perbedaan kemampuan motorik kasar anak pra-sekolah yang ...

22 downloads 190 Views 111KB Size Report
penting pada anak usia dini, sangat penting untuk perkembangan fisik, kognitif, dan sosial- emosional. ... meningkatkan kemampuan motorik kasar anak-anak pra-sekolah, apakah aktivitas terstruktur ...... Jurnal Psikologi Eksperimen, hal 192.
PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK PRA-SEKOLAH YANG MENGIKUTI BALET DAN BERMAIN BEBAS Prisca Angelica Universitas Bina Nusantara Jln Kebon Jeruk Raya 27, Kemanggisan, Palmerah 021 - 5345830 [email protected]

ABSTRACT

Pre-school children (aged 3-6 years), made great progress in gross motor skills. Pre-school age children is an incredible time in terms of intellectual, social, and physical development. At preschool age children this is the best time for children to develop gross motor skills. Gross motor skills traditionally called motor activity that moves the body in the environment or using large muscles. Gross motor preschoolers essential. Proficiency in motion, the result is important in early childhood, is crucial for the development of physical, cognitive, and social-emotional. This study aims to see which activity is best done to improve the gross motor skills of children of preschool, whether structured activities or unstructured activities (free play). Structured activity observed in this study is ballet., Because ballet is an activity that provides regular patterns to do. And ballet requires balance, spatial relationships, resiliency, flexibility, manipulation, and regularity. These things are subheadings in gross motor skills. Research subjects consisted of 60 children using quota sampling techniques. The method used in this research is descriptive comparative method. The results of this study showed there is a significant difference of gross motor scores between the children who attend the ballet and free play. Children who attend the ballet has a score higher gross motor skills. Keywords: gross motor skills, Pre-school Children, Ballet, Free Play

ABSTRAK Anak pra-sekolah (usia 3-6 tahun), membuat kemajuan besar dalam keterampilan motorik kasar. Usia anak pra-sekolah adalah masa yang luar biasa dalam hal intelektual, hubungan sosial, dan perkembangan fisik. Pada usia anak pra-sekolah inilah merupakan saat yang terbaik untuk mengembangkan motorik kasar anak. Keterampilan motorik kasar secara tradisional disebut kegiatan motorik yang menggerakkan tubuh di lingkungan atau menggunakan otot-otot besar. Motorik kasar anak pra-sekolah penting untuk dikembangkan. Kemahiran dalam gerakan, hasil penting pada anak usia dini, sangat penting untuk perkembangan fisik, kognitif, dan sosialemosional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas mana yang terbaik dilakukan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak-anak pra-sekolah, apakah aktivitas terstruktur atau aktivitas tidak terstruktur (bermain bebas). Aktivitas terstruktur yang diteliti dalam penelitian ini adalah balet., karena balet merupakan aktivitas yang menyediakan pola-pola teratur untuk dilakukan. Dan balet membutuhkan keseimbangan, hubungan spasial, kelenturan, keluwesan, manipulasi, dan keteraturan. Hal-hal tersebut merupakan subpos dalam kemampuan motorik kasar. Subjek penelitian terdiri dari 60 anak dengan menggunakan teknik sampel kuota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada perbedaan skor motorik kasar yang signifikan antara anak yang mengikuti balet dan bermain bebas. Anak-anak yang mengikuti balet memiliki skor motorik kasar yang lebih tinggi. Kata kunci: Kemampuan Motorik Kasar, Anak Pra-sekolah, Balet, Bermain Bebas

PENDAHULUAN Anak pra-sekolah (usia 3-6 tahun), membuat kemajuan besar dalam keterampilan motorik kasar, seperti berlari, melompat, dan kegiatan lainnya yang melibatkan otot besar. Pengembangan daerah sensorik dan motorik dari korteks serebral memungkinkan koordinasi yang lebih baik antara apa yang anak ingin lakukan dan apa yang bisa mereka lakukan. Karena tulang dan otot lebih kuat dan kapasitas paru-paru mereka lebih besar, mereka dapat berjalan, melompat, dan memanjat lebih jauh dan lebih cepat (Papalia,2007). Usia anak pra-sekolah adalah masa yang luar biasa dalam hal intelektual, hubungan sosial, dan perkembangan fisik. Ini adalah usia dimana kemampuan anak menjadi menakjubkan dan melebihi batas yang biasa dilakukan dalam cara-cara anak pra-sekolah berinteraksi dan mengerti dunia sekitar yang semakin berkembang (Encyclopedia of Human Development, 2006). Oleh karena itu, pada usia anak prasekolah inilah merupakan saat yang terbaik untuk mengembangkan motorik kasar anak. Dalam Encyclopedia of Human Development (2006), keterampilan motorik kasar secara tradisional disebut kegiatan motorik yang menggerakkan tubuh di lingkungan atau menggunakan otot-otot besar dari tubuh, lengan, dan kaki untuk mengangkut atau menggantikan obyek dalam beberapa cara. Ada banyak cara untuk melihat kemampuan motorik kasar. Munro (1985) membagi menjadi enam subpos kemampuan motorik kasar, yaitu kesadaran tubuh, keseimbangan, daya, hubungan spasial, manipulasi, irama, dan waktu. Motorik kasar anak pra-sekolah penting untuk dikembangkan. Kemahiran dalam gerakan, hasil penting pada anak usia dini, sangat penting untuk perkembangan fisik, kognitif, dan sosial-emosional (Greenwood et al, 2002). Hasil penelitian Sumarlis (2005) menyimpulkan bahwa aspek motorik merupakan salah satu yang memberikan kontribusi terhadap resiko kesulitan belajar jika tidak dikelola dengan baik. Ada banyak alasan untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk bergerak. Telah terlihat bahwa pembelajaran utama dan pertumbuhan dimulai melalui gerakan (Andreas, 1991 dalam Wang, 2004). Para orangtua, dokter, dan ahli lainnya sering menggambarkan anak yang memiliki kesulitan belajar dengan kikuk atau kurang luwes dalam bergerak. Gerakan merupakan bentuk ekspresi utama dari hari awal anak. Bahkan ketika berbicara menjadi sarana utama untuk ekspresi, seorang anak masih kembali lagi pada nuansa gerakan dan penekanan. Hanya melalui gerakan anak sangat sering menemukan satu-satunya cara untuk mewujudkan sangat terasa emosi (Liselott, 1991 dalam Wang, 2004). Sarana utama seorang anak prasekolah dari komunikasi adalah melalui gerakan. Dengan demikian, gerakan menjadi baik secara fungsional

