Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan ... - (EAFM) Indonesia

23 downloads 198 Views 439KB Size Report
Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur. Surabaya ... mangrove terluas didunia dengan .... dekomposer yang berada dalam.
Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT The purpose of this research was to know about the productivity of mangrove’s litter and each component (leaves, twigs, fruits, and flowers) of mangrove’s litter in Wonorejo Surabaya coastal area. This research used line transect method which consist five transect. Each transect contain three plots with each size was 10 x 10 meters. Each plots consist three litter trap with size 1 x 1 meter. This field research was held in one month and the litter was taken once a week. The obtained data was litter’s fall which contain leaves, twigs, flowers, and fruits. Beside that, supportive data like mangove’s density, chemical and physics parameter was obtained. From the analyzed data showed that on the 4th weeks, the litter’s productivity was higher than previous weeks. The first transect produce 4,7 ton/ha/year, second transect produce 4,4 ton/ha/year, third transect produce 5,6 ton/ha/year, fourth transect produce 6,1 ton/ha/year, and fifth transect produce 7,1 ton/ha/year. Total mean of mangrove’s litter productivity in Wonorejo Surabaya coastal area was 4,5 ± 0,50 ton/ha/year with total mean of each component of mangroves’s litter was, leaves 4,0 ton/ha/year (89,9%), twigs 0,4 ton/ha/year (8,08%), fruits and flowers 0,1 ton/ha/year (2,02%). Key words : productivity of mangrove’s litter, mangrove, litter trap, Wonorejo

PENGANTAR Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumber daya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun non hayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993). Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan

keragaman hayati terbesar dan struktur paling bervariasi di dunia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) dalam Gunarto (2004) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar akan tetapi sekitar 5,30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2004 hanya mencapai 3.062.300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan merupakan terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%). Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas daerah pantai tropik, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tingginya bahan organik di perairan hutan mangrove memungkinkan hutan ini dimanfaatkan sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosistem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itu, juga merupakan pemasok

larva udang, ikan dan kepiting (Claridge dan Burnett, 1993). Sumber utama bahan organik di perairan hutan mangrove adalah serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan mangrove seperti daun, ranting, buah dan bunga, sehingga salah satu cara mengetahui seberapa besar konstribusi bahan organik pada suatu estuari adalah dengan menghitung total produksi guguran serasahnya (Knight, 1984 dalam Brown, 1996). Dengan perkembangan ekonomi sekarang yang pesat terutama pemanfaatan lahan yang terjadi di wilayah Wonorejo pantai timur Surabaya yang mempunyai ekosistem hutan mangrove, dikhawatirkan akan terjadi suatu perubahan yang berdampak pada komunitas tersebut. Ditambah lagi kawasan tersebut dijadikan sebagai tempat ekowisata. Mengingat betapa pentingnya serasah mangrove guna mendukung kelangsungan hidup invertebrata dan produksi ikan di kawasan Wonerejo pantai timur Surabaya, maka perlu diketahui besarnya produksi serasah yang jatuh setiap saat. Dengan diketahuinya jumlah daun yang gugur dan unsur hara yang dikandungnya, maka diketahui juga sejauh mana sumbangan hutan mangrove terhadap kesuburan tanah dan perairan di sekitar Wonorejo pantai timur Surabaya. METODE PENELETIAN Prosedur kerja diawali dengan penentuan lokasi transek dengan cara observasi langsung di tempat penelitian di kawasan mangrove pantai timur Surabaya

yang terdiri dari 5 transek mulai dari transek pertama sampai dengan transek kelima. Setiap transek memiliki 3 plot dengan setiap plot terdiri dari 3 buah litter trap yang berukuran 1m x 1m2. Data yang diambil berupa jenis-jenis mangrove, diameter batang mangrove, penghitungan tegakan, pengukuran parameter fisik kimia, analisis kerapatan jenis, dan produksi serasah. Untuk analasis kerapatan jenis dihitung dengan menggunakan rumus Mueller dan Dumbois Ellenberg, 1978 dalam Hariyanto et al., 2008 sebagai berikut : Kerapatan jenis =

