PEREMPUAN DALAM PANDANGAN RUMI Diajukan ... - digilib

63 downloads 110 Views 1MB Size Report
Skripsi / Tugas Akhir dengan judul : Perempuan Dalam Pandangan Rumi ... menganggap tasawuf atau mistisisme merupakan suatu aspek dalam Islam yang .
PEREMPUAN DALAM PANDANGAN RUMI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Menenuhi Sebagian Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

Oleh: Fina Ulya NIM. 05510017

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009

DR. Fatimah, MA Fahruddin Faiz, S. Ag, M.Ag Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta______________ Hal : Skripsi Sdr/i Fina Ulya Lamp: 1 (satu) Lembar Kepada Yth; Yth. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Di Yogyakarta Assalamu ‘alaikum wr. wb. Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudari: Nama : Fina Ulya NIM : 05510017 Judul Skripsi : Perempuan dalam Pandangan Rumi Sudah dapat diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan/Program Studi Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam bidang Filsafat Islam. Dengan ini kami mengharap agar skripsi/tugas akhir Saudari tersebut di atas dapat segera dimunaqosyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. Yogyakarta, 17 Maret 2009 Pembimbing I

Pembimbing II

DR. Fatimah MA NIP. 150256866

Fahruddin Faiz, S. Ag, M. Ag NIP. 150236146

ii

FM-UINSK-BM-05-07/RO

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

PENGESAHAN Nomor: UIN.02/DU/PP.00.9/588/2008 Skripsi / Tugas Akhir dengan judul : Perempuan Dalam Pandangan Rumi Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : Fina Ulya NIM : 05510017 Telah dimunaqosyahkan pada : Rabu, tanggal: 08 April 2009 dengan nilai : 90 (A-) dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH : Ketua Sidang

Dr. Fatimah, MA NIP. 150256866

Penguji I

Penguji II

Inayah Rohmaniyah, S.Ag, M. Hum, MA NIP. 150277318

Dr. Zuhri, S.Ag, M.Ag NIP. 150318017

Yogyakarta, 08 April 2009 UIN Sunan Kalijaga Fakultas Ushuluddin DEKAN

Dr. Sekar Ayu Aryani, M. Ag NIP: 150232692

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama

: Fina Ulya

NIM

: 05510017

Fakultas

: Ushuluddin

Jurusan/Prodi : Aqidah dan Filsafat Alamat

: Kurung Baru RT. 002/ RW.007 Ceper Klaten 57465

Telp/ Hp

: 085725239477

Judul Skripsi : Perempuan dalam Pandangan Rumi

Menerangkan dengan sesungguhnya bahwa: 1. Skripsi yang saya ajukan adalah benar asli karya ilmiah yang saya tulis sendiri. 2. Bilamana skripsi telah dimunaqosyahkan dan diwajibkan revisi, maka saya bersedia merevisi dalam waktu dua bulan terhitung dari tanggal munaqosyah, jika lebih dari dua bulan maka saya bersedia munaqosyah kembali. 3. Apabila di kemudian hari ternyata diketahui bahwa karya tersebut bukan karya ilmiah saya, maka saya bersedia menanggung sanksi untuk dibatalkan gelar kesarjanaan saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 17 Maret 2009 Saya yang menyatakan

(Fina Ulya)

iv

PERSEMBAHAN

Special For: My beloved Parents Thanks for anything that you have given to me… And For anybody, who’ve given colour in my life, Thanks a lot…                                    

v

MOTTO

“Cahaya Tuhan yang mampu membuatku berdiri di atas puing-puing kehancuran hidupku…”

vi

ABSTRAKSI

Tasawuf atau mistisisme Islam mewakili sisi batin atau esoterik Islam. Dalam dunia tasawuf Islam tidak mempermasalahkan perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam pencapaian spiritualitas, karena jenis kelamin merupakan hal profan dan simbol duniawi sehingga sebagian feminis menganggap tasawuf atau mistisisme merupakan suatu aspek dalam Islam yang lebih ramah terhadap perempuan. Walaupun tasawuf terkenal ramah dengan perempuan tetapi ada beberapa sufi yang bersikap antipati terhadap perempuan. Penelitian ini mengambil tokoh Jalaludin Rumi, seorang tokoh yang terkenal dengan konsep cintanya, menebar kedamaian dan cinta-kasih pada sesama. Sebagai seorang tokoh humanis-toleran, bagaimana Rumi memandang perempuan. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, yaitu 1. deskripsi, menjelaskan bagaimana Rumi tentang perempuan. 2. Interpretasi, mencoba menafsirkan pemikiran Rumi yang berupa syair dan cerita. 3. Analisis, penelitian ini menggunakan analisis gender. Pemilihan analisis gender untuk memperoleh pemikiran Rumi tentang perempuan dalam konteks kesetaraan gender. Beberapa hal yang dibahas seluruhnya mengacu pada kehidupan perempuan, di antaranya ketika perempuan belum berumah tangga, lebih ditekankan kesempatan perempuan dalam mencapai tingkatan tinggi dalam spiritualitas. Selain itu, relasi laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga, terakhir figur seorang ibu. Rumi sangat menghargai seorang ibu karena perjuangannya ketika mengandung, melahirkan dan mendidik anak. Pada sisi lain, ada aspek yang memberikan pandangan negatif terhadap ibu, ketika ibu disandingkan dengan ayah. Hal itu disebabkan karena ayah adalah lambang dari akal sedang ibu merupakan makhluk yang cenderung menggunakan perasaan dibanding dengan akal. Pandangan Rumi tentang perempuan terlihat sangat mendiskreditkan perempuan, walaupun hal tersebut tidak mutlak 100 % (seratus persen). Sikap Rumi tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai pihak, karena Rumi bukanlah tokoh yang terlepas dari ruang dan waktu sehingga kondisi sosial pada saat itu juga memberi pengaruh pada pemikirannya.

vii

KATA PENGANTAR

Dengan nama Tuhan Yang Maha Esa… Segala yang ada di dunia memiliki permulaan serta memiliki batas dan akhirnya hilang entah ke mana. Pelukan dan kasih sayang Tuhan selalu tercurahkan pada segenap mahluk di alam ini, semuanya terasa hangat jika mampu menafsirkan dalam setiap nafas yang dihirup, tetapi tidak memiliki makna jika nafas dibiarkan terhirup begitu saja. Kekasih Tuhan, Muhammad memberikan surat cinta Tuhan, al-Quran, kepada seluruh manusia, ini juga merupakan tanda begitu cintanya Tuhan pada hamba-Nya. Rasa syukur atas nikmat Tuhan yang selalu memberi petunjuk sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Spesial ucapan terimakasih untuk Jalaluddin Rumi, di mana pemikirannya memberi inspirasi dalam penulisan skripsi yang ada di hadapan anda. Selain itu, ucapan “maaf” yang amat dalam kepada Rumi karena telah mengobrak-abrik pemikirannya demi kehausan intelektual. Waktu berjalan begitu cepat, tanpa disadari semuanya telah berganti dan inilah yang tidak disadari oleh penulis. Rasa Hormat dan terimakasih yang amat dalam kepada Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Amin Abdullah, Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Sekar Ayu Aryani, M. Ag., Ketua jurusan dan Sekertaris jurusan Aqidah dan Filsafat. Selain itu, ucapan terimakasih tidak lupa untuk para dosen dan karyawan di lingkungan kampus yang memudahkan untuk menjalankan aktifitas belajar.

