PTK - WordPress.com

8 downloads 125 Views 216KB Size Report
Realistic Mathematic Education (RME) sebagai suatu pendekatan baru dalam ... “Apakah dengan menerapkan pendekatan RME dapat meningkatkan hasil ...
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditunjang oleh kemamzdvnkpuan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi ilmu terapan dan ilmu pengetahuan dasar secara seimbang. Salah satu usaha untuk meningkatkan

kemampuan

penguasaan

pengetahuan

dasar

adalah

dengan

meningkatkan kemampuan dalam bidang matematika, sebab matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang lain. Matematika merupakan alat yang memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi atau generalisasi untuk suatu studi atau pemecahan masalah. Matematika juga mampu meningkatkan kemampuan untuk berfikir dengan jelas, logis, teratur, dan sistematis. Hal itulah yang mengakibatkan pentingnya belajar matematika. Kalangan pendidik menyadari bahwa proses pembelajaran akan lebihefektif apabila siswa berpartisipasi aktif. Dengan berpartisipasi, siswa akan mengalami, menghayati, dan menarik pelajaran dari aktivitas yang dilakukan, sehingga hasil belajar tertanam secara lebih mendalam pada diri siswa. Dengan demikian salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pendidikan adalah ditentukan oleh kemampuan kognitif siswa. Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat, metode mengajar yang digunakan seharusnya berorientasi pada siswa yaitu siswa belajar secara

2

interaktif dan mempunyai kesempatan melakukan komunikasi dan argumentasi. Hal ini juga berkaitan dengan upaya pemerintah dalam rangka menizngkatkan mutu pendidikan nasional dengan memberlakukan kurikulum baru pada tahun 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk operasional kurikulum dan konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah. Penyusunan kurikulum ini melibatkan guru, kepala sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan. Guru sebagai pengembang rencana pelaksanaan pembelajaran seyogyanya melakukan penilaian terhadap efektivitas pelaksanaannya. Penilaian dapat dilakukan selama proses implementasi rencana pelaksanaan pembelajaran maupun sesudahnya, sehingga kegiatan yang terbaik bagi guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah adalah melakukan evaluasi kurikulum secara terus menerus, utuh dan menyeluruh. Pendekatan dan tehnik yang dapat digunakan dalam penilaian kurikulum yang berlaku itu beragam sesuai dengan sasaran, fungsi dan tujuan penelitian. Salah satu model pembelajaran terbaru yang diterapkan di Indonesia adalah Realistic Mathematic Education (RME). RME awal mula dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal (1905-1990) (dalam Suwarsono, 2001:1) dan pengaruhnya menyebar ke negara lain termasuk Indonesia. Realistic Mathematic Education (RME) sebagai suatu pendekatan baru dalam pembelajaran matematika memang memberikan banyak harapan kepada dunia pendidikan matematika, baik di negeri Belanda maupun di berbagai negara yang lain,

3

termasuk Indonesia. Harapan-harapan terhadap RME tersebut muncul antara lain karena adanya ciri-ciri dari RME yang sangat baik dan juga karena adanya kenyataan bahwa berbagai pendekatan dan gagasan atau inovasi dalam dunia pendidikan matematika dimasa lalu diperkenalkan secara luar ternyata belum dapat memberikan perubahan positif yang berarti baik dalam praktek pembelajaran matematika di sekolah maupun dalam praktek pendidikan matematika pada umumnya. Sehingga munculnya RME ini seolah-olah bagaikan penyelamat yang diharapkan akan dapat memberikan jalan keluar terhadap berbagai permasalahan yang selama ini muncul dalam praktek pembelajaran matematika di sekolah dan dalam pendidikan matematika pada umumnya. Salah satu prinsip dari RME adalah pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut. Kondisi yang diperlukan untuk proses belajar melalui PMR itu mencakup kondisi yang fleksibel (bebas untuk berorientasi) lingkungan yang responsive, kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian dan yang bebas tekanan. RME mampu membuat siswa aktif dan guru hanya berperan sebagai fasilisator, motivator, dan pengelola kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Setiap siswa bebas mengemukakan dan mengkomunikasikan idenya dengan siswa lain. Selain itu penerapan RME di Indonesia dapat disesuaikan dengan kultur Indonesia sehingga diharapkan dapat dilaksanakan dan dimengerti

