pola konsumsi pangan lokal masyarakat menuju ... - PERTANIAN

23 downloads 118 Views 465KB Size Report
21 Jun 2012 ... Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian ... Kata kunci: pangan lokal, keberlanjutan dan kemandirian pangan.
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

POLA KONSUMSI PANGAN LOKAL MASYARAKAT MENUJU KEBERKELANJUTAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN (Type of Local Society Food Consumption Toward Food Sustainable and Autonomy) Hj Sri Rahayu M Jajuk Hanafie Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Jl Dukuh Kupang XXV/54 Surabaya. HP: 0817305884 Telp: (031) 5674470 . Fax: (031)5674470 Email: [email protected]

ABSTRAK Pangan adalah kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, setiap negara akan mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Mengingat pangan juga merupakan komoditas ekonomi, maka pembangunannya dikaitkan dengan peluang pasar dan peningkatan daya saing, yang dibentuk dari keunggulan spesifik lokasi, keunggulan kualitas serta efisiensi dengan penerapan teknologi inovatif. Selanjutnya, karena produksi pangan nasional sebagian besar dilaksanakan oleh petani dengan skala usaha kecil masyarakat miskin di perdesaan, maka pembangunan ketahanan pangan sangat strategis untuk memperkuat ekonomi perdesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Upaya mewujudkan ketahanan pangan tersebut tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal yang terus berubah secara dinamis, meliputi aspek politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Kata kunci: pangan lokal, keberlanjutan dan kemandirian pangan PENDAHULUAN Saat ini Indonesia banyak mengalami permasalahan antara lain pertambahan penduduk serta semakin banyaknya penduduk yang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran, kesenjangan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran semakin bertambah dan ketersediaan pangan yang semakin berkurang. Hasil study penelitian The Fund for Peace bekerjasama dengan majalah Foreign tentang failed state index atau indeks Negara gagal meletakkan Indonesia di posisi ke 63, yakni posisi “dalam peringatan” (warning) dari 178 negara yang dipublikasikan di Washington DC, Amerika Serikat (Media Indonesia, Kamis 21 Juni 2012). Indeks Negara gagal menggolongkan Negara dalam empat posisi, yaitu posisi waspada (alert), dalam peringatan (warning), sedang Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

(moderate), dan bertahan (sustainable). Dari segi Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dari 108 pada tahun 2010 menjadi 124 pada tahun 2011 (Media Indonesia, Kamis 21 Juni 2012). Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumberdaya alam, masih terbatasnya prasarana dan sarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin. Arus globalisasi telah menghadapkan sistem pangan nasional pada persaingan pasar yang semakin ketat. Berbagai produk pangan impor dengan kualitas dan harga yang lebih baik, berpotensi menekan kemampuan produksi pangan nasional. Persaingan ini terkadang tidak adil bagi pelaku usaha nasional karena banyak negara pesaing yang memberikan proteksi dan subsidi dalam jumlah besar pada petaninya. Untuk memenangkan persaingan ini diperlukan kemampuan teknis dan manajemen untuk mengangkat daya saing produk pangan nasional, yang sebagian besar dihasilkan para petani kecil. Tantangan ke depan adalah kemampuan merancang kebijakan perdagangan yang dapat melindungi sistem produksi domestik, serta dapat menunjang peningkatan daya saing produk pangan lokal tanpa menyebabkan distorsi berlebihan terhadap mekanisme pasar. Penyebab utama kerawanan pangan dan kemiskinan adalah keterbatasan ketrampilan yang dikuasai, sehingga kesulitan untuk memasuki lapangan kerja serta keterbatasan aset dan akses terhadap sumber daya untuk mengembangkan usaha. Masalah kemiskinan tidak boleh dibiarkan begitu saja. Karena itu harus ada upaya perbaikan dan peningkatan kemampuan masyarakat miskin. Diantaranya melalui pemberdayaan masyarakat, penciptaan lapangan kerja dan lain-lain. Jika upaya tersebut tidak dilakukan, dikhawatirkan masyarakat miskin tersebut akan semakin terpuruk dan semakin menderita. Revolusi Hijau yang dilakukan tanpa melakukan reformasi agraria oleh Pemerintah Orde Baru, berupaya merubah sistem pertanian rakyat dengan melakukan ”modernisasi” produksi dan distribusi secara sentralistis. Meskipun berhasil meningkatkan produksi pangan (padi) pada lahan-lahan pertanian secara nasional, namun belum mendorong sistem pangan lokal menjadi kuat dan berkelanjutan. Artinya, kebijakan itu bukan ditujukan untuk memperkuat sistem pangan lokal yang telah berkembang sebelumnya, misalnya dengan memperkuat akses masyarakat terhadap sumber-sumber agraria, teknologi lokal, sistem kelembagaan pangan, sistem pengembangan infrastuktur yang berbasis petani, sistem perdagangan lokal atau sistem pengelolaan cadangan pangan seperti lumbung. Berbagai sub sistem dalam sistem pangan rakyat bukannya semakin kuat tetapi justru semakin terpinggirkan oleh kebijakan pangan Orde Baru yang sentralistik. Gagalnya sistem pangan nasional (swasembada pangan nasional) dan sistem pangan global (liberalisasi perdagangan dunia) tidak dapat menjamin terpenuhinya hak rakyat atas pangan secara berkelanjutan. Kesadaran ini kemudian mendorong beberapa kalangan untuk menengok kembali sistem pangan lokal yang telah berkembang jauh Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