dan bermakna. Anak-anak menggunakan gerakan secara naluriah, mengekspresikan perasaan, pikiran, dan keinginan melalui tubuh mereka, dengan cara yang spontan dan imajinatif (Taylor, 1975 dalam Wang, 2004) Arnheim (1997) mengatakan bahwa apa yang seseorang persepsikan tidak hanya merupakan susunan gerakan. Melainkan interaksi secara keseluruhan yang mengarah kepada sebuah penekanan. Dan pada akhirnya hal itu melekat dalam persepsi seseorang. Karena hal itu memiliki kepentingan dan tujuan, sehingga disebut sebagai kekuatan psikologis. Gerak adalah penarik perhatian yang kuat dalam hal visual. Hal yang paling kuat dalam obyek yang berkaitan dengan gerak dan perkembangannya adalah manusia. Makin dinamis dan reaktif suatu gerakan, makin jelas efek dan reaksi dari persepsi yang melihat. Dari suatu gerak ada informasi yang akan disampaikan. Seorang anak pra-sekolah terpersepsi dengan melihat gerakangerakan balet yang ia lihat. Gerakan adalah bagian dari kehidupan anak-anak dari saat mereka lahir. Anakanak memperoleh sukacita dan kebahagiaan melalui gerakan (Greenwood, et al). Anak-anak bervariasi dalam kecakapan, tergantung pada sumbangan genetik mereka dan kesempatan mereka untuk belajar dan berlatih keterampilan motorik. Hanya 20 persen dari anak prasekolah usia 4 tahun dapat melempar bola dengan baik, dan hanya 30 persen dapat menangkap dengan baik (AAP Committee on Sport Medicine and Fitness, 1992, dalam Papalia, 2007). Perkembangan fisik mengalami perkembangan terbaik dalam kegiatan aktif, bermain bebas tidak terstruktur (Papalia, 2007). Sedangkan menurut penelitian Wang (2004) keterampilan motorik kasar dapat dipengaruhi oleh suatu program gerakan yang sudah di desain. Untuk anak yang sedang belajar kemampuan motorik, program berkualitas menggunakan instruksi harus disediakan (Graham, Holt/Hale & Parker, 2001). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wang (2004) dimana penelitian ini menemukan bahwa keterampilan motorik kasar dapat dipengaruhi oleh suatu program gerakan yang sudah di desain. Dalam penelitian yang serupa yang dilakukan oleh Gustiana (2011), dengan permainan modifikasi memberikan pengaruh terhadap kemampuan motorik kasar usia dini. Dan untuk anak-anak berkebutuhan khusus juga sudah dilakukan penelitian oleh Goodway dan Branta (2003) dengan pemberian intervensi terhadap motorik kasar dan menghasilkan skor motorik kasar yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak. Santrock (2011) juga mengatakan bahwa olahraga yang terorganisasi adalah satu cara untuk mendukung anak-anak usia 3-5 tahun untuk aktif dan mengembangkan keterampilan motorik kasar mereka. Tetapi di sisi lain Papalia (2007) mengatakan sebagian besar anak di bawah usia 6 tidak siap untuk mengambil bagian dalam olahraga terorganisir. Perkembangan fisik mengalami perkembangan terbaik dalam kegiatan aktif, bermain bebas tidak terstruktur. Selanjutnya hasil penelitian dari Houwen et al (2007), mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kemampuan motorik dan partisipasi dalam orahraga yang ditemukan pada anak-anak yang bisa melihat. Dalam hal ini terdapat kontradiksi terhadap bagaimana cara agar motorik kasar anak dapat dikembangkan. Dari hasil observasi dan wawancara singkat yang penulis lakukan dengan beberapa orangtua yang anaknya mengikuti balet, mereka mengatakan bahwa ada perkembangan dalam motorik kasar yang terlihat jelas pada anaknya setelah mengikuti balet. Anak pra-sekolah yang sebelumnya sering jatuh karena berlari sembarangan, sekarang gerakannya menjadi lebih baik dan tidak sering jatuh. Lalu anak-anak usia 3 tahun yang mengikuti balet bisa naik dan turun tangga sendiri. Karena adanya kontradiksi mengenai cara yang terbaik untuk mengembangkan motorik kasar anak pra-sekolah, maka penulis ingin membandingkan cara mengembangkan motorik kasar dengan bermain bebas dan dengan pemberian program gerak yang sudah di desain. Dalam hal ini penulis akan menggunakan balet untuk penelitian ini. Semua balet adalah tarian, tapi tidak semua tarian adalah balet. Balet sangat spesifik dan semacam menari yang ditentukan. Balet tidak sama dengan tarian-tarian lainnya yang mudah untuk melakukannya. Balet sudah menyediakan pola-pola teratur untuk dilakukan, serta guru yang memberikan instruksi dalam melakukan gerakan (Rinaldi, 2010). Dengan kata lain bahwa balet merupakan suatu program gerak yang di desain. Balet membutuhkan keseimbangan, hubungan spasial, kelenturan, keluwesan, manipulasi, dan keteraturan. Gerakan-gerakan dalam latihan balet menuntut hal-hal yang disebutkan dalam subpos motorskills, yaitu kesadaran tubuh, keseimbangan, daya, hubungan spasial, manipulasi, dan irama dan waktu. Oleh karena melihat adanya persamaan antara hal-hal yang dilatih dalam balet dan hal-hal dibutuhkan untuk mengembangkan motorik kasar, maka penulis memilih balet sebagai pembanding untuk meneliti hal-hal yang sudah diuraikan di atas. Subjek penelitian ini adalah para anak pra-sekolah, yaitu anak-anak usia 3-6 tahun. Penulis ingin membandingkan kemampuan motorik antara anak pra-sekolah yang bermain bebas dan anak pra-sekolah yang mengikuti balet, maka penulis akan menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif.

METODE PENELITIAN

3.1

Variabel Penelitian dan Hipotesis

3.1.1

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Berikut ini merupakan variabel-variabel dari penelitian: •

Motorik kasar adalah keterampilan-keterampilan yang melibatkan koordinasi otot-otot besar (Lerner, 2000; McDevitt & Ormrod, 2002; Turner & Helm, 1991).



Aktivitas adalah kegiatan, keaktifan, kesibukan (Kamus Bahasa Indonesia, 2008). Aktivitas dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang terstruktur dan tidak terstruktur. Struktur dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008) merupakan yang disusun dengan pola tertentu. Aktivitas yang terstruktur yang diteliti dalam penelitian ini adalah balet. Sedangkan aktivitas tidak terstruktur adalah kegiatan yang dilakukan tanpa aturan atau pola tertentu.