4

siswa. Hasil belajar yang dimaksud, dilihat dari skolastik maupun non skolastik. Skolastik merupakan hasil belajar yang dicapai siswa secara kuantitatif, berarti hasil belajar yang berupa skolastik dapat dimaknai sebagai nilai prestasi yang dicapai siswa setelah pembelajaran. Atas dasar tersebut penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pokok bahasan bangun datar Melalui Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Masamba Luwu Utara”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut : “Apakah dengan menerapkan pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMPN 4 Masamba pada Pokok Bahasan Bangun datar” C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauhmana pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMPN 4 Masamba pada pokok bahasan Bangun Datar D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi guru tentang pendekatan Matematika Realistik dalam proses pembelajaran matematikaSebagai informasi bagi institusi pendidikan (sekolah) tentang RME yang dapat digunakan

5

sebagai alternative pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. 2. Bagi siswa, dapat digunakan untuk memahami konsep – konsep matematika yang abstrak

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat matematika Matematika adalah suatu ilmu yang mendapat julukan istimewa. Diantaranya matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada prasangka, intuisi, pengalaman, observasi, kewenangan dan induktif sekalipun apalagi dongeng. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif. Kemudian matematika adalah seni yang indah, di dalam matematika terlihat adanya unsur dan ketetapan atau konsisten. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi. Matematika berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan selanjutnya didefinisikan, kemudian aksioma lalu teorema. Hudoyo (dalam Rahman:2006) mengemukakan bahwa matematika timbul karena pikiran manusia yang berhunbungan dengan simbol-simbol dan simbolsimbol itu penting untuk memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. James dan James (dalam Rahman : 2006) dalam kamus matematikanya, mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

7

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan matematika memiliki objek kajian yang bersifat abstrak yang berupa fakta, operasi dan prinsip, objek kajian tersebut tersusun mulai dari yang paling konkrit sampai kepada yang paling abstrak dari yang sederhana ke yang kompleks. 2. Hakikat belajar dan mengajar matematika a. Hakikat belajar matematika Pada hakikatnya belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri individu yang belajar, baik perubahan berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi , merupakan langkah – langkah atau prosedur yang ditempuh (Hamalik, 2003:29) Belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif dalam upaya memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga pendidikan formal. Dalam dunia pendidikan sekarang ini menganggap bahwa belajar sebagai suatu proses dimana menyebabkan perubahan-perubahan tingkahlaku berkat pengalaman dan latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, yang dikutip oleh Purwanto dalam Tati Andriyati (2006:8), sebagai berikut:

8

1. Hilgard dan Bower mengemukakan, belajar berhubungan dengan perubahan tingkahlaku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkahlaku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang. 2. Morgan mengemukakan, belajar adalah setiap yang relatif menetap dalam tingkahlaku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Matematika adalah merupakn ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal tersebut. Untuk dapat memahami struktur dan hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep dan struktur (Karso, 1998: 40). Dalam Mempelajari matematika perlu diketahui karakteristik matematika. Menurut Hudoyo dalam Roslina (2005:15) karakteristik yang dimaksud antara lain (1) Dalam matematika banyak kesepakatan dan penalaran, (2) Sangat dipertahankan adanya konsistensi atau taat asas, (3) Obyek matematika bersifat abstrak, (4) Susunan atau struktur matematika bersifat hirarkis, (5) Penalaran dalam matematika bersifat deduktif atau aksiomatik. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah merupakan kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan menguasai serta mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek matematika