sebelumnya dan menjadi pondasi sistem pangan lokal rakyat. Sejarah pertanian Indonesia sudah dimulai jauh sebelum penjajah datang. METODE Ruang Lingkup Lokasi kegiatan yang dimaksudkan adalah batasan wilayah kajian yang harus dicakup dalam pelaksanaan penelitian Konsumsi Pangan Lokal Masyarakat Menuju Keberlanjutan dan Kemandirian Pangan di Kabupaten Blitar. Untuk itu, lokasi kegiatan dari pekerjaan ini dapat mewakili seluruh wilayah administratif Kabupaten Blitar, yaitu ditentukan di Kecamatan Binangun, Kecamatan Panggungrejo dan Kecamatan Ponggok. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi beberapa pekerjaan sebagai berikut : A. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui metode Survey Instansional pada Dinas-Dinas terkait. B. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan 2 (dua) metode, yakni : Focus Group Discussion (FGD), dan In Depth Interview (Wawancara Kelompok Sasaran). FGD dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi isu-isu strategis berkaitan dengan Konsumsi Pangan Lokal Masyarakat Menuju Keberlanjutan dan Kemandirian Pangan di Kabupaten Blitar dengan melibatkan stakeholders. Adapun In-Depth Interview dilakukan untuk menggali informasi berkaitan dengan Konsumsi Pangan Lokal Masyarakat Menuju Keberlanjutan dan Kemandirian Pangan di Kabupaten Blitar secara langsung pada kelompok sasaran kegiatan. Untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan, dalam penelitian ini dilakukan 3 tahap proses pengumpulan data yaitu:  Pada saat memasuki lokasi penelitian (getting in), dilakukan pendekatan yang bersifat informal (informal approach) terhadap subyek penelitian agar tercipta kondisi yang menunjang berlangsungnya proses pengumpulan data secara akurat dan bebas bias.  Pada saat berada di lokasi penelitian (getting along), berusaha untuk tetap diterima di lingkungan masyarakat setempat dengan cara tidak melakukan hal-hal yang dapat menyinggung perasaan mereka dan memperhatikan adat dan kebiasaan yang ada di lokasi penelitian.  Pada saat pengumpulan data penelitian (logging the data) menggunakan seluruh kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan data / informasi yang diperlukan, dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview), pengamatan langsung (direct observation) dan dokumentasi (documentation). Untuk menganalisis data penelitian, digunakan model analisis interaktif (interactive model of analysis) yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992). Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Model analisis interaktif ini meliputi 3 tahap, yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), menarik kesimpulan/verifikasi (conclusion or verification). Agar hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat diakui dan diterima oleh pengambil manfaat (users), maka dilakukan pemeriksaan terhadap keabsahan data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan cara mengecek : derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependebility), dan kepastian (comfirmability). Metode Analisis Data Proses analisis data dalam penelitian Konsumsi Pangan Lokal Masyarakat Menuju Keberlanjutan dan Kemandirian Pangan di Kabupaten Blitar meliputi beberapa tahapan berikut ini: A. Analisis Data Diskriptif Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran makro kondisi konsumsi pangan lokal di Kabupaten Blitar berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang relevan dan valid. B. Kajian Kebijakan Analisis ini ditujukan untuk mengetahui kebijakan dan program yang terkait dengan masalah konsumsi pangan lokal (langsung maupun tidak langsung), mengetahui berbagai kebijakan dan program ketahanan pangan, serta mengetahui berbagai kelemahan kebijakan dan program pemberdayaan yang ada. Sehingga berdasarkan rumusan dari hasil kaji ulang tersebut diharapkan dapat menjadi input dalam menyusun strategi dan kebijakan baru. HASIL DAN PEMBAHASAN Strategi Sistem Pangan Lokal Perdesaan Berdasarkan data survey yang sudah dilakukan ditiga Kecamatan Binangun, Kecamatan Ponggok dan Kecamatan Panggungrejo serta didukung studi pustaka, maka percepatan penganekaragaman pangan perlu melibatkan pelaku usaha kecil menengah (UKM) penghasil pangan lokal. Percepatan dapat dilakukan dengan penguatan UKM, yaitu melalui peningkatan ketersediaan bahan baku, penguatan SDM, dan dukungan sektor terkait. Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Penumbuhan industri penepungan yang menggunakan bahan baku lokal. Di lihat dari sumber daya alam yang dimiliki, pengembangan industri tepung modifikasi singkong dan tepung ubi jalar sangat prospektif dan relevan untuk dikembangkan di Kabupaten Blitar. 2. Pengembangan industri kecil dan menengah pangan lokal dengan cara sosialisasi lebih baik lagi tentang pangan lokal, memberikan pelatihan kepada usaha kecil menengah dan industri rumah tangga yang memproduksi pangan tradisional, untuk bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya, serta diversifikasi jenis pangan lokal yang bisa diproduksi. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

