Tesis - Universitas Udayana

19 downloads 3884 Views 219KB Size Report
dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, .... dasar ini penerapan teori pensignalan atas pembagian dividen tidak cocok untuk .
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan yang penting dalam

suatu perusahaan. Tujuan kebijakan dividen dalam suatu asumsi bahwa perusahaan merupakan unit yang homogen ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan (Brennan, 1970; Miller dan Scholes, 1978). Pembayaran dividen yang dilakukan menimbulkan agency cost. Tujuan pembayaran dividen adalah untuk mengurangi biaya keagenan yang ditujukan untuk mengurangi discreation manajer (Easterbrook, 1984). Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu: pertama, dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, selaian itu manajer dapat merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham

(Jensen

dan

Meckling,1976).

Alternatif

kedua

adalah

dengan

meningkatkan dividend payout ratio, perusahaan yang membagikan dividen dapat saja diartikan bahwa perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan sehingga keuntungan yang ada di perusahaan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya, (Crutchley dan Hansen, 1989). Alternatif ketiga adalah meningkatkan pendanaan dengan utang. Peningkatan utang akan menurunkan kemungkinan pemborosan

1

yang dilakukan pihak manajemen (Jensen et al., 1992). Alternatif keempat adalah institusional investor sebagai monitoring agen. Moh’ed et al., (1995) menyatakan bahwa distribusi saham dengan pemegang saham dari luar dapat mengurangi agency cost karena adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan asimetri informasi (Ituriaga dan Sanz, 2000). Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Namun, asimetri informasi terjadi di antara investor dan manajemen, investor hanya dapat melihat prospek perusahaan dari sebagian informasi perusahaan, salah satunya berupa laporan keuangan yang telah dipublikasikan. Keputusan pembayaran dividen ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang anggotanya adalah para pemilik perusahaan. Pengumuman yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah memutuskan untuk menaikkan dividen per saham, mungkin diartikan oleh penanam modal sebagai berita yang baik, karena dividen per saham yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan yakin arus kas masa mendatang akan cukup besar untuk menanggung tingkat dividen yang tinggi. Ross (1977), Ahorany dan Swary (1980) menyatakan bahwa peningkatan dividen merupakan sebuah sinyal positif tentang pertumbuhan di masa yang akan datang. Penelitian mengenai manfaat dari kandungan informasi mengenai aliran kas lebih berfokus pada kemampuan prediksi terhadap aliran kas dan dividen

2

masa depan. Maraknya penelitian mengenai manfaat laporan aliran kas dalam hubungannya atau kemampuan prediksinya terhadap berbagai variabel dependen seperti aliran kas masa depan dan dividen masa depan membuktikan bahwa laporan aliran kas memiliki manfaat tersendiri. Informasi aliran kas berguna untuk mengevaluasi perubahan struktur keuangan seperti likuiditas dan solvabilitas serta hubungannya dengan profitabilitas. Dividend cash merupakan arus kas ke luar bagi perusahaan, oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout ratio kecil, sebab sebagian besar laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih besar. Penelitian yang dilakukan Foster (1986) serta Watt dan Zimmerman (1986), telah menguji secara empiris hubungan laba akuntansi dengan aliran kas, sehingga hubungan tersebut memiliki implikasi terhadap perubahan harga saham dihubungkan dengan unexpected earning. Informasi aliran kas histroris berguna untuk memprediksi dividen, disamping merupakan indikator untuk menentukan apakah aliran kas yang dihasilkan cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi, serta melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber dana dari luar. Penelitian Suandi (1998) menunjukkan bahwa laporan aliran kas dapat digunakan sebagai alat prediksi jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu tahun terbitnya laporan aliran kas tersebut.

3

Penelitian mengenai kebijakan dividen telah dilakukan namun hasilnya masih bertentangan. Para investor membeli saham bukan hanya menginginkan capital gains yaitu pendapatan yang berasal dari adanya peningkatan harga saham, tetapi beberapa investor menginginkan dividen yaitu pendapatan saham yang berasal dari pembagian laba. Lintner (1962), Gordon (1965) dan Bhattacharya (1979), menjelaskan bahwa investor menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima seperti burung ditangan yang risikonya lebih kecil dibanding dividen yang tidak dibagikan. Investor akan merasa lebih aman dengan menerima

dividen

dibandingkan

dengan

diinvestasikan

kembali

dalam

perusahaan. Pembagian dividen memberikan hasil yang nyata bagi investor, sedangkan pembentukan laba ditahan akan menimbulkan sesuatu yang belum pasti karena sangat tergantung pada prestasi perusahaan dimasa yang akan datang. Miller dan Modigliani (1961) mengemukakan bahwa dengan asumsi pasar sempurna, perilaku investor rasional dan kepastian yang sempurna, menemukan hubungan bahwa nilai perusahaan dan kebijakan dividen saat ini tidak relevan. Penelitian Miller dan Modigliani mengabaikan fakta bahwa terdapat informasi yang tidak sama antar pihak yang melakukan transaksi. Pada kenyataannya terdapat information asymetry, dimana pihak yang melakukan penjualan memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan pihak calon investor. Terdapatnya informasi yang berbeda tersebut akan mendorong peran dividen sebagai signal bagi pihak luar. Beberapa peneliti telah menguji apakah keputusan-keputusan keuangan seperti dividen, leverage dan kepemilikan manajerial mempengaruhi masalah

4

keagenan. Rozeff (1982) menyatakan bahwa perusahaan yang membayar tinggi dividennya bertujuan untuk mengurangi masalah keagenan. Demsetz dan Lehn (1985) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk menghilangkan masalah keagenan. Crutchley dan Hensen (1989) meneliti penerapan teori keagenan dalam menjelaskan pengaruh kepemilikan manajerial, leverage dan kebijakan dividen terhadap peningkatan utilitas manajemen. Hasil dari penelitian Crutchley dan Hensen (1989) adalah mendukung teori keagenan tentang bagaimana para manajer memaksimalkan utilitas melalui kepemilikan saham tingkat leverage dan pembayaran dividen.

Bathala et al., (1994)

menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Ang et al., (1999) menemukan bahwa terdapat hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan yang diukur dari pemanfaatan aktiva dan beban operasi. Struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabelvariabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity, tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manajer dan institusional (Jensen dan Meckling, 1976). Kepemilikan institusional mempunyai arti penting dalam memonitor manajemen dan mengelola perusahaan. Murhadi (2008) meneliti pengaruh positif kepemilikan institusional pada kebijakan dividen dan hasilnya tidak signifikan. Penelitian empiris yang dilakukan Han, Lee dan Suk (1999) menguji hubungan antara kepemilikan institusional dengan kebijakan dividen dan hasilnya terdapat hubungan positif antara kepemilikan institusional dengan kebijakan dividen.