9

sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningakatan pengetahuan. Belajar matematika merupakan berbagai kegiatan psikologis seperti melakukan abstraksi, klasifikasi dan generalisasi. Selain dari itu, objeknya yang abstrak dan strukturnya yang berpola deduktif, matematika juga menggunakan bahasa simbolik. Dengan demikian belajar matematika memerlukan aktivitas mental yang tinggi untuk memahami arti struktur hubungan-hubungan, simbol-simbol kemudian dapat diterapkan dalam situasi nyata. b. Mengajar matematika Mengajar adalah upaya dalammemberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi prosese belajar. Menurut Mulyasa (dalam Rahman: 2006 ) bahwa mengajar itu pada prisnipnya adalah perbuatan yang dialkuakan oleh seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan untuk memudahkan orang lian (siswa) melakukan keguiatan belajar. Terkait dengan hal di atas, dalam pengajaran matematika sangat dibutuhkan kerjasama dari guru untuk memberikan sesuatu yang dapat mendorong dan merangsang minat siswa dalam mempelajari matematika. 3. Hasil belajar matematika Pengajaran yang efektif menghendaki penggunaan metode pembelajaran untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah tercapai. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan peruubahan dalam diri individu atau siswa setelah mengikuti kegiatan proses

10

belajar mengajar. Hasil belajar yang diperoleh seseorang dapat menjadi indikator tentang batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh seseorang itu dalam suatu pelajaran. Secara psikologis belajar adalah perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa telah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam (faktor internal) maupun dari luar ( faktor eksternal ), menurut Suryabrata ( dalam Rahman:2006 ) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan faktor psikologis (misalnya kecerdasan, motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan faktor instrumental (misalnya; guru, kurikulum dan model pembelajaran). Hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar dapat di ukur dengan menggunakan tes. Dengan demikian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa diadakan penilaian. Penilaian dapat diadakan setiap saat selama kegiatan berlangsung, dapat juga diadakan setelah menyelesaikan suatu program pembelajaran dalam waktu tertentu.

11

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan siswa menguasai bahan pelajaran matematika setelah mengikuti proses pembelajaran dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diperoleh berdasarkan hasil tes yang diberikan. 4. Pembelajaran Matematika Realistik Marpaung dalam Fahinu (2005:1) mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan nilai matematika rendah adalah paradigma proses pembelajaran matematika di kelas memiliki ciri-ciri: a) guru aktif menyampaikan sejumlah informasi; b) siswa “dipaksa” belajar, tidak menumbuhkan kesadaran makna belajar; c) pembelajaran berfokus kepada guru; d) ketergantungan siswa pada guru; e) kompetensi siswa kurang diperhatikan dan dikembangkan; f) pemahaman materi yang dipelajari diukur melalui tes objektif; g) kesempatan siswa melakukan refleksi dan negosiasi melalui interaksi kurang dikembangkan, dan h) pemahaman siswa cenderung pada pemahaman instrumental bukan pada pemahaman relasional. Akibatnya: siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ide-ide kreatif, kurang berkembangannya daya nalar, dan kurang kreatifitas dalam memecahkan masalah. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika, kurang menghayati dan memahami matematika dan siswa mengalami kesulitan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari .Salah satu pembelajaran yang berorientasi pada matematisasi

12

pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (Saragih dalam As’ari, 2007: 25). Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu Dalam pandangan PMR, pengembangan suatu konsep matematika dimulai oleh siswa secara mandiri berupa kegiatan eksplorasi sehingga memberikan peluang pada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya. Ada tiga prinsip RME yang dikemukakan oleh Saragih (dalam As’ari :2007 ), yaitu : 1. Prinsip Penemuan terbimbing dimaksudkan, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang sudah dikenal siswa. Bermatematika secara progressif dimaksudkan bermatematika secara horizontal dan vertikal. Matematika secara horizontal, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi soal kontekstual