3. Diperlukan dukungan dari pemerintah, baik pemerintah Pusat maupun Daerah, pihak swasta, LSM, kalangan profesional, pers, maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk mendukung perkembangan iptek dan riset yang mampu mendorong pengembangan pangan lokal. Diharapkan pemerintah Pusat maupun Daerah dapat memberikan / mengeluarkan kebijakan yang dapat mendukung program pengembangan pangan lokal. Kebijakan yang diharapkan diantaranya:  Revitalisasi pertanian ke arah lokal, yaitu pembangunan pertanian harus mengembangkan ide-ide lokal (local setting) yang muncul dalam konteks budaya setempat (culture setting) dengan diimplementasikan dengan cara-cara lokal sesuai budaya yang ada.  Kebijakan pemerintah untuk melindungi produk lokal, dari datangnya produk impor, sehingga petani dan pengusaha di Indonesia mendapat jaminan yang kuat untuk keberlangsungan usahanya dan tidak terlalu terpengaruh oleh arus globalisasi, yang sering memberikan solusi sesaat.  Kerjasama yang saling sinergi, saling mendukung dan saling menguntungkan antara berbagai pihak yang terkait. Hal ini bisa dimulai dengan pembentukan suatu wadah/forum, yang terdiri dari pemerintah, swasta, kelompok profsional, LSM, pers dan tokoh-tokoh masyarakat. Forum ini dapat mendiskusikan berbagai permasalahan di seputar faktor yang dominan dan determinan menghambat terciptanya ketahanan, ketersediaan, keterjangkauan dan distribusi pangan di tingkat lokal. Faktor-faktor itu dapat berakar dari kondisi sosial masyarakat sendiri, tetapi juga dapat berasal dari persoalan ekonomi politik internasional yang muncul bersamaan dengan kapitalisme global.  Dukungan pendanaan adalah semua pihak dimulai dari Pemerintah Kabupaten Blitar dengan mengalokasikan dana yang bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum) maupun PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk mendukung programprogram yang terkait dengan pengembangan pangan lokal. Pemda juga dapat meminta dukungan dana dari Pemerintah Pusat serta mengajak pihak swasta dalam pengembangan pangan lokal. Pertanian Berkelanjutan Strategi Menuju Kedaulatan Pangan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan salah satu alternatif untuk mencapai kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan merupakan suatu alat strategis guna menjamin keberlangsungan masa depan pertanian. Konsep kedaulatan pangan adalah suatu alat untuk menghapus kelaparan dan kekurangan gizi serta untuk menjamin ketahanan pangan yang seterusnya dan berkelanjutan bagi semua orang. Difinisi kedaulatan pangan sebagai seperangkat hak rakyat untuk menentukan kebijakan dan strategi mereka sendiri atas produksi, distribusi dan konsumsi pangan yang berkelanjutan yang menjamin hak atas pangan bagi masyarakat (Seeds, 2002). Kedaulatan pangan bukan hanya sekedar seperangkat hak, tetapi suatu kondisi ketika masyarakat petani memiliki akses dan kontrol terhadap sumber-sumber agraria sehingga mereka mampu menentukan sendiri apa yang harus Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

