Setiap perempuan pasti punya cerita cinta yang ... - Nulisbuku.com

5 downloads 60 Views 150KB Size Report
Lewat buku ini, mbak Lala seperti menuliskan cerita cinta saya sendiri. ... kisah Fairytale yang endingnya happily ever after ternyata tidak selalu begitu. Tapi.
Setiap perempuan pasti punya cerita cinta yang gak akan pernah bisa dilupakan, termasuk saya. Lewat buku ini, mbak Lala seperti menuliskan cerita cinta saya sendiri. Saya merasa jadi 'Dinda' di 'It's always Him' atau jadi 'Ve' di 'Waiting in vain'. Saya yakin salah satu perempuan di Girltalk ini adalah kamu. Jadi, yang mana cerita cintamu? ~Unge, Author of Curhat Cinta & Secangkir Caffeine dan penggemar tulisan mbak Lala Read this and get smart. Learn from some other journey. And find your ego gratification. ~ Vidya Ajeng, a smart woman trapped in a hilarious creature All about woman... Nice... Aku tidak mau membaca buku ini karena tidak ingin mengakhirinya seperti terlibat satu hubungan yang tak ingin diakhiri hahaha :) Jatuh cinta sejak cerita pertama selesai baca. Cerita sederhana namun syarat makna. Di satu sisi kamu akan tertawa, tersenyum sambil menitikkan air mata. Atau kau akan merasa ada bagian cerita "ini aku banget...." Cerita tentang wanita yang tak akan pernah usai untuk dibahas baik oleh aku, kamu maupun waktu. Coba nikmati dan kamu akan merasakan seperti yang kurasakan jatuh cinta pada buku ini. ~ Nina Deka, pembaca setia GirlTalk Perempuan, dengan segala keribetannya, baik si single atau yang sudah menikah, terasa begitu sederhana dalam kalimat-kalimat yang disajikan Lala dibuku ini. Sebagai perempuan menikah, saya dulu juga mengira kehidupan pernikahan seperti kisah Fairytale yang endingnya happily ever after ternyata tidak selalu begitu. Tapi kita bisa menciptakan fairytale versi kita sendiri. Happy reading. ~ Dayu, penulis novel serpih Membaca GirlTalk seperti sedang bercakap-cakap dengan seorang sahabat. Mengalir, apa adanya, begitu mudah dicerna. Dan percakapan itu setiap katakatanya bikin saya jedak jeduk. Oh gitu, masa sih, emang yah, itu diantara beberapa komentar saya saat membaca. Terlebih kisah para perempuan di GirlTalk berkisar usia 30an. Pas sekali dengan pola pikir saya di usia ini. Ada beberapa kisahnya pernah saya alami sendiri. Saya menjadi sangat dekat dengan tokoh tersebut. Ah, Mbak Lala ini seperti bisa membaca pikiran saya saja. ~ Indah lestari, Love to write. Books & Coffee lover. Fans of Lala Purwono

You know what, sometimes, there are things that better left unquestioned. Why we’re here, why it happened. Sadar nggak, sih, kalau terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bertanya ini itu, kita malah lelah sendiri?

~ why do people get married? ~



Aku nggak ngerti,, deh, kenapa orang memutuskan untuk menikah,”” katanya. “Maksudnya?” “Alasan-alasan mereka itu, lho. Bener-bener nggak masuk akal banget.” Dia berhenti bicara sejenak untuk mengunyah potongan kecil tahu bumbu yang tersaji di atas meja. “Maksudku… um… seumur hidupku aku bertanya-tanya pada semua orang yang telah memilih untuk menikah, apa alasan mereka saat memilih melakukannya.” “Lalu?” “Tidak ada yang memuaskan!” “Apa aja?” “Umm… soal keturunan, misalnya. Katanya, mereka menikah untuk melanjutkan keturunan… Lah, kalau aku nggak kepingin punya anak, berarti aku nggak punya alasan untuk menikah, tho?” Dia berhenti bicara lagi, seolah mencari waktu untuk mengumpulkan jawaban-jawaban yang terserak di dalam isi kepalanya. “Lalu, lalu…. Ada yang bilang, katanya nikah itu wajib.” “Wajib nggak, sih?” “Sunnah, kaleee…” solotnya. “Lagipula, memang benar, menikah itu menjauhkan kita dari perzinahan… tapi, tapi… kalau aku bisa nahan diri, kenapa musti nikah, coba? Aku bisa menjinakkan nafsu, kok… Ya, setidaknya sampai hari ini…” Dia tertawa. Sahabatnya menikmati tertawanya yang lepas itu. Oh, well. Sudah lebih lima belas tahun dia berteman dengan perempuan bawel itu. Ups, bukan hanya bawel, tapi juga memiliki pemikiran-pemikiran ajaib yang sering membuatnya terbelalak kagum. Okay, TAKJUB! “Terus alasannya apa lagi?” “Um… banyak!” Dia menyebutkan beberapa alasan lagi yang membuat sahabatnya terkekeh-kekeh geli, termasuk halalnya berhubungan seksual. “Geli banget, nggak, sih?” Sahabatnya tertawa. “Dan yang paling parah adalah, saat ada yang bilang kalau ini memang sudah jalannya!” “Maksud?” “Maksudku, kata mereka, setelah pacaran, pasti selanjutnya menikah, kan? Apa tujuan pacaran kalau bukan untuk menikah?” “Jadi?”