5

1.2

Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah,

maka dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut: 1) Apakah aliran kas berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen? 2)

Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen?

3) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen?

1.3

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan, maka

tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh positif aliran kas pada keputusan pembayaran dividen. 2) Untuk mengetahui pengaruh positif kepemilikan manajerial pada keputusan pembayaran dividen. 3) Untuk mengetahui pengaruh positif kepemilikan institusional pada keputusan pembayaran dividen.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, adapun manfaat yang diharapkan antara lain:

6

1) Bagi akademis, membantu menemukan bukti empiris bahwa aliran kas operasi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. 2) Bagi investor maupun calon investor dapat memberikan informasi dalam memilih saham-saham sesuai harapan.

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan Teori keagenan menurut Eisenhardt (1989) terdiri dari positive agency dan principal-agent research. Positive agency teory memfokuskan pembahasan mengenai hubungan antara pihak agen dengan principal. Principal agent research membahas mengenai semua hubungan atau konflik kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya dimana pihak yang satu tidak melaksanakan instruksi atau perintah pihak kedua. Jadi principal agent research lebih luas cakupannya. Wewenang dan tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Hubungan manajer dengan pemegang saham dalam agency theory digambarkan sebagai hubungan antara agen dan prinsipal (Schroeder et al., 2001). Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah mamaksimumkan sunber daya (utilitas) perusahaan. Namun demikian, pemegang saham tidak dapat mengawasi semua keputusan dan aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. McColgan (2001) menyatakan bahwa dalam agency theory terdapat suatu karakteristik hubungan keagenan yang dapat didefinisikan sebagai suatu kontrak

8

dimana satu pihak (prinsipal) mempekerjakan pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama prinsipal. Dalam perkembangannya, terdapat suatu kecenderungan timbulnya masalah keagenan yang muncul sebagai akibat dari kemustahilan tercapainya perikatan secara sempurna bagi pihak agen dan prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tinggi bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasikan kos keagenan menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Bonding cost Kos ini ditanggung oleh manajer untuk memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. 2) Monitoring cost Kos ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi aktivitas dan perilaku manajer antara lain membayar auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan dan premi asuransi untuk melindungi asset perusahaan. 3) Residual loss Kos yang timbul akibat adanya perbedaan antara keputusan yang diambil oleh agen dengan keputusan yang seharusnya memberikan manfaat maksimal pada

9

prinsipal. Keputusan untuk membayar utang merupakan bagian dari keputusan finansial dan berhubungan dengan kebijakan struktur modal. Ada beberapa petimbangan bagi manajemen untuk menentukan kapan laba ditahan tersebut digunakan untuk membayar utang, kapan untuk menambah investasi dan kapan untuk dibayarkan sebagai dividen. Terdapat tiga cara untuk mengurangi agency cost yaitu: 1) meningkatkan kepemilikan saham manajer dalam perusahaan, sehingga terdapat persamaan kepentingan dengan pemegang saham; 2) meningkatkan pembayaran dividen yang akan meningkatkan jumlah modal eksternal. Pada saat jumlah modal eksternal meningkat manajer akan diawasi oleh bursa dan investor luar; 3) meningkatkan penggunaan hutang dalam pendanaan, karena hutang mewajibkan perusahaan untuk membayar kembali maka free cash flow yang tersedia untuk manajer dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya menjadi terbatas (Jensen dan Meckling, 1976).

2.2 Teori Satu Burung di Tangan Lebih Baik daripada Seribu Burung di Hutan Penentuan besarnya dividen tidak ditentukan oleh manajemen, tetapi diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Hal ini mengandung arti bahwa besar kecilnya pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham. Atas dasar ini penerapan teori pensignalan atas pembagian dividen tidak cocok untuk diterapkan, karena dividen bukan merupakan signal kinerja perusahaan dari manajemen kepada pemegang saham, melainkan semata-mata hanya sebagai

10

kebijakan dari pemegang saham dalam memaksimalkan utilitasnya. Salah satu teori yang bisa dijadikan dasar dalam menjelaskan bagaimana perilaku pemegang saham dalam menentukan besarnya dividen adalah dengan teori satu burung ditangan lebih baik daripada seribu burung di hutan (Widanaputra, 2007). Bhattacharya (1979) dalam Widanaputra (2007) dengan teorinya “satu burung di tangan lebih baik daripada seribu burung di hutan” menyatakan bahwa investor menyukai dividen yang tinggi. Teori ini termasuk salah satu teori yang mendukung bahwa dividen tersebut relevan untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. Teori ini menekankan bahwa investor menyukai dividen yang tinggi. Teori ini menganalogikan bahwa dividen bagaikan burung yang sudah berada di tangan yang memiliki tingkat kepastian yang tinggi. Investor akan merasa lebih aman dengan menerima dividen dibandingkan dengan diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Pembagian dividen memberikan hasil yang nyata bagi investor, sedangkan pembentukan laba ditahan akan menimbulkan sesuatu yang belum pasti karena sangat tergantung pada prestasi perusahaan dimasa yang akan datang.

2.3 Teori Clientile Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kebijakan dividen seharusnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan segmen investor tertentu. Sebagai contoh, kelompok investor dengan tingkat pajak yang tinggi lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran

11

pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebaliknya, kelompok investor dengan tingkat pajak yang rendah cenderung menyukai dividen yang besar. . 2.4 Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba dibayarkan sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Kebijakan dividen menimbulkan kontroversi karena bila dividen ditingkatkan, arus kas untuk investor akan meningkat yang akan menguntungkan investor, sedangkan alasan lainnya yaitu bila dividen ditingkatkan, laba ditahan yang direinvestasi dan pertumbuhan masa depan akan menurun sehingga merugikan investor. Kebijakan dividen dikatakan optimal apabila mampu menyeimbangkan kedua hal tersebut dan memaksimalkan harga saham. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividend payout ratio (Riyanto, 2001:266). Secara umum suatu perusahaan harus menetapkan kebijakan dividen yang nantinya dapat memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Pembayaran dividen dalam jumlah sekecil apapun masih lebih baik dari pada tidak sama sekali. Terdapat 3 jenis kebijakan dividen yaitu : 1)