3.1.2

1.

Balet adalah tarian yang sangat spesifik dan semacam menari yang ditentukan (Rinaldi, 2010).

2.

Bermain bebas adalah merupakan kegiatan yang dilakukan kapanpun, bagaimanapun anak ingin melakukannya. Bermain bebas adalah aktivitas fisik bebas dan aktif tanpa aktivitas terstruktur apapun (Eqlima, 2011).

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada perbedaan skor kemampuan motorik kasar antara anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan bermain bebas. H1 = Ada perbedaan skor kemampuan motorik kasar antara anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan bermain bebas.

3.2

Subjek Penelitian dan Teknik Sampling

3.2.1

Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian dari penelitian ini adalah anak pra-sekolah, yaitu usia 3-6 tahun. Penulis akan mengambil sampel sebanyak 60 orang. Yaitu 30 anak pra-sekolah yang mengikuti kursus balet dan 30 anak pra-sekolah yang tidak mengikuti kursus balet, yang kesehariannya hanya bermain bebas dan tidak mengikuti kegiatan latihan fisik apapun.

3.2.2

Teknik Sampling

Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah quota sample atau sampel kuota. Teknik ini dilakukan tidak mendasarkan diri pada strata atau tertentu, tetapi mendasarkan diri pada jumlah yang sudah ditentukan. Dalam pengumpulan data, peneliti menghubungi dimana subjek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa menghiraukan dari mana asal daerah subjek tersebut, yang penting masih dalam populasi. Subjek yang dihubungi biasanya adalah subjek yang mudah ditemui, sehingga pengumpulan data mudah untuk dilakukan. Yang penting untuk diperhatikan dalam menggunakan sampel ini adalah terpenuhinya jumlah yang telah ditetapkan. (Arikunto, 2010). Berikut ini adalah populasi subjek yang penulis ambil sebagai sampel: 1.

Anak-anak pra-sekolah dari sekolah swasta di daerah Jakarta Timur, dengan batasan usia 3-6 tahun.

2.

Anak-anak pra-sekolah yang mengikuti kursus balet di Mainstream School of Art beginner level di cabang Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.

3.3 Desain Penelitian Penulis menggunakan penelitian kuantitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian kuantitatif berupa angka, yang akan dianalisis secara statistik (Seniati; Yulianto; dan Setiadi, 2009). Penulis ingin melihat dalam bentuk angka perbandingan kemampuan motorik kasar antara anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan anak pra-sekolah yang tidak mengikuti balet, yang hanya bermain bebas. Sehingga hasil penelitian ini dapat digeneralisasi karena menggunakan patokan angka. Hasil data dari skor tes motorik kasar yang diperlukan untuk mendapatkan hasil dari hipotesis dalam penelitian ini dalam bentuk skor angka, sehingga yang diperlukan dalam penelitian ini adalah perhitungan statistik. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ex post facto, dimana penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental, dimana variabel bebas sudah terjadi sebelum penelitian dilakukan. Dalam penelitian ex post facto, pengukuran terhadap variabel terikat dan variabel bebas dilakukan secara bersamaan (Seniati; Yulianto; dan Setiadi, 2009). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian komparatif. Metode deskriptif adalah suatu metode untuk meneliti masalah-masalah dan tata cara dalam masyarakat, termasuk di dalamnya mengenai hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses dan pengaruh-pengaruh dari peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat serta hubungan antarfenomena yang diteliti. Penelitian komparatif adalah penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu (Nasir, 2005). Metode ini dipilih untuk membandingkan kemampuan motorik kasar antara anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan anak prasekolah yang tidak mengikuti balet, yang hanya bermain bebas.

3.4

Alat Ukur Penelitian

3.4.1

Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang dibuat oleh penulis berdasarkan teori motorik kasar dalam buku yang ditulis oleh Bracken (2004). Alat ukur ini juga merupakan adaptasi dari tesis mahasiswa strata 2 yang bermana Vitriani Sumarlis, tahun 2005. Lerner (2000) dalam Sumarlis (2005) menyebutkan beberapa tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan motorik, yaitu BruininksOsretsky Test of Motor Proficiency, Peabody Development Motor Scale, Purdue Perceptual-Motor Survey, Southern California Test Battery for Assesment of Dysfunction, dan Test of Gross Motor Development.

Menurut Sumarlis (2005) tes-tes yang disebutkan merupakan tes formal yang dikembangkan menurut norma popuasi sampel yang berlaku di luar negeri, sehingga kurang cocok jika dipergunakan untuk populasi sampel di Indonesia. Alat ukur motorik kasar terdiri dari 10 item. Setiap subjek penelitian diminta melakukan gerakangerakan dari item-item soal. Anak-anak memiliki keterbatasan untuk membaca dan memahami isi item-item yang disediakan, oleh karena itu peneliti memberikan contoh dari setiap gerakan dan kemudian subjek menirukan gerakan yang dilakukan. Untuk skoring disediakan 3 pilihan penilaian (+, ±, -). Penilaian positif (+) yaitu bila anak dapat menyelesaikan tugas secara langsung dan adekuat/sesuai. Penilaian ragu-ragu (±) akan diberikan bila anak ragu-ragu dalam melakukan tugas yang diberikan. Selain itu kondisi yang juga akan diberikan penilaian ragu-ragu bila anak diperkirakan memiliki kemampuan yang dinilai tetapi pada saat penilaian berlangsung kemampuan tersebut tidak muncul atau dimunculkan secara tidak spontan. Penilaian negatif (-) akan diberikan bila anak tidak dapat menyelesaikan tugas secara langsung dan adekuat/sesuai (Sumarlis, 2005). Untuk penilaian positif (+) skor yang diberikan adalah 2, untuk penilaian ragu-ragu (±) skor yang diberikan adalah adalah 1, dan untuk penilaian negatif (-) skor yang diberikan adalah 0. Jumlah item tes yang dipergunakan sebanyak 10 item. Dan rentang skor total yang mungkin untuk diberikan kepada subjek adalah 0 sampai 10. Tugas motorik kasar dilakukan tanpa adanya dokumentasi selama penilaian atau observasi dilakukan. Oleh karena itu penilaian atau observasi akan dilakukan oleh dua orang penilai atau observer (inter rater reliability), agar dapat meningkatkan objektivitas penilaian. Sebagai observer pertama yaitu penulis sendiri dan sebagai observer kedua adalah ibu dari penulis yaitu Hedyati Purnomo, BSc. Sebelum penilaian atau observasi dilakukan, observer dua diberikan penjelasan dan pengarahan mengenai cara-cara penilaian untuk menyamakan pandangan.