13

sehingga dapat ditransfer ke dalam soal bentuk matematika berupa model, diagram, tabel (model informal) untuk lebih dipahami. Sedangkan matematika vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika formal atau non formal dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku. 2. Prinsip kedua, adanya penomena pembelajaran yang menekankan pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa dengan mempertimbangkan zkecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut. 3. Prinsip ketiga, pengembangan model mandiri berfungsi untuk menjembatani antara pengetahuan matematika non formal dengan formal dari siswa. Model matematika dimunculkan dan dikembangkan secara mandiri berdasarkan model-model matematika yang telah diketahui siswa. Di awali dengan soal kontekstual dari situasi nyata yang sudah dikenal siswa kemudian ditemukan model dari (model of) dari situasi tersebut (bentuk informal) dan kemudian diikuti dengan penemuan model untuk (model for) dari bentuk tersebut (bentuk formal), hingga mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar. Menurut Sudarta ( dalam Diyah : 2007), proses pembelajaran matematika di kelas berdasarkan pendekatan matematika realistik (PMR) perlu memperhatikan lima karakteristik yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual; (2) menggunakan model;

14

(3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (4) interaktif; dan (5) terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. Dalam pendekatan PMR, isi perangkat pembelajarannya mencerminkan tiga prinsip kunci PMR, dan proses implementasinya di kelas berpedoman pada 5 ciri yang disebutkan di atas. Adapun sintak implementasi matematika realistik adalah :

Aktivitas Guru Guru memberikan kontekstual.

siswa

Aktivitas Siswa masalah Siswa secara sendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal.

Guru merespon secara positif jawaban Siswa memikirkan strategi yang siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk efektif untuk memberikan jawaban memikirkan strategi siswa yang paling efektif. Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka.

Siswa secara sendiri-sendiri atau berkelompok menyelesaikan masalah tersebut.

Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya.

Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan.

Guru mengenalkan istilah konsep.

Siswa merumuskan bentuk matematika formal.

15

Guru memberikan tugas di rumah, yaitu Siswa mengerjakan tugas rumah dan mengerjakan soal atau membuat masalah menyerahkannya kepada guru. cerita serta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal.

B. Kerangka Berpikir Agar proses belajar meningkat, efektif dan efisien maka diperlukan metode mengajar dalam proses pembelajaran khususnya dalam bidang studi matematika. Proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik bila ditunjang oleh beberapa faktor. Salah satu diantara adalah pemilihan metode pembelajaran dengan tepat, karena masing-masing metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar memiliki kekurangan atau kelebihan sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran dengan menggunakan pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan pendekatan RME diharapkan agar siswa benar-benar aktif

belajar menemukan bahan yang dipelajarinya. Sehingga siswa mampu

menjadikan proses belajar mengajar sebagai situasi yang nyata dalam kehidupan mereka. C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “ pendekatan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa”

16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 4 Masamba Kab. Luwu Utara. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII.1 dengan jumlah siswa 30 orang, terdiri dari laki-laki 9 orang dan perempuan 21 orang B. Faktor yang Diselidiki 

Faktor siswa, yaitu untuk melihat keaktifan dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika, serta sejauh mana siswa dapat menerapkan model pembelajaran menggunakan pendekatan realistic dengan selling kooperatif.



Faktor Out put, yaitu dengan melihat hasil belajar siswa yang diperoleh dan setiap tes akhir siklus.

C. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai perubahan yang ingin dicapai. Secara rinci prosedur pelaksanaan penelitian untuk dua siklus sebagai berikut: 1. Siklus I a. Tahap perencanaan 

Menelaah kurikulum matematika SMP ke1as VII



Membuat skenario dengan menggunakan pendekatan realistik dengan setting kooperatif.

17



Mengumpulkan literatur yang relevan dengan penelitian.



Menyiapkan that bantu yang akan digunakan dalam pengajaran



Membuat gambar observasi untuk merekam proses pengajaran di kelas



Membuat alat evaluasi

b. Pelaksanaan tindakan 

Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotifasi siswa.



Pembahasan materi secara umum.



