irak.

Dok. Pribadi

92

Lampiran 2

93

Lampiran 3

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap

: Ali Reza

TTL

: Jakarta, 25 September 1988

Alamat

: Cakrawijaya IV Blok L 14, Komplek Diskum AD, Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta, 13420

Homepage

: http://about.me/ejajufri

Public Email

: [email protected]

Pendidikan

: SD Negeri 05 PWI – 2000 : SMP Negeri 52 Jakarta – 2003 : SMA Negeri 54 Jakarta – 2006 : S1 UIN Syarif Hidayatullah – 2010

Lain-Lain

: Kuliah Informal Ekonomi Islam FE UI – Maret s.d. Mei 2007 : Karim Business Consulting – Juli s.d. Agustus 2008 : Lingkar Studi Ekonomi Islam, Bidang Media – 2009 : Panitia Forum Riset Ekonomi Syariah BI – Mei s.d. Des 2010

94