3.4.2

Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas adalah kecocokan antara skor tes dan kualitas yang dipercayai untuk mengukur. Validitas terkadang didefinisikan sebagai jawaban untuk pertanyaan, “Apakah tes mengukur apa yang seharusnya diukur?” Untuk menjawab pertanyaan ini, maka digunakan studi yang sistematis untuk menentukan apakah kesimpulan dari hasil tes dapat dibenarkan oleh bukti-bukti (Kaplan, 2009). Dalam penelitian ini penulis menggunakan content related evidence for validity untuk merepresentasikan materi (domain behaviour). Sejauh mana penulis yakin bahwa item-item sudah merepresentasikan sampel tingkah laku yang perlu batasan tingkah laku dan definisi operasional domain. Di dalamnya terdapat expert judgement. Singkatnya terkait apakah tes ini sudah merepresentasikan secara cukup domain konseptual dari tes yang sudah didisain. Biasanya cara ini dipakai dalam setting pendidikan. Content yang benar adalah item-item dalam tes sudah merepresentasikan domain konseptual dari tes atau kualitas yang ingin diukur. Faktor-faktor yang bisa membatasi content validity adalah karakteristik item dan sampling item. Pada content related for validity harus melakukan expert judgement dan menggunakan metode statistik/faktor analisis (Kaplan & Saccuzzo, 2009). Sebagai expert judgement dari alat ukur, penulis meminta bantuan dari Putri Lenggo Geni, M. Psi seorang dosen matakuliah psikologi perkembangan dan seorang psikolog klinis anak sehingga jelas beliau patut menjadi expert. Expert judgement dilakukan sebelum proses try out atau pilot. Selanjutnya penulis menggunakan criterion related evidence for validity untuk memprediksi dan mendiagnosa dimana dihubungkan dengan evidence lain. Melihat bagaimana atau sejauh mana suatu tes berhubungan dengan 1 kriteria tertentu. Criterion-related melihat validitas tes dalam memprediksi suatu tingkah laku. Jenis validitas ini dibagi menjadi dua yaitu predictive dan concurrent. Predictive berguna untuk memprediksi suatu tingkah laku, memvalidasi tes-tes seleksi dan penempatan, yang kriterianya diambil setelah interval waktu tertentu. Predictive berfungsi sebagai peramal atau memprediksi hal yang terjadi di masa depan. Concurrent digunakan untuk mendiagnosa suatu tingkah laku terutama kepribadian yang kriterianya diambil bersamaan dengan saat pengetesan (Kaplan & Saccuzzo, 2009). Dalam hal ini evidence lain yang akan digunakan adalah nilai olahraga dari anak-anak pra-sekolah tersebut. Nilai olahraga penulis gunakan sebagai nilai pembanding karena dalam kegiatan olahraga yang dinilai adalah kegiatankegiatan motorik kasar dari anak-anak tersebut.

Hasil Pearson Correlation two-tail antara skor total dan nilai olahraga adalah 0.627 dengan skor signifikan 0.000 < 0.050, yang artinya hasil ini signifikan. Menurut Kaplan (2009), untuk criterion related evidence for validity hasil 0.3 sudah dikatakan baik. Maka dikatakan alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur keterampilan motorik anak pada saat ini. Artinya validitas kriterion dari tes ini adalah sangat baik. Realibilitas menurut Anastasi dan Urbina (1997) adalah konsistensi skor yang dicapai atau diperoleh oleh seseorang, ketika dilakukan pengukuran kembali dengan: tes yang sama di saat yang berbeda, tes yang berbeda tetapi memiliki item-item setara, dan atau dalam variabel lain yang diteliti. Singkatnya Realibilitas merupakan konsistensi dari: tes pada waktu yang berbeda, tes dengan versi yang berbeda dalam mengukur hal yang sama, dan sebuah tes pada suatu waktu. Reliabilitas yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah inter-rater reliability. Inter-rater reliability bertujuan ketika ada satu atau dua perilaku yang terlewat oleh salah satu observer, maka observer lain yang merekam/menangkap perilaku yang dimunculkan. Selain itu tujuan dari inter-rater reliability ini adalah untuk melihat kekonsistenan dari hasil pengamatan perilaku (Kaplan & Saccuzzo, 2009). Hasil dari piloting dengan menghitung dengan Pearson Correlation two-tail dari skor total dengan hasilnya adalah 0,929 dengan signifikansi 0.000 < 0.050 yang berarti hasilnya signifikan. Dan setelah melakukan diskusi ulang antara penulis dan observer dua mengenai penilaian, hasil Pearson Correlation two-tail dari skor total ketika field meningkat menjadi 0.991 dengan hasil yang signifikan yaitu 0.000 < 0.050. Menurut Kaplan (2009) reliabilitas dikatakan baik jika mencapai hasil 0.7. Artinya item-item dalam panduan observasi konsisten mengukur satu hal. Maka dikatakan bahwa hasil Inter-rater reliability dari penelitian ini sangat baik.

3.5

Prosedur

3.5.1

Persiapan Penelitian

Hal pertama yang akan penulis lakukan sebelum melakukan penelitian adalah membuat permintaan ijin kepada tempat kursus balet dan beberapa taman kanak-kanak untuk mengambil sampel penelitian dari tempat mereka. Setelah mendapat ijin, penulis melakukan penelitian. Dalam persiapan penelitian juga ada tahap membaca literatur, memilih teori yang akan dipakai, observasi fakta lapangan, dan mencari alat ukur yang tepat.

3.5.2

Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, penulis memerlukan alat ukur sebagai alat untuk mengukur skor kemampuan motorik kasar anak-anak pra-sekolah. Alat ukur penelitian ini diadaptasi dari tesis seorang mahasiswa strata 2 yang juga membahas mengenai motorik kasar dalam tesisnya. Setelah alat ukur siap dan sudah melalui tahap expert judgement, maka dilakukan try out untuk menguji coba alat tes untuk melihat apakah tes ini reliable atau tidak. Setelah try out dan pengukuran reliabilitas selesai dan tes sudah memenuhi standar reliabilitas, maka field sudah dapat dilaksanakan. Penelitian dilakukan dengan memberikan beberapa tes motorik dengan menggunakan alat ukur mengenai kemampuan motorik kasar anak pra-sekolah. Setelah mendapatkan hasil dari anak-anak prasekolah yang mengikuti balet, maka penulis akan mengambil sampel secara acak dari anak-anak prasekolah yang tidak mengikuti balet, yang hanya bermain bebas. Setelah mendapatkan data-data dari hasil tes, maka penulis akan menghitung data-data tersebut dengan metode deskriptif. Dimana metode ini digunakan untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat (Nazir, 2005).Pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan alat ukur untuk mengukur kemampuan motorik kasar anak pra-sekolah.

