Tesis - Universitas Udayana

60 downloads 526 Views 7MB Size Report
Gigi-tiruan lepasan basis dapat terbuat dari bahan akrilik atau metal, bahan yang .... tiruan di bidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai sifat estetik.
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, semakin besar kerentanan seseorang untuk kehilangan gigi. Keadaan ini berdampak pula pada meningkatnya kebutuhan akan gigi-tiruan. Gigi mempunyai banyak peran pada seseorang, hilangnya gigi dari mulut seseorang akan mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologis Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 melaporkan bahwa, kehilangan gigi ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 1,8%, 55-64 tahun sebesar 5,9%, dan pada kelompok umur 65 tahun ke atas, kehilangan gigi mencapai 17,6%. Pemakaian gigi-tiruan diperlukan apabila seseorang telah kehilangan giginya. Terdapat dua macam gigi-tiruan, yaitu gigi-tiruan cekat dan gigi-tiruan lepasan. Gigi-tiruan lepasan basis dapat terbuat dari bahan akrilik atau metal, bahan yang masih sering dipakai sampai saat ini adalah resin akrilik polimetil metakrilat (Combe, 1992; Craig dkk., 2004). Bahan basis gigi-tiruan resin akrilik jenis heat cured, disamping mempunyai keuntungan bahan tersebut juga mempunyai kekurangan yaitu menyerap cairan dan mempunyai sifat porus yang merupakan tempat ideal untuk pengendapan sisa makanan sehingga mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak..

2

Pemakaian gigi-tiruan yang terus menerus dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap jaringan karena mukosa di bawah gigi-tiruan akan tertutup dalam waktu yang lama, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa rongga mulut maupun gigi-tiruan oleh lidah dan saliva mengakibatkan perlekatan mikroorganisme antara lain Candida albicans (Richard, 2002; Majewski dkk., 2008). Permukaan basis gigi-tiruan yang menghadap mukosa adalah bagian yang kasar/tidak dipulas sehingga memudahkan terjadinya penumpukan plak dan sisa makanan. Penumpukan plak dan sisa makanan akan meningkatkan koloni Candida albicans yang bisa mengakibatkan denture stomatitis (Rathee dkk., 2010). Prevalensi denture stomatitis di Indonesia cukup tinggi. Menurut penelitian Elizabeth (1996) dinyatakan bahwa

64% dari 50 pasien pemakai gigi-tiruan

terdeteksi adanya Candida albicans. Penelitian oleh Marwati (2003) hampir 50% penderita yang memakai gigi-tiruan dilaporkan terdeteksi adanya Candida albicans. Penelitian oleh Sudarmawan (2009) dinyatakan bahwa 32,3% dari 30 pemakai gigi-tiruan juga terdeteksi adanya Candida albicans. Denture stomatitis adalah keradangan pada mukosa rongga mulut yang diakibatkan oleh pemakaian gigi-tiruan lepasan, mempunyai tanda khas berupa erythema, edema dan berwarna lebih merah dibandingkan dengan jaringan sekitarnya yang tidak tertutup oleh gigi-tiruan. Infeksi jamur umum terjadi di rongga mulut yang menyebabkan rasa tidak nyaman disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme jamur Candida (Shibata dkk., 2007; Majewski dkk.,

3

2008). Pencegahan denture stomatitis adalah dengan

menjaga kebersihan mulut

dan kebersihan gigi-tiruan dari kontaminasi Candida albicans. Salah satu cara untuk mencegah denture stomatitis adalah dengan merendam gigi-tiruan tersebut dengan larutan pembersih/denture cleanser (Craig dan Power, 2002; Majewski dkk., 2008). Larutan pembersih yang dipakai selama ini banyak jenisnya dan kebanyakan bahan pembersih tersebut berbahan dasar dari bahan kimia dengan harga yang relatif mahal. Salah satu bahan alternatif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur terdapat pada biji buah pinang. Tanaman pinang (Areca catechu L) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu, khususnya buahnya yang digunakan untuk campuran makan sirih, air rebusannya juga digunakan sebagai obat kumur yang diyakini berkhasiat untuk menguatkan gigi. Biji pinang (Areca catechu L.) sebagai salah satu obat tradisional, di Jawa digunakan sebagai obat luka dan di Jambi sebagai obat kudis (Anonim, 2009). Analisis pinang di Filipina menyatakan bahwa buah pinang mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid di antaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. Biji pinang dapat dimakan bersama sirih dan kapur, yang berkhasiat untuk menguatkan gigi. Air rebusan biji pinang juga digunakan sebagai obat kumur dan penguat gigi. Kandungan kimia fenolik dalam buah pinang bersifat bakterisid dan fungisid (Meiyanto dkk., 2008). Senyawa anti-jamur umumnya terdapat pada golongan senyawa saponin, fenolat, flavonoid, terpenoid, steroid dan alkaloid,