Kebijakan dividen rasio pembayaran konstan

Kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen dalam persentase tertentu dari pendapatan yang dibayarkan kepada pemilik setiap periodenya. 2)

Kebijakan dividen yang teratur

12

Kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah yang tetap dalam setiap periodenya. Seringkali kebijakan dividen teratur digunakan dengan memakai target rasio pembayaran dividen yaitu kebijakan dimana perusahaan mencoba membayar dividen dalam persentase tertentu seperti dividen dalam jumlah rupiah yang dinyatakan serta disesuaikan terhadap target. Pembayaran yang membuktikan terjadinya peningkatan hasil. 3)

Kebijakan dividen yang rendah yang teratur dan

ditambah ekstra Kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen relatif rendah tetapi jumlahnya sudah pasti ditambah suatu ekstra yang besarnya sesuai dengan tingkat keuntungan. Perusahaan pengguna target rasio pembayaran dalam bentuk tingkat dividen yang teratur lebih dianjurkan.

2.5 Kontroversi Kebijakan Dividen Kebijakan dividen masih merupakan masalah yang mengandung perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Berbagai pendapat tentang dividen dapat dikelompokkan menjadi tiga (Husnan, 2004): 1) Dividen dibagi sebesar-besarnya Argumentasi pendapat ini adalah bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal bahwa peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh oleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak dapat membagi dividen yang makin besar apabila laba yang diperoleh tidak

13

meningkat.

Memang

benar

kalau

perusahaan

mampu

meningkatkan

pembayaran dividen karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun demikian, kenaikan harga saham tersebut adalah disebabkan oleh kenaikan laba dan bukan oleh kenaikan dividen. Juga tidak benar bahwa perusahaan harus membagikan semua laba sebagai dividen hanya karena perusahaan harus membagikan dividen sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan kalau dana tersebut dapat diinvestasikan dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya. 2) Dividen tidak relevan Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber eksteren. Jadi yang penting adalah apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan net present value (NPV) yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan laba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). 3) Dividen dibagikan sekecil-kecilnya Pendapat bahwa dividen tidak relevan mendasarkan diri atas pemikiran bahwa membagikan dividen dan menggantinya dengan menerbitkan saham baru mempunyai dampak yang sama terhadap kekayaan pemegang saham lama. Analisis tersebut, demikian penganut berpendapat bahwa dividen seharusnya dibagikan sekecil-kecilnya, mengabaikan adanya biaya emisi. Apabila perusahaan menerbitkan saham baru, perusahaan akan menanggung berbagai

14

biaya (yang disebut dengan floatation cost) seperti: fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham dan sebagainya yang bisa antara 2 persen sampai 4 persen.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain sebagai berkut (Riyanto, 2001:268): 1) Posisi likuiditas perusahaan Makin

kuatnya

posisi

likuiditas

perusahaan

berarti

makin

besar

kemampuannya untuk membayar dividen. Jadi dapat dikatakan bahwa makin kuat likuiditas perusahaan maka makin tinggi dividend payout ratio-nya 2) Kebutuhan dana untuk membayar hutang Apabila perusahaan menetapkan pelunasan hutangnya akan diambil dari laba ditahan berarti perusahaan harus menahan sebagian besar laba dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning dapat dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividend payout ratio yang rendah. 3) Tingkat pertumbuhan perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, makin besar kesempatan dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan dan makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan yang berarti makin rendah dividen payout ratio-nya. Apabila perusahaan telah

15

mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainnya, maka keadaannya akan berbeda. Dalam hal ini perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. 4) Pengawasan terhadap perusahaan Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan didalam perusahaan, demikian pula kalau membiayai ekspansi hutang akan memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividen payout ratio-nya.

2.7 Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah persentase saham yang dimiliki oleh pihak insider shareholder dan pihak outsider shareholder. Pihak insider yaitu pemegang saham yang dijajaran direktur dan komisaris. Pada pihak outsider yaitu pihak institusi, individu dan lain-lain. Di Indonesia struktur kepemilikan terdiri kepemilikan manajerial, institusional dan publik. Pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga:

16

1) Manajerial ownership/internal ownership adalah pemegang saham yang merupakan pihak internal perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan operasional perusahaan. 2) Eksternal ownership adalah pemegang saham perorangan yang tidak aktif dalam kegiatan operasional perusahaan di luar pihak internal perusahaan. 3) Institusional

ownership

adalah

pemegang

saham

berbentuk

instansi/pemerintah saham ini tidak aktif dalam kegiatan operasional perusahaan (Mamduh, 2004). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Menurut Jensen (1993), kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial akan semakin baik kinerja perusahaan. Institusi adalah professional decision maker yang mengetahui bagaimana mengukur kinerja perusahaan dan cara untuk mengawasi pihak manajemen. Kepemilikan institusi akan memiliki pengaruh pada biaya keagenan dan konsekuensinya berdampak pada kebijakan pembayaran dividen. Bila dividen berfungsi sebagai cara bagi manajer untuk memberikan penanda mengenai komitmen manajemen pada penciptaan nilai dimasa yang akan datang, maka tidak perlu membayar dividen dalam jumlah besar, dimana komitmen kepada nilai pemegang saham akan dijamin melalui kepemilikan institusi.

17

Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer disebut kepemilikan manajerial.

Manajer

yang

memiliki

saham

perusahaan

menyelaraskan

kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer bukan pemegang saham kemungkinan akan mementingkan kepentingannya sendiri. Penelitian Mudambi (1995) menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh manajer mempengaruhi kinerja perusahaan. Sheleifer dan Vishny (1997), La Porta et al., (2000) dan Morck (1988) menganalisis tentang konflik yang terjadi antara mayoritas dan minoritas shareholder. Mayoritas shareholder memiliki hak yang lebih besar daripada minoritas, sehingga dapat mengontrol perusahaan. La porta et al., (2000) menemukan bahwa dengan membayar dividen dapat menjadi sebuah mekanisme dalam melindungi pemegang saham minoritas. Hal ini didukung Faccio et al., (2000) yang menemukan hasil yang sama pada penelitiannya yaitu pembayaran dividen dapat mengurangi pengambilalihan hak pemegang saham mayoritas terhadap pemegang saham minoritas.