3.5.3

Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan SPSS. Setelah melakukan piloting, data skor total dihitung dengan Pearson Correlation two-tail. Ketika sudah mendapatkan hasilnya, lalu penulis melakukan diskusi dengan observer 2 untuk kembali menyamakan pandangan yang masih berbeda. Kemudian setelah field dilakukan, penghitungan Pearson Correlation two-tail kembali dilakukan untuk melihat apakah ada peningkatan signifikansi dari korelasi skor total antara kedua observer. Dalam penelitian ini pengukuran yang akan digunakan adalah t-test for independent sample atau uji-t sampel bebas. Uji-t sampel bebas dilakukan untuk membandingkan kemampuan motorik kasar antara anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan yang hanya bermain bebas. T-test atau uji-t dengan sampel bebas digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan antara dua kelompok sampel yang bebas (Priyatno, 2011). Uji-t sampel bebas adalah desain penelitian dengan sampel terpisah untuk masing-masing populasi untuk membuat perbandiangan. Desain ini biasa disebut dengan between-subjects design (Gravetter & Wallnau, 2008). Sebelum melakukan uji-t, dilakukan terlebih dahulu uji asumsi sebagai prasyarat untuk melakukan uji-t.

HASIL DAN BAHASAN 4.1

Profil Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 60 anak usia prasekolah, yaitu anak-anak yang berusia 3-6 tahun sebagai batasan usia. Penelitian dilakukan terhadap dua populasi, yaitu 30 anak-anak yang mengikuti aktivitas terstruktur balet dan 30 anak-anak yang hanya bermain bebas. Populasi sampel untuk anak-anak prasekolah yang mengikuti balet diambil dari murid-murid balet Mainstream School of Art level beginner, yang berlokasi di gunung sahari (Jakarta Pusat), sunter (Jakarta Utara), dan MT. Haryono (Jakarta Timur). Dan untuk populasi sampel anak-anak yang hanya bermain bebas diambil dari sekolah swasta di daerah Jakarta Timur. Sebagai kontrol untuk keseragaman, populasi sampel seluruhnya adalah murid-murid sekolah swasta. Berikut ini data populasi sampel, pengelompokan usia, dan jenis kelamin.

Tabel 4.1

Gambaran Populasi Sampel Anak-anak Pra-sekolah yang Mengikuti

Balet Pengelompokan Usia

Jenis Kelamin

Total

Persentase

Laki-laki

Perempuan

3 tahun – 3 tahun 11 bulan

0

6

6

20%

4 tahun – 4 tahun 11 bulan

0

16

16

53.3%

5 tahun – 6 tahun 0 bulan

0

8

8

26.7%

Total Jumlah

0

30

30

100%

Sumber: Data Penelitian 2011

Tabel 4.2 Bebas

Gambaran Populasi Sampel Anak-anak Pra-sekolah yang Bermain

Pengelompokan Usia

Jenis Kelamin

Total

Persentase

Laki-laki

Perempuan

3 tahun – 3 tahun 11 bulan

2

4

6

20%

4 tahun – 4 tahun 11 bulan

5

3

8

26.7%

5 tahun – 6 tahun 0 bulan

6

10

16

53.3%

Total Jumlah

13

17

30

100%

Sumber: Data Penelitian 2011

Dari kedua tabel di atas dapat dijelaskan bahwa populasi dari anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet 100% adalah perempuan. Dan untuk anak-anak pra-sekolah yang bermain bebas 43.3% adalah laki-laki dan 56.7% adalah perempuan. Dalam pengelompokkan usia untuk anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet terdiri dari 20% berusia 3 tahun – 3 tahun 11 bulan; 53.3% berusia 4 tahun – 4 tahun 11 bulan; dan 26.7% berusia 5 tahun – 6 tahun 0 bulan. Untuk anak-anak pra-sekolah yang tidak mengikuti balet dan hanya bermain bebas terdiri dari 20% berusia 3 tahun – 3 tahun 11 bulan; 26.7% berusia 4 tahun – 4 tahun 11 bulan; dan 53.3% berusia 5 tahun – 6 tahun 0 bulan.

4.2

Deskripsi Skor Tes Motorik Kasar

Dalam Tes Motorik Kasar yang digunakan untuk menilai atau mengobservasi anak-anak prasekolah, terdapat beberapa dimensi yang mencakup di dalam motorik kasar. Di antaranya adalah lokomotor, manipulasi benda, dan manipulasi badan. Berikut gambaran rentang skor dari tiap-tiap dimensi Tes Motorik Kasar beserta skor minimum dan maksimum yang diperoleh.

Tabel 4. 3 Gambaran Penyebaran Skor Berdasarkan Dimensi Perilaku Jumlah Indikator Perilaku

Rentang Skor yang Mungkin Diperoleh

Skor Minimum

Skor Maksimum

Lokomotor

5

0 - 10

1

10

Manipulasi Objek

3

0-6

0

6

Manipulasi Benda

2

0-4

1

4

Dimensi

Sumber: Data Penelitian 2011

Di lihat dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa pada dimensi lokomotor, rentang skor yang mungkin diperoleh antara 0 sampai 10, dan dari hasil penilaian skor minimum yang dicapai oleh subyek penelitian sebesar 1 dan skor maksimum sebesar 10. Untuk dimensi manipulasi objek, rentang skor yang

mungkin diperoleh antara 0 sampai 6, dan hasil penilaian diperoleh skor minimum subyek sebesar 0 dan skor maksimum sebesar 6. Dan untuk dimensi manipulasi benda rentang skor yang mungkin diperoleh antara 0 sampai 4, dengan skor minimum sebesar 1 dan skor maksimum sebesar 4. Dari nilai-nilai skor yang diperoleh dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh sangat bervariasi. Berikut ini gambaran penyebaran skor dibagi dalam dua kelompok.