4

dimana biji buah pinang mengandung senyawa-senyawa tersebut sehingga menunjukkan bahwa biji buah pinang kemungkinan memiliki aktivitas antijamur. Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan penelitian lebih lanjut apakah efek antimikroba

pada

ekstrak metanol biji buah

menghambat pertumbuhan

koloni Candida albicans, dengan demikian dapat

diupayakan bahan pembersih alternatif

pinang dapat

gigi-tiruan yang murah dan efektif.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Apakah

ekstrak

metanol biji buah pinang dapat menghambat

pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured ? b. Apakah peningkatan konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang dapat

menurunkan jumlah koloni

Candida albicans secara in vitro pada

plat resin akrilik heat cured ? c. Apakah lamanya perendaman dalam ekstrak metanol biji buah pinang

dapat mengurangi jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured ?

5

1.3

Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan waktu lamanya perendaman dalam ekstrak metanol biji buah pinang untuk menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans pada pemakai gigi-tiruan lepasan akrilik heat cured. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Membuktikan bahwa ekstrak metanol biji buah pinang dapat menghambat

pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured. b. Menemukan konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang yang dapat

menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured. c. Menemukan waktu terbaik ekstrak metanol biji buah pinang dalam

menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1

Manfaat akademik

Dari sisi akademik penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat berupa :

6

a. Memberikan informasi ilmiah tentang konsentrasi larutan ekstrak

metanol biji buah pinang dan perendaman resin akrilik selama dalam larutan ekstrak metanol biji buah pinang yang dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans. b. Penemuan konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang dan

lama perendaman resin akrilik digunakan sebagai dasar dalam penentuan pemakaian larutan tersebut sebagai salah satu alternatif bahan pembersih gigi-tiruan. c. Bermanfaat bagi dokter gigi dan operator dalam memberikan instruksi dan nasehat kepada pasien untuk menjaga kebersihan gigi-tiruan lepasan yang dipakainya. d. Sumber data dan informasi mengenai ekstrak metanol biji buah pinang sebagai bahan pembersih gigi-tiruan lepasan akrilik. 1.4.2

Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah didapatkan konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang dalam menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans pada plat resin akrilik heat cured, sehingga ekstrak metanol

biji buah pinang dapat digunakan sebagai bahan

perendam/pembersih alternatif untuk mencegah infeksi Candida albicans pada pemakai gigi-tiruan lepasan akrilik.

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Resin Akrilik Resin akrilik bahan yang paling sering digunakan untuk basis gigi-tiruan lepasan merupakan rantai polimer panjang terdiri dari unit-unit metil metakrilat yang berulang disebut juga polimetilmetakrilat. Resin-resin tersebut merupakan plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metil metakrilat multipel (Combe, 1992; Craig dkk., 2004). 2.1.1 Jenis resin akrilik Menurut Combe (1992) dan Craig dkk. (2004) ada dua tipe resin akrilik yaitu : a. Type heat cured polymer, adalah tipe resin akrilik

yang proses

polimerisasinya terjadi setelah pemanasan pada temperatur tertentu . b. Type cold cured polymer, adalah tipe resin akrilik yang tidak memerlukan

pemanasan dalam proses polimerisasinya. 2.1.2 Komposisi resin akrilik Menurut Combe (1992) dan Anusavice (1996) komposisi resin akrilik: a. Heat cured acrylic

Bubuk (powder) mengandung : 1. Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama

2. Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5% 3. Reduces Translucency : Titanium dioxide

8

4. Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan jaringan mulut : 1% 5. Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil Cairan (liquid) mengandung : 1. Monomer : methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah

menguap. 2. Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinon sebagai penghalang

polimerisasi selama penyimpanan. 3. Cross linking agent : 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat

membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik. Menurut Craig dan Power (2002) , saat ini bahan untuk basis gigi-tiruan yang paling sering digunakan adalah tipe heat cured poly methyl methacrylate. b. Self cured acrylic Komposisinya sama dengan tipe heat cured, tetapi ada tambahan aktivator seperti dimethyl-p-toluidin pada liquidnya. 2.1.3 Polimerisasi resin akrilik Polimerisasi adalah reaksi pembentukan polimer dari beberapa buah monomer, secara fungsional dapat berlangsung tidak terbatas, dan merupakan reaksi eksotermis. Fungsi monomer di dalam reaksi antara monomer dan polimer, adalah menghasilkan massa plastis karena sebagian polimer larut dalam monomer. Selama periode pelarutan ini tidak

9

diharapkan terjadi polimerisasi, periode ini disebut reaksi fisik antara bubuk dan cairannya (Combe, 1992; Craig dkk., 2004). Menurut Combe (1992) ada dua macam proses polimerisasi, yaitu : a. Reaksi kondensasi Reaksi antara dua molekul atau lebih untuk menghasilkan molekul yang lebih dengan menghilangkan molekul yang lebih kecil misalnya air. b. Reaksi adisi Reaksi kimia antara dua molekul atau lebih untuk untuk pembentukan molekul besar tanpa menghilangkan molekul yang kecil. Resin akrilik polimethyl methacrylate yang biasa dipakai sebagai bahan basis gigi-tiruan lepasan biasanya melalaui reaksi adisi, berdasarkan mekanismenya proses polimerisasi melalui tahapan sebagai berikut (Combe, 1992; Craig dkk., 2004) : 1. Inisiasi dan aktivasi

Proses polimerisasi membutuhkan penggerak berupa radikal bebas yaitu suatu bahan yang sangat reaktif dan mempunyai inisiator, dapat terbentuk karena proses penguraian peroksida. Pada reaksi ini satu molekul benzoil peroksida dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal bebas inilah yang akan menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator yang diaktifkan dengan cara menguraikan peroksida melalui pemanasan atau pemberian bahan kimia lain, misalnya dimetil-p-toluidin atau merkaptan amin tersier maupun dengan penyinaran ultra violet atau radiasi gelombang elektromagnetik.

10

2. Propagasi Adalah pembentukan rantai polimer dari reaksi antara molekul yang aktif dengan molekul lain. Rantai penyebaran (propagasi) terjadi karena monomer yang diaktifkan bereaksi dengan monomer lainnya, demikian seterusnya sampai

terjadi perpanjangan rantai dan monomer yang

diaktifkan saling berikatan. 3. Terminasi Rantai terminasi timbul dari adanya reaksi antara dua rantai yang saling tumbuh sehingga terbentuk molekul yang stabil. 2.1.4 Resin akrilik sebagai basis gigi-tiruan Bahan untuk basis gigi-tiruan lepasan idealnya harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Combe, 1992; Noort, 1994) : a. Tidak beracun, tidak mengiritasi dan tidak terpengaruh lingkungan mulut sehingga tidak larut atau mengabsorbsi cairan mulut. b. Mempunyai kekuatan mekanis yang cukup, antara lain : 1. Modulus elastisitas tinggi sehingga dalam ukuran yang sangat tipis

mempunyai kekuatan yang cukup. 2. Proportional limit tinggi, sehingga gigi-tiruan tidak mudah berubah

bentuk apabila mendapat beban tekanan. 3. Kekuatan transversa atau daya lentur besar. 4. Mempunyai impact strength yang besar, sehingga tidak mudah patah

apabila terjatuh.