diproduksi, bagaimana cara memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi dengan cara dan mekanisme yang memang paling tepat bagi mereka (Widjanarko, 2000). Kedaulatan pangan merupakan suatu kondisi ketika petani memiliki akses dan kontrol pada sumber daya yang penting bagi mereka, sehingga pertanian berkelanjutan menjadi salah satu syarat tersedianya sumberdaya tersebut bagi para petani. Tanpa adanya pertanian berkelanjutan, tidak mungkin akan tersedia sumber daya yang cukup bagi petani untuk diakses dan dikontrol. Dalam konteks pertanian berkelanjutan berarti kemampuan untuk terus mempertahankan kehidupan dengan memanfaatkan dan menjaga sumber daya. Sumber daya yang dimaksud mencakup sumber daya alam, sumber daya sosial, teknologi, tingkat kepermanenan (permanency). Difinisi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam (Reijntjes, 1999). Konsep pertanian berkelanjutan muncul sebagai respon atas terjadinya kemunduran kualitas sumber daya alam yang disebabkan oleh cara-cara pertanian modern yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia. Hal ini memunculkan kebutuhan adanya perubahan besar pada sistem pertanian modern agar lebih ramah lingkungan, bersifat sosial dan ekonomis. Salah satu solusinya difokuskan pada mengurangi atau bahkan menghilangkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida an-organik. Hal ini dapat dilakukan melalui perubahan sistem dan manajemen pertanian seperti penggunaan bahan-bahan organik dan pengendalian hama terpadu. Strategi program pertanian berkelanjutan adalah: 1. Aspek ekologis dilakukan dengan cara melakukan pendampingan petani dalam bidang budidaya dan pengolahan hasil pertanian. Kegiatan pendampingan petani tersebut dilakukan dalam kerangka pertanian alami yang ramah lingkungan dengan meminimalkan penggunaan asupan kimia. 2. Aspek ekonomi tampak pada kegiatan:  Sapi dan kerbau gaduan, pinjaman sapi pada kelompok tani ini dilakukan atas suatu kesadaran bahwa ternak merupakan salah satu elemen penting dalam kegiatan pertanian berkelanjutan. Selain tenaganya dapat digunakan untuk membajak sawah, kotoran ternak merupakan bahan baku pembuatan pupuk organik yang ramah lingkungan.  Pasar tani alami, lembaga ini dibentuk dalam rangka meningkatkan nilai jual hasil produk pertanian secara adil dengan cara: 1) memfasilitasi petani dalam melakukan pendataan hasil produksinya, 2) memfasilitasi petani untuk mempertahankan kualitas produksi yang dijual, 3) memfasilitasi pemasaran hasil panen petani dengan harga yang adil dan 4) Memfungsikan lumbung-lumbung kelompok yang masih ada.  LKP (Lembaga Keuangan Petani). Tujuan pembentukan lembaga ini adalah untuk mempermudah petani dalam mengakses keuangan. Kegiatan yang Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman lunak tanpa agunan kepada petani. 3. Aspek Sosial Budaya, terdapat dalam kegiatan peningkatan kualitas SDM petani dan lembaga melalui proses belajar bersama dalam kelompok. Pengetahuan yang dipelajari bukan hanya mengenai teknis pertanian seperti bagaimana cara pengendalian hama terpadu melainkan juga manajemen kelompok. 4. Aspek politis, berupa kegiatan pendidikan kritis pada setiap pendampingan kelompok tani. Dalam kelompok ditanamkan nilai-nilai penting kolektivitas dan kebersamaan guna memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari, baik pertanian maupun non pertanian. Undang–undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan mengamanatkan, bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi. Mewujudkan ketahanan pangan telah menjadi komitmen nasional sebagaimana dicantumkan dalam Garis–garis Besar Haluan Negara 1999–2004 yaitu “Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani dan nelayan, serta peningkatan produksi yang diatur dengan undan –undang”. Dalam rangka memenuhi komitmen nasional tersebut, pemerintah melalui Undang–undang No. 25 tahun 2000 tentang Propenas tahun 2000–2004, telah menetapkan program peningkatan ketahanan pangan. Program ini bertujuan untuk : 1). Meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan bersumber pangan ternak, ikan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan beserta produk–produk olahannya; 2). Mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin peningkatan produksi, serta konsumsi yang lebih beragam; 3). Mengembangkan usaha bisnis pangan; dan 4). Menjamin ketersediaan gizi pangan bagi masyarakat. Undang–undang No. 22 tahun 1999 telah mengatur kewenangan daerah dalam mewujudkan Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya sesuai dengan kemampuan wilayah. Berkaitan dengan pembangunan ketahanan pangan, hendaknya diartikan adanya kebebasan daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonominya, namun harus mempertimbangkan kepentingan nasional secara keseluruhan termasuk ketahanan pangan nasional sesuai Undang-undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Melihat adanya perubahan yang sangat mendasar tersebut, dalam kaitannya dengan peran strategi ketahanan pangan, maka Departemen Pertanian memandang perlu untuk membentuk suatu kelembagaan yang dapat memperkuat koordinasi ketahanan Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