viii

Penulis sadari ketidak mampuan dalam memahami begitu luasnya ilmu, terasa lebih mudah karena bantuan berbagai pihak, terutama DR. Fatimah, MA, Fahruddin Faiz, S.Ag, M,Ag serta Inayah Rohmaniyah, M.Hum, M.A yang selalu memberikan

pencerahan

dari

kekalutan

dan

keruwetan

penulis

dalam

menyelesaikan skripsi ini. Kepada pak Zuhri, terimakasih telah menguji penulis dan memberikan pencerahan bahwa penulis tidak hanya meneliti puisi Rumi tetapi juga cerita-cerita yang ada dalam karya -karya Rumi. Kepada Ayah, ibu serta saudara-saudara, dan keluarga besarku yang selalu mengajariku untuk cerdas dalam memahami hidup serta selalu bersabar menghadapi kebengalan dan sikapku yang keras kepala. Maaf aku belum mampu memberikan yang terbaik untuk kalian. Perjalanan hidupku tidak pernah sepi dari canda-tawa, suka-duka temanteman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam tulisan ini. Terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan padaku. Sebuah penghormatan yang sangat tinggi jika skripsi ini memperoleh saran dan kritik dari berbagai pihak, karena penulis menyadari berbagai kelemahan dan kekurangan dalam memahami maupun menganalisa pemikiran Rumi. Penulis mengucapkan maaf sebesar-besarnya pada semua pihak atas kelancangan, keangkuhan dan kesalahan yang selama ini diperbuat. Yogyakarta, 17 Maret 2009

(Fina Ulya)

ix

TABEL Tabel I

: Perbedaan Laki-laki dan Perempuan

Tabel II

: Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender

Tabel III : Perbedaan Sifat Laki-laki (Maskulin) dan Sifat Perempuan (Feminin) Tabel IV : Perbedaan Corak Memahami al-Quran

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

i

HALAMAN NOTA DINAS ...........................................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................

iii

SURAT PERNYATAAN ...............................................................................

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................

v

HALAMAN MOTTO .....................................................................................

vi

ABSTRAK ......................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

viii

TABEL…………………………………………………………………….....

x

DAFTAR ISI ...................................................................................................

xi

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

2

B. Rumusan Masalah ...................................................................

11

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................

11

D. Telaah Pustaka ........................................................................

12

E. Metode Penelitian ...................................................................

14

F. Sistematika Pembahasan .........................................................

17

BIOGRAFI JALALUDDIN RUMI A. Kehidupan Rumi ......................................................................

19

B. Tokoh-tokoh yang Berpengaruh dalam Pemikiran Rumi ........

25

C. Karya-karya Rumi ...................................................................

35

D. Corak pemikiran Rumi.............................................................

39

xi

BAB III

ISLAM DAN RELASI GENDER A. Wawasan Gender 1.

Definisi Gender………………………………………... ..

43

2. Perbedaan Konsep Seks dan Konsep Gender ...................

45

B. Gender dan Keadilan ...............................................................

51

C. Perempuan dalam Islam .........................................................

57

D. Perempuan dalam Tasawuf………………………………… ..

64

BABIV PANDANGAN RUMI TENTANG PEREMPUAN DALAM KONTEKS KESETARAAN GENDER A. Feminitas dan Maskulinitas: Jiwa dan Akal ...........................

69

B. Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam Pernikahan : Hubungan yang Aktif dan yang Reseptif…………………....................... 91 C. Citra Perempuan sebagai Ibu………………………………. .. BAB V

104

KESIMPULAN A. Kesimpulan ………………………………………………... ..

112

B. Saran ……………………………………………………….

113

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... CURRICULUM VITAE

xii

115

BAB I PENDAHULUAN

Penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.1 Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi eksploratif, terutama dalam kaitannya dengan pencarian masalah penelitian. Untuk penelitian dengan objek material kepustakaan, studi eksploratif dilakukan dengan menggali sumber-sumber pustaka, seperti buku-buku, surat kabar, majalah dan jurnal.2 Tahap berikutnya adalah menyusun rancangan penelitian, dalam bab ini akan membahas tentang rancangan penelitian yang akan dilakukan. Rancangan penelitian dibuat dengan menentukan tahap-tahap dalam prosedur penelitian, sebagai berikut: menentukan judul, menentukan latar belakang penelitian, menentukan masalah penelitian, menentukan tujuan penelitian dan merumuskan keterangan sementara, sebagai arah untuk melakukan penelitian.3

1

Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paramadina, 2005)

2

Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, hlm. 101.

3

Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, hlm. 101.

hlm. 1.

1

2

A. Latar Belakang Masalah Wacana tentang perempuan4 tidak pernah berhenti dan selalu dikaji, dalam hal ini dibuktikan oleh sejarah. Tema tersebut selalu diperbincangkan dalam berbagai kesempatan, baik diskusi, seminar dan simposium. Perbincangan di atas meliputi semua aspek dalam kehidupan perempuan, di antaranya adalah organ reproduksi perempuan, kedudukan dalam keluarga, masyarakat dan juga dalam hal ibadah. Sebagian orang memandang perempuan secara positif, tetapi tidak sedikit yang memandang negatif. Beberapa filosof berpendapat, seperti Aristoteles, filosof Yunani yang pemikirannya terkenal brilian, dia mengatakan “A woman is the last link between animals and human beings” (perempuan adalah mata rantai terakhir antara hewan dan manusia). Sedangkan menurut Socrates, perempuan merupakan sumber terbesar dari kekacauan dan perpecahan di dunia.5 Selain para filosof, tradisi suatu bangsa dan agama juga memberikan nilai rendah terhadap perempuan.

4

Tulisan ini menggunakan kata perempuan karena sebutan perempuan berasal dari bentuk kata dasar ”empu”, sebuah gelar kehormatan yang berarti ”tuan” dengan imbuhan per-an. Kata perempuan menunjukkan manusia yang lebih tinggi dan merujuk pada si empu pengetahuan. Sedangkan wanita, secara etimologis dalam bahasa Jawa adalah kereta basa dari wani ditata, yang berarti ”berani diatur”. Kata wanita sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ”yang diingini” (oleh laki-laki). Suciati dan Listyaning ”Pemberdayaan Perempuan” dalam www.suaramerdeka.com/harian/0304/21/khal.htm-12k-, diakses tanggal 10 Januari 2009. Kaum feminis Indonesia lebih suka menggunakan kata perempuan daripada wanita. Dalam prasasti Gandasuli disebutkan bahwa asal kata perempuan adalah prapuanta yang memiliki arti yang dipertuankan atau dihormati, Empu dalam pengertian ini merupakan sebuah gelar kehormatan yang berarti ”tuan”. Dalam tulisan ini menggunakan kata perempuan dikarenakan menggunakan analisis gender sehingga berhatihati dalam pemilihan kata, agar tidak terjebak dalam ranah mendeskriditkan perempuan. Abdul Wahid ”Pemimpin Perempuan menurut Pandangan Fatimah Mernissi”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm. 1. 5

Witri Asriningsih, “Pengantar” dalam Yusuf Qardhawi, Panduan Fikih Perempuan, terj. Ghazali Mukri (Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004), hlm. vii.