11

5. Mempunyai fatique strength yang besar dan kekasaran permukaan

yang cukup agar pada pemakaian tahan terhadap abrasi. c. Mempunyai pemuaian termal yang sesuai dengan bahan gigi, titik cairnya

harus lebih tinggi dari bahan makanan dan cairan yang masuk ke dalam mulut. d. Mempunyai pemuaian termal yang sesuai dengan bahan gigi

e. Tidak berubah bentuk pada saat pembuatan dan pemakaian. f. Mudah pembuatan dengan biaya yang ekonomis. g. Mudah perbaikan h. Mudah dibersihkan. Sampai saat ini resin akrilik masih digunakan sebagai bahan basis gigitiruan di bidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai sifat estetik dan kekuatan relatif baik serta mudah dimanipulasi tetapi kekurangannya, resin akrilik mempunyai sifat porus (Combe, 1992). 2.1.5 Mekanisme pembersihan gigi-tiruan Ada dua cara yang sering dilakukan untuk pembersihan gigi-tiruan, yaitu cara mekanik dilakukan dengan sikat gigi atau alat ultrasonic cleaner, cara kimia dilakukan dengan merendam gigi-tiruan ke dalam larutan bahan pembersih. Pembersihan dengan cara mekanik menggunakan sikat gigi dengan atau tanpa bahan abrasif bersifat efektif dalam menghilangkan plak, tetapi jika dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan keausan pada plat resin akrilik yang nantinya dapat menyebabkan gigi-tiruan menjadi tidak retentif (Antony, 1981 cit Rianti, 2003; Sesma dkk., 2005).

12

Pembersihan secara kimia dilakukan dengan cara merendam gigi-tiruan dengan larutan pembersih. Menurut penelitian Silva dkk. (2009) dinyatakan bahwa perlakuan penyikatan yang diikuti dengan perendaman cukup efektif dan efisien untuk

membunuh bakteri dan jamur. Perendaman gigi-tiruan

dalam larutan pembersih dapat dilakukan sepanjang malam, 2 jam, 1 jam atau 30 menit tergantung dari bahan pembersih yang digunakan (Sesma dkk., 2005)

Gambar. 2.1 Perendaman gigi tiruan dengan larutan pembersih (Anna, 2009)

2.2 Candida Albicans Candida merupakan flora normal dalam selaput lendir, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Dalam rongga mulut spesies Candida yang paling dominan adalah Candida albicans, di dalam rongga mulut yang sehat dilaporkan berkisar antara 30 – 70 %. Pada pemakai gigi-tiruan ditemukan jumlah Candida albicans sekitar 65 % (Takuya dkk., 2007). Candida albicans

13

merupakan mikroorganisme opertunistik pada tubuh manusia karena pada keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan. Infeksi Candida albicans memberikan gambaran berupa lesi berwarna merah, bengkak dan menimbulkan rasa sakit pada permukaan mukosa rongga mulut, lesi ini dikenal dengan denture stomatitis (Shulman dkk., 2005; Park dkk., 2008). Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, agak lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ, berwarna putih

yang

menghasilkan pseudomyelium. Disebut juga Oidium albicans, kemudian nama Oidium berubah menjadi Monila karena dianggap sesuai dengan spora-spora jamur yang tampak seperti kalung atau monila (Webb dkk., 1998). Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Jamur

ini bersifat

saprofit tetapi dapat berubah menjadi patogen bila terdapat faktor – faktor predisposisi. Faktor predisposisi tersebut antara lain, kebersihan mulut yang buruk, penyakit sistemik yang

kronis,

kebiasaan

merokok, memakai gigi-tiruan

lepasan yang kurang terawat , pemakaian obat-obat antibiotika, steroid dan

14

sitostatika atau sedang menjalani terapi radiasi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan pertumbuhan pada flora normal mulut yang dapat

menyebabkan

Candida albicans

tumbuh dengan lebih cepat dan

bertambah banyak kemudian menginfeksi jaringan hospesnya (Park dkk., 2009). 2.2.1 Kedudukan dalam nomenklatur Candida albicans Kedudukan dalam nomenklatur menurut Romas (1978) adalah : Divisi

: Eurycophyta

Kelas

: Deuteromycetes

Ordo

: Cryptococcaceae

Famili

: Candidoidea

Genus

: Candida

Spesies : Candida albicans

Gambar 2.2 Candida albicans (Anonim, 2010)

15

2.2.2 Pertumbuhan dan nutrisi Candida albicans. Spesies Candida tumbuh dengan cepat pada medium agar sederhana yang mengandung peptone, dextrose, maltose atau sukrose. Candida albicans

dalam

media

mengandung

karbohidrat

yang

dapat

difermentasikan dan sedikit suasana aerob, dengan penambahan nitrogen yang

berlebih

dalam

media,

pseudohyphae,

blastospore,

dan

chlamydospore pada kondisi tertentu dapat tumbuh dengan baik (Takuya dkk., 2007). Candida albicans pada temperatur di bawah 330C, yeast cell tumbuh dengan baik berbentuk ovoid (+ 3x5 μm) dan pembentukan tunas biasanya terjadi pada daerah kutub sel. Pertumbuhan mycelial baik dan pertukaran yeast cell menjadi hypha cell terjadi via germ tube pada temperatur yang ditingkatkan dengan pH yang mendekati netral,. Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik (webb dkk., 1998). Jamur dapat ditanam pada medium padat atau cair dalam tabung atau petri. Pertumbuhan jamur pada umumnya lambat dibanding pertumbuhan bakteri, sehingga jika dalam penanaman terdapat bakteri dan jamur maka bakteri akan menutupi permukaan media sebelum jamur sempat tumbuh. Pada dasarnya jamur mempunyai keasaman yang lebih besar dibanding dengan bakteri (Mulja dkk., 1983)

16

2.2.3 Morfologi dan identifikasi Candida albicans Candida albicans mempunyai tiga bentuk morfologi (Merson dkk., 1989) yaitu : 1. Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat atau

oval dengan variasi ukuran lebar 2-8 μm dan panjang 3-4

μm,

diameter 1,5-5 μm. Sel-sel tersebut dapat membentuk blastospore. 2. Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus membentuk

tunas baru. 3. Chlamydospore, dinding sel bulat dengan diameter 8-12

μm .

Chlamydospore terbentuk jika Candida albicans di kultur pada medium kurang nutrien seperti Corn meal agar. Candida albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas, menghasilkan Pseuodomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Candida albicans jamur bersel tunggal dari keluarga Cryptoceae. Candida albicans tidak berbahaya, jika pertahanan tubuh lemah dan terutama daya tubuh menurun, maka sifat komensal dapat berubah menjadi patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Candida albicans, gram (+), berukuran 2-3 x 4-6 µm, dan se-sel bertunas yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa) pada sediaan apus eksudat dan dalam agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar, bentuk koloni lunak dengan warna coklat seperti

ragi.

Pertumbuhan

terdiri

dari sel-sel bertunas

lonjong,

pseudomiselium, terdiri dari pseudohifa menjadi blastokonidia pada nodus-nodus

dan

kadang-

17

kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya (Jawetz dkk., 1996).. Ada beberapa kriteria untuk mengidentifikasi spesies Candida (Hazen, 1970), yaitu : a. Warna, teksture (permukaan) dan bentuk koloni pada media Sabouraud’s

Dextrose Agar. b. Pemeriksaan mikroskopik. c. Adanya Chlamydospore.

d. Fermentasi dan asimilasi pada karbohidrat khusus. Struktur fisik Candida albicans terdiri dari dinding sel, membran sel, sitoplasma dan nukleus. Membran sel Candida albicans teridiri dari fosfolipid ganda (lipid bilayer), lapisan terluar kaya akan phosphatidyl, choline, ergosterol dan sphingolipids. Sphingolipids mengandung komponen negatif paling besar pada membran plasma dan memegang peranan penting sebagai target antimikotik. Sphingolipids juga terdapat pada mamalia tetapi tidak mengandung muatan negatif (Zakrzewska dkk., 2005). Berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi, Candida albicans dikelompokkan ke dalam 2 serotype, yaitu (Rahayu, 2004) : a. Candida

albicans serotype A, mempunyai determinan antigen

pada permukaan selnya sehingga dengan reaksi ikatan antigenantibodi terjadi aglutinasi positif. b. Candida

albicans serotype B, tidak memiliki antigen pada

permukaan selnya sehingga dengan adanya reaksi antigen-antibodi tidak terjadi aglutinasi.