Pengambilan serasah mangrove setiap 1 minggu sekali pada akhir minggu selama 4 minggu. Hasil produksi serasah dihitung dengan menggunakan satuan gram/100m2/minggu dan ton/ha/tahun. Analisis data pengambilan serasah mangrove dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan pohon mangrove di daerah Wonorejo memperlihatkan hasil hampir sama. Transek yang mempunyai kerapatan tertinggi adalah transek 4 dengan nilai kerapatan 104 pohon dengan menghasilkan total serasah sebesar 4,2 ± 1,30 ton/ha/tahun sedangkan kerapatan terendah dijumpai di transek 2 dengan kerapatan 89 pohon yang menghasilkan total serasah 4,1 ± 0,30 ton/ha/tahun. Perbedaan hasil yang sangat jelas membuktikan bahwa kerapatan pohon mangrove mempengaruhi produksi serasah, semakin tinggi kerapatan pohon, maka semakin tinggi pula produksi serasahnya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah kerapatan pohon mangrove maka semakin rendah produksi serasahnya.

Dari analisis data tersebut dapat diketahui bahwa total rata-rata produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya sebesar 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dengan total komponen rata-rata serasah mangrove pada daun sebesar 4,0 ton/ha/tahun (89,9%), ranting sebesar 0,4 ton/ha/tahun (8,08%), buah dan bunga sebesar 0,1 ton/ha/tahun (2,02%). Produksi serasah tertinggi terjadi pada saat musim hujan/pada saat curah hujan mencapai tinggi. Selain itu faktor yang mengakibatkan tingginya produksi serasah adalah faktor angin. Hal ini sejalan dengan pendapat Cuevas dan Sajise (1978) dalam Wibisana (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kecepatan angin dengan produksi serasah. Bila kecepetan angin tinggi maka produksi yang dihasilkan diduga akan tinggi pula. Selain itu, faktor lainnya yang menyebabkan perbedaan yang sangat jauh antara serasah daun dengan serasah ranting maupun buah dan bunga diduga erat karena kondisi lingkungan serta ciri biologis. Ciri biologis diantaranya ukuran daun yang kecil dan buah yang berbentuk bulat. Komponen serasah daun lebih

sering jatuh dibandingkan dengan komponen serasah yang lain, dikarenakan bentuk dan ukuran daun yang lebar dan tipis sehingga mudah digugurkan oleh hembusan angin dan terpaan air hujan. KESIMPULAN DAN SARAN Jumlah produksi serasah mangrove di lokasi Wonorejo kawasan pantai timur Surabaya didapatkan total sebesar 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dengan total komponen rata-rata serasah mangrove pada daun sebesar 4,0 ton/ha/tahun (89,9%), ranting sebesar 0,4 ton/ha/tahun (8,08%), buah dan bunga sebesar 0,1 ton/ha/tahun (2,02%). Hasil penelitian yang telah didapatkan dengan total jumlah produksi serasah mangrove di kawasan pantai timur Surabaya yang mencapai 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dapat digunakan sebagai penelitian selanjutnya tentang organisme dekomposer yang berada dalam kandungan serasah tersebut. Sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan guna mengetahui laju dekomposisi yang terjadi dalam serasah mangrove.

DAFTAR PUSTAKA Brown, M.S. 1996. The mangrove Ecosystem. Research methods. Unesco. Paris. Claridge, D. dan Burnett, J. 1993. Mangrove in Focus. Wet paper Marine Education, Ashmore. Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1). 15-21. Odum, E. P. 1993. Dasar – dasar ekologi. Edisi ketiga. Penerjemah Tjahjono Samingan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hariyanto, S., B. Irawan, dan T. Soedarti. 2008. Teori dan praktik ekologi. Airlangga University Press. Surabaya.

Wibisana, B. T. 2004. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Skipsi. Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB.