strategi implementasi KTSP

63 downloads 637 Views 343KB Size Report
menghadirkan kurikulum yang lebih relevan. Kedua pada wilayah implementasi kurikulum juga sejalan dengan perencanaan kurikulum mengalami perubahan ...
Strategi Implemetasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Kajian Pengembangan KTSP Berbasis Keunggulan Daerah Menuju Kemandirian Sekolah

Rino,S.Pd, M.Pd

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2010

1

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah Membicarakan kurikulum dalam tataran teoritis dan praktis adalah sebuah discourse yang sangat panjang dan akan menemui banyak persoalan karena sifat dari kurikulum itu sendiri yang sangat fleksibel dan dinamis sehingga sangat terbuka kemungkinan untuk mendiskusikannya dalam berbagai aspek dan perspektif baik ditinjau dari filosofis, sosial budaya, ilmu pengetahuan teknologi, ideologis politis, organisatoris. Dalam perkembangannya sebagai sebuah displin ilmu para ahli pendidikan tidak pernah henti-hentinya menghasilkan berbagai rumusan, konsep tentang kurikulum dan dari waktu ke waktu defenisi, tujuan, landasan, rumusan kurikulum selalu mengalami perkembangan yang tujuannya adalah untuk peningkatan kualitas peserta didik yang disesuaikan dengan berbagai tuntutan dan kebutuhan dengan menjadikan kurikulum sebagai alat/sarana untuk mencapainya. Secara umum kajian-kajian tentang kurikulum terdiri dari tiga hal pokok yaitu perencanaan kurikulum, pelaksanaan/impelemtasi kurikulum dan evaluasi kurikulum, tiga aspek utama ini selalu menjadi topik-topik menarik menarik yang dibahas baik dalam kesempatan diskusi, seminar, penelitian yang menghasilkan temuan-temuan baru untuk memperkaya konsep kurikulum. Pertama dalam wilayah perencanaan kurikulum di negara kita semenjak tahun 1962 hingga sekarang telah terjadi tujuh kali pergantian kurikulum yang dimulai dari tahun 1962, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006 yang selalu identik dengan pergantian kementrian pendidikan sehingga muncul opini publik setiap pergantian menteri selalu terjadi pergantian kurikulum, namun bila ditinjau dari karaktersitik kurikulum itu dan tuntutan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat maka pergantian kurikulum tidak perlu disikapi secara skeptis dan apatis karena pada hakekatnya

2

pergantian itu dapat juga dipahami sebagai sebuah proses perubahan untuk menghadirkan kurikulum yang lebih relevan. Kedua pada wilayah implementasi kurikulum juga sejalan dengan perencanaan kurikulum mengalami perubahan sebanyak tujuh kali karena kurikulum yang diimplementasikan adalah kurikulum yang telah direncanakan, implementasi kurikulum intinya adalah pelaksanaan proses belajar mengajar itu sendiri yang didalamnya terdapat rencana pembelajaran, silabus, materi, media dan sumber belajar, strategi pembelajaran dan evaluasi, akselerasi yang cukup tinggi pada wilayah implementasi terjadi pada strategi/metode/pendekatan/model pembelajaran baik yang ditinjau dari sisi guru maupun ditinjau dari sisi siswanya. Arends (2008;261-321) mengidentifikasi setidaknya terdapat tiga model pengajaran interaktif yang berpusat pada guru yaitu (1) presentasi atau penjelasan (2) pengajaran langsung (3) pengajaran konsep, sedangkan model pengejaran interaktif yang berpusat pada siswa terdiri atas (1) cooperatif learning (2) problem based learning (3) diskusi kelas, Print (1988;164) mencatat setidaknya tujuh strategi belajar yang dapat dipergunakan dalam aktifitas belajar yaitu: (1) strategi ekspostori yaitu sebuah strategi yang memperlihatkan arus informasi berlangsung dari sumber belajar kepada siswa, (2) strategi interaktif yaitu strategi yang menghendaki adanya pertukaran antara sumber belajar dengan siswa, (3) strategi small group teaching yaitu strategi yang menitikberatkan pada partisipasi kelompok, (4) strategi inquiry teaching yaitu strategi yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah, (5) strategi individualisation yaitu strategi dengan melihat kemampuan siswa dalam menyelsaikan tugas yang disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, (6) strategi models of reality yaitu strategi yang menyertakan siswa dalam replikasi pada dunia nyata, (7) Strategi model Reality yaitu strategi yang menyertakan siswa, institusi diluar pendidikan dan sejumlah pengalaman belajar. Ketiga wilayah evaluasi kurikulum yang akan memberikan sejumlah informasi yang penting bagi perancang dan pengembang kurikulum menyangkut kelemahan dan kekuatan sebuah kurikulum yang telah dirancang dan diimplementasikan sehingga

3

informasi ini akan sangat berguna untuk pengambangan dan perubahan kurikulum dimasa yang akan datang sekaligus sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan Indonesia dalam menciptakan manusia Indonesia yang bermutu dan berdaya saing dalam persaingan global. Fenomena menarik yang perlu dicermati dari tiga kawasan kurikulum ini sebagaimana diungkapkan oleh Hasan (2008) adalah pertama pengembangan setiap kurikulum terencana dengan baik hanya untuk `curriculum construction` yang menghasilkan dokumen kurikulum tetapi tidak terencana dengan baik untuk `curriculum implementation` dan `curriculum evaluation`, kedua pengembangan kurikulum baru dalam bentuk konstruksi kurikulum tidak memiliki kesinambungan dengan kurikulum sebelumnya ketiga pengembangan kurikulum baru dilakukan hanya memperhatikan satu aspek tuntutan yaitu karena ketertinggalan kita dalam dunia ilmu Disamping tiga fenomena yang dikemukakan oleh Hasan di atas yang tak kalah pentingnya adalah evaluasi kurikulum yang tidak pernah terpublikasikan secara transparan kepada publik setiap terjadinya perubahan kurikulum dari satu periode ke periode berikutnya sehingga kesan yang muncul adalah perubahan yang terjadi tidak atas dasar sebuah evaluasi, seharusnya perubahan yang akan dilakukan berdasarkan sebuah rekomendasi dari hasil evaluasi kurikulum yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dan apabila rekomendasi dari proses evaluasi ini tidak menginginkan adanya perubahan maka perubahan kurikulum tentunya tidak perlu dilakukan karena pertimbangan alasan logis yang dapat diterima dalam evaluasi itu sendiri. Mencermati fenomena di atas serta kondisi pelaksanaan KTSP di setiap satuan pendidikan semenjak KTSP diberlakukan pada tahun 2006 terjadi persoalanpersoalan mendasar yang perlu disikapi secara serius oleh pemerintah khususnya jajaran Departemen Pendidikan Nasional pertama ketidaksiapan sekolah menjalankan KTSP secara baik dan konsekwen sebagaimana adanya sehingga menimbulkan kebingungan mulai dari pemahaman secara konsep hingga pelaksanaan kedua sosialisasi KTSP yang tidak terlaksana dengan baik ketiga adanya diferensiasi yang

4

tinggi antar daerah dengan daerah lain terutama antar pusat dan daerah dalam hal sarana dan prasarana sekolah, infrastruktur, input, kualifikasi tenaga pendidikan, SDM keempat ruhnya KTSP adalah desentralisasi dan otonomisasi yang menyerahkan wewenang pengelolaan kurikulum dan pengaturannya kepada setiap satuan pendidikan sementara disisi lain kebijakan ujian nasional dengan standar kelulusan yang semakin tinggi dan dijadikan sebagai satu-satunya penetu kelulusan adalah dua sisi yang sangat kontradiktif sekali akibatnya kurikulum yang dirancang dan diimpelementasikan di setiap satuan pendidikan seolah-olah berorientasikan kelulusan siswa yang secara langsung mengesampingkan proses dan aspek penilaian yang lain Sekelumit cerita menarik yang penulis peroleh dari hasil kunjungan melakukan studi lapangan ke beberapa sekolah di Provinsi Bali pada tanggal 12-16 April 2009 yang penulis fokuskan pada impelemtasi kurikulum di SMAN 1 Denpasar Bali, sekolah ini adalah sekolah menengah atas yang tertua di provinsi Bali merencanakan dan akan mempersiapkan diri sebagai sekolah rintisan Sekolah Berstandar Internasional dimana kurikulum yang telah dirancang terdiri atas KTSP regular, kurikulum adopsi dan kurikulum akselerasi, beberapa hal yang menjadi catatan penulis yang ditemukan dan cukup menarik untuk diungkapkan terkait dengan implementasi kurikulum di SMA 1 Denpasar Bali adalah pertama pengembangan muatan lokal sangat mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah terutama Provinsi Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang sangat digemari baik oleh wisatawan domestik dan mancanegara kedua aspek-aspek budaya dan agama yang menjadi

kebanggan

masyarakat

dipertahankan

eksistensikannya

dengan

menjadikannya sebagai kegiatan kurikuler, pengembangan diri dan hidden kurikulum di sekolah untuk kemudian dapat mendorong siswa menumbuhkan penghayatan dan pengamalan keduanya (agama dan budaya) sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak ketiga memposisikan diri sebagai klinik pendidikan yang menjadi tempat bagi masyarakat mengatasi berbagai persoalan-persoalan pendidikan yang dihadapi keempat mengembangkan manajemen partsipatif dalam pengelolaan sekolah sehingga

5

masyarakat dan stakeholder memiliki rasa memiliki dan tanggungjawab yang besar terhadap perkembangan sekolah kelima visi sekolah yang menekankan pada kata unggul dalam mutu dan berbudaya, akan tetapi pada sisi lain penulis menemukan beberapa persoalan mendasar terkait dengan implementasi KTSP yaitu pertama pemahaman yang tidak merata dari seluruh guru terhadap KTSP karena sosialisasi yang dianggap tidak maksimal kedua sulitnya merubah paradigma guru dalam mengajar yang masih senang dan asik dengan metode pengajaran yang konvensional dan sulit untuk mengadopsi metode yang lain Dari temuan-temuan di atas penulis memiliki dua perspektif dalam melihat implementasi KTSP di lapangan khususnya di SMAN 1 Bali pertama perspektif KTSP dan otonomi daerah, ada kebahagian tersendiri yang dirasakan oleh sekolah dimana KTSP dengan ruh desentralisasi dan otonomi daerah yang diwujudkan dengan menghadirikan berbagai program dan muatan kurikulum di sekolah yang mendukung kepentingan sekolah dan daerah sehingga sekolah memiliki kelenturan yang tinggi dalam menentukan setiap kebijakan untuk kemajuan sekolah kedua, perspektif KTSP dan kemandirian sekolah, sebagai sebuah produk baru KTSP ternyata belum dipahami secara baik, komprehensif oleh sekolah terutama guru sehingga kebergantungan yang tinggi sebagaimana yang dilakukan selama ini masih menjadi fenomena yang sering dijumpai terutama dalam penyusunan silabus dan RPP sehingg istilah copy pasty terhadap perangkat kurikulum ini masih menjadi kejadian yang sering dijumpai di lapangan, atas dasar inilah maka penulis tertarik melihat fenomena di atas dan mengupasnya dalam makalah ini II. Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka masalah pokok yang diangkat dalam makalah ini adalah “ Strategi Implemetasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Kajian Pengembangan KTSP Berbasis Keunggulan Daerah Menuju Kemandirian Sekolah ” secara rinci masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah

6

1. Hal-hal apa sajakah yang terdapat dalam implementasi kurikulum serta bagaimana keterkaitannya dengan perencanaan dan evaluasi kurikulum? 2. Bagaimanakah strategi untuk mengimplementasi KTSP secara optimal sehingga dapat meningkatkan kinerja guru sekolah dan prestasi siswa? III.Prosedur Pemecahan Masalah dan Sistematika Uraian Masalah yang telah dikemukakan di atas akan diselesaikan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan teori dan praktis, secara teori akan menggunakan kajian-kajian pustaka yang relefan, hasil-hasil penelitian, makalah dan seminar, sedangkan secara praktis dengan menggunakan data-data yang tersedia di lapangan Berangkat dari permasalahan yang ada maka sistematika uraian dalam makalah ini adalah: A. Konsep kurikulum 1. Pengertian kurikulum 2. Landasan pengembangan kurikulum 3. Unsur-unsur kurikulum 4. Fungsi dan peranan kurikulum B. Konsep implementasi kurikulum 1. Pengertian implementasi kurikulum 2. Komponen-komponen implementasi kurikulum 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum 4. Pendekatan-pendekatan dalam implementasi kurikulum 5. Model-model implementasi kurikulum C. Strategi implementasi KTSP 1. Strategi yang berpusat pada guru 2. Mengaktualisasikan Implementasi KTSP sebagai Sistem Pembelajaran 3. Evaluasi KTSP berbasis kinerja 4. Optimalisasi Potensi Daerah

7

BAB II PEMBAHASAN I. Konsepsi Kurikulum A. Pengertian Kurikulum Dalam kamus Webster (1856) yang dikutip oleh Nasution (2006:1) istilah kurikulum berarti “ 1. a race cource; a place for running;a chario, 2. a cource of study in a university”. Kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan dari awal sampai akhir, kurikulum juga berarti chariot semacam kereta pacu pada zaman dulu yang membawa seseorang dari strart sampai finish. Kamus webster juga memberikan penjelasan bahwa kurikulum yang digunakan dalam pendidikan didefenisikan sebagai sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Taylor (1949) mengemukakan empat konsep penting kurikulum dengan melontarkan empat pertanyaan sentral yang meminta jawaban secara rasional bagi perencanaan kurikulum ialah (1) apa tujuan yang harus dicapai oleh sekolah? (What educational purposed the school seek attain?) (2) apa pengalaman-pengalaman belajar yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? (How can learning experiences be selected which are likely to be useful in attaining these objectives?) (3) bagaimana mengorganisasikan pengalaman-pengalaman tersebut? (How can learning experiences be organized for effective instruction?) (4) bagaimana kita dapat memutuskan apakah tujuan-tujuan tersebut tercapai! (How ca the effectiveness of learning experiences be evaluated!) Empat pertanyaan pokok yang dikemukakan oleh Taylor mengidentifikasikan empat poin penting dalam konsep kurikulum yaitu tujuan, pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi. Taba (1962) berpendapat bahwa kurikulum “cara mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota produktif dalam

8

masyarakat”, Lovat (1988) (siraj, 2008;1) menyatakan “kurikulum adalah kursus yang dijalankan (course of action)”, Hass (1987) (siraj, 2008;1) mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh pengalaman yang diperoleh oleh setiap individu pelajar dalam dalam suatu program pendidikan yang bertujuan untuk mencapai sasaran yang lebih luas serta tujuan-tujuan tertentu yang berkaitan yang telah dirancang dalam bentuk suatu teori rangka kerja serta kajian ataupun amalan professional pada masa lalu dan masa kini Secara rinci Hass berpendapat kurikulum adalah (1) suatu prarancangan (2) rancangan yang mengandung tujuan, teori, dan tekanan-tekanan mengenai tekanan sosial, perkembangan manusia, pembelajaran dan ilmu pengetahuan serta kognitif yang semuanya menjadi panduan kepada prarancangan disemua tingkat (3) rancangan pengajaran oleh guru (4) pengalaman belajar bagi siswa (5) merupakan program pendidikan. Dalam pandangan Zais (1976:1) “curriculum ordinarly is used by specialist in the field in two ways: (1) to indicate, roughly, a plan for the educationof learners, and (2) to identify a field of study. Curriculum as a plan for the education of learners is part of the subject matter of the curriculum filed”. Sejalan dengan Zais, Murray Print (1993:23) “curriculum is defined as all the planned learning opportunities offered to learner by the educational institution and the experiences learners encounther when that curriculum is implemented”. Saylor dan Alexander dalam karyanya berjudul Curriculum Palnning for Better Teaching and Learning (1956)” The curriculum is the sum total of school’s effort to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out of school”. Dalam pandangan Kelly (2004) “kurikulum Perencanaan pembelajaran yang praktis, efektif dan produktif, menawarkan banyak konten pengetahuan atau mata pelajaran yang sekolah ajarkan, trasmisikan, atau, berikan”. Nasution (2006:9) mengidentifikasikan kurikulum dalam empat segi yakni kurikulum dapat dilihat sebagai produk, kurikulum dapat dipandang sebagai program, kurikulum dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa dan kurikulum sebagai pengalaman siswa. Sementara Sukmadinata (2004,27) menekankan kurikulum pada tiga konsep penting

9

yaitu (1) kurikulum sebagai substansi (2) kurikulum sebagai sistem (3) kurikulum sebagai bidang studi. Defenisi yang dikemukakan oleh ahli-ahli di atas secara substantif tidaklah bertentangan dan memiliki kesamaan yang memandang (1) kurikulum sebagai perencanaan belajar yang berisikan tujuan pendidikan (2) kurikulum sebagai pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa (3) kurikulum sebagai dokumen tertulis yang berisikan kumpulan bahan ajar dan sejumlah mata pelajaran untuk diberikan kepada siswa. Sehingga pengembangan kurikulum tidak akan pernah beranjak dari substansi dasar kurikulum itu sendiri dalam tataran rencana, pengalaman belajar yang terdokumentasi dengan baik. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989 juga disebutkan bahwa “ kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” B. Landasan Pengembangan Kurikulum Setiap tahapan dalam pengembangan kurikulum baik perencanaan / perancangan / penyusunan kurikulum, implementasi serta evaluasinya haruslah memperhatikan landasan-landasan pokok serta prinsip dasar pengembangan kurikulum. Landasan ini diperhatikan sebagai pijakan awal bagi pengembang dan perancang kurikulum dan akan sangat menetukan corak dan bentuk kurikulum yang akan dilahirkan nantiknya. Diibaratkan dengan pekerjaan seorang arsitektur bangunan yang akan mendirikan sebuah bangunan berlantai empat pada sebidang tanah maka langkah pertama dan sangat penting untuk dipikirkan adalah menciptakan landasan /pondasi bangunan yang kokoh dan dalam sehigga mampu menopang bangunan yang akan dibuat yang berlantai empat itu. Menurut Murray Print (1993;32) landasan kurikulum (curriculum foundation) adalah hal yang sangat mendasar dan berpengaruh pada bentuk dan pikiran pengembang kurikulum yang akan mempengaruhi penyusunan pada isi dan struktur kurikulum. Senada dengan pendapat Murray Print menurut Nasution (2006;10) mengembangkan kurikulum bukanlah sesuatu yang tidak

10

mudah dan banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan dengan cara menghadirkan pertanyaan pokok dan memunculkannya dalam benak pengembang dan perancang kurikulum untuk kemudian dipertimbangan dan dipikirkan secara mendalam sehingga akan menghasilkan sebuah rancangan kurikulum yang memiliki kekuatan dan analisis pikiran yang tajam dan kuat. Dalam pandangan Tyler (1949) untuk menyusun tujuan pendidikan yang merupakan langkah pertama yang ditawarkannya dalam pengembangan kurikulum dengan memperhatikan dua unsur pokok dalam pemilihan dan menentukan tujuan pendidikan yaitu unsur filosofi dan psikologi. Penggunaan filosofi dalam pemilihan tujuan mampu mengaktualkan secara opreasional tujuan pendidikan itu sehingga dapat memilih dan mengeliminasikan tujuan pendidikan yang ada, penggunaan psikologi dalam pembelajaran dan pemilihan tujuan dimaksudkan untuk memenuhi karaktersitik manusia yang selau mengalami perkembangan dan perubahan. Taba (1962) menambahkan landasan-landasan yang ditolelir dan harus ada dalam melakukan pengembangan kurikulum adalah pertama landasan sosial bahwa analisis sosial dilakukan sebagau sesuatu yang sangat penting karena adanya perubahan teknologi sosial dimana pendidikan memiliki aturan dan bermain serta memiliki hubungan dengan aspek struktu sosial, demograpi, ekonomi, politik dan sosial serta ideologi dan spritualnya kedua landasan budaya dimana faktor budaya sudah sangat jelas membutuhkan pendekatan antara disiplin ilmu pendidikan dengan displin ilmu budaya itu sendiri dan akan membawa perubahan manusia dan lingkungan sosial ketiga landasan mental dan intelektual dimana pengukuran kemampuan mental dan intelektual anak dalam sekolah akan digunakan untuk menentukan kelanjutan pendidikan itu serta menentukan juga tujuan sekolah keempat landasan pengetahuan bahwa pengetahuan adalah hal yang sangat berharga sekali dalam pendidikan dan prosesnya, kurikulum seharusnya disusun dengan memperhatikan subjek, isi pelajaran dan dispilin dengan analisis dan digali dari disiplin ilmu yang ada. Zais (1976) mengemukakan tiga landasan dalam pengembangan kurikulum yaitu pertama landasan filosofi yaitu kurikulum diserap secara cermat dengan filosofi kebudayaan

11

dari kehidupan bahwa seorang filosofi pendidikan di promosikan untuk menulis ”Apa yang benar-benar dipercaya manusia.....lebih sering dinyatakan dalam guru mengajar siswanya dari pada dalam pernyataan umumnya kedua landasan sosial budaya, sosial /kemasyarakatan dan budaya adalah dua hal yang berbeda, namun mereka mempunyai keterkaitan yang erat, sehingga dapat dikatakan tanpa kebudayaan tidak akan ada kemasyarakatan dan tanpa kemasyarakatan tidak akan muncul budaya, karakter budaya adalah satu elemen yang besar pengaruhnya terhadap hakekat dan penyusunan sebuah kurikulum, baik itu tujuan, isi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasinya ketiga landasan individu, jika kurikulum diharapkan relevan harus mempertimbangkan perhatian untuk masa depan manusia sebagai individu dan untuk masa depan kurikulum. Murray Print (1988) berpandangan bahwa landasan kurikulum terdiri atas tiga landasan pokok yang harus dijadikan pedoman oleh pengembang kurilkulum dalam mengembangkan kurikulum yaitu pertama landasan filosofis yaitu menjelaskan tentang konsep dan dalil yang dapat dipergunakan bersumber dari pengetahuan dan aktifitas yang bisa dimengerti, landasan filosofis bersumber dari ontology (apa yang ada) epistemology (apa yang benar) axiology (apa yang baik) kedua landasan sosiologis adalah kondisi sosial dan budaya yang berpengaruh pada bentuk kurikulum disekolah ketiga landasan psikologis adalah landasan yang memperhatikan, menguraikan, menjelaskan, memprediksi dan mengamati perilaku manusia. R. Naution (2006) menyebut istilah landasan dengan azaz yang pada prinsipnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan, ada empat azaz penting dalam pengembangan kurikulum yaitu pertama azaz filosofis yaitu berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara kedua azaz psikologis yaitu memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yaitu psikologi anak, perkembangan anak, psikologi belajar dan bagaimana proses belajar anak ketiga azaz sosiologis yaitu kebudayaan masyarakat, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia keempat azaz organisatoris yaitu mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan. Pendapat Sukmadinata (2002) pun tidak berbeda dengan pendapat ahli yang ada yang merumuskan empat landasan dalam

12

pengembangan kurikulum yaitu pertama landasan fisiologis yaitu filsafat akan memberikan arah dan metodologi terhadap praktek pendidikan kedua landasan psikologis yaitu memperhatikan kondisi psikologis setiap individu dalam perkembangan dan perubahan baik secara fisik mapun intelektualnya serta perilakunya ketiga landasan sosial budaya dan ilmu pengetahuan teknologi yaitu perkembangan masyarakat dengan perubahan yang terjadi serta kemajuan dan temuan yang ada dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. AV Kelly (2004) menambahkan sebuah kajian penting yang harus juga diperhatikan oleh pengembangan kurikulum dalam melakukan tugasnya yaitu memperhatikan politik dan idelogi negara sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan kurikulum, dalam pandangan Kelly pendidikan adalah hal penting dalam kegiatan politik, bahwa sistem pendidikan berencana untuk mempersiapkan generasi muda untuk memasuki kehidupan dewasa dalam masyarakat, suatu formaslisasi/ pembentukan peran yang dimainkan dalam masyarakat primitive dengan semua populasi orang dewasa, konteks politik ini adalah suatu elemen utama dalam skema/ sistem pendidikan yang masing-masing skema/ sistem tersebut tidak dapat dimengerti dengan tepat. Terlihat adanya penekanan Kelly bahwa pendidikan adalah aset penting bagi negara dalam mempersiapkan generasi muda sehingga kebijakan negara dalam mengurus pendidikan sering dijadikan sebagai salah satu komoditias dalam meraih dukungan dalam partisipasi politiknya dan kepentingan politik itu sendiri. Semakin jelas bagi kita sebagai seorang pengembang kurikulum yang akan melaksanakan tugas besar ini bahwa pengembangan kurikulum tidak hanya sekedar melakukan

penyesuaian-penyesuain

materi,

memperbaiki

bahan

ajar

serta

menyiapkan media dan melakukan evaluasi saja, namun pekerjaaan pengembang kurikulum tidak hanya terbatas pada pekerjaan teknis namun juga merupakan pekerjaan konsep sehingga pengembang kurikulum dapat disamakan dengan seorang perencana bangunan yang harus memiliki kemampuan teknis dan pemahanan filosofis akan pekerjaanya. Pemahaman filosofis sebagai pengembang kurikulum dimulai dari

13

pemahaman yang dalam dengan berbagai landasan-landasan dan pola pikir dalam pengembangan kurikulum itu secara komprehensif disamping kemampuan non teknis lainnya yang harus dikuasai. Kalau kita gabungkan pendapat dari ahli yang ada maka pengembangan kurikulum harus memahami lima landasan utama dalam melakukan pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan masyarakat, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta landasan idelogi dan politik seperti dalam gambar berikut.

PSIKOLOGIS Kurikulum harus Memperhatikan kondisi psikologis peserta didik baik dari segi perkembangan (psikologi Perkembangan) dan perilaku belajarnya (psikologi belajar)

FILOSOFIS Kurikulum harus memiliki dasar filosofis yang jelas

KEMASYARAKATAN Kurikulum yang dirancang harus memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan

IDEOLOGIS POLITIK Kurikulum dipengaruhi oleh kebijakan politik pemerintah dengan ideologi negara

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Kurikulum harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Gambar 1. Landasan pengembangan kurikulum 1. Landasan Filosofis Kajian-kajian filosofis kurikulum melingkupi kajian substansi keilmuan dan batang tubuh kelimuan yang akan diturunkan menjadi isi pelajaran untuk disampaikan kepada siswa, keberadaan filsafat dalam kurikulum adalah sangat fundamental sekali karena yaitu pertama filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan kedua filsafat dapat menentukan isi materi pelajaran yang harus diberikan

14

kepada siswa ketiga filsafat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan pelajaran keempat filsafat menentukan tolak ukur keberhasilan pendidikan. Maka pemahaman yang komprehensif tentang filsafat adalah hal yang utama yang harus dimiliki seorang pengembang kurikulum dan tentunya harus dipadu dengan kajian yang lain untuk memperkaya pemikiran pengembang kurikulum. Pemahaman yang benar dan ajeg tentang filsafat ini adalah sebuah strating point positif dan sangat menetukan langkah-langkah selanjutnya dalam proses pengembangan kurikulum itu. 2.

Landasan Psikologis Psikologis sering dipahami sebagai aspek kejiwaan seorang anak atau peserta

didik. Kiranya pemahaman ini perlu diperkaya dengan konsep perilaku dan perkembangan intelektual, emosional dan spritual anak sehingga sebagai pengembang kurikulum dapat menyusun dan mengembangkan metode dengan muatan bahan yang mengikuti perkembangan itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa mengajar tidak cukup dengan keahlian penguasaan materi yang dimiliki akan tetapi keahlian psikologis dalam bentuk kemampuan memahami setiap perilaku anak serta perkembangannya juga harus dipahami. Setiap fase perkembangan anak memperlihatkan keberagaman dalam perilakunya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik keluarga, lingkungan, masyarakat sehingga berpengaruh dalam pembentukan watak dan perilaku anak. Kondisi ini menuntut guru untuk mampu membaca situasi dan memperlakukan anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya. 3. Landasan Kemasyarakatan Tidak ada yang tetap dalam hidup ini dan semuanya akan selalu berubah, begitu juga dengan kemasyarakatan yang termasuk didalamnya sosial, budaya. Semuanya akan selalu mengalami perubahan yang akan menimbulkan dua sisi yang berlawanan yaitu positif dan negatif. Perubahan aspek kemasyarakatan ini sangat nyata terlihat dalam struktur kemasyarakatan, kebiasaan, pola hidup, pekerjaan, pergaulan, tata perilaku, norma, keyakinan, dan lain sebagainya. Perubahan yang terjadi dalam aspek kemasyarakatan ini memperlihatkan arti dari hidup yang kita jalani. Perubahan yang terjadi setiap saat dan tidak terhitung jumlahnya, dalam kurikulum perubahan-

15

perubahan dalam aspek ini hendaknya diperhatikan secara seksama sehingga apa yang seharusnya dan apa yang ada dapat berjalan bersama dan tercipta sinergis dalam konten yang diajarkan dalam lingkungan pendidikan. Dalam pada itu penciptaan perubahaan tidak mesti ada diluar sekolah dalam arti sekolah pun berperan dalam menghadirkan perubahan itu yang akan diperkenalkan kepada masyarakat. Tidak semua

yang

ada

dalam

masyarakat

menjadi

keharusan

sekolah

untuk

menyediakannya, maka proses seleksi dan penyaringan mutlak dilakukan. 4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dicegah karena manusia dengan potensi akalnya terus befikir dan menghasilkan temuan-temuan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi dan kebutuhan pada waktu itu. Pada satu sisi kita sangat bergembira dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kajian ilmu sehingga akan semakin menambah arti hidup yang dijalani sementara disisi lain perkembangannya ilmu yang tidak dilandasi oleh nilainilai positif dan moral akan berakibat terjadinya penyalahgunaan sehingga akan merusak dan menghancurkan tatanan hidup yang telah ada. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan maka teknologi sebagai salah bentuk karya dari kemajuan manusia dalam berpikir. Teknologi serig diindentikkan dengan temuan-temuan manusia dalam bentuk alat, padahal teknologi lebih luas dari hanya sekedar temuan dalam bentuk alat akan tetapi meliputi segala sesuatu cara yang dilakukan dan diupayakan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Sehingga sering disingkat dengan isitilah IPTEK. Kemajuan penting dalam abad ini yang patut kita cermati adalah kemajuan IPTEK dalam

bidang

komunikasi

dengan

hadirnya

sejumlah

teknologi

canggih

berkomunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara seseorang dengan orang lain dalam berbagai dimensi pada waktu, tempat yang berbeda. Disamping itu perkembangan dalam bidang tranportasi yang menghasilkan berbagai jenis kendaraan dengan bentuk, kecepataan dan fungsi yang akan memberikan kemudahan manusia dalam melakukan pekerjaan. Kemajuan IPTEK ini hendaknya direspon secara positif dan antusias oleh pengembang kurikulum untuk dapat dimanfaatkan demi

16

kepentingan pendidikan. Disatu sisi sekolah juga ditantang dengan sejumlah kurikulumnya untuk dapat berpartisipasi dalam kemajuan IPTEK. 5. Landasan Ideologi Politik Ideologi sebuah negara sangat diilhami oleh kebijakan-kebijakan politik yang dilahirkan serta historis negara. Sehingga menjadi ciri khas yang harus dimiliki. Percaturan politik dunia hari ini ditenggarai dengan ideologi-ideologi yang dimiliki setiap negara di dunia dan terpolarisasi kepada ideologi barat dan timur. Secara historis ideologi barat sangat didominasi oleh paham kebebasan, individualisitik yang dimotori oleh Amerika Serikat dan negara yang berada dikawasan eropa khususnya eropa barat. Sementara ideologi timur memiliki kecendrungan pada sosialis komunis yang dimotori oleh Rusia dan Cina. Namun disamping dua ideologi besar ini pada kawasan negara-negara di timur tengah mengusung nilai-nilai islam sebagai ideologi negaranya, dan beberapa negara di kawasan Asia mengusung ideologi agama dan budaya sebagai karaktersitiknya. Perbedaan idelogi negara didunia hari ini sangat kental terjadinya diseminasi dan perebutan pengaruh untuk kepentingan negara yang bersangkutan. Bahkan dalam skala yang lebih luas pertempuran dan peperangan yang acap terjadi sering dipicu oleh perbedaan ideologi dan kepentingan negaranya. Banyak kurikulum yang disusun oleh negara dipengaruhi oleh ideologi yang dimiliki untuk melanjutkan dan mewariskan kepada generasi penerus dinegaranya. Indonesia sebagai negara dengan idelogi Pancasila sudah sewajarnya melakukan proses internalisasi dan membumikan nilai pancasila dalam jiwa setiap manusia Indonesia sehingga dapat diteruskan dan diwariskan dari generasi ke genarsi. Proses internalisasi ini akan terlihat dalam penyusunan konten dalam pelajaran dan dikemas dalam pembelajaran yang profesional. Kepentingan negara dengan pendidikan dan generasi penerus sangat besar karena keberlanjutan negara ada ditangan mereka maka kebijakan-kebijakan yang dikelurkan dalam pendidikan adalah representasi kepentingan negara dalam sektor pendidikan.

17

C. Komponen Kurikulum Komponen kurikulum atau anatomi kurikulum adalah unsur-unsur penting yang harus dimiliki oleh kurikulum yang merupakan kesatuan sistem dan tidak terpisah satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi. 1

Tujuan Arah dan hasil yang ingin dicapai akan dirumuskan dalam tujuan yang telah

disepakati. Tujuan akan membimbing dan mengarahkan setiap langkah dan tindakan agar selalu berada dalam trek yang benar dan tidak menyimpang, maka disamping sebagai penetu arah tujuan juga berperan sebagai pengawasan dan pengontrolan aktifitas dalam pendidikan. Zais (1976) membagi tujuan kurikulum kepada tiga macam yaitu aims, goals, dan objectives. Senada dengan itu Murray Print (1988) juga mengelompokkan tujuan atas aims, goals, dan objectives. Pada ketiga jenis isitilah ini tidak memperlihatkan perbedaan yang substansi karena tetap merupakan konsep tujuan akan tetapi hanya perbedaannya pada levelisasi dan kepentingannya. a. Aims Aims adalah pernyataan tujuan kurikulum pada level tingkat nasional, sehingga dinyatakan sebagai tujuan kurikulum dari tujuan pendidikan nasinal (Zais,1976:307), lebih lanjut dijelaskan bahwa kurikulum dari tujuan

pendidikan

nasional

merupakan

sebuah

pernyataan

yang

mendeskripsikan sebuah harapan hidup yang meliputi beberapa bagan nilai yang diambil secara sengaja maupun tidak dari bagian ilmu filsafat. Murray Print (1989;122) menyatakan Aims adalah pernyataan tujuan secara umum (luas) yang menunjukkan harapan yang ingin dicapai dalam terminologi sikap/perilaku yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Terdapat perbedaan antara Zais dan Print dalam menerjemahkan konsep Aims sebagai tujuan kurikulum akan tetapi benang merah yang dapat kita tarik adalah aims mencirikan tujuan kurikulum secara umum.

18

b. Goals Zais menyatakan bahwa goals adalah kurikulum dari tujuan institusional lebih mengarah pada hasil yang ingin dicapai oleh sekolah, yang menunjukkan sebuah gambaran yang spesifik dari sebuah sekolah, dan merupakan bagian dari sistem sekolah. serta menunjukkan sasaran jangka lebih panjang dari pertimbangan penilaian kelas. Murray print berpendapat bahwa goals adalah tujuan yang lebih khusus yaitu tujuan yang dirancang dengan kata yang ringkas yang diturunkan dari tujuan secara umum. c. Objectives Menurut Zais objectives adalah tujuan yang berada pada tataran instruksional yang terlihat dalam setiap materi dan pokok bahasannya sedangkan Murray Print menyatakan bahwa objectives adalah kalimat yang lebih spesifik dari tujuan kurikulum yang diturunkan dari tujuan khusus yang dinyatakan secara tepat dan termasuk perilaku khusus siswa yang diharapkan. Sukmadinata (2002;103) mengungkapkan bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 mengenal tiga jenis tingkatan tujuan yang senada dengan pendapat Zais yaitu tujuan pertama tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang yang menjadi tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia kedua tujuan institusional yaitu sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan ketiga tujuan instruksional yaitu target yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran yang terdiri atas tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Walaupun terdapat perbedaan dalam melihat area tiga konsep tujuan itu namun dapat kita simpulkan bahwa tujuan kurikulum terdiri atas tingkatan tertentu yang mencerminkan levelisasi yang disesuaikan kebutuhan yang ingin dicapai sehingga seluruh energi dan aktifitas dalam kerangka pendidikan dan pengembangan kurikulum terbingkai dalam tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

19

2

Isi (content) Isi kurikulum adalah muatan-muatan yang dikandung dalam kurikulum yang

tidak hanya berisikan satu atau dua muatan akan tetapi memiliki multikonten didalamnya. Brady (1992;102) menegaskan bahwa isi kurikulum dapat didefenisikan pada dua poin penting pertama isi kurikulum dapat dimaknai sebagai mata pelajaran dalam proses belajar mengajar yang termasuk didalamnya beberapa informasi faktual, pengetahuan, keahlian, konsep, sikap dan nilai kedua isi kurikulum adalah sesuatu yang penting dalam proses belajar mengajar dimana dua elemen pokok kurikulum yang termuat didalamnya adalah isi dan metode dalam interaksi yang tetap. Zais (1976;324) menyatakan bahwa isi kurikulum biasanya terdiri atas tiga elemen yaitu pengetahuan, proses dan nilai. Anggapan yang berkembang selama ini yang menyatakan bahwa isi kurikulum adalah kumpulan bahan ajar adalah perlu disempurnakan karena tidak hanya dituntut bahan ajar saja akan tetapi muatan laian dalam isi kurikulum wajib kita sertakan dalam menyusun kurikulum. Maka metode, strategi, media yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar akan membantu guru untuk mentransmisikan isi kurikulum secara komprehensif pada peserta didiknya. 3

Aktifitas Belajar Kegiatan utama bahkan jantungnya kurikulum ada pada aktifitas belajar yang

direkayasa sedemikian rupa sehingga isi kurikulum yang disusun serta tujuan yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik. Aktifitas belajar sering juga diistilahkan dengan proses belajar mengajar. Maka dalam melaksanakan proses belajar mengajar akan melibatkan banyak unsur baik siswa, guru, media yang dipergunakan, pilihan metode, strategi, pendekatan, penciptaan lingkungan belajar yang dinamis, pengaturan dan pengelolaan kelas dan lain sebagainya.

Zais

menyatakan bahwa aktifitas belajar adalah jantungnya kurikulum karena akan berpengaruh terhadap pembentukan pengalaman belajar pada siswa.

20

4

Evaluasi Evaluasi adalah tahapan penting sekaligus sebagai unsur utama dalam

kurikulum yang akan memberikan informasi tentang keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kurikulum. Untuk mengetahuinya cukup dengan membandingkan antara tujuan dengan hasil, apabila hasil memperlihatkan ketercapaian tujuan maka dapat dikatakan kurikulum yang telah direncanakan dan dilaknsakan berhasil dijalankan. Evaluasi berisikan informasi yang menggambarkan secara keseluruhan kinerja dalam proses belajar mengajar. Menurut Print (1993:187) ”Evaluasi adalah sumber informasi bagi stakeholders pendidikan untuk mengetahui pencapain kinerja dalam proses belajar mengajar sekaligus menentukan kebijakan pendidikan maupun keputusan dalam pengembangan kurikulum pada periode selanjutnya”. Phil Delta Kappa National Study Committe on Evaluation (Brady, 1992:236) menjelaskan bahwa evaluasi adalah “proses menggambarkan, mendapatkan, dan menyediakan informasi yang berguna untuk pertimbangan pengambilan keputusan”, dengan pandangan yang tidak jauh berbeda Brady (1992:235) mengemukakan lima defenisi umum dari evaluasi kurikulum yaitu: a. Mengukur derajat tingkat capaian dari siswa yang dinyatakan dalam perilaku dan sasaran hasil b. Membandingkan performan peserta didik dengan standar c. Mendiskripsikan dan menilai kurikulum d. Mengidentifikasi area untuk kurikulum pengambilan keputusan dan pemilihan untuk menganalisa informasi-informasi yang relevan pada area keputusan e. Menggunakan pengetahuan yang professional untuk menilai proses secara kontinue pada implemtasi Tujuan melakukan evaluasi bermacam-macam dan sangat tergantung pada kebutuhan pihak-pihak yang melakukannya. Secara prinsip Tyler (1949:104) menyatakan bahwa” evaluasi merupakan operasionalisasi yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum yang bertujuan untuk menemukan sejauh mana pengalaman belajar sebagai pengembang dan pengaturan hasil-hasil yang aktual”.

21

Selanjutnya Tyler menjelaskan bahwa proses evaluasi adalah proses yang sangat utama dalam menetukan kekuatan dari tujuan pendidikan yang sebenarnya ingin dicapai sehingga dapat ditentukan tingkat perubahan perilaku yang aktual dari siswa selama proses belajar berlangsung. Secara khusus Tyler menekankan evaluasi pada dua aspek khusus yaitu pengalaman belajar dan perubahan perilaku siswa selama proses belajar mengajar, apabila pengalaman belajar dan perubahan perilaku memperlihatkan sebuah kecendrungan yang positif maka Tyler mengindikasikan adanya sebuah respek kurikulum yang positif. Pendapat Tyler juga di amini oleh Zais (1972:369) yang memandang evaluasi kurikulum sebagai proses menyeluruh (totalitas) dimana prestasi siswa yang menjadi bagian penting serta mendasar untuk menetukan dalam penetapan grades dan marks sehingga dengan dasar penetapan ini sswa akan terklasifikasi dan terdientifikasi dengan benar, selanjutnya Zais menjelaskan bahwa evaluasi kurikulum tidak hanya pada evaluasi dokumen tertulis saja akan tetapi yang lebih penting adalah kurikulum yang diimplementasikan sebagai kesatuan fungsional dan termasuk didalamnya interaksi antara siswa, guru, materi dan lingkungan. Hampir sama dengan Zais, Print (1993:215) menerangkan bahwa evaluasi kurikulum dipergunakan untuk kepentingan: pertama sebagai umpan balik bagi siswa kedua mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan ketiga sebagai informasi untuk mengetahui perkembangan dan peningkatan kurikulum keempat membantu siswa dalam mengambil keputusan kelima menjelaskan tujuan yang ingin dicapai keenam membantu pihak lain dalam mengambil keputusan terkait dengan peserta didik Selanjutnya Print juga menjelaskan bahwa evaluasi adalah tahap/proses yang terdiri atas pengukuran (measurement) yaitu kalimat yang dipakai untuk melihat pencapaian target dengan menggunakan terminologi kuantitaif (angka) dan penilaian (assessment) adalah juga termasuk dalam cakupan pengukuran dengan menambahkan interprestasi dan representasi atas data-data yang diperoleh dari pengukuran. Maka untuk membuat putusan akhir dari proses evaluasi harus dengan mengumpulkan data dari interprestasi penilaian dan hasil pengukuran. Murray Print secara sederhana

22

hanya membagi evaluasi pada dua jenis pertama evaluasi produk yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap siswa atas pencapaian dalam aktifitas belajar kedua evaluasi proses yaitu evaluasi terhadap pengalaman dan aktifitas yang terlibat dalam situasi pembelajaran diperoleh siswa. Akan tetapi yang paling penting menurut Nasution (1999:88) “setidaknya ada tiga tujuan melakukan evaluasi yaitu pertama mengetahi hingga menetukan manakah siswa yang mencapai kemajuan kearah tujuan yang telah ditentukan kedua menilai efektifitas kurikulum ketiga menetukan faktor biaya, waktu, dan tingkat keberhasilan kurikulum”. Ahli-ahli di atas sangat menekankan akan pentingnya evaluasi dilakukan dalam pengembangan kurikulum sebagai proses yang harus dilakukan secara hati-hati dan menyeluruh. Evaluasi adalah proses yang tidak sederhana dan tidak sulit sekiranya perangkat-perangkat evaluasi yang dibutuhkan telah dipersiapkan sedini mungkin. Hal yang paling penting dipersiapkan dalam melakukan evaluasi adalah indikator evaluasi yang harus jelas dan kelengkapan data yang akan dipergunakan dalam evaluasi. Sekiranya dua hal ini disediakan dengan baik dan lengkap maka evaluasi akan menjai proses yang sederhana dan mudah untuk dilakukan. Nasution (1999:89) memberikan arahan agar sekiranya evaluasi dilakukan berdasarkan pertama determinan kurikulum yaitu orientasi filosofis, konteks sosial ekonomi, hakekat pelajar, hekakat bahan pengajaran kedua harapan-harapan golongan klien dan konsumen ketiga bukti mengenai tingkat produktifitas dengan mempertimbangkan hasil belajar, biaya dan waktu. Dalam pendangan Sukmadinata (2002) komponen kurikulum didentifikasi kepada empat unsur yaitu tujuan, bahan ajar, srategi, media pengajaran dan evaluasi. sedangkan Hamalik (2006) tidak jauh berbeda dengan Sukmadinata yang menyatakan unsure kurikulum terdiri atas tujuan, materi, metode, organisasi dan evaluasi. Dalam berbagai redaksi dan sudut pandang komponen kurikulum dapat saja diperluas sehingga dapat menjamin keperluan tertentu dalam rangka pengembangan kurikulum dan kebutuhan masing-masing institusi

23

D. Fungsi dan Peranan Kurikulum Keberadaan kurikulum dalam pendidikan sudah tidak diragukan lagi yaitu sebagai alat untuk membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional sehingga peranan dan fungsi ini adalah menjadi lebih penting dan upaya untuk mengelola kurikulum secara baik dan professional adalah tugas yang tidak sederhana yang dilakukan oleh pengembang kurikulum.

Hamalik (2006;95) mengatakan bahwa

setidaknya kurikulum memiliki tiga jenis peranan yang sangat penting yaitu pertama peran konservatif dimana tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai lembaga pendidikan mewariskan nilai-nilai budaya masyarakat kepada generasi muda yaitu siswa

kedua

peranan

kreatif

dimana

sekolah

memiliki

tanggungjawab

mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntutan zaman ketiga peran kritis evaluatif yaitu kurikulum berperan menyeleksi dan mempertahankan nilai dan budaya yang harus dipertahankan dan nilai serta budaya baru yang harus dimiliki peserta didik. Jhon McNeil (1990) dalam Sanjaya (2007;25) menyatakan fungsi kurikulum dilihat dari isi cakupannya dapat dikelompokkan pada empat fungsi utama yaitu pertama fungsi pendidikan umum (common and general education) yaitu fungsi kurikulum mempersiapkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat dan warga negara yang baik dan bertanggungjawab kedua suplementasi (supplementation)yaitu kurikulum sebagai alat pendidikan memberikan pelayanan kepada setiap siswa yang beragam ketiga eksplorasi (exploration) yaitu kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa keempat keahlian (specialization )yaitu kurikulum berfungsi untuk mengembangkan keahlian anak sesuai dengan minat dan bakatnya E. Siklus Kurikulum Siklus (tahapan) kurikulum secara garis besar hanya melibatkan tiga stage penting yang merupakan sebuah sistem artinya berkaitan satu dengan lainnya yang terdiri atas pertama pengembangan rancangan/desain kurikulum kedua implementasi kurikulum ketiga evaluasi kurikulum

24

1. Pertama pengembangan rancangan/desain kurikulum Adalah upaya untuk mendesain sebuah kurikulum dengan komponenkomponennya yang pada akhirnya akan melahirkan sebuah dokumen kurikulum yang tertulis dan siap untuk dijalankan. Untuk melakukan perancangan kurikulum ini akan berpedoman pada modelmodel pengembangan yang dikembangkan oleh beberapa ahli dan juga model pengembangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti yang dikembangkan oleh Depdiknas dan jajarannya, beberapa model pengembangan kurikulum yang ditawarkan oleh beberapa ahli seperti model objektif/rasional dicetuskan oleh Tyler dan Taba, model siklikal oleh Wheeler dan Nicholls, model interaksi/dinamik oleh Walker dan Skilbeck. Tiga Model ini adalah hasil pengembangan satu dan yang lainnya, model siklikal adalah hasil pengembangan dari model rasional, model dinamik adalah kelanjutan pengembangan dari model siklikal. a. Model rational Model ini menegaskan bahwa tujuan pengajaran (statement of objectives) sangatlah penting dan komponen kurikulum bersifat tetap dan mendukung tujuan pengajaran itu. Pelopor model ini adalah Ralph Tyler dan Hilda Taba. Menurut Ralp Tyler dalam bukunya yang berjudul Basic Principles of Curiculum and Introducion, merumuskan empat pertanyaan sentral yang meminta jawaban secara rasional bagi perencanaan kurikulum ialah (1) apa tujuan yang harus dicapai oleh sekolah? (2) apa pengalaman-pengalaman belajar yang dapat disediakan untuk

mencapai

tujuan-tujuan

tersebut?

(3)

bagaimana

mengorganisasikan

pengalaman-pengalaman tersebut? (4) bagaiman kita dapat memutuskan apakah tujuan-tujuan tersebut tercapai?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa perencanaan kurikulum dapat menjadi suatu proses yang dikontrol dan logis, dimana langkah pertama adalah yang paling penting Maka Tyler merumuskan model pengembangan kurikulum dalam empat tahap yaitu (1) menetapkan tujuan (2) memilih sejumlah pengalaman belajar (3) mengorganisasikan pengalaman belajar (4) melakukan evaluasi.

25

Hilda Taba dalam bukunya yang berjudul Curriculum Development Theory and Practice menyatakan bahwa langkah awal penyusunan kurikulum dimulai dari perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh guru, bukan diawali dengan desain kerangka (framework) yang umum. Unit-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang pada gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design). Maka Taba merumuskan 7 tahap dalam pengembangan kurikulum yaitu (1) diagnosis kebutuhan (2) formulasikan tujuan (3) memilih isi/bahan (4) mengorganisasikan bahan (5) memilih sejumlah pengalaman belajar (6) mengorganisasikan pengalaman belajar (7) penekanan pada evaluasi yaitu bagaimana melakukan evaluasi. b. Model siklikal Merupakan pengembangan dari model rasional yang berpandangan bahwa proses kurikulum merupakan aktifitas yang berkelanjutan dan secara tetap akan diperbaharui. Pelopor model ini adalah D.K Wheeler , Audrey and Nichols. Menurut D.K Wheller dalam bukunya Curriculum Process

pengembangan

kurikulum seperti lingkaran kerja dimana masing-masing unsurnya saling berhubungan dan saling ketergantungan dengan dalam pola lingkaran yang ada. Maka Wheller memperkenal modelnya dalam 5 tahap yang tersusun berbentuk lingkaran: (1) menentukan aims, goals dan objectives (2) menetukan pengalaman belajar (3) memilih isi/bahan (4) mengorganisasikan dan mengintegrasikan pengalaman belajar dan isi bahan ajar (5) melakukan evaluasi. Audrey dan Howard Nicholls dalam bukunya berjudul Development Curriculum: a Practice Guide yang menitik beratkan pada pendekatan logis dimana kebutuhan baru akan muncul dari perubahan situasi dan perubahan itu harus direncanakan, dipekenalkan serta rasional dan sah menurut proses yang logis. Nicholls membuat model pengembangan kurikulumnya pada 5 fase yaitu: (1) melakukan analisis situasi (2) memilih tujuan (3) memilih dan mengorganisasikan tujuan (4) memilih dan mengorganisasikan metode (5) melakukan evaluasi.

26

c. Model dinamik/interaksi Juga sebagai keberlanjutan dari model rasional dengan penekanan pada hubungan antara komponen (element) kurikulum yang tetap dengan kebutuhan siswa. Pelopor model ini adalah Decker Walker dan Malcom Skilbeck Menurut Decker Walker pengembangan kurikulum tidak mesti mengikuti urutan yang rasional dari unsur kurikulum ketika kita memikirkan kurikulum. Maka Walker memperkenal model pengembangan kurikulumnya yang terdiri pada 3 tahap: (1) menentukan platform (2) membuat berbagai pertimbangan mendalam (3) mendesain kurikulum Melcolm Skilbeck mengusulkan sebuah pendekatan dalam memikirkan kurikulum pada tingkatan sekolah dimana model ini untuk kepentingan pengembangan

sekolah

berbasis

kurikulum.

Model

pengembangan

yang

dikemukakan oleh Skilbeck terdiri atas 5 tahap (1) analisis situasional (2) formulasikan tujuan (3) membangun program (4) interprestasi dan implementasi (5) pengawasan, umpan balik, penilaian dan rekonstruksi 2. Implementasi kurikulum Yaitu melaksanakan atau menerapkan kurikulum di lapangan sesuai dengan rencana atau rancangan yang telah dilakukan sebelumnya. Secara sederhana dapat diibaratkan impelemtasi kurikulum adalah melaksanakan sebuah skenario yang telah disusun oleh seorang sutradara dalam sebuah pertunjukan drama atau film maka apa yang dilaksanakan tentunya harsu sama dan sesuai dengan yang telah direncanakan 3. Evaluasi kurikulum Yaitu upaya yang sistematis, menyeluruh melakukan penilaian terhadap kurikulum secara keseluruhan dengan memperhatikan rencana dan impelemtasi serta melihat hasil yang telah diraih. Evaluasi kurikulum akan memberikan informasi penting sehubungan dengan kelemaham, kekuatan dan berbagai informasi penting lain tentang kurikulum untuk kemudian akan dilahirkan rekomendai-rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan kurikulum untuk periode waktu berikutnya.

27

II. Konsep Implementasi Kurikulum A. Pengertian Implementasi Kurikulum Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat oleh seorang Insinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada kertas kalkirnya maka impelemntasi yang dilakukan oleh para tukang adalah rancangan yang telah dibuat tadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng atau tidak sesuai dengan rancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang tidak sama dengan hasil rancangan akan terjadi masalah besar dengan bangunan yang telah di buat karena rancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit, sulit dan telah sempurna dari sisi perancang dan rancangan itu. Maka implementasi kurikulum juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang telah direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati dan keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadi apabila yang dilaksanakan bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah dirancang maka terjadilah kesia-sian antara rancangan dengan implementasi. Rancangan kurikulum dan impelemntasi kurikulum adalah sebuah sistem dan membentuk sebuah garis lurus dalam hubungannya (konsep linearitas) dalam arti impementasi mencerminkan rancangan, maka sangat penting sekali pemahaman guru serta aktor lapangan lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai inti kurikulum untuk memahami perancangan kuirkulum dengan baik dan benar. Fullan (1982) dalam Miller and Seller (1985:246) yang mengemukakan definisi tentang implementasi yaitu: ”suatu proses peletakan ke dalam praktek tentang suatu ide, program atau seperangkat aktivitas baru bagi orang dalam mencapai atau mengharapkan suatu perubahan. ” Menurut Laithwood (1982) juga masih dalam Miller and Seller (1985:246 ) bahwa: ‘’ Implementasi sebagai proses, implementasi meliputi pengurangan perbedaan antara kenyataan praktek dan harapan praktis oleh suatu inovasi. Implementasi adalah suatu proses

28

perubahan perilaku dalam petunjuk anjuran oleh inovasi terjadi dalam tahapan, setiap wuktu dan mengatasi halangan dalam perkembangannya.” Sumantri (1988:9) menyatakan bahwa: “ tujuan kurikulum tidak untuk mematikan karsa dan karya guru, tetapi sebaliknya guru itu dipandang sebagai orang yang menampakkan kreasi dan adaptasinya dalam menerapkan kurikulum”. Rozali (2008;27) menyatakan implementasi kurikulum merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Implementasi kurikulum menurut Hamid Hasan (1984:11) adalah “usaha merealisasikan ide, konsep, dan nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum tertulis menjadi kenyataan”. Wujud nyata dari implementasi kurikulum adalah aktivitas belajar mengajar di kelas, dengan kata lain aktivitas belajar mengajar di kelas merupakan operasionalisasi dari kurikulum tertulis. Selanjutnya menurut Saylor dan Alexander (1974) dalam Miller dan Seller (1985: 246) memandang proses pembelajaran sebagai implementasi: “pembelajaran merupakan....... implementasi dari rencana kurikulum, biasanya tidak harus melibatkan pembelajaran dalam arti interaksi antara guru dan siswa dalam suatu lingkungan sekolah”. Oemar Hamalik (2006:123) mengemukakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat tertulis menjadi aktual ke dalam kegiatan pembelajaran. Lebih jauh Murray Print (1993:217-218) menjelaskan bahwa dalam implementasi kurikulum semestinya perlu diberi peluang untuk dilakukan beberapa modifikasi, sebab sangat mungkin terjadi perbedaan antara rancangan dengan faktorfaktor yang bersifat lokal dan kontekstual, seperti perbedaan individual siswa, sekolah, guru , keadaan orang tua serta dukungan masyarakat. Sedangkan Unruh dan Unruh (1984) dalam Sumantri (1988:9) mengemukakan bahwa:” Implementasi kurikulum bukan sekedar melaksanakan atau tidak melaksanakan inovasi, melainkan suatu proses yang berkembang dan terjadi dalam berbagai tingkat dan derajat.” Dari defenisi yang telah dikemukakan di atas maka implementasi kurikulum dapat dimaknai sebagai berikut pertama impelemtasi sebagai aktualisasi rencana atau

29

konsep kurikulum kedua impelemtasi kurikulum sebagai proses pembelajaran ketiga implementasi kurikulum sebagai realisasi ide, nilai dan konsep kurikulum keempat implementasi kurikulum sebagai proses perubahan perilaku peserta didik. Dari empat konsep utama tentang implementasi kurikulum ini pada hakekatnya dapat dipahami bahwa implementasi kurikulum akan terlihat secara jelas dan nyata dalam proses belajar mengajar itu sendiri sehingga secara langsung dapat juga dikatakan proses belajar mengajar yang sedang dijalankan itulah sebagai implementasi kurikulum B. Pendekatan dalam Implementasi Kurikulum Miller dan Seller (1985:246-247) menyatakan “ bahwa ada tiga pendekatan yang umum didefinisikan sebagai kata implementasi yaitu: (a) Implementasi didefinisikan sebagai suatu peristiwa/kejadian. Peristiwa yang terjadi sebagai suatu kegiatan pengembangan profesional, ketika dokumen dari suatu program baru dibagikan kepada para guru. (b) Pendekatan implementasi yang ditekankan pada proses interaksi antara pengembang kurikulum dengan para guru. (c) Memandang dan mengakui bahwa implementasi sebagai bagian dari komponen kurikulum” Jackson dalam Hamalik (2006: 8-9) menjelaskan ada tiga pendekatan dalam implementasi kurikulum yaitu : 1. Fidelity Perspective Karakteristik utama dalam pendekatan ini ialah pelaksana kurikulum di sekolah berupaya mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan desain yang telah ditetapkan secara standar. Lebih jauh Jacson menyebutkan bahwa dalam fidelity perspective, kurikulum dipandang sebagai rancangan (program) yang akan dilaksanakan di kelas. Kuikulum dipandang sebagai sesuatu yang riel (rencana, program) yang akan diajarkan oleh guru. 2.

Mutual Adaptation

Pendekatan ini memiliki ciri pokok dalam implementasinya adalah pelaksana mengadakan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi riel, kebutuhan dan tuntutan perkembangan secara kontekstual. Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa

30

berdasarkan temuan empirik, pada kenyataannya kurikulum tidak pernah benar-benar dapat diimplementasikan sesuai rencana, akan tetapi perlu disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Menurut pendekatan ini, desain dan isi kurikulum dirancang di luar konteks pembelajaran, kemudian diadaptasikan oleh guru sebagai sebuah pengembangan kurikulum secara lokal dan adaptasi ini juga dapat dilakukan selama proses implementasi berlangsung. 3. Enactment Curriculum Pendekatan ini memandang bahwa pelaksana kurikulum melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum. Rencana program (kurikulum) bukan merupakan produk atau peristiwa (pengembangan) melainkan sebagai proses yang berkembang. Perencanaan program dilakukan di luar (eksternal), dan merupakan sumber bagi guru untuk menciptakan kurikulum sebenarnya yang diterapkan dalam pembelajaran. Para guru menggunakan rencana kurikulum eksternal sebagai acuan agar kurikulum dapat diterapkan lebih baik dan bermakna baik bagi guru maupun bagi siswa. Para guru adalah creator dalam implementasi kurikulum C. Model-model Implementasi Kurikulum Terdapat beberapa model implementasi kurikulum, sebagaimana yang disampaikan oleh Miller dan Seller (1985: 249-250), yaitu : 1. The Concerns Based Adaptation Model (CBAM) Inti dari model ini adalah menggambarkan, mengidentifikasi beberapa tingkat perhatian atau kepedulian guru tentang suatu inovasi dan bagaimana guru menggunakan inovasi di dalam kelas. Model ini merupakan hasil riset implementasi inovasi di sekolah dan perguruan tinggi, yang diselenggarkan oleh Universitas Pusat Penelitian dan Pengembangan Texas. CBAM mengemukakan dua deminsi untuk menguraikan perubahan yaitu : (a) Stage of Concern about the Inovation (SoC), dengan menguraikan perasaan guru dalam proses perubahan, (b) Level of Use the Inovation (LoU) dengan menguraikan performen guru dalam menggunakan sebuah program baru. Model ini dikembangkan oleh Hall dan Louck (1978).

31

2. TORI Model. Model ini dikembangkan oleh Gibb (1978) dengan fokus utama pada perubahan personal atau pribadi dan perubahan sosial. Model ini menyediakan suatu skala yang membantu guru mengidentifikasi bagai mana lingkungan akan menerima ide-ide baru sebagai

harapan

untuk

mengimplementasikan

inovasi

dalam

praktek

dan

menyediakan beberapa petunjuk untuk menyediakan perubahan. 3. Grass-root Model Model ini diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku, selanjutnya

mereka

memiliki

keinginan

untuk

memperbaharui

untuk

menyempurnakannya. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan akan tetapi sebagai motivator, dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum bisa dimulai guru-guru secara individual atau bisa oleh kelompok guru. Model ini hanya mungkin dapat dilakukan, apabila guru-guru di sekolah memiliki kemampuan serta sikap profesional yang tinggi dan memahami akan seluk beluk beluk pendidikan. 4. The Profile Inovate Model Model ini dikembangkan oleh Lethwood ( l982) dan hal ini difokuskan terutama pada para guru. Model ini

membolehkan para guru dan pengelola kurikulum

mengembangkan profil yang merupakan hambatan untuk perubahan, juga bagaimana para guru dapat mengatasi hambatan.

Model Lethwood ini tidak hanya

menggambarkan tetapi juga menyediakan cara bagi para guru dengan strategi dalam mengatasi hambatan atau masalah pada tataran implementasi D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kurikulum Hamid Hasan (1984: 12), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum adalah” karakteristik kurikulum, strategi implementasi, karakteristik penilaian, pengetahuan guru tentang kurikulum, sikap terhadap kurikulum dan keterampilan mengarahkan”. Mars dalam Rusman (2002:22), berpendapat “terdapat lima elemen yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu : dukungan dari kepala sekolah,

32

dukungan dari rekan sejawat guru, dukungan dari siswa, dukungan dari orang tua, dan dukungan dari dalam diri guru unsur yang utama”. Menurut Laithwood dalam Miller and Seller (1985:246) "implementasi sebagai proses. Implementasi meliputi pengurangan perbedaan antara kenyataan praktek dan harapan praktis oleh suatu inovasi". Implementasi adalah proses perubahan perilaku dalam petunjuk anjuran oleh inovasi terjadi dalam tahapan, setiap waktu dan mengatasi halangan dalam perkembangannya. Sedangkan Fullan (1991:67) mengemukakan faktor-faktor yang menjadi kunci dalam proses implementasi berdasarkan karakteristik lokal (local characteristies) yaitu : 1. School district ( lingkungan sekolah ), berkaitan dengan kondisi sekolah, fasilitas dan sarana pendukung yang memadai 2. Community (masyarakat), dukungan masyarakat sekitar , kerjasama dengan dunia usaha dan industri. 3. Principal ( kepala sekolah), berkaitan dengan manajemen dan kepemimpina kepala sekolah. 4. Teacher (guru), adanya respon, dukungan, partisipasi guru dalam pelaksanaan kurikulum. 5. External factors ( faktor eksternal), dukungan dari pemerintah (administrator pendidikan), swasta. Nasution (1987:162) menjelaskan ”Ada dua faktor utama yang memperlambat implementasi kurikulum yakni, situasi sekolah dan situasi lingkungan”. Kateristik si pemakai yang melaksanakan kurikulum adalah situasi sekolah, dan situasi lingkungan diartikan lingkungan yang secara lauas yang mempengaruh implementasi kurikulum. Said Hamid Hasan (1984) menjelaskan ” Strategi implementasi merupakan faktor kedua dari tiga faktor yang mempengaruhi penerapan kurikulum, sedangkan faktor pertama karakteristik kurikulum faktor dan karakteristik ketiga adalah karakteristik pemakai”. J.G Owen dalam Oemar Hamalik (2004:12) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, dengan mengetahui mengetahui faktorfaktor tersebut tentu dapat ditentukan pendekatan yang digunakan dalam

33

implementasi yang tepat. Faktor-faktor tersebut meliputi : (1) tipe perencanaan yang digunakan yaitu topdown dan grass-root, perencanaan grassroot memungkinkan guru memudahkan untuk implementasi. (2) Penggunaan strategi implementasi, strategi yang dapat digunakan yakni penataran, penyediaan buku kurikulum, dan support activitas. (3) Support activitas, supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum adalah 1) kebutuhan (need), artinya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikkan akan mendapat suatu respon dan dukungan yang baik apabila berangkat dari kebutuhan, yakni siswa, guru, sekolah, orang tua, masyarakat, dan industri, 2) kejelasan ( clarity), artinya, mengandung tujuan dan maksud yang jelas yang tertuang dalam indikator, 3) kompleksitas (complexity) artinya tingkat kemudahan atau kesulitan kurikulum tersebut diterapkan dilapangan, 4) kualitas dan praktis (quality and practicality), artinya apakah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dihasilkan satuan pendidikan berkualitas atau tidak. Dan apakah penerapannya lebih praktis dan mudah dipahami oleh guru dan peserta didik. Dengan demikian, maka secara umum faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kurikulum adalah:1) kesiapan guru, 2) kondisi sekolah atau ketersediaan sarana prasarana, 3) manajemen kepala sekolah, 4) lingkungan sekolah, 5) komite sekolah/ masyarakat, dan 6) pembiayaan pendidikan. E. Komponen-komponen Implementasi Kurikulum Miller and Seller (1985,276) mengidentifikasikan tujuh komponen utama dalam merencanakan implementasi kurikulum yaitu (1) studi dari program-program baru (2) identifikasi sumber (3) defenisi aturan (4) pengembangan profesional (5) batas waktu (6) componen sistem (7) pengawasan implementasi 1. Studi program baru Merencanakan studi untuk program baru memungkinkan sumber-sumber dan mengatasi tintangan yang ada dimana studi ini dapat mengambil dan menciptakan perencanaan komite petunjuk untuk program baru atau juga pada level sekolah dan

34

juga dapat mengidentifikasi pengaruh potensial atas keyakinan guru, metodoloi dan sumber 2. Identifikasi sumber Identifikasi sumber terdiri atas tiga area yaitu (a) media cetak dan audiovisual (b) sumber orang (c) sumber keuangan, dan juga termasuk didalamnya kualitas sumber itu 3. Defenisi aturan Mendeskripsikan aturan dapat membantu untuk menjamin pekerjaan penting tidak terjadi adanya overlooked. 4. Pengembangan profesional Kebutuhan pengembangan profesional banyak dilakukan guru dari adanya program baru yang akan menjadi jelas sebagai komponen yang akan datang atas perencanaan yang lengkap 5. Batas waktu Pengaturan jadwal implementasi atau batas waktu adalah sejumlah tujuantujuan jangka menengah sebagai benchmark untuk mengetahui kemajuan dari pelaksanaan implementasi 6. Sistem komunikasi Sistem komunikasi dapat menjadi penyemangat bagi guru yang menyediakan fasilitas, diskusi dan informasi tentang program baru dan pembentukan kapan diskusi akan dijalankan 7. Pengawasan implementasi Tujuan dilakukan pengawasan implementasi adalah untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan implementasi dan untuk menggunakan informasi itu menyokong fasilitas yang berpengaruh atas guru Menurut Oemar Hamalik (2004) dalam mengimplementasikan kurikulum di sekolah, perlu memperhatikan sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Kompone-komponen implementasi kurikulum meliputi :

35

1. Rumusan tujuan Komponen ini membuat rumusan tujuan yang henak dicapai atau yang diharapkan tercapai setelah pelaksanaan kurikulum, yang mengandung hasil-hasil yang hendak dicapai berkenan dengan aspek-aspek deduktif, administratif, sosial, dan aspek lainnya. 2. Identifikasi sumber-sumber Komponen ini memuat secara rinci sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kurikulum. Perlu dilakukan survai untuk mengetahui sumber-sumber yang digunakan meliputi sumber keterbacaan, sumber audio visual, manusia, masyarakat dan sumber di sekolah yang bersangkutan. 3. Peran pihak-pihak terkait Komponen ini membuat tentang unsur-unsur ketenagaan yang bertindak sebagai pelaksanaan kurikulum, seperti tenaga kerja, supervisor, administrator serta siswa sendiri. 4. Pengembangan kemampuan profesional Komponen ini membuat perangkat kemampuan yang dipersyaratkan bagi masing-masing unsur ketenagaan yang terkait dengan implementasi kurikulum. 5. Penjadwalan kegiatan pelaksanaan Komponen ini membuat uraian lengkap dan rinci tentang jadwal pelaksanaan kurikulum. Penjadwalan ini diperlukan sebagai acuan bagi para pelaksanaan untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan partisipasinya dan bagi pengelola dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pelaksanaan pengontrolan dan evaluasi. 6. Unsur penunjang Komponen ini membuat uraian lengkap tentang semua unsur penunjang yang berfungsi menunjang pelaksanaan kurikulum. Unsur penunjang meliputi metode kerja, manusia, perlengkapan, biaya dan waktu yang tersedia. Semua itu harus direncanakan secara seksama.

36

7. Komunikasi Komponen ini direncanakan sistem dan prosedur komunikasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kurikulum. Jika komunikasi berlangsung efektif, maka penyelenggaraan pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan berhasil. 8. Monitoring Komponen ini memuat secara rinci dan komperhensif tentang rencana kegiatan monitoring sejak awal dimulainya pelaksanaan kurikulum, pada waktu proses pelaksanaan dan tahap akhir pelaksanaan kurikulum, rencanakan secara cermat monitoring tersebut, pelaksanaan dan materi yang diperlukan. 9. Pencatatan dan pelaporan Komponen ini memuat segala seuatu yang berkenan dengan pencatatan data dan informasi dan memuata laporan yang berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum. Pencatatan berfungsi ganda yaitu membantu posisi monitoring dan membantu prosedur evaluasi pelaksanaan kurikulum 10. Evaluasi proses Komponen ini memuat rencana evaluasi proses pelaksanaan kurikulum. Dalam rencana ini digambarkan hal-hal seperti tujuan, fungsi, metode evaluasi dan bentuk evaluasi. 11. Perbaikan dan redesain kurikulum Dalam rencana ini perlu diestimasikan kemungkinan dilakukan upaya perbaikan atau redesain kurikulum yang hendak dilaksanakan. Perbaikan ini dilakukan atas dasar umpan balik yang bersumber dari hasil evaluasi proses III. Strategi Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mengimplementasikan kurikulum di lapangan bukanlah perkara mudah karena akan sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal sekolah maupun secara eksternal, secara internal agaknya peran guru dan kepala sekolah menjadi sangat sentral sekali dalam menentukan keberhasilan implementasi itu karena secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar sementara faktor eksternal seperti tenaga administrasi sekolah, komite sekolah, masyarakat, pemerintah sendiri

37

diposisikan sebagai faktor yang juga memiliki andil dalam menetukan keberhasilan implementasi kurikulum di sekolah. Menurut

Sukmadinata

(Rusman,2007:48)

untuk

mengimplementasikan

kurikulum sesuai dengan rancangan dibutuhkan beberapa kesiapan terutama kesiapan pelaksanaan. Kesiapan pelaksanaan ini terkait dengan segala sesuatu yang pastinya akan sangat dibutuhkan selama implementasi kurikulum itu dijalankan, seperti halnya kebutuhan seorang siswa yang akan berangkat menuju sekolahnya maka kesiapan yang lengkap dalam tas nya harsu disiapkan selengkapnya di rumah sehingga pada saat berada di sekolah segala keperluan juga telah tersedia dan tidak akan ada kebingungan lagi. KTSP sebagai kurikulum yang berlaku dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kurikulum nasional dengan karaktersitik yang melekat dan identik dengannya adalah kemandirian guru, otonomisasi sekolah, partisipasi masyarakat, tim pengembang kurikulum di sekolah membutuhkan ramuan-ramuan khusus tertentu dalam menjalankannya sehingga KTSP itu sendiri mencapai sasaran dan target yang diinginkan, secara khusus Mulyasa (2008) menyatakan keberhasilan impelemntasi KTSP sangat ditentukan oleh guru dan kepala sekolah karena keduanya merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi sekolah yang lain. Pendapat ini ada benar juga karena implementasi pada intinya adalah proses belajar mengajar itu sendiri yang nota bene merupakan realisasi dari kurikulum yang sudah direncanakan dimana kurikulum ini sudah terencana dengan baik dan tersaji seideal mungkin yang sesuai dengan kebutuhan, maka untuk mengaktualkannya peran guru amatlah penting dan strategis dengan sejumlah kompetensi yang dimilikinya serta dedikasi yang tinggi untuk menjalankannya. Fenomena yang agak berbeda akan mudah kita jumpai di lapangan antara sekolah yang dikelola dengan baik dan profesional dengan sekolah yang dikelola bak air mengalir saja maka yang terlihat dari kedua jenis pengelolaan sekolah ini peran guru sebagai aktor utama dalam mengimpelementasikan kurikulum sangatlah berbeda dengan perbedaan yang sangat tajam diantara keduanya, namun bukan berarti dalam