pangan yang tidak semata–mata hanya mencakup aspek produksi saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas, yaitu ketersediaan pangan,distribusi, dan konsumsi. Melalui Keppres No. 177 tahun 2000 telah dibentuk Badan Bimas Ketahanan Pangan dan didalamnya terdapat Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan (PKP) yang mempunyai tugas pengkajian, pengembangan serta koordinasi konsumsi pangan. Fungsi dari Pusat PKP adalah : a). Perumusan rencana pengkajian dan pengembangan konsumsi pangan; b). Rumusan kebijakan, pengkajian dan pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan; c). Pengkajian, pemantauan analisis konsumsi dan pengembangan pola konsumsi pangan; d). Pengkajian, pemantauan analisis konsumsi dan pengembangan pangan lokal nabati dan hewani. Dengan adanya kelembagaan pemerintah dibidang pengembangan pangan tersebut, diharapkan akan mendorong dan mempercepat pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan menuju ketahanan pangan di tingkat nasional, wilayah maupun ditingkat rumah tangga. Peran Strategi Pengembangan Konsumsi Pangan Lokal A) Ruang Lingkup Konsumsi Pangan merupakan sub sistem dalam sistem Ketahanan Pangan, yang bersama dengan subsistem ketersediaan pangan dan distribusi pangan serta subsistem penunjang akan membangun Ketahanan Pangan Nasional. Tujuan dari pengembangan konsumsi pangan adalah menjamin agar setiap warga mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu gizi , aman, beragam dan terjangkau. Pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipasif; pendekatan sistem usaha Agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis serta melalui pendekatan koordinasi. Pengembangan konsumsi pangan meliputi dua bidang pokok yaitu pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan pengembangan pangan lokal baik nabati maupun hewani. Kedua-duanya berbasis pada keanekaragaman baik sumber bahan pangan maupun kelembagaan dan budaya lokal. Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk memperbaiki konsumsi pangan penduduk baik jumlah maupun mutu, termasuk keragaman dalam mewujudkan konsumsi pangan dan gizi yang seimbang, seiring untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan pangan impor. Dengan terpenuhinya konsumsi pangan yang beragam dari waktu ke waktu, maka penduduk dapat hidup sehat, dan mampu melakukan kegiatannya sehari hari secara produktif. Sedangkan pengembangan pangan lokal diarahkan untuk meningkatkan mutu pangan lokal dan makanan tradisional dengan memperhatikan standar mutu dan keamanan pangan sehingga dapat diterima seluruh lapisan masyarakat. Keberhasilan pengembangan konsumsi pangan didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana, dan kelembagaan dalam kegiatan produksi serta faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan sehingga bersamasama dengan subsistem yang lain (ketersediaan pangan dan distribusi pangan) diharapkan keluaran berupa terpenuhinya hak asasi manusia akan pangan, Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2012