Tabel 4.4

Gambaran Penyebaran Skor Total Anak-anak Balet

Kelompok Usia

Rentang Skor Total yang Diperoleh

3 tahun – 3 tahun 11 bulan

9-13

4 tahun – 4 tahun 11 bulan

13-18

5 tahun – 6 tahun 0 bulan

12-20

Sumber: Data Penelitian 2011

Tabel 4.5

Gambaran Penyebaran Skor Total Anak-anak yang Bermain Bebas

Kelompok Usia

Rentang Skor Total yang Diperoleh

3 tahun – 3 tahun 11 bulan

2-11

4 tahun – 4 tahun 11 bulan

5-12

5 tahun – 6 tahun 0 bulan

7-16

Sumber: Data Penelitian 2011

4.3

Hasil Pengolahan Data atau Uji Hipotesis

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji-T Sampel Bebas. Uji-T Sampel Bebas dilakukan untuk membandingkan perkembangan motorik kasar antara anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan yang hanya bermain bebas. Tetapi sebelum Uji-T Sampel Bebas dilakukan, perlu dilakukan uji asumsi sebagai prasyarat. Uji asumsi terdiri dari tiga asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan Uji-T sampel bebas untuk menguji hipotesis. Pertama pengamatan dalam setiap sampel harus independen, selanjutnya masingmasing populasi sampel harus berdistribusi normal, dan terakhir masing-masing populasi harus memiliki varians yang sama. (Gravetter & Wallnau, 2008).

4.3.1

Uji Asumsi

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak (Priyatno, 2011). Untuk uji normalitas digunakan SPSS dengan analisa deskripsi statistik dan melihat hasil signifikansi Kolmogorov-Smirnov. Kolmogorov-Smirnov membandingkan distribusi teoritik dan distribusi empirik (observasi) berdasakan frekuensi kumulatif. Teknik ini digunakan untuk melihat apakah penyebaran dari sampel penelitian normal atau tidak. Karena jika penyebaran tidak normal maka hasil penelitian yang diperoleh dapat tidak sesui karena adanya bias. Jika nilai signifikansi (p) > 0.05 artinya

populasi berdistribusi normal. Jika signifikansi (p) < 0.05 artinya populasi berditsribusi tidak normal. Hasil SPSS Kolmogorov-Smirnov dari skor total dari anak-anak balet 0.138 > 0.05 dan skor total anak-anak yang bermain bebas 0.069 > 0.05. Artinya populasi sampel dari penelitian ini berdistribusi normal. Kedua populasi memiliki variasi sampel yang sama, tidak berbeda dalam hal karakteristik. Untuk melihat apakah kedua populasi memiliki variasi yang sama maka dilihat hasil SPSS dari signifikansi Levene’s Test for Equality Variance. Jika hasil p > 0.05 artinya kedua populasi memiliki variasi yang sama, jika hasil p < 0.05 artinya kedua populasi memiliki variasi yang berbeda. Populasi dari sampel penelitian ini memiliki hasil signifikansi 0.471 > 0.05, yang artinya kedua populasi dari sampel memiliki variasi yang sama.

4.3.2

Hasil Uji-T Sampel Bebas

Tabel 4.6

Gambaran Grup Statistik

Aktivitas

Skor Maksimum

Skor Minimum

Mean

Standar Deviasi

Standart Mean

Balet

20

9

14.67

3.066

0.560

Bermain Bebas

16

2

9.40

3.500

0.639

Error

Sumber: Data Penelitian 2011

Setelah memenuhi uji asumsi sebagai syarat untuk melakukan Uji-T Sampel Bebas, barulah pengolahan data SPSS dengan Uji-T Sampel Bebas dilakukan. Sampel Bebas dilakukan untuk membandingkan skor motorik kasar antara anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan yang hanya bermain bebas. Skor maksimum yang dapat diperoleh dari tes motorik kasar adalah 20 poin dan hasil minimum adalah 0. Dari hasil observasi yang sudah dilakukan skor terbesar yang diperoleh oleh responden adalah 20 poin dan skor minimum yang diperoleh 2 poin. Ada perbedaan yang signifikan dalam skor untuk anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet (M = 14.67, SD = 3.066) dan yang hanya bermain bebas (M = 9.40, SD = 3.500) kondisi; t (58) = 6.200, p = 0.000.

Tabel 4.7

Gambaran Uji Sampel Bebas Levene's Test Uji-T untuk Kesetaraan Mean for Equality of Variances F

.526 Variasi diasumsikan sama

Sig.

t

df

Sig. tailed)

.471

6.200

58

.000

5.267

.850

6.200

57.015

.000

5.267

.850

Variasi diasumsikan tidak sama

(2- Perbedaan Mean

Std. Error Difference

Sumber: Data Penelitian 2011

Hasil dari Uji-T dari Sampel bebas ini didapati perbedaan mean antara populasi anak-anak balet dan anak-anak yang hanya bermain bebas. Anak-anak yang mengikuti balet mendapatkan mean sebesar 14.67 dan mean untuk anak-anak yang hanya bermain bebas sebesar 9.40. Jadi perbedaan mean yang

diperoleh sebesar 5.267. Hasil dari t-test for equaliy mean dengan signifikansi two-tail 0.00 < 0.05 artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua populasi sampel. Berikut hasil Uji-T dari skor total dari kedua populasi.