2.8 Aliran Kas (Cash Flow) Menurut Simamora (2000), laporan aliran kas adalah laporan keuangan yang memperlihatkan pengaruh dari aktivitas-aktivitas operasi, pendanaan dan investasi perusahaan dan aliran kas selama periode akuntansi tertentu dalam suatu cara merekonsiliasi saldo awal dan akhir kas. Menurut Keiso dan Weygandt (2002) tujuan utama dari laporan aliran kas adalah memberikan informasi mengenai penerimaan dan pembayaran kas suatu kesatuan selama suatu periode.

18

Tujuan keduanya adalah memberikan informasi atas dasar kas mengenai aktivitas operasi, investasi, dan pendanaannya. Menurut Keiso dan Weygandt (2002) informasi tentang arus kas sebuah perusahaan bermanfaat bagi investor, kreditor, dan pihak-pihak lain dalam menilai: 1) Kemampuan perusahaaan menghasilkan aliran kas bersih dan masa depan. 2) Kemampuan kesatuan untuk membayar dividen dan memenuhi kewajiban. 3) Alasan untuk perbandingan antara laba bersih dan arus kas bersih dari ativitas operasi. 4) Transaksi investasi dan pendanaan kas dan non kasnya selama suatu periode. Laporan aliran kas itu sendiri merupakan laporan keuangan yang berisikan informasi tentang aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam suatu periode akuntansi. Sedangkan, Smith dan Skousen (1992) menulis bahwa tujuan utama penyajian laporan aliran kas adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas dari suatu entitas dari periode waktu. Informasi ini sekiranya dapat membantu investor dan kreditor untuk menaksir kemampuan suatu entitas untuk menghasilkan aliran kas dimasa depan dan memenuhi kewajibannya baik saat ini dan jangka panjang. Aliran kas terdiri dari tiga jenis yaitu financing, investing dan operating cash flow. Aliran kas dari aktivitas operasi (operating cash flow) adalah aliran kas dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue – producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Aktivitas yang tergolong operasi mencakup transaksi-

19

transaksi dari peristiwa-peristiwa yang biasanya tercakup dalam penentuan pendapatan dan hasil kegiatan operasi perusahaan, misalnya penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa. Aliran kas dari aktivitas investasi (investing cash flow) adalah aliran kas dari pelepasan atau pemerolehan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Aktivitas yang tergolong investasi adalah aktivitas yang terjadi secara teratur dan menyebabkan penerimaan dan pembayaran kas. Aktivitas ini tidak digolongkan sebagai aktivitas operasi karena aktivitas investasi berhubungan secara tidak langsung dengan operasi utama dan berkelanjutan dari suatu entitas. Aliran kas dari aktivitas pendanaan (financing cash flow) adalah aliran kas dari aktivitas yang mengakibatkan perubahan jumlah serta komposisi modal dari pinjaman perusahaan. Akitivitas financing mencakup transaksi dan peristiwa dimana kas tersebut diperoleh atau dibayar kepada pemilik (equity financing) dan kreditor (debt financing). Terdapat beberapa definisi mengenai aliran kas, Harahap (2007) aliran kas adalah suatu hal yang dipakai dalam setiap kegiatan ekonomi. Sedangkan penelitian Ross et al. (2000) mendefinisikan aliran kas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau investasi pada asset tetap. Aliran kas menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan

tidak

sekedar

”strategi”

menyiasati

pasar

dengan

maksud

meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahan yang melakukan pengeluaran modal, aliran kas akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan dimasa depan dan perusahaan mana yang tidak memiliki kemampuan itu.

20

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1

Kerangka Berpikir Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk

memaksimumkan tujuannya. Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer hanya akan memaksimumkan kepentingannya sendiri dan tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Perilaku manajer dalam situasi konflik kepentingan inilah yang menarik untuk diteliti. Keputusan dan aktivitas manajer yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer. Manajer yang memiliki saham perusahaan akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Apabila perusahaan dalam keadaan rugi, maka sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilangan return bahkan dana yang telah diinvestasikannya. Salah satu cara untuk menyeimbangkan risiko ini adalah melalui kebijakan pembayaran dividen. Situasi konflik kepentingan ini membuat manajer dan pemegang saham dalam pengambilan keputusan pendanaan seperti kebijakan pembayaran dividen menggunakan aliran kas, dan struktur kepemilikan dalam mengambil keputusan. Berdasarkan keadaan tersebut maka diteliti lebih lanjut mengenai seberapa besarkah aliran kas, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional

21

mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen. Dalam hal ini keputusan pembayaran dividen berupa keputusan membayar atau tidak membayar seperti Gambar 3.1 berikut:

Agen

Prinsipal

Konflik Kepentingan

Aliran Kas

Kepemilikan Manajerial

Keputusan Pembayaran Dividen: Membayar atau Tidak

Kepemilikan Institusional

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

22

3.2

Konsep Konsep penelitian diperoleh dari kerangka berpikir penelitian ini,

kemudian dapat disusun konsep penelitian untuk meneliti pengaruh variabel penelitian seperti Gambar 3.2 sebagai berikut:

Aliran Kas

Keputusan Pembayaran Dividen: Membayar atau Tidak

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Institusional

Gambar: 3.2 Konsep Penelitian

Keterangan: Gambar 3.2 menunjukkan bahwa penelitian ini akan melakukan pengujian pengaruh aliran kas, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional pada keputusan pembayaran dividen.

23

3.3 3.3.1

Hipotesis Pengaruh aliran kas pada keputusan pembayaran dividen Informasi aliran kas berguna untuk mengevaluasi perubahan struktur

keuangan seperti likuiditas dan solvabilitas serta hubungannya dengan profitabilitas. Penelitian yang dilakukan Foster (1986) serta Watt dan Zimmerman (1986), telah menguji secara empiris hubungan laba akuntansi dengan aliran kas, sehingga hubungan tersebut memiliki implikasi terhadap perubahan harga saham dihubungkan dengan unexpected earning. Penelitan Suandi (1998) dalam Sanjaya (2004) menemukan bukti bahwa laporan aliran kas berhubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu tahun setelah terbitnya laporan aliran kas. Sementara itu laporan laba rugi memberi gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam memperoleh pendapatan dan menunjukkan biaya yang dikeluarkan. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba menyebabkan para pemegang saham akan memiliki keinginan untuk memperoleh dividen yang lebih besar di masa datang. Perusahaan yang mempunyai aliran kas yang baik dapat membayar dividen atau meningkatkan dividen. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas berlebihan sering kali menjadi target akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan bisa membayar dividen dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham (Mamduh, 2004).

24

Berdasarkan informasi yang disajikan, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H1: Aliran kas berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen. 3.3.2

Pengaruh kepemilikan manajerial pada keputusan pembayaran dividen Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang

manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena akan merugikan dirinya baik sebagai manajer atau pemegang saham. Jensen et al., (1992) menguji pengaruh insider ownership dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang, hasilnya menunjukkan bahwa insider ownership akan menyebabkan penurunan rasio pembayaran dividen. Crutchley dan Hansen (1989), dan Bathala et al., (1994) menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Ang et al., (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial secara positif dan siginifikan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan aktiva perusahaan. Suranta (2002) menunjukkan bahwa kepemilikan insider berhubungan secara negatif dengan nilai perusahaan, kebijakan hutang dan ukuran perusahaan tetapi berhubungan positif dengan kebijakan dividen. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

25

H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen. 3.3.3

Pengaruh kepemilikan institusional pada keputusan pembayaran dividen Hubungan struktur kepemilikan dengan dividen dapat dijelaskan dengan

menggunakan teori keagenan, dimana kepemilikan institusi akan dapat membantu memecahkan masalah keagenan melalui pengawasan terhadap manajemen (Shleifer dan Vishnny, 1997). Pemegang saham institusional memiliki dorongan untuk memonitor dan mempengaruhi manajemen untuk melindungi investasi mereka yang signifikan (Friend dan Lang, 2005 dan Mehran, 1992). Kepemilikan institusi yang tinggi akan mendorong substitusi bagi kebijakan pembayaran dividen yang merupakan signal bagi pihak investor. Kepemilikan institusional yang tinggi, maka akan menjadikan fungsi dividen sebagai penanda mengenai kondisi perusahaan kurang relevan sehingga perusahaan tidak memerlukan pembayaran dividen yang tinggi. Kepemilikan perusahaan oleh institusi akan mendorong pengawasan yang lebih efektif karena institusi merupakan profesional yang mewakili kemampuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Cai et al., (2001) menemukan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 %) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Murhadi (2008) meneliti pengaruh positif kepemilikan institusional pada kebijakan dividen dan hasilnya tidak signifikan.

26

Penelitian empiris yang dilakukan Han, Lee dan Suk (1999) menguji hubungan antara kepemilikan institusi dengan kebijakan pembayaran dividen, dengan menggunakan sampel 303 perusahaan diperoleh hasil terdapatnya hubungan positif antara kepemilikan institusi dengan kebijakan pembayaran dividen. Penelitian lain oleh Short, Zhang dan Keasey (2002) menunjukkan secara menyeluruh terdapat hubungan positif antara kebijakan dividen dan kepemilikan institusi. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H3: Kepemilikan institusional berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen.

27

BAB IV METODA PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian Rancangan penelitian menjelaskan rencana dari struktur riset yang

mengarahkan proses dan hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien, dan efektif. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan latar belakang masalah, tujuan, manfaat, kajian pustaka, dan hipotesis penelitian. Tahapan selanjutnya yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah mempersiapkan data penelitian dan menguji hipotesis sehingga dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan hasil yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif berupa data sekunder yang diperoleh dengan mengakses website www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Berdasarkan hipotesis yang diajukan, diidentifikasi dua jenis variabel dalam penelitian ini; yang pertama adalah variabel independen yaitu aliran kas, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, kedua adalah variabel dependen yaitu keputusan pembayaran dividen.

4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada semua perusahaan yang listing di Bursa Efek

Indonesia mulai tahun 2003-2009 (selama tujuh tahun) yang merupakan periode pengamatan pada penelitian ini. Data diperoleh dengan mengakses website www.idx.co.id dan ICMD.

28

4.3

Sumber Data Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan yang telah terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan kriteria sebagai berikut: 1) Emiten melaporkan laba secara berturut-turut selama periode pengamatan (2003-2009). 2) Tidak memiliki aliran kas yang negatif selama periode pengamatan (20032009). 3) Tidak berbentuk perusahaan perbankan atau lembaga keuangan, karena bank memiliki standar kinerja rasio yang berbeda dengan perusahaan lainnya. Dalam hal penentuan standar akuntansi keuangan, bank diatur oleh lembaga regulator. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersifat kuantitatif, berupa informasi keuangan yang diperoleh dengan mengakses website www.idx.co.id dan ICMD yaitu laporan keuangan masing-masing perusahaan. Data akan dipisahkan antara perusahaan yang membayar dividen dan tidak membayar dividen. Jumlah seluruh pengamatan dari tahun 2003-2009 adalah sebanyak 1.561 pengamatan. Dengan kriteria purposive sampling, maka perusahaan yang akan dijadikan sampel pengamatan adalah sebanyak 330 pengamatan, seperti pada Tabel 4.1:

29

Tabel 4.1 Sampel Penelitian

Kriteria Purposive Sampling Jumlah seluruh pengamatan (tahun 2003-2009) Perusahaan yang laba tapi tidak berturut-turut selama

Jumlah Perusahaan 1.561 (417)

tujuh tahun Perusahaan yang rugi Perusahaan yang memiliki aliran kas negatif Bank dan Lembaga Keuangan lainnya Jumlah Sampel pengamatan Sumber: ICMD 2003-2009

4.4

(290) (209) (315) 330

Variabel Penelitian

4.4.1

Identifikasi Variabel Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka variabel-

variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan membayar dividen dengan kode 1 dan yang tidak membayar dividen dengan kode 0. 2) Variabel independen adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah aliran kas, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.

4.4.2

Definisi Operasional Variabel

30

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel, dengan tujuan memberikan arti atau menspesifikasikannya. Dalam penelitian ini definisi operasional yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Variabel terikat (dependent) Variabel dependen dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan membayar dividen dan tidak membayar dividen. Keputusan membayar dividen yaitu perusahaan yang pada tahun pengamatan menunjukkan nilai dividend payout ratio (DPR) lebih besar dari 0. Perusahaan yang tidak membayar dividen adalah perusahaan yang pada tahun pengamatan menunjukkan nilai DPR sebesar 0. 2) Variabel bebas (independent) (1) Aliran kas adalah laporan keuangan yang memperlihatkan pengaruh dari aktivitas-aktivitas operasi, pendanaan dan investasi perusahaan dan aliran kas selama periode akuntansi tertentu dalam suatu cara merekonsiliasi saldo awal dan akhir kas. Arus kas diberi simbol (KAS) dan diproksi dengan jumlah aliran kas dibagi jumlah lembar saham. Ukuran ini mendasarkan pada penelitian San Susanto dan Erni Ekawati (2006). (2) Kepemilikan manajerial adalah saham yang dimiliki oleh komisaris dan direktur perusahaan yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Variabel ini diberi simbol (KM) dan diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh manajer. (3)

Kepemilikan intitusional adalah persentase saham yang dimiliki

oleh institusi seperti pemerintah, bank dan institusi lainnya. Variabel ini

31

diberi simbol (KIN) yaitu proporsi saham yang dimiliki institusional pada akhir tahun yang diukur dalam %. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh para investor institusional sehingga dapat mengurangi perilaku oportunistik manajer.