3

Ada beberapa aspek menjadi alasan munculnya opini yang menempatkan perempuan dalam kedudukan rendah. Bahwa penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, perempuan sebagai penyebab dikeluarkannya manusia dari surga, sumber bencana dan masalah menstruasi. Aspek di atas digunakan oleh bangsa mana pun untuk melegitimasi pendapat mereka dalam melihat perempuan, seperti bangsa Romawi, Yunani, Arab dan Cina.6 Penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki termuat dalam tiga agama Abrahamik, yaitu: Nasrani, Yahudi dan Islam.7 Hal ini melahirkan tiga asumsi;

6

Pada bangsa Romawi, perempuan hidup dalam ketidakberdayaan dan perbudakan resmi. Perempuan tidak dilibatkan dalam berbagai urusan publik, segala posisi yang dianggap ”maskulin” terlarang bagi perempuan; dan dalam kehidupan sehari-hari perempuan merupakan kelompok minoritas yang permanen. Simone De Beauvoir, Second Sex: Fakta dan Mitos, terj. Toni B. Febriantono (Surabaya: Pustaka Promethea, 2003), hlm. 134. Dalam peradaban bangsa Yunani kuno terdapat mitologi yang mengatakan bahwa perempuan merupakan pangkal dari kekacauan dan kejahatan yang terjadi di dunia ini. Mitos yang berkembang, empu-empu Yunani yang dianggap sebagai nenek moyang mereka, memiliki keyakinan bahwa kejahatan, penyakit, kekacauan dan penderitaan yang ada di dunia adalah ulah Pandora. Pandora adalah perempuan bodoh yang tidak patuh terhadap suaminya Ephimetus. Abdul Wahid ”Pemimpin Perempuan menurut Pandangan Fatimah Mernissi”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan kalijaga, Yogyakarta, 2005, hlm. 1. Bangsa Arab menganggap perempuan lemah karena tidak bisa berperang, lemah dalam ingatan dan juga fisik. Selain itu, pameo bahwa kelahiran anak perempuan akan membawa kecelakaan. Dalam sejarah disebutkan bahwa Umar bin Khattab, khalifah ke 3 dalam Islam, sebelum masuk Islam tega membunuh anak kandungnya lantaran anak tersebut berjenis kelamin perempuan. Witri Asriningsih, “Pengantar” dalam Yusuf Qardhawi, Panduan Fikih Perempuan, hlm. xi. Dalam peradaban Cina status perempuan pernah mengalami perubahan. Sebelum kedatangan Konfusius, para ibu diperlakukan dengan penuh hormat tetapi hanya berlangsung sesaat. Para ahli sejarah menyatakan bahwa permulaan berlakunya sistem feodal merupakan penyebab jatuhnya perempuan dalam peradaban Cina. Perempuan dianggap hina, dihilangkan pendidikannya, dicabut semua hak dan kebebasannya, tetap mematuhi kaum lelaki dan mengabdi kepada keluarganya. Fatima Umar Nasif, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, terj. Burhan Wirasubrata, Kundan D. Nuryakien (Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2001), hlm. 20-22. 7

Kisah penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam ditemukan dalam Kitab Kejadian 2: 21-23: Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: ”inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dan dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki. Lembaga al-kitab Indonesua, al-Kitab (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004) hlm. 2. Kisah penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki

4

pertama, mahluk pertama yang diciptakan Tuhan adalah laki-laki, sedangkan perempuan diciptakan dari bagian tubuh (tulang rusuk) laki-laki. Secara ontologis perempuan itu derivatif dan sekunder. Kedua, perempuan menjadi penyebab utama dosa manusia yang pada akhirnya diturunkan dari surga. Secara aksiologis, semua anak perempuan Hawa harus diberlakukan dengan rasa benci, curiga dan hina. Ketiga, perempuan tidak hanya diciptakan dari bagian tubuh laki-laki tetapi juga diciptakan untuk laki-laki, sehingga eksistensinya hanya sebagai pelengkap, dan tidak memiliki arti fundamental.8 Pandangan di atas menunjukkannya rendahnya penghargaan terhadap perempuan. Persoalannya pernyataan tersebut diyakini secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Walaupun terdapat pernyataan yang menyanggah pendapat di atas, namun belum mampu merubah pandangan yang telah bertahan selama berabadabad ini, dan perempuan tetap menjadi pihak yang kedudukannya di bawah laki-laki sehingga keberadaannya pun diremehkan baik di wilayah publik maupun domestik.9

dalam tradisi Islam terdapat dalam salah satu sumber ajaran agama Islam, yaitu hadis Nabi. ”Telah bercerita kepada kami Abu Kuraib dan Musa. Keduanya berkata: telah bercerita kepada kami Husayn bin Ali dari Zaidah dari Maisaroh al-Asyja’i dari Abu Hazim dari Abu Hurairoh r.a berkata: ”Rasulullah saw. Bersabda: ”Berwasiatlah kalian kepada perempuan. karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Apabila kamu bermaksud untuk meluruskannya, maka kamu mematahkannya. Dan jika kamu biarkan, maka ia akan tetap bengkok. Berwasiatlah kepada perempuan”. Kadarusman, Agama, Relasi Gender dan Feminisme (Yogyakarta; Kreasi Wacama, 2005), hlm. 87. 8

9

Kadarusman, Agama, Relasi Gender dan Feminisme, hlm. 89.

Perjuangan para feminis dalam meluruskan anggapan miring tentang perempuan membuahkan hasil terbukti dengan semakin banyak pihak yang merubah pandangan miring terhadap perempuan. Akan tetapi anggapan yang telah lama muncul tersebut tidak mudah untuk dihapuskan dalam lingkungan masyarakat. Salah satu contohnya ketika acara pernikahan, da’i selalu menjelaskan

5

Menstruasi merupakan salah satu kodrat perempuan yang membedakannya dari laki-laki. Menstruasi merupakan proses biologis sebagai tanda kematangan seksual seorang perempuan yang secara biologis memiliki kesiapan hamil. Berkaitan dengan menstruasi yang dialami perempuan, muncul mitos yang menyudutkan perempuan.10 Menurut Leonard Swidler, dalam tradisi Yahudi menstruasi diartikan sebagai kutukan yang diberikan Tuhan kepada Hawa sebagai akibat dosa asal yang dilakukannya. Pendeta Yahudi mengatakan ada sembilan kutukan yang menimpa perempuan terkait dengan persoalan di atas yaitu mengeluarkan darah menstruasi (karena sebelumnya Hawa tidak pernah mengalaminya), rasa sakit dan darah keperawanan, beban kehamilan, sakit sewaktu melahirkan,11 kesulitan dalam merawat anak, keharusan menutup kepala, sakit sewaktu melubangi telinga, tidak dipercaya sebagai saksi dan terjadinya kematian.12

bahwa mempelai laki-laki telah menemukan tulang rusuknya yang hilang. Hal ini menunjukkan bahwa anggapan perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki masih tetap ada. 10

Sri Suhandjati Sukri dalam Sri Suhandjati Sukri (ed.), Bias Jender dalam Pemahaman Islam (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 122. 11

Dalam Kitab Talmudz (Eruvin 100b) dijelaskan sepuluh penderitaan yang harus dialami Hawa dan kaumnya, salah satu di antaranya ialah harus menjalani siklus menstruasi yang tidak pernah dialami sebelumnya. Dalam Bibel Kitab Kejadian 3:16, disebutkan, Firman-Nya kepada perempuan itu: ”susah payahmu waktu mengandung akan kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan suamimu akan berkuasa atasmu.” Yuyun Affandi, ”Menstruasi dan Berkurangnya Pahala” dalam Sri Suhandjati Sukri (ed.), Bias Jender dalam Pemahaman Islam, hlm. 134. 12

Sri Suhandjati Sukri, ”Mitos-Mitos tentang Menstruasi” dalam Sri Suhandjati Sukri (ed.) Bias Jender dalam Pemahaman Islam, hlm. 123.