Mengembangkan

proses

belajar

mengajar

sesuai

dengan

skenario

pembelajaran. c. Observasi dan tindakan Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang membuat catatan-catatan mengenai situasi yang terjadi dalam kelas selama kegiatan berlangsung. Hasil tindakan akan di evaluasi dengan tes ulangan harian. d. Refleksi Hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap tiap-tiap kelompok dikumpul serta dianalisis. Dari hasil yang didapatkan peneliti dapat merefleksi apakah

yang dilakukan

telah

meningkatkan

kemampuan

siswa

dalam

menyelesaikan masalah matematika. Hasil analisis yang dilakukan dalam tahap ini akan dipergunakan sebagai acuan bagi guru untuk melaksanakan siklus berikutnya. 2. Siklus II

18

Kegiatan yang dilakukan pada siklus ini relatif sama dengan perencanaan dan pelaksanaan dalam siklus I dengan mengadakan perbaikan atau penambahan yang disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I. kegiatan dalam siklus ini diulangi secara spiral yang memungkinkan terjadinya siklus-siklus yang lebih kecil, dimana tiap siklus tersebut adalah perbaikan dari siklus sebelumnya. D. Data dan Cara Pengambilannya 1. Sumber data Sumber data penelitian ini dari subjek penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Masamba Kabupaten Luwu Utara 2. Jenis data Jenis data yang dikumpulkan ada dua macam yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar sedangkan data kualitatif diperoleh dari format observasi. 3. Cara pengambilan data 

Dari hasil belajar diperoleh dari tes hasil belajar.



Data mengenai perubahan sikap siswa, dikumpulkan melalui pengamatan pada saat kegiatan berlangsung dengan menggunakan lembar observasi.

E. Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk hasil belajar dianalisis secara kuantitatif dengan

19

menggunakan statistik deskriptif. Sedangkan hasil observasi siswa dianalisis secara kualitatif. Untuk teknik analisis secara kualitatif digunakan teknik kategorisasi standar yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Rahma, 2006:34) Tabel 3.1 Kategori Standar Skor Hasil Belajar

Skor Hasil Belajar

Kategori

0 – 34

Sangat rendah

35 – 54

Rendah

55 – 64

Sedang

65 – 84

Tinggi

85 – 100

Sangat tinggi

F. Indikator Kinerja Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu meningkatkan hasil belajar matematika SMP melalui pendekatan realistik dengan setting kooperatif maka indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah skor rata-rata hasil belajar/ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan Menurut ketentuan Depdiknas (Rahma, 2006:34), siswa dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal 65% dari skor ideal dan tuntas secara klasikal apabila 85% dari jumlah yang telah tuntas belajar.

20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas hasil – hasil penelitian yang memperlihatkan hasil belajar siswa. Data yang dianalisis adalah hasil belajar siswa pada siklus I dan Siklus II serta perubahan sikap yang terjadi pada siswa saat mengikuti materi yang diambil dari pengamatan selama proses belaja rmengajar maupun tannggapan yang diberikan siswa. A. Hasil Penelitian 1. Analisis data kuantitatif Hasil penelitian yang berupa data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa pada siklus I dan II yang terdapat pada lampiran I. a. Siklus I Deskirpsi secara kuantitatif hasli belajar siswa berdasarkan hasil tes pada siklus I dapat dilihat dala table berikut ini : TABEL 4.1. Satatistik skor hasil belajar siswa

Statistik

Nilai Statistik

Subjek Skor Ideal Skor Tertinggi Skor Terendah Rentang Skor Skor Rata – Rata Standar Deviasi Jumlah Siswa Yang Tuntas Jumlah Siswa Yang Tuntas Ketuntasan

30 100 90 60 30 70,23 7,10 24 6 80 %

21

Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan kedalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor seperti pada tabel 4.2 berikut : TABEL 4.2. Distribusi frekuensi dan persentase hasil belajar siswa pada siklus I No 1 2 3 4 5