4.4

Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil pengolahan dengan SPSS, dengan melakukan Uji-T Sampel Bebas didapati bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua populasi sampel, yaitu anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet dan anak-anak pra-sekolah yang hanya bermain bebas. Hasil yang diperoleh adalah anak-anak pra-sekolah yang mengikuti balet memiliki skor dengan mean 14.67, lebih besar dari skor mean yang diperoleh anakanak yang hanya bermain bebas, yaitu 9.40. Dari hasil uji hipotesis yang diperoleh jika signifikansi > 0.05 artinya H0 diterima dan jika signifikansi < 0.05 artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya yaitu p < 0.05. Maka hasil ini membuktikan bahwa anak-anak pra-sekolah yang mengikuti aktivitas terstruktur yang dalam hal ini adalah balet memiliki kemampuan untuk melakukan gerakan motorik kasar dengan lebih baik daripada anak-anak pra-sekolah yang melakukan aktivitas tidak terstruktur dan hanya bermain bebas. Seperti halnya berlari, melompat, manaiki dan menuruni tangga, melempar bola, menangkap bola, memukul bola, serta menjaga keseimbangan badan, dapat dilakukan dengan lebih tepat dan tidak ragu-ragu. Sebagai contoh dari item tes, yaitu melakukan skipping dengan kaki kanan dan kiri secara bergantian, anak-anak yang mengikuti aktivitas balet rata-rata dapat melakukan gerakan dengan tepat dan tidak ragu-ragu, sedangkan anak-anak yang bermain bebas rata-rata bingung dalam pergantian antara kaki kanan dan kiri, serta lompatan yang tidak tinggi karena ragu-ragu. Contoh lainnya, yaitu ketika melakukan gerakan menaiki dan menuruni tangan, anak-anak yang mengikuti balet seluruhnya dapat melakukan dengan tepat dan tidak ragu-ragu, sedangkan untuk anak-anak yang bermain bebas masih ada beberapa subjek yang ragu-ragu dalam melakukannya. Jika hal di atas dikaitkan dengan teori Santrock (2011), dimana pada usia 4 tahun, anak-anak telah mampu menaiki tangga dengan kaki bergantian untuk beberapa waktu, tetapi mereka baru saja mulai untuk dapat turun tangga dengan cara yang sama. Anak-anak yang mengikuti aktivitas balet dapat melakukan lebih baik daripada anak-anak pada umumnya seperti yang dikatakan Santrock. Anak-anak umur 4 tahun yang mengikuti balet bukan hanya dapat menaiki tangga dengan kaki bergantian, tetapi juga sudah dapat menuruni tangga dengan kaki bergantian dan tanpa memegang pinggiran tangga. Hasil di atas dapat terjadi karena balet merupakan tarian yang memiliki banyak aturan dan perlu melakukan pengulangan-pengulangan untuk dapat melakukan gerakan yang benar (Rinaldi, 2010). Gerakan-gerakan dalam balet menuntut seseorang untuk melatih keseimbangan, keluwesan, keteraturan, hubungan spasial, dan manipulasi. Sedangkan dalam kegiatan bermain bebas tidak ada aturan sedikitpun, anak-anak bergerak sesuka hati mereka tanpa melatih dengan baik. Anak-anak pra-sekolah belum mengetahui mana yang salah ketika mereka jatuh, mereka membutuhkan pelatih untuk mengarahkan mana gerakan yang benar. Jadi, balet dengan segala peraturan-peraturan yang ada di dalamnya memiliki dampak dalam meningkatkan kemampuan motorik kasar anak. Namun hasil perlu diinterpretasikan dengan lebih hati-hati karena dampak ini belum tentu hubungan sebab akibat. Hubungan sebab akibat maksudnya ketika anak mengikuti aktivitas balet maka kemampuan motorik kasarnya pasti meningkat. Hal ini belum dapat dipastikan sepenuhnya, bahwa balet meningkatkan kemampuan motorik anak, bisa jadi anak yang memiliki kemampuan motorik kasar yang baik cenderung diikutsertakan dalam aktivitas balet oleh orangtuanya.

SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan

Penelitian ini dilakukan terhadap 60 anak-anak pra-sekolah usia 3-6 tahun. Subjek terdiri dari dua populasi yang masing-masing terdiri dari 30 anak. Populasi sampel merupakan anak-anak kelompok bermain dan taman kanak-kanak swasta. Populasi sampel terdiri dari populasi anak-anak yang mengikuti balet dan anak-anak yang bermain bebas. Untuk anak-anak yang mengikuti balet diambil dari murid-murid Mainstream School of Art di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Sedangkan untuk anak-anak yang bermain bebas diambil dari anak-anak dari kelompok bermain dan taman kanak-kanak swasta di Jakarta Timur.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, dengan menggunakan alat ukur yaitu tes motorik kasar serta melakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS, membuktikan bahwa anak-anak prasekolah yang mengikuti aktivitas terstruktur yang dalam hal ini adalah balet memiliki kemampuan motorik kasar yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak pra-sekolah yang tidak melakukan aktivitas balet dan hanya bermain bebas.

5.2

Diskusi

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa ada perbedaan kemampuan motorik kasar yang signifikan antara anak-anak pra-sekolah yang melakukan aktivitas terstruktur balet dengan anak-anak prasekolah yang hanya bermain bebas. Tetapi belum dapat dipastikan apakah hanya aktivitas balet yang membuat kemampuan motorik kasar anak-anak atau aktivitas terstruktur lainnya dapat juga dapat membantu kemampuan motorik kasar balita. Hasil penelitian ini menjawab kontradiksi mengenai cara yang terbaik untuk mengembangkan motorik kasar anak pra-sekolah yang sudah penulis kemukakan dalam bab 1, bahwa ada dua pendapat yang berbeda dimana satu pihak mengatakan bahwa untuk melatih kemampuan motorik kasar anak pra-sekolah dibutuhkan latihan motorik kasar yang terstruktur (Wang, 2004), tetapi di pihak lain mengatakan bahwa anak pra-sekolah belum siap untuk mengambil bagian dalam kegiatan terstruktur dan mengalami perkembangan terbaik dengan hanya bermain bebas (Papalia, 2007). Baik mengikuti balet atau bermain bebas anak-anak sama-sama melakukan gerakan. Tetapi dari penelitian ini membuktikan bahwa untuk melatih motorik kasar balita tidak hanya dengan gerakan yang sembarangan, tetapi mereka perlu dilatih untuk melakukan gerakan-gerakan yang benar sehingga motorik kasar mereka terlatih secara benar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang (2004) dimana penelitian ini menemukan bahwa keterampilan motorik kasar dapat dipengaruhi oleh suatu program gerakan yang sudah di desain. Dan dalam penelitian yang serupa yang dilakukan oleh Gustiana (2011), dengan permainan modifikasi memberikan pengaruh terhadap kemampuan motorik kasar usia dini. Gerakan merupakan bentuk ekspresi utama dari hari awal anak. Bahkan ketika berbicara menjadi sarana utama untuk ekspresi, seorang anak masih kembali lagi pada nuansa gerakan dan penekanan. Hanya melalui gerakan anak sangat sering menemukan satu-satunya cara untuk mengekspresikan emosi (Liselott, 1991 dalam Wang 2004). Ditambah dengan persepsi psikologis dari gerak yang menarik perhatian secara visual (Arnheim,1997). Anak-anak memiliki kesenangan tersendiri ketika mereka melakukan gerakangerakan (Andress, 1991 dalam Wang, 2004). Motorik kasar anak pra-sekolah penting untuk dikembangkan. Kemahiran dalam gerakan, hasil penting pada anak usia dini, sangat penting untuk perkembangan fisik, kognitif, dan sosial-emosional (Greenwood et al, 2002). Untuk itu pada masa pra-sekolah ini, sangat penting untuk memperhatikan kemampuan motorik kasar dari anak-anak. Untuk responden dari anak-anak yang mengikuti balet seluruhnya adalah perempuan, hal ini mungkin dikarenakan masih terdapat stigma bahwa balet untuk perempuan atau wanita. Berbeda dengan negara-negara di luar Indonesia yang lebih berkembang, balet belum begitu berkembang di Indonesia. Namun pada dasarnya gerakan-gerakan dalam balet tidak diperuntukkan bagi perempuan atau wanita saja. Proporsi jenis kelamin antara dua kelompok tidak sama, hal ini menjadi catatan untuk melakukan generalisasi hasil penelitian, belum tentu bisa diterapkan pada kelompok laki-laki yang mengikuti kegiatan balet. Penelitian mengenai balet masih sangat jarang dilakukan, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu dalam bidang psikologi.