4.5

Analisis Data 1) Menghitung rata-rata dan standar deviasi secara keseluruhan (statistik deskriptif). 2) Sampel akan diklasifikasikan menjadi dua atau dikotomi yaitu perusahaan yang membayar dividen dengan kode 1 dan yang tidak membayar dividen dengan kode 0. 3)Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik Binary

Regresion. Teknik ini digunakan karena variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keputusan pembayaran dividen merupakan variabel dummy. Jika variabel dependen merupakan variabel dummy yang bersifat biner (yang diberi kode 0 atau 1) maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis Binary Regression. Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2005). Adapun model Binary Regression yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Uyanto, 2006): Y = β0 + β1KAS + β2KM + β3KIN + e ……………….(1) Keterangan:

32

Y

= keputusan pembayaran dividen, yang dikelompokkan menjadi membayar dividen (1) dan tidak membayar dividen (0).

β0

= konstanta

β1,β2,β3

= koefisien regresi

KAS

= aliran kas

KM

= kepemilikan manajerial

KIN

= kepemilikan institusional

e

= error term atau faktor lain diluar dugaan.

Ketentuan untuk pengambilan keputusan yaitu: Hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3 diterima jika hasil regresi menunjukkan koefisien regresi bertanda positif dengan signifikan dibawah 0,05 atau α = 5%, yang berarti pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh positif secara statistik aliran kas, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional pada keputusan pembayaran dividen.

BAB V

33

HASIL PENELITIAN

5.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi karakteristik variabel penelitian khususnya mengenai mean dan deviasi standar. Pengukuran mean merupakan cara yang paling umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari suatu distribusi data. Deviasi standar merupakan perbedaan antara nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Statistik deskriptif dari aliran kas, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dapat dilihat seperti pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Statistik Deskriptif

DIV KAS KM KIN Sumber: Lampiran 5

N 330 330 330 330

Minimum Maximum 0 1 ,03 11041,39 ,00 26,91 ,00 99,29

Mean 0,7515 168,8664 1,5544 66,6496

Std. Deviation 0,43279 695,08096 4,69483 20,43015

Statistik deskriptif pada Tabel 5.1 memperlihatkan nilai terendah (minimum), nilai tertinggi (maximum), rata-rata (mean), dan deviasi standar (standart deviation) dari masing-masing variabel. Deviasi standar menunjukkan perbedaan nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. DIV merupakan variabel dummy yang memiliki nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 1. Menurut Ghozali (2006) statistik deskriptif yang sesuai untuk variabel dummy adalah berdasarkan counting, yaitu nilai modus. Modus merupakan nilai yang paling

34

sering muncul dari serangkaian pengamatan. Lampiran 5 menunjukkan nilai DIV yang paling sering muncul adalah 1, nilai 1 muncul sebanyak 248 kali sedangkan nilai 0 muncul 82 kali.Variabel aliran kas (KAS) memiliki nilai terendah sebesar 0,03 dan nilai tertinggi sebesar 11041,39. Rata-rata (mean) aliran kas dari seluruh pengamatan adalah sebesar 168,866 dengan deviasi standar sebesar 695,08096. Variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai terendah sebesar 0,00 dan nilai tertinggi sebesar 26,91. Rata-rata (mean) kepemilikan manajerial dari seluruh pengamatan sebesar 1,5544 dan deviasi standar sebesar 4,69483. Variabel kepemilikan institusional memiliki nilai terendah sebesar 0,00 dan nilai tertinggi sebesar 99,29. Rata-rata (mean) kepemilikan institusional dari seluruh pengamatan sebesar 66,6496 dan deviasi standar sebesar 20,43015. Berdasarkan statistik deskriptif diatas menunjukkan bahwa ada beberapa variabel yang nilai sebarannya besar.

5.2 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel dependen bersifat dikotomi (membayar dividen dan tidak membayar dividen), maka pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji binary regression. Tahapan dalam pengujian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

Menguji kelayakan model regresi Menurut Gozali (2006) hasil statistik Hosmer and Lemeshow’s menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan antara model dengan data sehingga model dikatakan fit). Jika nilai

35

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test statistik sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan antara model dengan nilai observasinya sehingga model dikatakan tidak baik karena tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sebesar 11,019 dengan signifikansi (nilai p) sebesar 0,201 (lampiran 5). Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa signifikansi ( nilai p) lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. 2.

Menilai keseluruhan model (overall model fit) Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Nilai -2LL awal adalah sebesar 370,673. Setelah dimasukkan tiga variabel independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan

menjadi

sebesar

359,394.

Penurunan

likelihood

(-2LL)

ini

menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti. 3.

Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,047 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan

36

oleh variabel independen adalah sebesar 4,7% sedangkan sisanya sebesar 95,3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

4.

Uji Multikolinearitas Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Tabel 5.2 Matrik Korelasi antar Variabel Bebas Constant Constant 1,000 KAS -,145 KM -,349 KIN -,943 Sumber: Lampiran 5

KAS -,145 1,000 ,015 -,030

KM -,349 ,015 1,000 ,273

KIN -,943 -,030 ,273 1,000

Tabel 5.2 menunjukkan tidak ada koefisien korelasi antar variabel yang nilainya lebih besar dari 0,8. Hal ini menunjukkan tidak terdapat gejala multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi. 5.

Model Regresi Logistik yang Terbentuk Model regresi logistik yang terbentuk disajikan pada Tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5.3

37

Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik Nama variabel KAS KM KIN Constant Sumber: Lampiran 5

B ,003 -,001 -,005 1,171

Wald 4.932 ,001 ,681 6,201

Sig. ,026 ,975 ,409 ,013

Hasil pada Tabel 5.3 dapat dijelaskan bahwa nilai signifikansi dibawah 0,05 menunjukkan variabel independen berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen, sedangkan apabila nilai signifikansi diatas 0,05 berarti variabel independen tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. Variabel aliran kas menunjukkan koefisien regresi β1 sebesar 0,003 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,026 lebih kecil dari 0,05 artinya variabel aliran kas berpengaruh positif pada keputusan pembayaran dividen. Variabel kepemilikan manajerial menunjukkan koefisien regresi β2 sebesar -0,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,975 lebih besar dari 0,05 dan variabel kepemilikan institusional menunjukkan koefisien regresi β3 sebesar -0,005 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,409 lebih besar dari 0,05, artinya variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen.

BAB VI

38

PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Aliran kas pada Keputusan Pembayaran Dividen Uji Hipotesis 1 dilakukan dengan melihat dan menganalisis koefisien regresi β1. Variabel aliran kas yang diukur dengan jumlah aliran kas dibagi dengan jumlah lembar saham menunjukkan koefisien regresi positif sebesar ,003 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,026 lebih kecil dari α=5%, dengan demikian hipotesis 1 diterima. Koefisien regresi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara variabel aliran kas terhadap keputusan pembayaran dividen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi aliran kas perusahaan maka semakin tinggi pula pembayaran dividen. Perusahaan yang mempunyai aliran kas yang baik dapat membayar dividen atau meningkatkan dividen. Informasi aliran kas historis berguna untuk memprediksi dividen, disamping merupakan indikator untuk menentukan apakah aliran kas yang dihasilkan cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi, serta melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber dana dari luar. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas berlebihan sering kali menjadi target akuisisi. Untuk menghindari akuisisi perusahaan bisa membayar dividen dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa aliran kas berpengaruh positif terhadap keputusan pembayaran dividen. Hal ini sejalan dengan penelitan Suandi (1998) dalam Sanjaya (2004) menemukan bukti bahwa laporan aliran kas berhubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu tahun 39

setelah terbitnya laporan aliran kas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa laporan aliran kas bermanfaat bagi pemegang saham.

6.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial pada Keputusan Pembayaran Dividen Uji Hipotesis 2 dilakukan dengan melihat dan menganalisis koefisien regresi β2. Variabel kepemilikan manajerial menunjukkan koefisien regresi sebesar -,001 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,975 lebih besar dari α=5%, dengan demikian hipotesis 2 ditolak. Melihat tingkat signifikansi variabel kepemilikan manajerial lebih besar dari α=5%, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak. Hal ini berarti variabel kepemilikan manajerial secara statistik tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. Hasil yang tidak signifikan dari kepemilikan manajerial pada keputusan pembayaran

dividen

kemungkinan

disebabkan

karena

perusahaan

lebih

mementingkan kondisi kas perusahaan dalam menentukan pembayaran dividen. Hasil penelitian ini berlawan dengan penelitian Suranta (2002) menunjukkan bahwa kepemilikan insider berhubungan secara negatif dengan nilai perusahaan, kebijakan hutang dan ukuran perusahaan tetapi berhubungan positif dengan kebijakan dividen. Hal ini juga senada dengan penelitian Bhattacharya (1979) dalam Widanaputra (2007) yang menjelaskan bahwa investor menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima seperti burung ditangan yang risikonya lebih kecil dibanding dividen yang tidak dibagikan. Investor akan merasa lebih aman dengan menerima dividen dibandingkan dengan diinvestasikan kembali dalam

40

perusahaan. Pembagian dividen memberikan hasil yang nyata bagi investor, sedangkan pembentukan laba ditahan akan menimbulkan sesuatu yang belum pasti karena sangat tergantung pada prestasi perusahaan dimasa yang akan datang.

6.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional pada Keputusan Pembayaran Dividen Uji Hipotesis 3 dilakukan dengan melihat dan menganalisis koefisien regresi β3. Variabel kepemilikan institusional menunjukkan koefisien regresi sebesar -,005 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,409 lebih besar dari α=5%, dengan demikian hipotesis 3 ditolak. Melihat tingkat signifikansinya lebih besar dari α=5%, maka hipotesis ke-3 ditolak. Ini berarti variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. Hasil yang tidak signifikan mungkin karena perusahaan lebih mementingkan kondisi kas perusahaan dalam menentukan pembayaran dividen, sehingga kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. Pemegang saham institusional memiliki dorongan untuk memonitor dan mempengaruhi manajemen untuk melindungi investasi mereka yang signifikan (Friend dan Lang, 2005 dan Mehran, 1992). Kepemilikan institusional yang tinggi akan mendorong substitusi bagi kebijakan pembayaran dividen yang merupakan signal bagi pihak investor. Kepemilikan perusahaan oleh institusional akan mendorong pengawasan yang lebih efektif karena institusi merupakan profesional yang mewakili kemampuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan.

41

Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian empiris yang dilakukan Han, Lee dan Suk (1999) yang menguji hubungan antara kepemilikan institusional dengan kebijakan pembayaran dividen, hasilnya terdapat hubungan positif antara kepemilikan institusi dengan kebijakan pembayaran dividen. Hal senada juga pada penelitian Short, Zhang dan Keasey (2002) yang menunjukkan secara menyeluruh terdapat hubungan positif antara kebijakan dividen dan kepemilikan institusional. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkap dalam Murhadi (2008) yang meneliti pengaruh kepemilikan institusional pada kebijakan dividen dan hasil menunjukkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada kebijakan dividen.

42

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1)Aliran kas yang diproksi dengan jumlah aliran kas dibagi jumlah lembar saham berpengaruh positif dan signifikan secara statistis pada keputusan pembayaran dividen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai

aliran kas yang

besar dapat membayar

dividen atau

meningkatkan dividen. 2)Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. Hal ini mungkin karena perusahaan lebih mementingkan kondisi kas perusahaan dalam menentukan pembayaran dividen. 3)Kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. Hal ini mungkin disebabkan perusahaan lebih mementingkan kondisi kas

perusahaan

dalam

menentukan

pembayaran

dividen,

sehingga

kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada keputusan pembayaran dividen. 7.2 Keterbatasan dan Saran 1) Penelitian ini lebih menekankan pengaruh aliran kas pada keputusan pembayaran dividen. Sedangkan aliran kas memiliki tiga komponen yaitu: operasi, investasi dan pendanaan. Ketiga komponen tersebut mungkin juga

43

dapat mempengaruhi dalam keputusan pembayaran dividen. Untuk itu penelitian selanjutnya dapat menggunakan tiga komponen arus kas sebagai variabel independen untuk mengetahui pengaruh pada keputusan pembayaran dividen. 2) Pada penelitian ini menggunakan variabel dummy untuk mengukur variabel dependennya. Penelitian berikutnya dapat menggunakan jumlah yang dibayarkan sebagai proksi pembayaran dividen.