38

implementasi KTSP perhatian hanya tercurah pada dua figur ini saja yaitu guru dan kepala sekolah akan tetapi perhatian yang sama juga harus diberikan terhadap faktor lain yang berpengaruh terhadap implementasi kurikulum yaitu lingkungan sekolah, masyarakat, faktor eksternal lainnya serta dukungan dari pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah. Rusman (2007;48) menyatakan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam mengimplementasikan kurikulum meliputi pertama pemahaman esensi dari tujuan-tujuan yang akan dicapai kedua kemampuan untuk menjabarkan tujuan-tujuan kurikulum menjadi tujuan yang lebih spesifik ketiga kemampuan untuk menterjemahkan tujuan-tujuan khusus kepada tujuan pembelajaran, disamping itu dalam dalam UU No 14 tahun 2005 pun telah dinyatakan bahwa seorang guru diharsukan memiliki tiga kompetensi utama yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional sedangkan dalam PP No 19 tahun 2005 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru terdiri atas terdiri atas kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial, dengan dimilikinya kompetensi ini oleh guru berarti kemampuan yang seharsunya ada dan dibutuhkan oleh guru saat ini dalam implementasi KTSP menjadi sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Implementasi KTSP akan bermuara pada pembelajaran itu sendiri, sehingga untuk melihat implementasi KTSP di lapangan adalah dengan memperhatikan pelaksanaan proses belajar mengajar atau kegiatan pembelajarannya yang intinya bagaimana pesan dan isi kurikulum itu dapat tersampaikan kepada peserta didik secara optimal. Mulyasa (2008;181) menyatakan pelaksanaan pembelajaran sebagai implementasi KTSP mencakup tiga hal yaitu pembukaan, pembentukan kompetensi dan penutup, sementara Sanjaya (2007;202) menegaskan bahwa pembelajaran sebagai impelemtasi kurikulum adalah sebuah sistem dimana masing-masing komponen dalam sistem pembelajaran itu saling terkait dan akan selalu berinteraksi untuk mecapai tujuan yang diharapkan, sebagai sebuah sistem dalam kontek

39

impelemtasi maka komponen yang saling mendukung serta terkait satu dengan yang lain terdiri atas tujuan, materi, metode, media dan evaluasi A. Strategi implementasi yang berorientasi pada guru Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa peran guru dalam implementasi kurikulum sangatlah vital sehingga berbagai upaya dan langkah yang diambil untuk meningkatkan kapasitas guru merupakan pilihan yang tepat dalam kerangka kebijakan pendidikan secara nasional. Kita sangat memahami bahwa secara nasional kualitas guru sangatlah beragam antar daerah dan antar sekolah yang memperlihatkan sebuah disparitas yang sangat jauh terutama antar kota dengan desa, akan tetapi secara nasional kualitas guru kita tidaklah mengembirakan hal ini dikarenakan profesi guru input mahasiswa atau sekolah yang diorientasikan sebagai guru banyak berasal dari siswa/i yang tidak terlalu istimewa dalam prestasinya di sekolah bahkan terkesan sebagai profesi pilihan akhir dari pada tidak sama sekali sehingga jadilah mereka yang mengajar yang notabene merupakan lulusan LPTK atau eks LPTK yang menjadi guru. Akan tetapi tidak semestinya kita larut dalam kekecewaan itu karena harapan itu masih ada dan matahari pagi akan bersinar kembali pada pagi hari, kehadiran UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dianggap sebagai awal kebangkitan profesi guru di negeri kita melalui mekanisme kompetensi, sertifikasi, kualifikasi para guru akan disaring seketat mungkin sehingga akan menghasilkan guru yang diharapkan memenuhi harapan kita bersama. Mengimplementasi KTSP sebagai produk dari satuan pendidikan itu sangatlah membutuhkan kreatifitas dan kemandirian guru dan sekolah untuk menyusunnya, memang bukanlah pekerjaan yang mudah untuk melakukan apabila guru tidak memiliki kemamuan kuat dan sekolah pun tidak memfasilitasinya sehingga yang terjadi adalah KTSP yang di cap sebagai miliki kita yang mengambil dan mencontoh dari sekolah lain atau hanya copy paste saja. tentunya KTSP buatan dengan copy paste ini mencerminkan kelemahan dan ketidakmampuan sekolah yang terutama gurunya yang tidak berkompeten, untuk itulah strategi impelemntasi KTSP haruslah diarahkan untuk meningkatkan kapasitas guru, untuk mewujudkan implementasi

40

KTSP yang efisien dan efektif perlu dikembangkan strategi khusus yang yang berorientasi guru, antara lain: 1. Mengubah mind set guru dari paradigma konvensional ke paradigma abad 21 (baru) Adalah tidak mudah memang untuk mengubah sebuah pola pikir dan paradigma yang telah tertanam dan tertancap dalam diri guru selama ini terhadap profesi yang mereka jalani, selama ini paradigma yang dimiliki guru terhadap profesinya sering tidak memberikan pencapaian yang maksimal dan keinginan dirinya untuk melakukan sebuah lompatan dan loncatan prestasi dalam profesinya itu, paradigma yang dimaksud adalah: a) pekerjaan guru adalah mengajar, b) guru lebih tahu dan pintar dari siswa, c) guru sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa, d) metode mengajar ceramah adalah metode utama yang selalu dipakai. Pola pikir seperti ini tidak mesti dipertahankan lagi untuk model pembelajaran pada abad 21. pembelajaran pada abad 21 ini menurut Arend (2008;7) adalah; a) mengajar dalam masyarakat multikultural, b)mengajar untuk konstruksi makna, c) mengajar untuk pembelajaran aktif, d)mengajar dan akuntabilitas, e)mengajar dan pilihan, f)mengajar dan pandangan baru tentang kemampuan, f)mengajar dan teknologi. Oleh karena itu mind set guru harus diubah baik secara revolusioner sesuai dengan tuntutan guru pada abad 21 ini, perubahan min set dianggap sangat penting karena akan membuka jalan untuk memulai langkah-langkah maju dalam menata pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.

Perubahan mind set ini juga seiring dengan

paradigma pengelolaan pendidikan hari ini yaitu; 1) dari sentralisasi ke desentralisasi, 2) dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up, 3) dari orientasi pengembangan yang parsial ke orientasi pengembangan yang holistik, 4) dari peran pemerintah yang dominan ke meningkatnya peranserta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif, 5) dari lemahnya peran institusi non sekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat, 6) dari ”birokrasi berlebihan” ke ”debirokratisasi”, 7) dari ”manajemen tertutup” (close management) ke ”management terbuka” (open management), 8) dari pengembangan pendidikan ”terbesar menjadi tanggung jawab

41

pemerintah” berubah ke ”sebagian besar menjadi tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat (stakeholders). 2. Membentuk budaya (kultur) baru di lingkungan sekolah Membangun budaya dalam kontek implementasi KTSP adalah sejumlah perilaku-perilaku yang disepakati sebagai identitas dan karakterisitik pada guru melalui kesepakatan bersama serta diiringi dengan sebuah komitmen yang tinggi untuk melaksanakannya. Deal dan Kennedy (Depdiknas, 2003: 3) mendefinisikan kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga masyarakat (sekolah). Sedangkan menurut Schein (Depdiknas, 2003: 3), kultur sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan, atau pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi masalahmasalah yang telah berhasil baik serta dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut. Menurut Stolp dan Smith (1995), kultur sekolah merupakan hal-hal yang sifatnya historis dari berbagai tata hubungan yang ada, dan hal-hal tersebut telah diinternalisasikan oleh warga sekolah. Selanjutnya Stolp dan Smith membagi kultur sekolah dalam tiga lapisan yakni artifak di permukaan (lapisan luar), nilai-nilai dan keyakinan di lapisan tengah, dan asumsiasumsi di lapisan paling dalam (lihat gambar 1.2)

Gambar 2. Kultur sekolah (dikutip dari Stolp dan Smith,1995)

42

Artifak merupakan lapisan kultur sekolah yang segera dan paling mudah diamati seperti aneka ritual sehari-hari di sekolah, berbagai upacara, benda-benda simbolik di sekolah, dan aneka kebiasaan yang berlangsung di sekolah. Keberadaan kultur ini segera dapat dikenali ketika orang mengadakan kontak dengan sekolah tersebut. Lapisan kultur sekolah yang di tengah berupa nilai-nilai dan keyakinankeyakinan yang ada di sekolah, yang menjadi ciri utama suatu sekolah. Sebagian berupa norma-norma perilaku yang diinginkan sekolah seperti ungkapan rajin pangkal pandai, kebersihan adalah sebagian dari iman, berakit-rakit kehulu berenangrenang kemudian bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, dan berbagai penggambaran nilai dan keyakinan lainnya. Lapisan kultur sekolah paling dalam adalah asumsi-asumsi yang digunakan dalam memecahkan berbagai masalah dan terbukti benar sehingga menjadi pedoman misalnya asumsi bahwa semua anak dapat menguasai bahan pelajaran hanya lama waktunya yang berbeda, siswa jurusan IPA lebih mudah berpikir dari siswa jurusan IPS, dan sebagainya. Kultur hanya dapat diamati melalui pencerminan hal-hal yang dapat diamati atau artifak. Artifak dapat berupa fisik-material seperti arsitektur, interior dan eksterior ruang, halaman/taman, gambar-gambar, foto, pamflet dan sebagainya, serta dapat juga berupa tingkah-laku. Ada dua jenis tingkah-laku yakni tingkah-laku verbal berupa ungkapan lisan/tertulis baik dalam bentuk kalimat maupun kata-kata misalnya visi-misi, motto, semboyan, dan tingkah-laku non verbal dalam bentuk tindakan misalnya bersalaman, mengangguk, tersenyum dan sebagainya. Di balik artifak tersebut tersembunyi kultur yang berupa nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan, serta asumsi-asumsi. Langkah-langkah dalam melakukan pengembangan kultur sekolah antara lain memotret kultur sekolah, menganalisis & menginterprestasi hasil pemotretan, merancang, dan melaksanakan tindakan pengembangan, monitoring dan evaluasi, pelaporan, merancang & melaksanakan tindak lanjut. Ada tiga langkah dalam

43

memotret kultur sekolah yakni mengamati artifak, mengamati kegiatan sekolah, mengamati interaksi warga sekolah. Artifak yang diamati berupa benda fisik (material), perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Kegiatan sekolah yang diamati meliputi kegiatan belajar-mengajar, rapat-rapat, peringatan hari-hari besar nasional dan keagamaan, kegiatan olah raga, hubungan antar warga sekolah, upacara sekolah dan sebagainya. Interaksi warga sekolah yang diamati meliputi interaksi guru-siswa, guru-guru, guru-orang tua siswa, guru kepala sekolah, kepala sekolah-komite sekolah, kepala sekolah-staf tata usaha dan sebagainyaAnalisis dan interprestasi hasil pemotretan pada dasarnya menentukan aspek-aspek akademis dan non akademis serta menentukan skor/frekuensi tiap-tiap aspek, dan selanjutnya menentukan kultur yang positif, netral dan negatif. Apabila mind set guru telah mengalami perubahan ke arah yang diinginkan maka akan membuka jalan untuk terbentuknya budaya-budaya baru dlingkungan sekolah sehingga apapun bentuk implementasi kurikulum yang akan dijalankan akan mudah untuk dilaksanakan karena aktor utamanya yaitu guru telah terbentuk pola pikir sedemiakn rupa dan budaya yang ada pun menjamin keterlaknsaanya. Implementasi KTSP yang didalamnya terdapat penyusunan RPP, silabus, metode, media, evaluasi sebenarnya secara dokumen dan refernsi yang ada telah tersedia akan tetapi persoalan utamanya adalah pada sisi gurunya untuk memulai dan berkeningan kuat untuk melaksanakan. 3. Guru sebagai pengembang kurikulum Tugas guru tidak hanya mengajar disekolah yang terbatas pada menyiapkan bahan ajar, media, melakukan evaluasi, akan guru adalah seorang pengembang kurikulum, perbedaan yang mendasar antara tugas mengajar dan pengembang kurikulum terletak pada cakupan pekerjaan dan tanggungjawabnya. Sebagai seorang pengembang kurikulum guru dituntun untuk memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang kurikulum baik secara teoritis maupun secara praktis. Pemahaman dan wawasan tentang kurikulum secara teoritis meliputi tiga kajian utama tentang kurikulum yaitu; desain/rancangan kurikulum, implementasi kurikulum dan evaluasi

44

kurikum, sementara pemahaman tentang kurikulum secara praktis akan terbentuk dengan riset yang telah dilakukan bahkan akan memiliki nilai lebih sekiranya seorang guru juga terlibat secara aktif dalam kegiatan riset. Pekerjaan guru sebagai seorang pengembang kurikulum akan dihadapkan pada pekerjaan besar dan sulit karena tidak semudah yang dibayakngkan, Arends (2008) menyatakan bahwa pekerjaan guru pada abad 21 dihadapkan pada tujuh tantangan besar yaitu (1) mengajar dan teknologi (2) mengajar dengan pandangan baru tentang kemampuan (3) mengajar dan pilihan (4) mengajar dan akuntabilitas (5) mengajar untuk pembelajaran aktif (6) mengajar untuk konstruksi makna (7) mengajar dalam masyarakat multikultural. Dengan tantangan ini maka sebagai seorang pengembang kurikulum guru harsu mampu melakukan desain/rancangan kurikulum yang efektif yang mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta target-target pribadi yang ingin dicapai B. Mengaktualisasikan Implementasi KTSP sebagai Sistem Pembelajaran Sering terdengar isitilah sistem yang diartikan kesatuan komponen yang saling berhubungan atau berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan. Implementasi KTSP sebagai sistem pembelajaran berarti seluruh komponen KTSP itu merupakan komponen yang saling berinteraksi dan berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sistem adalah 1. perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas seperti perencanaan makanan, pernafasan, peredaran darah dalam tubuh, telekomunikasi 2.susunan yang teratur dari pandangan, teori dan asas seperti pemerintahaan negara 3.metode seperti pendidikan (klasikal atau individual), Hamalik (2008;1) dan Sanjawa (2009;195) sepakat dengan defenisi sistem secara tradisional adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Selanjutnya Sanjaya (2008:2) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga ciri utama sistem yaitu (1) sistem memiliki tujuan tertentu (2) sistem memiliki fungsi (3) sistem memiliki komponen, Mudhofir (1990;12) menambahkan bahwa sistem memiliki (1)

45

tujuan (2) fungsi (3) komponen yang saling berinteraksi sehingga menimbulkan keterpaduan (4) adanya proses transformasi (5) adanya umpan balik dari kawasan dan lingkungan. Sebagai sebuah sistem maka pembelajaran memiliki ciri atau karaktersitik tersendiri yaitu pertama sistem pembelajaran mempunyai tujuan, kedua sistem pembelajaran memiliki fungsi, ketiga sistem pembelajaran memiliki komponen, keempat masing-masing komponen yang ada dalam sistem pembelajaran memiliki hubungan membentuk sebuah jalinan keterpaduan kelima adanya proses transformasi keenam adanya umpan balik antara kawasan dan lingkungan dalam sistem pembelajaran Pertama sistem pembelajaran mempunyai tujuan yang telah dirumuskan dan ditetapkan pada berbagai satuan pendidikan yang akan membantu setiap satuan pendidikan untuk bergerak dan menyamakan langkah menuju tujuan yang telah ditetapkan, dengan adanya tujuan ini maka arah pembelajaran semakin jelas sehingga seluruh energi, daya dan upaya akan dimaksimalkan untuk mencapai tujuan, dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Kedua sistem pembelajaran memiliki fungsi untuk mencapai tujuan, dalam sistem pembelajaran terdapat fungsi-fungsi khusus yaitu semacam unit-unit khusus yang merupakan bagian terpenting dalam sistem pembelajaran yang berperan sangat urgent untuk dapat terlaksananya sebuah pembelajaran dengan baik untuk mencapai tujuan pembelajaran, karena keberadaanya sangat penting maka fungsi pembelajaran haruslah diperhatikan secara seksama karena masing-masingnya juga merupakan sebuah sistem berhubungan dan tak terpisahkan seperti fungsi perencanaan, fungsi administrasi, fungsi kurikulum, fungsi evaluasi, fungsi bimbingan, tanpa adanya perencanaan yang matang dalam pembelajaran maka tidak akan mungkin proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik pun, sebaik dan sematang apapun rencana tanpa didukung dengan administrasi dan kurikulum yang handal maka rencana hanya akan tinggal dalam dokumen saja tanpa arti, rencana dan administrasi