5.3

Saran 5.3.1

Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Saran untuk penelitian selanjutnya berdasarkan simpulan dan diskusi di atas: 1. Dapat dilakukan penelitian untuk membandingkan antara balet dengan aktivitas terstruktur lainnya, seperti basket, karate, renang, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dilihat apakah balet ataukah aktivitas terstruktur yang dapat membantu kemampuan motorik kasar anak-anak prasekolah. 2.

Dapat dilakukan penelitian longitudinal untuk melihat pengaruh yang lebih nyata, serta tahapan perkembangan.

3.

Saran untuk alat ukur agar dapat dikembangkan dengan penambahan item-item agar penilaian dapat lebih spesifik. Serta mengontrol variable-variabel sekunder yang mungkin dapat mempengaruhi penilaian motorik kasar.

4.

Meneliti aspek-aspek selain motorik kasar yang dapat dikembangkan melalui kecenderungan anak pra-sekolah untuk belajar melalui gerakan.

5.

Meneliti seberapa besar pengaruh persepsi psikologis gerak keinginan untuk bergerak. Karena dalam penelitian ini yang diteliti adalah anak-anak pra-sekolah dimana pada masa ini menjadi sarana komunikasi bagi mereka. Untuk usia-usia lain, efek persepsi dari gerak pasti lebih terlihat. 5.3.2

Saran Praktis

Saran praktis bagi orangtua dan pendidik atau pengajar adalah sebagai berikut: 1. Saran bagi orangtua yang memiliki anak pra-sekolah dan merasa perlu dalam mengembangan motorik kasar anak, dapat mengikutsertakan anak dalam aktivitas balet. 2.

Saran untuk pengajar anak pra-sekolah agar lebih memperhatikan kemampuan motorik kasar dari anak-anak, karena bergerak adalah cara belajar utama dari anak pra-sekolah. Jika ingin agar anak dapat ditingkatkan dalam kemampuan motorik kasar, dapat disarankan kepada orangtua untuk mengikuti kegiatan terstruktur seperti misalnya balet.

REFERENSI Al-Qudsy, M., Nurhidayah, U. (2010). Mendidik Anak Lewat Dongeng. Yogyakarta: Madania. Anastasi, A., Urbina, S. (2007). Tes Psikologi (Psychological Testing). Jakarta: PTIndeks. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta. Arnheim, R. (1997). Art and Visual Perception. London: University of California Press. Bracken, B. A. (2004). The Psychoeducational Assessment of Preschool Children (3thEdition). London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Coughlin, P. A. (2000). Menciptakan Kelas yang Berpusat pada Anak 3-5 Tahun. Washington: CRI. Diem, L. (1991). The important early years: Intelligence Through Movement Experience. Reston, VA: American Alliance for Health, Physycal Education, Recreation and Dance. Eliason, C. F., Jenkins, L. T. (1986). A Practical Guide to Early Childhood Curriculum. Columbus, OH: Merrill. Eqlima, E. (2011). Pengaruh Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Pra-sekolah di Ruang Perawatan Anak di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi tidak diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Goodway, J. D., Branta, C. F. (2003). Influence of Motor Skill Intervention on Fundamental Motor Skill Development of Disadvantaged Preschool Children. Reasearch Quarterly for Exercise and Sport. Graham, G., Holt/Hale, S. A., & Parker, M. (2001). Children Moving: A Reflective Approach to Teaching Physycal Education (5th Edition). Mountain View, CA: Mayfield. Gravetter, F. J., Wallnau, L. B. (2008). Statistic for the Behavioral Sciences (8th edition). USA: Thomson Learning, Inc. Greenwood, Charles, R., Luze, Gayle. J., Cline, Gabriel, Kuntz, Susan, Leitschuh, Carol. (2002). Developing a general outcome measure of growth in movement for infants and toddlers. Topics in Early Childhood Special Education 22:3. Gustiana, A. D. (2011). Pengaruh Permainan Modifikasi Terhadap Kemampuan Motorik Kasar dan Kognitif Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi Eksperimen, hal 192. Houwen, S., Visscher, C., Hartman, E., Koen, A. P. M. L. (2007). Gross Motor Skills and Sports Participation of Children With Visual Impairments. Research Quarterly for Exercise and Sport. Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Kaplan, R. M., Saccuzzo, D. P., (2009). Psychological Testing: Principles Applications,

and Issues. USA, Wadsworth: Cengage Learning. Lerner, J. (2000). Learning disabilities: Theories, diagnosis, and teaching strategies (8th Edition). Boston: Houghton Mifflin Company. Munro, J. G. (1985). Movement Education: A Program for Young Children ages 2 to 7. Newport News, VA: MDEA Press. Nasir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Papalia, E. P., Olds, S. W., Feldman. R. D. (2007). Human Development (10th Edition). New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Priyatno, D. (2011). Buku Saku Analisis Data Statistik SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Rahardjo, B. (2007). Aplikasi Teori Bermain untuk Anak Usia Sekolah. Didaktika, Volume 8, Nomor 3. Rinaldi, R. (2010). World of Dance: Ballet (2nd Edition). New York: Chelsea House. Salkind, N. J. (2006). Encyclopedia of Human Development. California: Sage Publications. Santrock, J. W. (2011). Child Development (13th Edition). New York: McGrow. Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi, B. N. (2009). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks. Sugono, D. et. al. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Sumarlis, V. (2005). Kontribusi Aspek Motorik, Persepsi, dan Bahasa Terhadap Risiko Kesulitan Belajar (Identifikasi Dini yang Dilakukan di Tingkat Pra-sekolah). Tesis tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Wang, J. H. (2004). A Study on Gross Motor Skills of Preschool Children. Journal of Research in Childhood Education, hal 34-35.

RIWAYAT PENULIS Prisca Angelica lahir di kota Jakarta pada 5 Mei 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang psikologi pada 2012. Saat ini bekerja sebagai guru balet di Mainstream School of Arts.