6

Pemahaman tentang menstruasi berdampak pada sikap yang diberikan masyarakat terhadap perempuan. Perempuan yang sedang menjalani masa menstruasi mendapat perlakuan khusus termasuk dikucilkan masyarakat, bahkan dari lingkungan keluarga sendiri.13 Banyak larangan menyudutkan perempuan yang sedang mengalami menstruasi sehingga sebagian hidupnya harus dihabiskan di pengasingan, dan ini berakibat berkurangnya peran sosial perempuan.14 Salah satu prinsip pokok ajaran Islam adalah persamaan antar manusia, baik antara laki-laki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Sedangkan yang membedakan di antara mereka hanyalah tingkat ketakwaannya kepada Allah swt. Dalam ajaran Islam, perempuan memperoleh kedudukan yang terhormat dan sangat berbeda dengan sikap dan perlakuan masyarakat Islam15 terhadap mereka.16

13

Dalam lintas sejarah, menstruasi dianggap sebagai simbol yang sarat dengan makna dan mitos. Darahnya dianggap tabu. Hampir setiap suku bangsa, agama, dan kepercayaan mempunyai konsep perlakuan khusus terhadapnya. Di pedalaman Eropa, Asia Tengah, dan Afrika Utara, sampai sekarang masih dipercaya bahwa tatapan mata perempuan yang sedang menstruasi (menstruant gaze) mempunyai kemampuan untuk menimbulkan berbagai bencana. Wanita suku Cheyenne yang mengalami menstruasi pertama, sekujur tubuhnya diolesi cat warna merah, kemudian diasingkan selama 7 hari di gubuk kecil yang tertutup rapat, yang lebih dikenal dengan menstrual hut. Sedangkan penduduk pegunungan Kaukasus, di pegunungan sekitar Rusia, mengasingkan dan menyembunyikan perempuan yang sedang menstruasi ke dalam goa yang jauh dari keluarga dan masyarakat umum. Nasaruddin Umar, ”Teologi Menstruasi: antara Mitologi dan Kitab Suci”, Musa@wa: Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 5, No. 1, Januari 2007, hlm. 7-9. Nasaruddin Umar, ”Teologi Menstruasi: antara Mitologi dan Kitab Suci”, Musa@wa: Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 5, No. 1, Januari 2007, hlm. 4. 14

15

Asgor Ali Engineer mengatakan bahwa al-Quran kitab suci agama Islam, sesungguhnya secara normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara laki-laki dengan perempuan, tetapi secara kontekstual menyatakan adanya kelebihan tertentu dari laki-laki atas perempuan. Menurut Engineer, para penulis fiqh (fuqaha) mengabaikan konteksnya dan berusaha memberikan status yang lebih tinggi bagi kaum laki-laki dalam pengertian normatif, misalnya tentang status suami sebagai qawwamun seperti yang tercantum dalam surat an-Nisaa, ayat 34. Encop Sophia dkk, ”Pengantar” dalam Respon Islam atas Pembakuan Peran Perempuan ( Jakarta: LBH-APIK, 2005), hlm. 2. 16

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 269.

7

Sikap tersebut lahir karena pemahaman dan penafsiran para mufassir terhadap sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Hadis berbeda-beda.17 Salah satu teks hadits yang dirasa mendeskriditkan perempuan yaitu larangan perempuan menjadi pemimpin.18 Pendapat yang berkembang untuk menguatkan hadits tersebut, yaitu perempuan dianggap memiliki akal yang lemah, mengandalkan perasaan dalam mengambil keputusan sehingga dikhawatirkan tidak tegas dalam mengambil keputusan.19 Dalam hal ibadah, perempuan dianggap memiliki tingkat spiritual di bawah laki-laki karena mengalami menstruasi yang menyebabkan mereka berhalangan untuk melakukan ibadah. 17

Pembacaan terhadap teks al-Quran sangat ditentukan oleh siapa yang membaca, bagaimana mereka memilih untuk mendefinisikan epistemologi dan metodologi dari makna-makna yang ada (hermenetik), dan konteks dimana mereka membacanya. Inayah Rohmaniyah, ”Meninjau Ulang Wacana Spiritualitas dan Perempuan”, Musa@wa: Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 6, No. 2, Juli 2008, hlm. 166. Hadits tersebut berbunyi, ”Telah bercerita kepada kami Uts\man bin al-Haisam, telah bercerita kepada kami ’Auf dari al-Hasan dari Abu Bakrah berkata: ”Sungguh Allah memberi manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat pada hari (perang) Jamal. Tatkala Nabi mendengar orang-orang Persia mengangkat anak perempuan Kisra sebagai pemimpin, maka beliau bersabda: ”Tidaklah sekalikali suatu kaum memperoleh kemakmuran, apabila menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” (H.R. Bukhori) Kadarusman, Agama, Relasi Gender dan Feminisme, hlm. 93. Fatima mernissi mengkritik hadits tersebut, salah satunya dari aspek perawi hadits. Menurutnya Abi Bakrah adalah seorang yang tidak bisa dijadikan sebagai seorang perawi hadits karena dia pernah memberikan kesaksian palsu dan akhirnya menjalani hukuman dera. Mernissi menggunakan prinsip-prinsip Maliki dalam hal yang berkenaan dengan perawi hadits. Menurut Maliki, ada beberapa orang ditolak sebagai perawi hadits bukan karena mereka berbohong dalam perannya sebagai seorang berilmu yang menyampaikan hadits-hadits Nabi, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari seperti berbohong dengan sesamanya, walaupun tidak berkaitan dengan ilmu keagamaan. Fatima Mernissi, Wanita di dalam Islam, terj. Yaziar Radianti (Bandung: Pustaka, 1991), hlm. 76-77. 18

19

Persepsi bahwa laki-laki lebih cerdas daripada perempuan disebabkan oleh dua faktor. Pertama, Pemahaman keagamaan, dalam hadits nabi terdapat teks yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih cerdas dibandingkan perempuan. Kedua, Tradisi masyarakat, di dalam masyarakat paternalistik yang sangat male dominated perempuan dianggap sebagai second gender, masyarakat kelas dua. Anggapan tersebut sebagian disebabkan oleh pemahaman keagamaan. Tradisi paternalistik membuat perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Hal ini disebabkan perempuan tidak mendapatkan kesempatan pendidikan. Abdhul Mu’thi, ”Mitos-mitos Perempuan Kurang Akal” dalam Sri Suhandjati Sukri (ed.), Pemahaman Islam dan Keadilan Jender (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 53-54.

8

Khasanah keilmuan Islam menempatkan kedudukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, seperti ilmu fiqh yang memberikan hak lebih besar terhadap laki-laki dibanding perempuan.20 Sedangkan ilmu kalam yang menjadi objek kajiannya adalah hal-hal yang berkaitan dengan ilmu ketuhanan seperti sifat-sifat, esensi dan perbuatan Tuhan.21 Dua cabang keilmuan tersebut berbicara mengenai aspek-aspek fisik berbeda dengan tasawuf yang berbicara melampaui dataran fisik. Menurut Sachiko Murata persoalan tentang relasi gender bisa dijawab oleh tradisi kearifan22 (sapiental tradition) yang tertarik pada struktur realitas sebagaimana ia menampakkan dirinya kepada kita.23 Beberapa tokoh sufi berbicara mengenai perempuan dan relasinya dengan laki-laki seperti Ibnu ‘Arabi, al-Ghazali dan Jalaluddin Rumi.24 Penelitian ini mencoba melihat perempuan dalam pandangan Jalaluddin Rumi.

20

Di antara contoh kelebihan tersebut yaitu laki-laki diperbolehkan berpoligami, laki-laki mendapatkan harta waris dari orang tuanya dua kali bagian yang diterima saudara perempuannya, perempuan tidak diperbolehkan menjadi muadzin dan imam shalat selama masih ada laki-laki, dan dua orang perempuan yang menjadi saksi di pengadilan sama dengan satu orang laki-laki. Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman, ”Pria-Wanita sebagai Korespondensi Kosmis: Perempuan dalam Literatur Tasawuf” dalam Ali Munhanif (ed.), Mutiara Terpendam Perempuan dalam Literatur Islam Klasik ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 209. 21

Syafiq Hasyim, ”Gambaran Tuhan yang Serba Maskulin: Prespektif Gender Pemikiran Kalam” dalam Ali Munhanif (ed.), Mutiara Terpendam Perempuan dalam Literatur Islam Klasik, hlm. 146. 22

Tradisi kearifan adalah sebuah tradisi yang mencari alasan-alasan mendasar dalam Islam, membicarakan hal-hal yang melampaui aspek-aspek fisik tanpa merusak ruh atau makna yang tersurat dalam syariah. Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman, ”Pria-Wanita sebagai Korespondensi Kosmis: Perempuan dalam Literatur Tasawuf”, hlm. 212. 23

Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman, ”Pria-Wanita sebagai Korespondensi Kosmis: Perempuan dalam Literatur Tasawuf”, hlm. 212. 24

Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa perempuan dapat mencapai puncak tingkat spiritual seperti yang telah dicapai oleh laki-laki. Menurutnya hubungan laki-laki dan perempuan berakar pada, dan

9

Jalaluddin Rumi merupakan tokoh sufi yang terkenal sebagai tokoh humanis-toleran yang selalu menebarkan cinta-kasih dan perdamaian untuk manusia.25 Rumi tidak hanya memiliki pengikut dari golongan Islam saja, tetapi juga lintas agama seperti Yahudi dan Nasrani.26 Pada tahun 1999 masyarakat Amerika Serikat dan Eropa mulai merasa bosan dan jenuh dengan guru-guru New Age dan khotbah-khotbahnya, mereka beralih membaca karya-karya Rumi. Menurut Phyllis Tickle, redaktur majalah Publisher’s Weekly, popularitas Rumi di Amerika berkembang pesat ”berkaitan dengan dahaga spiritual kami yang luar biasa”. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi fenomena tersebut. Di antaranya ketertarikan yang begitu besar terhadap Rumi merupakan wujud keinginan masyarakat barat untuk menemukan life style alternatif sebagai pengganti dari gerakan New Age dan khotbah-khotbahnya. Masyarakat Amerika dan Eropa mengagumi Rumi karena menganggap Rumi sebagai panggilan kembali pada Tuhan. Sebagian dari mereka tertarik pada Tasawuf, Islam atau kembali kepada akar agama Kristennya. Selain itu, Rumi ikut membantu mewujudkan ditentukan oleh, hubungan antara Tuhan dengan jiwa (yang merupakan unsur terpenting dalam kosmos). Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman, ”Pria-Wanita sebagai Korespondensi Kosmis: Perempuan dalam Literatur Tasawuf”, hlm. 226. Pemikiran al-Ghozali tentang perempuan tidak terlalu menonjol, dalam bukunya Ihya’ ‘Ulumuddin, al-Ghozali membahas figur perempuan ”hanya” muncul ketika dia ingin memberikan contoh para pelaku jalan mistik yang berhasil menempuh tahapantahapan spiritual. Selain itu al-Ghozali juga menjelaskan bahwa derajat kesufian tidak hanya dapat diraih dan dimonopoli oleh laki-laki semata, tetapi perempuan juga dapat mencapai derajat tersebut seperti sufi perempuan Robi‘ah al-‘Adawiyah. Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman, ”PriaWanita sebagai Korespondensi Kosmis: Perempuan dalam Literatur Tasawuf”, hlm. 214. 25

Asrori, “800 tahun Maulana Jalaluddin Rumi” dalam www.sinarharapan.co.id, diakses tanggal 8 september 2008. 26

A J. Arberry, Jalaluddin Rumi, Kearifan Cinta Renungan Sehari-hari Kutipan Fihi ma Fihi, terj. Jami’atul Hikmah (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 192.

10

jembatan untuk saling memahami di antara warga keturunan Arab dan warga Amerika yang telah membaca karya-karya Rumi.27 Fenomena di atas menunjukkan pengaruh Rumi bukan hanya pada umat Islam saja tetapi juga non-Islam. Penghargaan yang mereka berikan terhadap Rumi sangat besar. Problem yang diangkat dalam penelitian ini adalah jika Rumi dikenal sebagai tokoh humanis, Bagaimana Rumi memandang perempuan? Apakah Rumi memberikan pandangan yang positif terhadap perempuan ataukah sebaliknya? Dalam penelitian ini menggunakan analisis gender. Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu analisis baru. Dibandingkan dengan analisis yang lain seperti analisis kelas, serta analisis hegemoni ideologi dan kultural sesungguhnya analisis gender merupakan analisis yang mendasar.28 Analisis gender adalah suatu konsep kultural yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dipandang dari segi sosial budaya yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Persoalan gender merupakan sesuatu yang sangat penting karena akan berpengaruh dalam pembangunan. Meningkatkan kesetaraan gender adalah bagian penting dari strategi pembangunan yang mengupayakan pemberdayaan semua orang baik laki-laki maupun perempuan sehingga tidak ada pihak yang dideskriditkan.29 Pemahaman Darwin Bahar, “Tasawuf dan Jalan Cinta Rumi”, dalam nabil-on-the-spot-blogspot.com, diakses pada tanggal 29 oktober 2008. 27

28

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 4. 29

Elizabeth M. King (dkk.), Pembangunan berprespektif Gender, terj. T. Marlita (Jakarta: Dian Rakyat, 2005). hlm. 1.

11

gender sangat diperlukan untuk memahami pelestarian ketidakadilan yang terjadi, serta sebagai pembebasan perempuan untuk mengembalikan perempuan pada nilai hakikinya.30 Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana Rumi memahami perempuan; apakah pandangan Rumi lebih menekankan pada aspek kultural ataukah pemaknaan anatomis dalam memahami dua mahluk Tuhan: laki-laki dan perempuan. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat pandangan Rumi dengan menggunakan pendekatan analisis gender.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan satu rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pandangan Rumi tentang perempuan dalam konteks kesetaraan gender?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pandangan Rumi tentang perempuan dalam konteks kesetaraan gender. Sedang kegunaan penelitian yaitu, pertama, memberikan pemahaman tentang perempuan dalam pandangan Rumi kepada intelektual dan para pecinta Rumi kedua, penelitian ini sebagai sumbangan karya ilmiah pada dunia akademisi, khususnya pada khasanah wacana gender atau feminisme.

30

B.M Susanti, “Penelitian Tentang Perempuan: Dari Pandangan Androsentris ke Prespektif Gender”, Ekspresi, 1 Januari 2000, hlm. 3.

12

D. Telaah Pustaka Jalaluddin Rumi merupakan penyair terkenal. Dia menuliskan gagasannya dalam bentuk puisi dan prosa baik tentang mistik, akhlak dan perempuan. Banyak pihak yang mengkaji pemikiran Rumi dari berbagai aspek baik dalam bentuk buku, skripsi, karya ilmiah dan artikel. Skripsi Khotib Fathor yang berjudul Dimensi Sufistik di balik Puisi Seksual Jalaluddin Rumi, menjelaskan corak puisi Rumi. Menurutnya puisi-puisi Rumi menunjukkan keagungan pikiran dan kesederhanaan serta spontanitas penyajiannya. Puisi seksual Rumi bukanlah untuk membangkitkan birahi maupun nafsu melainkan upaya transendensi seks dalam puisi-puisinya sebagai lensa untuk meneropong pertumbuhan rohani.31 Aspek lain dari pemikiran Rumi yang menjadi obyek penelitian yaitu Wahdat al-Wujud sebagai Implementasi dari Konsep Cinta dalam Tasawuf Jalaluddin Rumi. Penelitian tersebut dilakukan oleh Zakaria, cinta yang dipahami Rumi yaitu cinta kepada Sang Kekasih Yang Tunggal. Cinta yang akan menimbulkan hasrat dan kerinduan untuk kembali kepada-Nya. Pada saat terjadi puncak kemabukan cinta, terjadilah suatu perkawinan jiwa yang menggambarkan persatuan mistis, dimana sintesa pencinta dan yang dicinta teratasi oleh perubahan bentuk mereka ke dalam esensi ”cinta universal”.32

Khotib Fathor, ”Dimensi Sufistik di Balik Puisi Seksual Jalaluddin Rumi (1207-1273)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005, hlm. 133. 31

32

Zakaria, ”Wahdat al-Wujud Sebagai Implementasi dari Konsep Cinta dalam Tasawuf Jalaluddin Rumi.”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2006, hlm 65.