meningkatnya kualitas SDM serta meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional. B) Keragaan Pengembangan Konsumsi Pangan Kondisi Ketahanan Pangan belum mantap atau belum stabil, artinya sistemnya belum berfungsi benar. Hal ini dapat ditunjukkan melalui keragaan konsumsi masyarakat berdasar pada lima indikator. Pertama segi jumlah, kalori/energi dan protein yang dikonsumsi belum mencukupi. Kedua segi mutu, belum memadai, dimana sumber energi dan protein didominasi kelompok pangan padi-padian. Ketiga segi keamanan, timbul banyak kasus pangan terkena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, dan membahayakan kesehatan manusia. Keempat segi merata, pada waktu tertentu (paceklik) dijumpai adanya kekurangan pangan. Kelima segi terjangkau, harga pangan berfluktuasi besar baik antar tempat maupun antar waktu dan setelah krisis ekonomi daya beli masyarakat berkurang jauh. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan 1. Budaya konsumsi pangan lokal masyarakat di Kabupaten Blitar, angka kecukupan energi masih rendah (63% AKE) disebabkan masyarakat sangat kurang mengkonsumsi lauk hewani dan sangat tinggi mengkonsumsi karbohidrat padipadian. 2. Strategi sistem konsumsi pangan lokal perdesaan adalah (1). Teradopsinya teknologi pengolahan pangan kepada masyarakat; (2). Meningkatkan peran petugas dan penyuluh lapangan dalam penerapan teknologi penganekaragaman pangan; (3). Meningkatnya ragam mutu dan produk olahan pangan. 3. Arahan untuk mengimplikasikan budaya konsumsi pangan lokal terhadap ketahanan pangan masyarakat di Kabupaten Blitar adalah melalui aspek produksi dan pengolahan bahan pangan lokal. Implikasi Kebijakan 1. Adanya pengembangan komoditi jagung dan perwilayahan komoditi ubi-ubian dan tanaman lokal lainnya yang disesuaikan dengan argoekosistem masing-masing daerah, mensosialisasi pemafaatanya, secara terus menerus dibuatkan kebun bibit pangan lokal desa, melakukan budaya jagung di daerah yang penduduknya menunjukkan trend konsumsi beras terus menerus serta memberi bantuan modal maupun peralatan untuk mengolah bahan pangan dilakukan peningkatan produksinya. 2. Perlu peningkatan daya beli masyarakat melalui berbagai jenis tanaman pangan lain sebagai alternatif lain. 3. Memodifikasikan pemberian Raskin dengan komoditi pangan lokal sekaligus dapat menekan suplai beras dari luar.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Juni, 2012

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

DAFTAR PUSTAKA Media Indonesia. Kamis, 21 Juni 2012. Editorial Peringatan Negara Gagal. Miles

dan Huberman. 1992. http://www1.worlbankorg/publicsector/civilservice/countries/indonesia/shapesiz e.htm.

Reijtjes C B Haverkort and Ann Waters Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan : Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Penterjemah Sukoco. Kanisius. Jogyakarta Seeds. 2002. Feeding the World Through Community-Based Food Systems, Salzburg. WK Kellog Foundation Widjanarko, Budi A, Rika Pratiwi . 2000. Seri IPTEK Pangan Volume I: Teknologi, Produk, Nutrisi & Kemasan Pangan, Jurusan Teknologi Pangan. Unika Soegijapranata. Semarang.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012