46

serta kurikulum yang baik tanpa adanya sebuah evaluasi maka tidak kan dapat diketahui keberhasilannya Ketiga sistem pembelajaran memiliki komponen atau bagaian yang melaksanakan fungsi tertentu yaitu bahagian dari sistem yang melaknsanakan tugas-tugas khusus untuk menjalankan sebuah fungsi dalam sistem pembelajaran, seperti fungsi perencanaan dalam pembelajaran memerlukan silabus dan RPP, fungsi kurikulum memerlukan, bahan ajar,media,strategi dan metode yang diperlukan, evaluasi, fungsi evaluasi memerlukan laporan penilaian, bentuk dan jenis evaluasi yang dipergunakan Keempat masing-masing komponen yang ada dalam sistem pembelajaran memiliki jalinan keterpaduan dan berinteraksi atau saling berhubungan, pembelajaran sebagai sebuah sistem berarti sangat luas karena akan berhubungan dengan seluruh komponen yang ada dan mempengaruhi terlaksanakanya pembelajaran, maka akan termasuklah didalamnya listrik sebagai sebuah sistem yang dibutuhkan dalam proses belajar untuk kepentingan pencahayaan, sumber energi untuk menjalankan fungsi sebuah media yang menggunakan tenaga listrik, dan lain sebagainya sehingga secara keseluruhan sistem ini menciptakan sebuah pola ketergantungan satu dengan yang lain dan membentuk jalinan keterpaduan Kelima adanya proses transformasi, pembelajaran sebagai sebuah sistem yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat membutuhkan sebuah proses yang didesain secara matang yang disebut juga dengan proses tranformasi yang yang mengubah input menjadi output yang sesuai dengan tujuan, dalam pembelajaran yang tujuannya untuk membentuk manusia yang terampil dan ahli dalam menggunakan komputer harus menciptakan dan mendesain sistem trasformasi berupa metode pembelajaran, penciptaan lingkungan dan situasi, fasilitas dan alat bantu belajar yang dibutuhkan, anggaran yang dibutuhkan sehingga akan menjadi sebuah proses sistem tranfromasi yang termenej dengan baik Keenam adanya umpan balik, pembelajaran yang telah direncanakan dan sedang dilaksanakan perlu diawasi dengan baik sehingga setiap tahapan dan proses yang dilakukan tidak keluar dan melenceng dari yang telah ditetapkan disamping itu

47

dengan adanya pemantauan ini sekiranya ditemukan gejala-gejala yang tidak baik yang akan mengganggu proses pembelajaran seperti adanya siswa yang nakal, persaingan antar siswa yang tidak sehat, kecemburuan sosial, atau guru yang lalai dalam melaknsakana tugas dapat segera dilakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah rusaknya sistem pembelajaran secara keseluruhan bahkan kalau memang diperlukan dapat dilakukan tindakan yang lebih tegas demi menjaga keutuhan sistem secara keseluruhan Ketujuh hubungan antara kawasan dan lingkungan dalam sistem pembelajaran, yaitu adanya interaksi antara sistem pembelajaran dengan lingkungan di sekitarnya maka lingkungan dengan komponen yang ada sangat mempengaruhi sistem pembelajaran, bahkan kesuksesan dalam pembelajaran juga dipengaruhi sejauh mana lingkungan yang ada dimanipulasi sedemikian rupa untuk mendukung keberhasilan dalam pembelajaran, maka penciptaan dan penataan lingkungan yang kondusif dalam pembelajaran menjadi sangat diperlukan Secara sederhana karaktersitik sistem pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut;

PEMBELAJARAN SEBAGAI SISTEM keterpaduan

transformasi

Umpan balik Kawasan lingkungan

Gambar 3. Pembelajaran sebagai suatu sistem Untuk mengaktualisasikan implementasi KTSP sebagai sistem pembelajaran maka pendukung sistem itu dalam arti pihak-pihak yang berada dan menjalankan sistem ini harus juga dikerahkan untuk berpkir sistem dimana pekerjaan yang

48

dijalankan mereka baik guru, kepala sekolah, wakil kepala sekolah adalah sebuah pekerjaan yang memiliki keterkaitan dengan bidang yang lain dan pasti akan berpengaruh secara signifikan sekecil apapun terhadap bidang lain dan apabila tidak dilakukan secara maksimal atau lengah dan menganggap enting akan berdampak juga pada bidang lain dan pada akhirnya akan mempengaruhi sistem pendidikan secara nasional. Penting sekali menanamkan pola pikir ini dalam diri para guru, kepala sekolah secara khusus karena mereka yang terlibat secara langsung dalam implementasi KTSP adalag bahagian dari sistem dari sebuah sistem yang lebih luas secara nasional. Pendekatan sistem ini akan mendorong segenap komponen yang ada terutama komponen manusiawi untuk berpikir secara sistem yaitu berpikir bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak hanya untuk kepentingan kita saja akan tetapi mempengaruhi kualitas pekerjaan yang lain, seorang guru yang berpikir sistem akan berusaha keras agar pekerjaan dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh kemampuannya karena ia akan berpikir jika ia tidak maksimal maka akan ada komponen lain yang dirugikan baik siswa, sekolah dan pada akhirnya akan kepentingan negara akan terganggu, siswa yang berpkir sistem akan belajar dengan giat dan rajin serta dengan motivasi yang tinggi karena ia akan berpikir jika ia gagal atau bermalas akan merusak sistem yang lain yaitu image yang jelak terhadap guru, sekolah dan bahkan sampai berpikir negara ini akan tidak akan pernah maju, seorang petugas kebersihan dan keamanan sekolah yang berpikir sistem akan menjalankan tugasnya dengan baik karena dalam pikirannya pekerjaan yang ia lakukan akan ada konstribusinya untuk kemajuan sekolah dan kemajuan bangsa dan negara, apabila seluruh komponen atau subsistem dalam sistem pembelajaran mampu berpikir sistem artinya berpikir untuk keseluruhan maka dengan sedirinya sistem pembelajaran akan bergerak dengan sendirinya secara otomatis dan hasilnya akan tercapai dengan baik karena setiap komponen dalam sistem pembelajaran akan berpikir apa kontribusi yang dapat saya berikan untuk kemajuan lembaga, kualitas pembelajaran akan tergambar dengan jelas dengan melihat pencapaian hasil pembelajaran baik secara kuantitatif maupun kualitatif, maka hasil belajar yang diraih siswa secara hakikinya

49

bukanlah merupakan hasil kemampuan pribadinya sendiri akan tetapi merupakan keberhasilan sistem itu sendiri yang mampu menghantarkan siswa manjadi orang yang berhasil C. Evaluasi KTSP Berbasis Kinerja Pada Tingkat Satuan Pendidikan Kinerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja. Istilah kinerja sangat familiar dalam lingkungan bisnis karena intensitas persaingan bisnis dimasa kini dan masa depan semakin ketat dan komplek ditandai dengan perkembangan dan penemuan-penemuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi yang menyebabkan jarak dan waktu antara satu daerah/negara dengan negara lain semakin dekat. Bisnis mengalami pergerakan yang sangat cepat dari sisi product cycle sehingga pemenang akan sangat ditentukan oleh seberapa cepat peluang peluang yang ada diambil dan dikelola menjadi keunggulan. Yang sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis hari ini adalah mereka yang memiliki jiwa enterpreneurship yang mampu membaca dan menangkap peluang sekecil apapun. Kecepatan perputaran produk ini menuntut perusahaan melakukan langkah-langkah besar dan strategi-strategi yang jitu dan semuanya hanya akan terlaksana dengan dukungan SDM yang tangguh dan manajemen yang handal dalam mengelola perusahaan. Menurut Atkinson (1995:51) sistem penilaian kinerja sebaiknya mengandung indikator kinerja yaitu pertama memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif pelanggan, kedua menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan, ketiga memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan keempat menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenai permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan. Menurut Hansen dan Mowen (1997: 396) penilaian kinerja perusahaan adalah: “Activity performance measures exist both financial and non financial forms. These measures are designed to assess how well an activity was performed and the result achieved. They are also designed to reveal if constant improvement is being

50

realized. Measures of activity performance centre on three major dimension: (1) efficiency, (2) quality, and (3) time. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota organisasi. Selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk evaluasi dan pengembangan. Penilaian kinerja sebagai basis evaluasi digunakan untuk menilai kinerja masa lalu sebagai dasar pelaksanaan keputusan-keputusan personalia. Menajemen melakukan evaluasi kinerja dengan tujuan pertama memberikan masukan untuk keputusan sumber daya manusia seperti promosi, transfer dan pemutusan hubungan kerja kedua memberikan umpan balik kepada karyawan mengenai bagaimana pandangan organisasi akan kinerja mereka ketiga sebagai dasar dalam pemberian kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus karyawan dan kenaikan-kenaikan lainnya dalam gaji ketiga. Simamora (1995) menjelaskan evaluasi kinerja membantu kebutuhan-kebutuhan organisasi dan karyawan dengan cara pertama memberikan para karyawan kesempatan untuk mengindikasikan arah dan tingkat ambisi mereka kedua memberikan kesempatan para manajer untuk mengindikasikan minat dalam pengembangkan karyawan ketiga mengidentifikasikan bidang-bidang dimana pelatihan khusus dibutuhkan atau diinginkan dan tersedia keempat menyediakan dorongan bagi karyawan yang telah mencoba untuk bekerja dengan baik kelima menyediakan sarana untuk menyampaikan dan mendokumentasikan ketidakpuasan terhadap kinerja karyawan yang tidak dapat diterima dan upaya-upaya untuk memperbaikinya. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja memotivasi dan mengarahkan kinerja individu dan upaya-upaya pengembangan karir. Aspek ini memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pengembangan dari anggota-anggota organisasi termasuk keahlian, pengalaman atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Penilaian kinerja untuk tujuan pengembangan juga mencakup pemberian pedoman kepada karyawan untuk

51

kinerjanya di masa datang. Informasi dalam penilaian kinerja membantu mengenali kekuatan dan kelemahan dalam kinerja masa lalu dan menentukan arah apa yang harus diambil karyawan untuk memperbaikinya Paradigma pengelolaan sekolah yang sudah mulai diarahkan kepada pengelolaan bisnis dengan menggunakan konsepsi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sangat memungkinkan dilakukannya penilaian berbasis kinerja. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pun tidak menutup kemungkinan dilakukan hal yang sama sehingga model evaluasi kurikulum berbasis kinerja menjadi sebuah tawaran menarik untuk didiskusikan dan menjadi wacana yang cukup hangat untuk diperdebatkan. Hal yang sangat mendasar yang membedakan sekolah dengan dunia usaha adalah terletak pada orientasi, pada perusahaan sebagai mana sudah lumrah diketahui tujuannya adalah pencapaian laba yang maksimal maka kinerja akan diukur dari ketercapaian laba yang diperoleh disamping tujuan lain yang mengiringinya. Sekolah sebagai institusi yang bergerak dalam menyediakan jasa pendidikan orientasi utamanya adalah mendidik dan mengajar siswa/i menjadi pribadi yang berilmu sedangkan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap ilmu diketahui dari indikator hasil belajar mereka baik secara kuantitatif mapun kualitatif, maka kinerja sekolah akan sangat ditentukan oleh pencapaian prestasi belajar siswa dalam berbagai ujian dan tes yang diadakan. Kurikulum yang menjadi pedoman sekolah dalam melaksanakan seluruh rangkaian proses belajar mengajar dinilai berhasil apabila hasil belajar siswa menunjukkan trend yang positif, berarti KTSP secara nasional dinilai berhasil dan menujukkan kinerja yang baik apabila hasil belajar siswa di Indonesia menujukkan hasil yang baik. Mengevaluasi KTSP dengan pendekatan kinerja tidak harus sama dengan apa yang dilakukan pada perusahaan, akan tetapi pengadopsian konsep ini hanya terbatas pada beberapa konsep kinerja yang sesuai. Model evaluasi KTSP berbasis kinerja lebih ditekankan pada aspek manajerial sekolah yang mengimplementasikan KTSP sesuai dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) maka evaluasi KTSP dilakukan pada tiga aspek yaitu

52

1. Input yang terdiri atas ; a) misi dan visi sekolah, b) sumberdaya yang tersedia, c) kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu 2. Proses yang terdiri atas; a) proses belajar mengajar, b) kepemimpinan sekolah, c) lingkungan sekolah, d) sekolah memiliki budaya mutu, f) teamwork, g) kewenangan/kemandirian sekolah, h) partisipasi warga sekolah dan masyarakat, i) keterbukaan manajemen sekolah, j) kemauan untuk berubah, k) evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, l) responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, m) komunikasi, n) sekolah memiliki akuntabilitas 3. Output yang terdiri atas berupa a) prestasi akademik, b) prestasi non akademik Prestasi akademik terdiri atas NEM, lomba karya ilmiah remaja, loma Bahasa Inggris, Metematika, Fisika, cara berfikir kritis, kreatif, nalar, rasional, induktif, deduktif dan ilmiah. Prestasi non akademik terdiri atas keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olah raga, kesenian dan kepramukaan Tiga aspek tersebut akan diukur kinerjanya dengan melihat ketercapaian masing-masing dengan membandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dan pada akhirnya akan bermuara pada prestasi belajar siswa, secara sederhana dapat digambar sebagai berikut;

53

Gambar 4. Model Evaluasi KTSP berbasis kinerja

Setelah hasil dengan standar dibandingkan maka akan menghasilkan informasi tentang ketercapaian ketiga aspek tersebut dan pada akhirnya akan didapat kesimpulan tentang kinerja, adapaun proses Evaluasi KTSP dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut pertama Mementukan tujuan spesifik dari penilaian kedua Analisa input, proses dan output untuk mengetahui apa yang sebenarnya diharapkan pada ketiga aspek tersebut ketiga Pada akhir periode penilaian, penilai mengukur kinerja dan mengevaluasinya, selanjutnya dibandingkan dengan kinerja kerja standar kinerja. Hendaknya evaluasi dilakukan secara profesional dan objektif yang hanya dapat dilakukan oleh evaluator yang berkompeten Dalam implementasi KTSP penilaian kinerja akan dilakukan pada dua figur sentral yaitu kinerja guru dan kinerja kepala sekolah dimana pengukuran kinerja ini didasarkan pada tupoksi (tugas fungsi pokok) mereka serta komptensi yang tekah disayaratkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Kinerja kepala sekolah