13

Amin Bashori membahas dalam skripsinya mengenai hakikat cinta Rumi. Hakikat cinta Rumi adalah sebuah keinginan untuk pulang ke asal dan kesatuan hamba dengan Tuhannya, bagi Rumi ketulusan cinta ilahi bukanlah karena takut pada siksa dan didorong oleh janji-Nya, namun karena ingin melihat wajah-Nya.33 Kautsar Azhari dalam bukunya menjelaskan pemikiran Rumi tentang perempuan dan juga tentang relasi laki-laki dan perempuan. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Rumi tidak memandang relasi laki-laki dan perempuan sebagai bukti bahwa yang satu lebih unggul dari yang lain.34 Annemarie Schimmel, seorang yang banyak membahas tentang Rumi, dalam berbagai bukunya membahas tentang pemikiran Rumi. Di antaranya, berjudul Akulah Angin Engkaulah Api, menjelaskan tentang perjalanan dan kehidupan Rumi serta karya-karyanya, dan sedikit membahas tentang perempuan. Buku tersebut menjelaskan bahwa Rumi tidak hanya menerima murid laki-laki tetapi juga perempuan.35 Selain itu karangan Annemarie Schimmel lainnya Menyingkap yang Tersembunyi: Misteri Tuhan dalam Puisi-puisi Mistis Islam. Salah satu pembahasannya menjelaskan hubungan Rumi dengan Syamsuddin, pertemuan keduanya memberikan perubahan terbesar pada kehidupan Rumi karena Syamsuddin mengajak Rumi memasuki dunia mistik. Begitu pula dengan Syamsuddin, dia merasa Amin Bashari, ”Hakikat Cinta Menurut Jalaluddin Rumi. (1207-1273)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004, hlm. 86. 33

34

Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman ”Pria-Wanita sebagai Korespondensi Kosmis: Perempuan dalam Literatur Tasawuf”, hlm. 246. Annemarie Schimmel, Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup dan Karya Jalaluddin Rumi, terj. Alwiyah Abdurrahman dan Ilyas Hasan ( Bandung: Mizan, 2008), hlm. 34. 35

14

Rumi adalah kawan yang dapat memahaminya dan siap menerima gelora spiritualnya.36 Sedangkan dalam bukunya Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spiritualitas Islam, Annemarie Schimmel menjelaskan bahwa Rumi mengetahui Tuhan mendengarkan doa perempuan yang sedang menstruasi. Pandangan tersebut menyanggah pendapat bahwa perempuan ketika menstruasi tidak dapat berkomunikasi dengan Tuhan.37

E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara bertindak menurut sistem aturan atau tatanan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dan optimal.38 Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu: penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka. a. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah dokumentatif, yaitu dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari buku karya Jalaluddin Rumi, yaitu: Matsnawi yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris

36

Annemarie Schimmel, Menyingkap yang Tersembunyi: Misteri Tuhan dalam Puisi-puisi Mistis Islam, terj. Saini. K.M. (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 128. 37

Annemarie Schimmel, Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spiritualitas Perempuan, terj. Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 119. 38

Anton Bakker, Metode-metode Filsafat (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 10.

15

oleh Reynold Nicholson dan Fihi ma Fihi yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Data sekunder yaitu karya-karya tulisan yang secara langsung maupun tidak membicarakan pemikiran Rumi. Data-data yang ditemukan untuk mendukung penelitian ini, di antaranya: tulisan Annemarie Schimmel yang berjudul Jiwaku dalam Spiritualitas Islam, Kautsar Azhari Noer dan Oman Fathurrahman dalam buku Mutiara Terpendam: Perenpuan dalam Literature Islam Klasik, dan Sefik Can dalam bukunya yang berjudul Fundamentals of Rumi’s Thought: A Mevlevi Sufi Perspective. Adapun prosesnya adalah meneliti penelaahan kepustakaan yang telah diseleksi agar sesuai dengan analisis isi. b. Metode Pengolahan Data Dengan ini peneliti mengolah data yang telah diperolehnya, agar dapat dipahami lebih jelas. Adapun dalam pengolahan data yang dipakai oleh peneliti adalah: a. Deskriptif, menguraikan secara menyeluruh konsepsi pemikiran tokoh yang dikaji. Menurut Husserl, suatu deskripsi merupakan salah satu unsur hakiki untuk menemukan eidos pada suatu fenomena tertentu.39 Metode ini digunakan untuk melihat lebih jelas pandangan Rumi tentang perempuan sebelum dianalisis dengan analisis gender.

39

Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 54.

16

b. Interpretasi, karya tokoh diselami untuk menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan tokoh secara khas. Selain itu, untuk mengetahui dengan jelas maksud dari tokoh yang dikaji maka interpretasi merupakan metode yang tepat dalam upaya untuk menyingkap kebenaran. Dalam interpretasi termuat hubungan-hubungan atau lingkaran-lingkaran yang beraneka ragam yang merupakan satuan unsur metodis, dan unsur-unsur tersebut menunjukkan dan menjamin bahwa interpretasi dapat mencapai kebenaran otentik.40 Rumi dalam menjelaskan pemikirannya menggunakan cerita, anekdot maupun syair ataupun puisi, metode interpretasi ini digunakan untuk memahami syair maupun puisi Rumi, sehingga dapat diperoleh pandangan Rumi tentang perempuan dengan jelas. Cara yang digunakan dalam membaca serta memahami puisi Rumi dengan menggunakan metode intertekstualitas yaitu mencari penjelasaan dari satu teks Rumi dengan teks-teks Rumi yang lain dalam berbagai bentuk. c. Analisis data. Menurut Patton (1980) analisis data adalah suatu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.41 Dalam penelitian ini mencoba menguraikan atau menggambarkan secara teratur konsepsi Rumi tentang perempuan dengan menggunakan analisis gender.

40

Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, hlm. 43.

41

Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, hlm. 168.

17

F. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan, maka peneliti membuat sistematika pembahasan, dengan menggunakan sistematika tersebut memudahkan dalam membahas penelitian ini. Bab pertama, di dalamnya menjelaskan tentang pendahuluan, latar belakang mengapa penelitian dilakukan, apa saja yang menjadi persoalan dalam penelitian, metode yang digunakan serta tujuan dan kegunaanya. Poin-poin di atas dimasukkan dalam bab pertama karena sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, terlebih dahulu mengetahui alasan dan dasar mengapa penelitian tersebut dilakukan. Bab kedua, dalam bab ini melihat sosok yang menjadi obyek penelitian. Mengapa diletakkan pada bab ini, karena sebelum mengetahui bagaimana dan seperti apa pemikirannya dalam hal ini pemikiran Rumi tentang perempuan terlebih dahulu mengetahui siapa sebenarnya tokoh tersebut. Siapa saja yang mempengaruhi pemikirannya dan keadaan lingkungannya seperti apa, karena setiap tokoh secara sadar maupun tidak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sebelumnya dan lingkungan dimana dia hidup. Bab ketiga, memabahas tentang teori yang digunakan untuk menganalisa pemikiran Rumi tentang perempuan. Ditempatkannya dalam bab ketiga karena setelah mengetahui siapa sebenarnya tokoh tersebut dan sebelum menganalisa pemikirannya dijelaskan terlebih dahulu teori apa yang digunakan untuk menganalisanya. Mulai dari definisinya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai apa yang dimaksud