Skor 0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84 85 – 100 Jumlah

Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Frekuensi 0 0 6 23 1 30

Persentase 0 0 20 76,67 33,33 100

Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa umumnya skor siswa berada pada rentang 65 – 65 atau berada pada tingkat penguasaan tinggi sebesar 76,67 % dengan standar deviasi 7,10 b. Siklus II Deskripsi secara kuantitatif hasil belajar siswa berdasarkan hasil tes pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL 4.3. Statistik skor hasil belajar siswa siklus II

Statistik

Nilai Statistik

Subjek Skor Ideal Skor Tertinggi Skor Terendah Rentang Skor Skor Rata – Rata Standar Deviasi Jumlah Siswa Yang Tuntas Jumlah Siswa Yang Tuntas Ketuntasan

30 100 100 64 36 75,96 8,03 28 2 93,33 %

22

Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan kedalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor seperti pada tabel 4.4 berikut : TABEL 4.4. Distribusi frekuensi dan persentase hasil belajar siswa pada siklus I No 1 2 3 4 5

Skor 0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84 85 – 100 Jumlah

Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Frekuensi 0 0 2 24 4 30

Persentase 0 0 6,67 80,00 13,33 100

Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa umumnya skor siswa berada pada rentang 65 – 84 atau berada pada tingkat penguasaan tinggi sebesar 80,00 % dengan standar deviasi 8,03 . Untuk melihat hasil belajar siswa dalam setiap siklus dapat dilihat pada tabel 4.5 berilkut : TABEL 4.5. Hasil belajar siswa tiap siklus Skor Perolehan Siklus Siklus I Siklus II

Ketuntasan Rata -

Persentase Ketuntasan

Tertinggi

Terendah

90

60

70,23

24

6

80,00%

100

64

75,96

28

2

93,33%

rata

Tuntas

Tidak Tuntas

23

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa setelah dua siklus terjadi perunahan terhadap jumlah siswa yang mengalami ketuntasan belajar meningkat, sehingga daya serap klasikal juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas VII.1 SMP Negeri 4 Masamba dalam menyelesaikan soal – soal matematika setelah penerapan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

2. Analisis data kualitatif Dalam penelitian yang dilakukan mulai dari awal pelaksanaan hingga akhir telah dicatat beberapa perubahan yang terjadi pada siswa yang tercatat dalam lembar observasi sebagai berikut : a. Siklus I Beberapa perubahan yang terjadi pada siswa dari pertemuan I – II dalam siklus pertama yang diperhatikan peneliti adalah : 1. Motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran matematika meningkat yang ditunjukkan dengan hadirnya semua siswa setiap pertemuan 2. Ketakutan siswa mengerjakan soal dipapan tulis semakin berkurang. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya siswa yang ingin tampil kedepan untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru 3. Dorongan dan perhatian siswa untuk memperbaiki kesalahan pada jawaban dan tugas yang diberikan memperlihatkan kemajuan disebabkan karena adanya perhatian dengan pengembalian tugas. Hal ini ditunjukkan

24

dengan rajinnya siswa untuk bertanya tentang kesalahan yang mereka perbuat baik dalam kelas maupun di luar kelas. 4. Siswa yang melakukan aktivitas lain atau yang mengantuk pada saat pelajaran berlangsung semakin berkurang dan bahkan tidak ada siswa yang melakukan kegiatan lain 5. Keterlibatan atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran semakin meningkat. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang ingin tampil kedepan kelas untuk mengerjakan soal yang diberikan guru dan banyak siswa yang bertanya

b. Siklus II Pada siklus II tercatat beberapa perubahan yang terjadi pada selain yang tersebut pada siklus I diatas antara lain : 1. Kemampuan siswa dalam mencari solusi soal yang diberikan semakin meningkat 2. Semakin kritisnya siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini diperlihatkan siswa pada saat guru memberikan materi yang agak berbeda pengetahuan awal mereka maka mereka akan memprotes atau mempertanyakannya. Begitupun

semakin

banyaknya

siswa

yang

mau

mengoreksi/mempertanyakan hasil jawaban dari siswa lain 3. Pemanfaatan PMR sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika

25

B. Refleksi dan Pembahasan 1. Refleksi siklus I Pada siklus I ketuntasan belajar hanya 80,00 % atau hanya 24 orang dari 30 orang siswa. Ini tidak mencapai ketuntasan belajar yang diinginkan yakni sebesar 85,00 %. Hal ini mungkin disebabkan perhatian siswa belum sepenuhnya pada pelajaran yang sedang berlangsung dan cara mengajar guru yang belum sepenuhnya dipahami oleh siswa. Maka pada siklus II peneliti membuat perencanaan tindakan untuk memperbaiki proses pembelajaran untuk mencapai ketuntasan belajar yang diinginkan. Pada awal siklus I sampai akhir siklus I jumlah siswa tetap 30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika. Sedangkan jumlah siswa yang memberanikan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis mengalami peningkatan. Jika pertemuan pertama 10 orang maka pada pertemuan kedua 23 orang. 2. Refleksi siklus II Dari hasil refleksi pada siklus I tentang ketuntasan belajar yang tidak mencapai persentase ketuntasan belajar yang diinginkan maka peneliti melakukan perencanaan tindakan agar ketuntasan belajar yang diinginkan dapat tercapai. Tindakan yang dilakukan adalah dengan meminta kepada siswa untuk menentukan sendiri dimana dan objek/benda apa yang akan dijadikan model bangun persegi panjang dan persegipanjang. Sehingga pada siklus II ketuntasan belajar mencapai 93,33 % atau 28 orang siswa. Hasil tersebut telah mencapai bahkan melebihi ketuntasan belajar yang diinginkan.

26

Pada awal pertemuan siklus II siswa yang tidak hadir 2 orang karena sakit, tetapi pada pertemuan selanjutnya semua siswa hadir yakni 30 orang. Ini memnunjukkan bahwa motivasi mereka tetap terjaga untuk mengikuti pelajaran matematika. Kemampuan siswa mengerjakan soal dipapan tulis juga mengalami peningkatan. Dari pertemuan pertama dan kedua siswa yang ingin mengerjakan soal dipapan tulis tetap 25 orang. Dari 5 soal yang diberikan, semua siswa yang naik mengerjakannya dipapan tulis menyelesaikannya dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa PMR dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal – soal matematika yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

27

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat simpulkan sebagai berikut : 1. Pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dapat meningkatakan hasil belajar matematika 2. Pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika

B. SARAN 1. Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam menyiapkan rencana

pembelajaran

dengan

mengaitkan

dengan

dunia

nyata

(kontekstual) 2. Pembelajaran matematika realistic perlu terus untuk dikembangkan pada setiap materi pembelajaran agar siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajar. 3. Perlu ada perhatian khusus dari instansi terkait (Dinas Pendidikan) untuk memfasilitasi pengembangan pembelajaran matematika realistic dengan mengadakan pelatihan 4. Perlu

ada

penelitian

lebih

lanjut

penyempurnaan dari penelitian ini.

sebagai

pengembangan

dan

28

DAFTAR PUSTAKA Diyah, 2007, Kefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa Kelas VII SMP. Skripsi : FMIPA UNS Hadiprayitno,Sotarto. 2006, Karya Tulis Ilmiah Hasil Penelitian Kuantitatif.Bahan Diklat Jakarta: Depdiknas Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Pembinaan pendidikan dan Pelatihan. Hamalik, Oemar, 2003, Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Bumi Aksara Ibrahim,Muslimin, dkk, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa Univercity Press. Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.Malang: IKIP Malang. Tim Pelatih Proyek PGSM.1999. Penelitian Tindakan Kelas Depdikbut:Dirjen Dikti PGSM. Umar, dkk. 2006.Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Bahan Diklat Depdiknas Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan. Wardhani, Sri, 2004. Pembelajaran Matematika Kontektual di SMP. Bahan Diklat Pengembang Matematika SMP jenjang dasar tingkat Nasional Wibawa, Basuki, 2003. Penelitian Tindakan Kelas,Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

29

adjajdlkdj