54

menurut rusman (2007:9) adalah upaya yang harus dilakukan seorang kepala sekolah dalam melakukan tugas dan perannya sebagai seorang kepala sekolah pada berbagai tingkat satuan pendidikan yang merupakan perwujudan dari pengatahuan, sikap dan keterampilan yang selaras dengan visi, misi setiap satuan pendidikan. D. Optimalisasi Potensi Daerah Secercah harapan dibalik persoalan pendidikan yang dihadapi negara kita masih tetap ada, optimisme hendaknya selalu menjadi spirit perjuangan untuk mengayunkan langkah menatap Indonesia yang lebih maju dan berdaya saing menyongsong dunia dengan peradaban globalnya, harapan besar ini terlihat dari celah kebijakan pendidikan nasional yaitu “desentralisasi” dan “otonomi daerah” Undang Undang Otonomi Daerah memberikan kewenangan seluruh urusan pemerintah bidang pendidikan dan kebudayaan kepada pemerintah daerah (kabupaten/kota), argumentasi yang cukup logis tentang kebijakan otonomi daerah khususnya dalam urusan pendidikan dan kebudayaan sebagaimana dikatakan Indra Jati Sidi adalah pembangunan pendidikan yang selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah pusat terbukti kurang efektif, berbagai program investasi perluasan akses pendidikan dan peningkatan mutu yang telah dilakukan belum dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan, Otonomi daerah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan, keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal serta menggali potensi dan keanekaragaman daerah, bukan untuk memindahkan masalah dari pusat ke kabupaten dan kota. Dalam kontek otonomi daerah sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian kekhasan lingkungan sekitar sekolah ataupun daerah dimana sekolah itu berada. Untuk merealisasikan usaha itu, sekolah harus dapat menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada peserta didik tentang apa yang menjadi kekhasan lingkungannya, baik yang menyangkut dengan kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya maupun yang menjadi kebutuhan daerahnya. Berdasarkan pada kenyataan ini, diperlukan implementasi kurikulum yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan daerah. Hal ini berarti bahwa sekolah

55

harus dapat mengimplementasikan suatu model kurikulum yang berorientasi pada lingkungan sekitar dan potensi daerah (muatan lokal). Dengan langkah ini, anak didik diharapkan memiliki perasaan yang cinta terhadap lingkungan, serta berprilaku sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal-hal yang dirasakan penting untuk disiapkan dan dilakukan oleh daerah khususnya setiap satuan pendidikan dalam kerangka kebijakan pendidikan pada era otonomi daerah adalah pertama kepemimpinan yang visioner, penting kiranya kehadiran seorang pimpinan yang visioner yang dapat meneropong masa depan dari ketajaman intuitif dan proyeksi ilmiah yang dibangun dari ketajaklaman logika dan kemampuan berpikirnya yang tidak hanya melihat kebijakan untuk hari ini saja atau untuk jangka pendeka saja, namun untuk jangka waktu yang lebih panjang dan berorientasikan masa depan kedua revolusi mental, bangsa ini harus bangkit dari keterpurukan mentalnya, mental korupsi, mental kolusi, mental nepotisme, mental pemalas, mental ABS (asal bapak senang), mental penjahat, mental rakus, mental pemalas, semuanya itu merupakan mental-mental bejat yang harus kita kubur dan kita musnahkan, kita harus hijrah kepada mental yang terpuji seperti menghormati, menghargai perbedaan, toleransi, peduli sesama, kerja keras, disiplin, semangat juang tinggi serta mental mental positif lainya yang merupakan elaborasi dari keunggulan nilai-nilai luhur sebagai bangsa timur khususnya dan Asia pada umumnya. Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia, China adalah negara asia yang berhasil melakukannya upaya menuju revolusi mental ini sangat efektif dilakukan dalam bentuk penanaman mental yang positif disekolah, menciptakan sebuah keteladanan nasional (ushwah), model manusia terbaik yang menjadikan masing-masing diri sebagai modelnya ketigat perlu ditanamkan sikap dan kemampuan berpikir sistem bagi seluruh warga di daerah dimana mereka adalah bahagian dari sistem secara keseluruhan yang berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, dan alangkah lebih baik ditanamkan sedini mungkin sehingga pada diri setiap warga akan lahir pikiran yang menganggap mereka adalah bahagian dari sistem secara keseluruhan sehingga apapun tindakan dan apa yang dilakukan akan

56

memberikan pengaruh baik besar mampun kecil bagi keberlangsungan sistem secara keseluruhan keempat menginventarisir secermat mungkin segenap potensi daerah yang dimiliki baik potensi alam maupun potensi manusia untuk kemudian dapat diberdayakan sebagai upaya mengembangkan kurikulum di setiap daerah dan pada setiap satuan pendidikan yang berbasis keunggulan local dan memiliki daya saing nasional dan global Moch.Wahib (2009) mengidentifikasikan lima potensi daerah yang dapat dikembangkan yaitu (1) potensi alam (2) potensi sumber daya manusia (3) potensi geografis (4) potensi budaya (5) potensi histories. Pertama potensi alam Sumber daya alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayursayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole). Kedua potensi sumber daya manusia Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayagunakan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Pengertian transformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan dan mengembangkan seluruh pengalaman dari kontak sosialnya dan kontaknya dengan fenomena alam, bagi kemaslahatan dirinya di masa depan, sehingga yang

57

bersangkutan merupakan makhluk sosial yang berkembang berkesinambungan. SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat manusia masih amat tergantung kepada alam, ketergantungannya yang besar terhadap air telah menyebabkan munculnya peradaban pertama di sekitar aliran sungai besar yang subur Ketiga potensi geografis objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut. Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina

58

fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan. Keempat potensi budaya, budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah Kelima Potensi historis Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal Kelima potensi daerah ini tentunya harus dapat dimaksimalkan oleh sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum di sekolah sehingga pada anatiknya mampu menciptakan keunggulan dan kemandirian sekolah, akan tetapi yang terpenting dalam mengembangkan potensi daerah untuk kepentingan impelementasi KTSP adalah dukungan dan kerjasama seluruh pihak di daerah termasuk didalamnya pemerintah

59

daerah, pengusaha, instansi terkait, masyarakat dan orang tua untuk secara bersamasama memikirkan tanggungjawab besar ini untuk kepentingan pendidikan masa depan di daerah maka manajemen partsipatfi perlu kiranya dilaksanakan sebaik-baiknya di sekolah sehingga setiap sataun pendidikan di daerah adalah menjadi persoalan bersama yang tidak lagi mutlak menjadi urusan kepala sekolah saja.

60

BAB III PENUTUP

Implementasi kurikulum secara harfiah adalah pelaksanaan kurikulum atau operasionalisasi kurikulum sesuai dengan rancangan dan desai yang telah dihasilkan, secara maknawiyah implementasi kurikulum adalah kegiatan belajar mengajar itu sendiri yang berarti apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh guru selama proses belajar mengajar mencerminkan itulah rencana dan rancangan yang telah dibuat sebelumnya yang harus linear dan sesuai antara keduanya. Implementasi kurikulum baik secara harfiah maupun secara maknawiyah adalah melibatkan guru sebagai aktor tunggal dalam pelaksanaanya, akan tetapi peran guru dalam konsep implementasi tidaklah menjadikan guru segala-galanya, banyak komponen lain yang akan terlibat dan dapat dilibatkan secara proaktif membantu kerja guru dalam impelementasi itu baik kapasitasnya sebagai orang per orang atau system yang akan membantu seperti yang diungkapkan oleh Miller tentang tujuh komponen dalam impelemtasi kurikulum, kolaborasi semua kompnen implementasi kurikulum akan menciptakan hasil yang positif yang akan terlihat baik pada sisi kinerja guru ataupun pada pencapaian hasil belajar siswa Implementasi kurikulum memiliki banyak model, pendekatan serta banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dengan begitu ada banyak pilihan oleh guru dalam menetukan strtategi yang dapat diramu dengan menggunakan berbagai model, pendekatan dan tinjauan factor yang mempengaruhi itu sehingg pada akhirnya akan teramulah sebuah strategi yang representative dari guru untuk kemudian dipakai dalam pelaksanaan proses belajar mengajar KTSP sebagai kurikulum yang sedang berlaku saat ini memiliki dua muatan utama yang menjadi ruhnya yaitu kebebasan dan kemandirian dari setiap satuan pendidikan dalam mengenola kurikulumnya, KTSP membutuhkan kesiapan dan kemampuan optimal yang harsu dimiliki oleh guru karena ujung tombak dalam

61

pelaksanaan kurikulum di sekolah adalah guru, oleh karena itu penting sekali bagi guru mempersiapkan diri dan meningkatkan kapasitasnya sebagai seorang pengembang kurikulum di sekolahnya, akan tetapi tantangan terbesar yang dihadapi ternyata kemampuan dan kapasitas guru sebagai seorang pengembang kurikulum di sekolah masih diragukan, yang terlihat dengan ketidaksiapan guru dalam memehami KTSP secara substansi, kendala lain yang terlihat adalah dari sarana dan prasaran setiap sekolah yang belum memadai terutama kesenjangan yang sangat terlihat secara jelas antar daerah dan pusat, antara desa dan kota, permasalahn ini tentunya harsu diselesaikan dengan segera oleh pemerintah karena yang memiliki otoritas dan wewenang penuh dalam setiap kebijakan ada di tangan pemerintah Namun bukan berarti guru guru dan satuan pendidikan berlepas tangan dari persoalan impelemtasi KTSP yang dihadapi maka beberapa langkah dan strategi yang ditawarkan dalam mengoptimalkan impelemtasi KTSP di setiap satuan pendidikan adalah pertama mengembangkan kapasitas dan kemampuan guru sebagai pengembang kurikulum melalui pelatihan, pendidikan, sharing antar lembaga kedua mengaktualisasikan KTSP sebagai sistem pembelajaran ketiga melakukan evaluasi KTSP berbasisi kinerja di lingkungan sekolah keempat optimalisasi potensi daerah untuk membangun keunggulan setiap satuan pendidikan yang berbasis keunggulan daerah

62

DAFTAR PUSTAKA Buku Arends, Richard. 2007. “learning to Teach”, Avenue of the Americas New York, NY 10020: McGraw-Hill Companies, Inc 1221. Atkinson, et al .(1995). Management Accounting. Second Edition. Prentice Hill. Richard D Irwin, Inc. Pillipines Brady, Laurie.(1992). Curriculum Development (Thirfd Edition). Australia. Prentice Hall Deal, et all. (1999). Shaping School Culture; The Heart of Leadership. San Francisco : Jossey_Bass Publisher Cohen, L. (1978). Educational Research in Classroom and Schools : A Manual of Materials and Methods. New York :Harper & Row Publisher. Depdiknas. (2004). Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta : Depdiknas. Fullan, M.G. (1991). The New Meaning of Education Change. New York: Teacher College Press Published. Gaspers, Vincent. (2002). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta. Gramedia Hamalik,Oemar.(2004). Implementasi Kirikulum (Hand out) PPS Universitas Pendidikan Indonesia ---------.(1989). Evaluasi Kurikulum. Bandung. Remaja Rosdakarya ---------.(2006). Dasar-asar Pengembangan Kurikulum,Bandung Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. ---------.(2006). Manajemen Implementasi Kurikulum: Bagi Pengembang, Pengelola dan Pengawas. Bandung: SPS UPI. Hasan, S. Hamid. (1984). An Evaluation of The General Senior Secondary Social Studies Curriculum Implementation in Bandung Municipality. Ph.D. thesis. Sidney: Macquarie University. ----------.(2001), Arahan Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan Keguruan (LPTK), Bandung : Dinas Pendidikan Jabar dan Kompertis Wilayah IV ----------.(1984), An Evalution of the General Senior Secondry Social Studies Currculum mplementation in Bandung Municepality Ph.D. Thesis : Sydney Macquarie University. ----------.(1988), Evaluasi Kurikulum, Jakarta : Depdikbud P2LPTK Herawati.(2001).”Balance Scorecard Sebagai Alternatif Pengukuran Kinerja Manajemen”.Jurnal kajian Akuntansi dan Auditing Universitas Bung Hatta. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1985).Jakarta. Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kaplan, R. S. dan Norton, D. P. 1996. “The balanced scorecard:Translating strategy into action”, Boston, MA: Harvard Business School Press.. Kelly, A.V (2004). The Curriculum Theory and Practice Fifth Edition.London. Sage Publications Miller,J.P & Siller,W.(1985). Curriculum:Perspectives And Practices.New York: American Book Co Mulyasa, Enco.(2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung. Remaja Rosdakarya

63

Nasution, R (1993). Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Nawawi, Hadari. (1983). -----------. (1993), Asas-asas Kurikulum, Bandung : Jamars -----------. (2003), Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Bina Aksar Print, Murray. (1993). Curriculum Development and Design. Australia. Allen & Unwin Sanjaya,Wina. (2009). “Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran”, Jakarta. Kencana Prenada Media Grup -----------. (2008). “Kurikulum dan Pembelajaran”, Jakarta. Kencana Prenada Media Grup -----------. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung. Sekolah Pascasarjana UPI Siraj, Saedah. (2008). Kurikulum Masa Depan. Kuala Lumpur. Universiti Malaya Simamora (1985). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 1, BP-STIE YKPN, Yogyakarta Somantrie, Hermana. (2008). Evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Makalah pada Seminar Internasional dan Lokakarya Pengembangan Model Evaluasi KTSP. Bandung Sukmadinata, Nana Syaodih.(2004). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosdakarya. Sumantri, M. (1988). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Dekdikbud. P2LPTK. Tyler, R.W.(1949). Basic Principles of Curriculum and Instructions. Univ. Of Chicago Press. Wahib,Moch (2009). Konsep Pendidikan Berbasisi Keunggulan Lokal. [Ofline] Tersedia: http://www.wahib-dr.com/konsep-dasar-pendidikan-berbasis-keunggulan-lokalpbkl.html [29 Mei 2009] Zais, Robert S. (1976).Curriculum Principles and Foundation. London. Harper and Row Jurnal Budiarti, Isniar. " balanced scorecard sebagai alat ukur kinerja dan alat pengendali sistem manajemen strategis", Majalah Ilmiah UNIKOM Vol 6 hlm. 51-59 Miftah Thoha, Ph.D. "Desentralisasi Pendidikan", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999 Naja, Abdul Hakan (2006) “Pendidikan Berkualitas dan Pembangunan SDM : Solusi utama masalah pengangguran dan kemiskinan di indonesia”. Bisnis & Ekonomi Politik Quarterly Review of the Indonesian Economy.(7), (2), 67-79 Sidi, Indra jati. (2001).”Otonomi Daerah Bidang Pendidikan”. Jurnal Studi Pembangunan Kemasyarakatan dan Lingkungan Vol.3 No 1/2001 Makalah/artikel Hasan, Said Hamid. (2008). Pengembangan Kurikulum Cenderung Tidak menguntungkanl. [Ofline] Tersedia: http://www.kapanlagi.com [3 September 2008] Hasan, Said Hamid. (2008). ”Evaluasi Pengembangan KTSP Suatu Kajian Konseptual”. Makalah pada Seminar Internasional dan Lokakarya Pengembangan Model Evaluasi KTSP. Bandung

64

Rusman. (2002). Studi tentang Implementasi KBK Pada Pelatihan Kompetensi dasar di PPPGT Bandung. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Rozali. (2008). Implementasi Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Studi Kasus di MAN Padusunan Kota Pariaman. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

.

65