18

dengan gender (teori yang digunakan dalam menganalisa obyek penelitian) karena seringnya muncul kerancuan antara seks dan gender. Bab keempat, pada bab inilah pemikiran Rumi dianalisis dengan teori gender. Sehingga terlihat bagaimana sebenarnya corak atau bentuk pemikiran Rumi tentang perempuan apakah bias gender atau tidak. Analisis pemikiran Rumi diletakkan pada bab keempat dikarenakan setelah mengenal siapa tokoh yang menjadi obyek penelitian dan teori yang digunakan untuk menganalisa, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa pemikiran Rumi. Bab kelima, merupakan bab terakhir dari rangkaian bab-bab yang ada dalam skripsi ini, bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti untuk peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang tokoh yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Melihat poin yang ada di dalamnya maka bab ini merupakan penutup dari serangkaian penelitian yang dilakukan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Jalaluddin Rumi, seorang sufi yang dapat diterima di berbagai kalangan tetapi memiliki pandangan yang negatif terhadap perempuan. Hal itu tidak terlepas dari berbagai hal yang mempengaruhinya. Kondisi sosial ketika dia hidup sangat mempengaruhi pemikirannya karena Rumi bukanlah tokoh yang hidup tanpa ruang dan waktu. Karya Rumi perlu dibaca dengan mengikutsertakan kondisi sosial pada waktu Rumi hidup sehingga tidak melahirkan pemahaman tentang pemikiran Rumi yang ahistoris. Menurut Rumi, perempuan bukanlah seseorang yang memiliki vagina, payudara dan memiliki potensi untuk hamil tetapi seseorang yang memiliki nafsunafsu rendah atau insting-insting jahat. Sedangkan, laki-laki adalah seseorang yang memiliki akal maskulin yang positif dan jiwa feminin yang positif, sehingga laki-laki dan perempuan bisa disebut sebagai laki-laki dan mampu untuk mencapai tingkat tinggi yaitu dekat dengan Tuhan. Dalam dunia gender, penggunaan kata perempuan dalam menggambarkan nafsu-nafsu rendah termasuk dalam kategori ’bias gender’ karena dampaknya sangat besar dalam masyarakat sehingga muncul stereotipi terhadap perempuan. perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mencapai prestasi spiritual tetapi kecil kemungkinannya karena perempuan tidak pernah ikut berperang sehingga

112

113

dianggap kecil kemungkinan untuk berperang melawan musuh yang sangat besar yaitu hawa nafsu. Rumi menggambarkan laki-laki dan perempuan dalam pernikahan dengan langit dan bumi. Menurutnya gambaran tersebut tidak menunjukkan bahwa lakilaki lebih unggul dari perempuan tetapi keduanya merupakan hubungan yang saling menguntungkan karena adanya sikap saling ketergantungan di antara keduanya. Dalam cerita Rumi tersebut menunujukkan suatu sikap yang menyudutkan terhadap perempuan karena menempatkan mereka pada pihak yang membuat celaka dan menyusahkan suami. Ibu, merupakan sosok yang mulia karena perjuangannya yang sangat besar dalam kehidupan seorang anak, mulai dari hamil, melahirkan dan mendidik anak. Tetapi kemulyaan ibu jika disejajarkan dengan ayah terlihat lebih unggul ayah. Ayah memiliki peran yang lebih besar dalam hal pendidikan karena ayah yang merupakan lambang dari akal sedang seorang ibu sering digambarkan penuh perasaan sehingga terdapat perasaan sayang yang berlebih terhadap anak, dan tidak menginginkan sang anak dalam keadaan susah. Sedangkan ayah memiliki pemikiran yang jauh ke depan demi masa depan anak, hal itu menunjukkan bahwa ibu lebih mengandalkan perasaan dibanding dengan pertimbangan rasional. B. Saran-saran Dalam penelitian ini jelas tidak bisa menafikan adanya banyak kekurangan dam kelemahan, baik pada aspek data maupun analisis. Atas dasar ini penulis membuka ruang saran dan kritik konstruktif untuk perbaikan di kemudian hari.

114

1. Penyajian data yang penulis kutip langsung dari karya-karya terjemahan Rumi perlu di cek kembali terlebih jika merujuk langsung dari karya Rumi akan memperoleh hasil yang lebih memadai untuk dijadikan data penelitian. 2. Setiap analisis yang dibangun untuk menjelaskan makna maksud dari pemikiran Rumi juga masih sangat memerlukan interpretasi yang lebih kompleks dan memadai. 3. Puisi-puisi Rumi sangat bernilai estetis dan layak serta menarik untuk diteliti. Kekurangan

yang

ada

dalam

penelitian

ini

diharapkan

dapat

dikembangkan lebih lanjut pada penelitian-penelitian berikutnya. Hal tersebut merupakan upaya nyata untuk tetap menjaga dan mengembangkan kajian tentang tasawuf dan gender.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Zulkarnain. Mengapa Harus Perempuan?: Menguak Isu Keperawanan, Derajat, Psikologi, dan Dosa Warisan Perempuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz. 2003. al-Fayyadl, Muhammad. Derrida. Yogyakarta: LKIS. 2005. al-Taftazani, Abu al-Wafa ’al-Ghanimi. Sufi dari Zaman ke Zaman. terj. Ahmad Rofi’ Utsmani. Bandung: Pustaka. 1997. Angineer, Asghar Ali. Pembebasan Perempuan. terj. Agus Nuryanto. Yogyakarta: LKIS. 2003. Arberry, A J. Jalaluddin Rumi, Kearifan Cinta Renungan Sehari-hari Kutipan Fihi ma Fihi. terj. Jami’atul Hikmah. Yogyakarta; Kreasi Wacana. 2001. ---------------- Fihi Ma Fihi: Inilah Apa yang Sesungguhnya. terj. Ribut Wahyudi. Surabaya: Risalah Gusti, 2004. Asrori, “800 tahun Maulana Jalaluddin Rumi” dalam www.sinarharapan.co.id, diakses tanggal 8 september 2008. Bagir, Haidar. Buku Saku Tasawuf. Bandung: Mizan. 2006. Bagus, Lorens, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. 2002. Bahar, Darwin. “Tasawuf dan Jalan Cinta Rumi”. dalam nabil-on-the-spotblogspot.com. diakses pada tanggal 29 oktober 2008. Bakhtiar, Laleh. Mengenal Ajaran Kaum Sufi: dari Maqam-maqam hingga Karya BesarDunia Sufi. terj. Purwanto. Bandung: Marja. 2008. Bakker, Anton. Metode-metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1986. Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charris Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1990 Banani, Amin. (ed.). Kidung Rumi: Puisi dan Mistisisme dalam Islam. terj. Joko S. Kahhar. Surabaya: Risalah Gusti. 2001. Baron, Dennis. Grammar and Gender. London: Yale University Press. 1986. Bashari, Amin. ”Hakikat Cinta Menurut Jalaluddin Rumi (1207-1273)”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2004.

115

116

Beauvoir, Simone De. Second Sex: Fakta dan Mitos. terj. Toni B. Febriantono. Surabaya: Pustaka Promethea, 2003 Boullata, Issa J. Dekonstruksi Tradisi: Gelegar Pemikiran Arab Islam, terj. Imam Khoiri. Yogyakarta: LKIS. 2001. Brujn, J.T.P de (dkk.). Sana’i, Attar, dan Rumi; Studi Komperatif. terj. Ribut Wahyudi. Yogyakarta: Pustaka Sufi. 2003. Can, Safik. The Fundamentals of Rumi’s Thought: A Mevlevi Sufi Perspective. New Jersey: The Light. 2005. Departemen Agama. al-Quran dan Terjemahan. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media. 2004. Ekspresi, 1 Januari 2000 Esposito, John L. dan Mogahed, Dalia Saatnya Muslim Bicara: Opini Umat Muslim tentang Islam, Barat, Kekerasan, HAM, dan Isu-isu Kontemporer Lainnya. terj. Eva Y. Nukman. Bandung: Mizan. 2008. Fadiman, James dan Frager, Robert (ed.). Nyanyi Sunyi Seorang Sufi. terj. Helmi Mustofa. Yogyakarta: Pustaka Al-Furqon. 2007. Fakhry, Majid. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. terj. Zaimul Am. Bandung: Mizan. 2002. Fakih, Mansur. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. Fathor, Khotib. ”Dimensi Sufistik di Balik Puisi Seksual Jaluddin Rumi (12071273)”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2005. Furchan, Arief dan Maimun, Agus. Studi Tokoh: Metode Penelitian mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005. Ghofur, Waryono Abdul. Telaah Ulang Konsep Interaksi Sosial FemininMaskulin dalam al-Quran dalam Diskusi putaran ke II LSQH-TH Fakultas Ushuluddin. UIN Sunan Kalijaga. Hadi W. M, Abdul. Sastra Sufi: Sebuah Ontologi. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1991. Hadi W M, Abdul. “Pesan Profetik “Matsnawi” Karya Agung Jalaluddin Rumi”. diakses dalam icas-indonesia.org. diakses tanggal 23 September. 2008. Hutapea, Rita Uli ”Bolak-Balik Banti Jenis Kelamin Demi Kebahagian. dalam New.detiknews.com. diakses pada tanggal 26 Febrauari. 2009.