44

DAFTAR PUSTAKA

Aharony, J & Swary, I. 1980. Quartely Dividend and Earnings Announcements & Stockholders Return: An Empirical Analysis. Journal of Finance. Marh: 1-12. Ang, J, Cole, R dan Lin, J. 1999. Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Finance. Vol. 55: Hal. 81-106. Bathala, C.T, KP Moon dan R.P Rao, 1994 Managerial Ownership, Debt Policy and the Impact of Institusional Holding: an Agency Perspective. Financial Management. Vol. 30: Hal. 161-180. Brigham, E.F and I.C Gapenski. 1996. Intermediate Financial Management. Fifth edition. New York: The Dryden Press. Cai, F. Kaul, G dan Lu, Z. 2001. Institusional Trading and Stock Return. Working Paper. University of Michigan. Chen, R. Carl dan Steiner T. 1999. Managerial Ownership and Agency Conflicts: A Non-Linear Simultaneous Equatiton Analysis of Managerial Ownership Risk Talking, Debt Policy and Dividend Policy. Financial Riview. Vol. 34: Hal. 119-137. Crutchley dan Hansen. 1989. A Test of The Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, And Corporate Dividends. Financial Management/Winter. Pp. 36-46. Demsetz, H dan Kenenth Lehn. 1985. The Structure of Corporate Ownership: Couse and Consequcences. Journal or Political Economy. Vol. 93: Hal. 155-117. Eisenhardt, 1989. Agency Theory:An Assesment and Review. Accounting of Management Review. Pp 57-74. Faccio, Mara, Lang Larry H.P 2000. Dividend and Expropriations, American Economics Riview. Vol. 74: No. 1 Hal. 55-79. Faizal. 2004. Analsisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan,dan Mekanisme Corporate Governance. Dalam Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar:197-208.

45

Friend I and Lang, LHP. 2005. An Empirical Test of The Impact of Managerial Self Interest on Corporate Capital Structure. Journal of Finance. Vol. 43: Hal. 271-282. Foster, G. 1986. Financial Statement Analysis. New Jersey: Pretice Hall. Journal of Finance Ed-2, p.216. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Gordon, M.J. 1965. Dividend, Earnings and Stock Prices. The Review of Economicsand Statistics. May. Han, K.C., S.H. Lee, dan D.Y. Suk, 1999, Institutional Shareholders and Dividends, Journal of Financial and Strategic Decision, Spring, Vol.12: 53-62. Ituriaga, F J.L dan Sanz, J.A.R, 2000. Ownership Structure, Corporate Value and Firm Investment: A Spanish Firms Simultaneous Equatio Analysis. Working Paper Universidad de Valladolid. Hal. 1-32. Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol. 3. No 4. pp 305-360. Kieso, Donald E dan Jerry J. Weygant. 1995. Akuntansi Intermediate. Jilid Tiga. Jakarta: Bina Rupa Aksara. La Porta, R., F. Lopez-de-Silanes & A. Shliefer. 2000. Corporate Ownership arround the World. Journal of Finance. Vol. 54: Hal. 471-517. Lintner, John. 1962. Distribution of Income of Corporations Among Dividends, Retained Earnings, and Taxes. The American Economics Riview. May: Hal. 97-133. Mamduh M. Hanafi. 2004. Manajemen Keuangan. Edisi: 2004/2005. Yogyakarta. BPFE. Mehran, H. 1992. Executive Insentive Plans, Corporate Control and Capital Structure. Journal of Finance and Quantitative Analysis. Vol. 27: Hal. 539-560. Moh’ed, M.A., Perry, L.G dan Rimbey, J.M. 1995. An Investigation of Dynamics Relation Between Theory and Dividend. The Finance Riview. Vol. 30: No. 20. May.

46

Morck, R.A. 1988. Management Ownership and Market Valuation: an Empirical Analysis. Journal of Financial Economics. Vol. 20: Hal. 293-316. Michaely, R. 1991. Ex-Dividend Day Stock Price Behavior: The Cae of the 1986 Tax Reform Act. Journal of Finance. Vol. 46: Hal. 845-856. Miller, M.H, dan F. Modigliani. 1961. Dividend Policy, Growth, and TheValuation of Share. Journal of Business. Oktober: Hal. 411-433. Mudambi, Ram and Carmela Nicosia. 1995. Ownership Structure and Firm Performance; Evidence from the UK Financial Service Industry, http:/ssrn.com/abstract. Murhadi, Werner R. 2008. Studi Kebijakan Dividen: Anteseden dan Dampaknya terhadap Harga Saham. Journal Manajemen dan Kewirausahaan. 1-17. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada. Ross, S.A. 1977. The Determination of Financial Structure the Incentife Signaling Approach. Journal of Economics. Spring 8: Hal. 23-40. Rozeff, M.S. 1982. Growth, Beta and Agency Cost as Determinants of Dividends Pay Out Ratios. Journal of Financial Research. Hal. 249-259. Sanjaya, I gede. 2004. Pengaruh Komponen Laporan Arus Kas terhadap Jumlah Cash Dividend yang Dibayarkan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Skripsi S1 Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar. Schroeder, Ricard G., Myrtle W. Clark, Jack M. Cathey. 2001. Accounting Theory and Analysis-Test Cases and Readings, 7 th Edition. New York. John Wiley & Sons, Inc. Shleifer, Andrei and Robert Vishny 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance. Vol. 52: Hal 737-783. Suranta, Eddy. 2002. Struktur Kepemilikan, Nilai Perusahaan, Investasi dan Ukuran Dewan Direksi: Suatu Analisis Persamaan Linier. Unpublished: Gajah Mada University. Susanto, San dan Erni Ekawati. 2006. Relevansi Nilai Informasi Laba dan Aliran Kas terhadap Harga Saham dalam Kaitannya dengan Siklus Hidup Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang:23-26 Agustus.

47

Uyanto, Stanislaus S., 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi: Kedua. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Wahidahwati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 5: Hal. 1-16. Widanaputra, A.A Gede Putu. 2007. Pengaruh Konflik Antara Pemegang Saham dan Manajemen Mengenai Kebijakan Dividen Terhadap Koservatisma Akuntansi. Desertasi Program Doktor Akuntansi Fakultas Ekonomi UGM.

48