“Jadii… yaaa… menggelikan sekali kalau mereka menikah karena memang sudah selayaknya orang pacaran itu menikah! Itu sudah sesuai dengan tahapan-tahapannya, kan? Setelah pacaran, lalu menikah. Apa lagi?” Sahabatnya tertawa sekali lagi, kali ini diikuti dengan gelengan kepala. “Kamu ini lucu,” kata sahabatnya setelah menghabiskan tertawanya. “Sangat lucu.” “Kenapa? Apanya yang lucu, eh?” “Nggak usah pake urat kalau ngomong,” tukas sahabatnya. Dia tersenyum. “Okay. Uratnya aku simpen dulu. Sekarang aku nanya, sebelah mananya yang lucu?” “You know what, sometimes, there are things that better left unquestioned. Why we’re here, why it happened. Sadar nggak, sih, kalau terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bertanya ini itu, kita malah lelah sendiri? Apalagi setahuku, setiap kali kita bertanya, sebetulnya kita tahu apa yang ingin kita dengar. Nah, kalau begitu masalahnya, sampai kapan kita menemukan jawaban dari pertanyaan yang sebetulnya kita sendiri-pun nggak pernah tahu?” “….” “Kamu bakal menghabiskan seumur hidupmu mencari jawabanjawaban yang sebenernya nggak pernah kamu tahu. Itu buang waktu banget, kan?” “Tapi menikah adalah keputusan sekali seumur hidup, kan? Aku harus punya alasan yang tepat kenapa aku harus menikah.” “Duh. Kenapa, sih, ribet banget jadi orang. Kenapa nggak membuatnya jadi sederhana aja?” “Caranya?” “Ya, kamu nikah, lah, sama orang yang kamu cintai. Ketika kamu mencintai seseorang, hanya satu alasan yang bisa membuat kamu ingin menghabiskan seumur hidupmu dengan orang itu saja. Apa? Karena kamu mau menghabiskan seumur hidupmu dengan seseorang itu dan tanpa dia hidupmu nggak bakal pernah lengkap. Complete.” “Bagaimana aku bisa tahu kalau tanpa orang itu hidupku nggak bakal lengkap? Apa tanda-tandanya?” “Ampun, deh. Kalau aku tahu, aku pasti akan segera menulis buku manual soal ini dan dijamin, bukuku ini bakal best seller di seluruh dunia, Sayang!” Sahabatnya tertawa. “Kamu nggak bakal nemuin ini di buku pintar manapun, deh. You just feel it.” “Kapan?”

“Hm, aku nggak tahu kapan persisnya, tapi aku yakin, itu bakal terjadi. Segera setelah kamu ketemu sama lelaki yang tepat, yang memberikan rasa geli di perutmu… yes, that butterfly effect, dan membuat kamu yakin kalau hidupmu bakal berantakan tanpa dia…” … …kamu bakal berhenti bertanya-tanya, kenapa gini, kenapa gitu. Percaya, deh.” “Hmmm…. Jadi kalau sampai sekarang aku belum merasakan this butterfly effect seperti yang barusan kamu bilang, itu artinya… ummm… I just don’t love him enough to make me say yes?” Sahabatnya terdiam. Mencari sesuatu di kedua biji mata perempuan bawel, banyak tingkah, dan seringkali memiliki pemikiranpemikiran ajaib yang duduk di hadapannya itu. Ingin sekali bibirnya berteriak, tapi ditelannya saja kalimat itu karena sebetulnya ia meyakini, sahabatnya itu lebih mengetahui isi hatinya sendiri dibandingkan siapapun. “Gitu nggak, sih?” Dia bertanya sekali lagi. “…” “….oh Boy. Sepertinya begitu….”

GirlTalk