117

Istibsyaroh. Hak-hak Perempuan: Relasi Gender Menurut Tafsir al-Sya’rowi. Jakarta: Teraju. 2004. Jazil, Saiful. “Karakteristik Sufisme Jalaluddin Rumi”. dalam www.geocitis.com. diakses tanggal 23 September. 2008. Kadarusman. Agama, Relasi Gender dan Feminisme. Yogyakarta; Kreasi Wacana. 2005. Kaelan. Metodologi Penelitian Paramadina, 2005. Karim,

Kualitatif

Bidang

Filsafat.

Yogyakarta:

Khalil Abdul. Relasi Gender: Pada Masa Muhammad dan Khulafaurrasyidin. terj. Khoiron Nahdiyyin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.

King, Elizabeth M. (dkk.). Pembangunan berprespektif Gender. terj. T. Marlita, Jakarta; Dian Rakyat. 2005. Kompilasi Hukum Islam: Inpress No. 1 Tahun 1991. Surabaya: Karya Anda, 1991. Maufroy, Muriel. Kimya Sang Puti Rumi. terj. Sobar Hartini. Bandung: Mizan. 2007. Mernissi, Fatima. Wanita di dalam Islam. terj. Yaziar Radianti. Bandung: Pustaka. 1991. Miri, Sayyed Mohsen. Sang Manusia Sempurna: Antara Filsafat Islam dan Hindu. terj. Zubair. Bandung: Teraju. 2004. Mulkhan, Munir “Sufisme Dunia Kini, Penghargaan Barat terhadap Sufisme Islam”. mulkhan.blogspot.com. diakses tanggal 29 oktober. 2008. Mulia, Siti Musdah Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan. Bandung: Mizan. 2005. Munhanif, Ali (ed.). Mutiara Terpendam Perempuan dalam Literatur Islam Klasik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002. Murata, Sachiko. The Tao of Islam: Kitab Rujukan tentang Relasi Gender dalam Kosmologi dan Teologi Islam. terj. Rahmani Astuti dan M.S. Nasrullah. Bandung: Mizan. 1998. Musawa: Jurnal Studi Gender dan Islam. Vol. 5. No. 1. Januari 2007. Musawa: Jurnal Studi Gender dan Islam. Vol. 6. No. 2. Juli 2008.

118

Nasution, Khoirudin. Hukum Perkawinan 1: Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer. Yogyakarta: ACAdeMIA dan TAZZAFA. 2005. Nasif, Fatima Umar. Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam. terj. Burhan Wirasubrata dan Kundan D. Nuryakien. Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim. 2001. Neufeldt, Victoria dan Guralnik, David B (ed.). “Gender” dalam Webster’s New World Dictionary. New York: Webster’s New World Clevenland. 1984. Nicholson, Reynold. The Matsnawi of Jalaluddin Rumi. vol. I Cambridge: E.J.W Gibb Memorial Trust. 1990. Nicholson, Reynold. The Matsnawi of Jalaluddin Rumi vol. IV. Noer, Kautsar Azhari. Jembatan Mistikal untuk Dialog Antaragama: Sebuah Catatan untuk When Mystic Maters Meet Syafa’atun Almirzamah dalam peluncuran dan bedah buku When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru Relasi Umat Kristiani-Muslim Karya Syafa’atun Almirzamah, di Ruang Seminar Gedung Sekolah Pascasarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Nurbakhsh, Javad. Wanita-wanita Sufi. terj. MS Nasrullah dan Ahsin Mohammad. Bandung: Mizan. 1998. Paras, No. 65/TahunVI/Maret 2009, hlm. 90. Purbawati, Christina Yulita. Pengenalan Gender. Modul Sekolah Feminis. JNPMYogyakarta. Qardhawi, Yusuf. Panduan Fikih Perempuan. terj. Ghazali Mukri Yogyakarta: Salma Pustaka. 2004. Ridwan. Kekerasan Berbasis Gender. Yogyakarta: Pustaka Fajar. 2006. Schimmel, Annemarie. The Triumphal Sun: A Study of the Works of Jalaloddin Rumi. London: East-West Publications. 1980. -------------------------- Dimensi Mistik dalam Islam. terj. Sapardi Djoko Damono (dkk.). Jakarta: Pustaka Fidaus. 2003. -------------------------- Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup dan Karya Jalaluddin Rumi. terj. Alwiyah Abdurrahman dan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan. 2008. --------------------------- Menyingkap yang Tersembunyi: Misteri Tuhan dalam Puisi-puisi Mistis Islam. terj. Saini. K.M. Bandung: Mizan. 2005.

119

--------------------------- Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spiritualitas Perempuan. terj. Rahmani Astuti. Bandung: Mizan. 1999. Shihab, Quraish. Membumikan Al-quran. Bandung; Mizan. 1992. Sodik, Mochammad Keadilan dan Kesetaraan Gender. Modul Pelatihan Gender. PSW- UIN Sunan Kalijaga. 2008. Sukri, Sri Suhandjati (ed.). Pemahaman Islam dan Keadilan Jender. Yogyakarta: Gama Media. 2002. Suralaga, Fadilah (dkk.). Pengantar Kajian Gender. Jakarta: PSW UIN Syarif Hidayatullah dan McGill Project. 2003. Surtiretna, Nina. Remaja dan Problem Seks; Tinjauan Islam dan Medis. Bandung: Rosda Karya. 2006. Suryadi, Ace dan Idris, Ecep. Kesetaraan Gender: dalam Bidang Pendidikan. Bandung: Genesindo. 2004. Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif al-Quran. Jakarta: Paramadina. 2001. Wahid, Abdul. ”Pemimpin Perempuan menurut Pandangan Fatimah Mernissi”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan kalijaga, Yogyakarta. 2007. Wahiduddin Khan. Agar Perempuan Tetap jadi Perempuan: Cara Islam Membebaskan Wanita. terj. Abdullah Ali. Jakarta: Serambi. 2003. Wijaya, Aksin. Menggugat Otensitas Wahyu Tuhan: Kritik Nalar Tafsir Gender. Yogyakarta: Safiria Insania Press. 2004. Yazid, Muhammad (ed.). Pemberdayaan Perempuan melaluiPemahaman Ajaran Agama: Upaya Rekonstruksi Teks Agama Surabaya: PSG IAIN Sunan Ampel. 2003. Zakaria. ”Wahdat al-Wujud Sebagai Implementasi dari Konsep Cinta dalam Tasawuf Jalaluddin Rumi”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2006.

Curiculum vitae

Nama

: Fina Ulya

Ttl

: Klaten, 10 Mei 1987

Alamat

: Kurung Baru RT. 002/ RW.007 Ceper Klaten 57465

Orangtua Ayah

: Muchlis Hudaf

Ibu

: Umi Nafiah

Pekerjaan

: Wiraswasta

Riwayat Pendidikan : 1. MIN Batur 2. MTS Krapyak Yogyakarta 3. MAKN-MAN I Surakarta 4. UIN Sunan Kalijaga