18

2.2.4

Virulensi Candida albicans

Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel penjamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas penjamu. Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin (Chaffin dkk., 1990 cit Bachtiar dkk., 1997). Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Penyakit yang disebabkan oleh Candida albicans dapat dibagi atas candidiasis selaput lendir, candidiasis kutis, candidiasis sistemik, dan reaksi id (Candidid). Pada candidiasis oral terlihat mukosa yang berwarna merah yang diselubungi bercak-bercak putih. Bercak-bercak putih ini biasanya bersifat asymptomatic, tetapi dapat juga diikuti dengan perasaan terbakar (burning sensation). Lesi dapat berbentuk difus maupun lokal, bersifat erosif, dan berbentuk seperti pseudomembran (Riskillah, 2010). Candidiasis yang telah masuk ke dalam aliran darah dapat menyebar ke berbagai organ

19

seperti ginjal, limpa, jantung, otak, dan menimbulkan berbagai penyakit seperti endokarditis, meningitis, endophtalmitis dan pielonefritis (Brooks dkk., 2004; Kayser dkk., 2005; Riskillah, 2010). 2.2.5 Candidiasis rongga mulut Secara klinis ditemukan empat macam kandidiasis di dalam rongga mulut yang merupakan infeksi superfisial yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans (Webb, 1998; Rahayu, 2002) : a. Kandidiasis pseudomembranosa akut. Manifestasi klinis biasanya berupa

papula putih atau eksudat seperti kapas yang dapat dihapus dan meninggalkan mukosa berwarna kemerahan, biasanya dikenal sebagai thrush. b. Kandidiasis atrofik akut, merupakan satu-satunya kandidiasis yang

menimbulkan rasa sakit, lidah dengan eritema halus, angular cheilitis dan jarang dengan radang bibir dan pipi. c. Kandidiasis atrofik kronik, dikenal sebagai denture stomatitis yaitu

stomatitis karena pemakaian gigi-tiruan. Faktor predisposisinya karena adanya trauma, pemakaian gigi-tiruan terus-menerus dan gigi-tiruan kurang bersih. Pelikel saliva yang melapisi basis gigi-tiruan merupakan suatu mediator respon biologis oleh karena dapat mengadakan perlekatan dengan mikroorganisme sehingga jumlah koloni Candida albicans juga

20

akan meningkat dan hal ini meningkatkan kecendrungan terjadinya denture stomatitis. d. Kandidiasis hiperplastik kronik, berupa bintik-bintik putih yang tidak

dapat dihapus dan dikenal sebagai leukoplakia candida. 2.2.6 Hubungan Candida albicans dan gigi-tiruan resin akrilik Permukaan resin akrilik yang menghadap mukosa adalah permukaan yang tidak dipoles, permukaan resin akrilik yang berhubungan dengan substrat pelikel menjadi lebih luas, dengan demikian perlekatan pelikel menjadi semakin banyak, sehingga Candida albicans yang melekat pada permukaan ini semakin banyak pula (Hidzana dkk., 2006). Pemakaian gigi-tiruan yang terus-menerus dan tidak bersih dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap jaringan yaitu stomatitis hiperplastik, stomatitis angularis, hiperplasia mukosa mulut dan denture stomatitis. Pemakaian gigi-tiruan menyebabkan mukosa di bawah gigitiruan akan tertutup dalam jangka waktu yang lama, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa maupun gigi-tiruan oleh lidah dan saliva. Akibatnya pada permukaan gigi-tiruan akan terbentuk plak. Plak inilah yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk Candida albicans (Cevanti dkk., 2007). Trauma karena pemakaian gigi-tiruan juga mempermudah terjadinya infeksi Candida. Candida albicans merupakan jamur yang berperan dalam terjadinya denture stomatittis (Hidzana dkk., 2006; Gantini, 2009). Denture stomatitis adalah peradangan kronis pada mukosa pendukung

21

gigi-tiruan yang sifatnya dapat setempat atau menyeluruh. Jaringan yang meradang akibat denture stomatitis berupa erythema, odem, dan berwarna lebih merah dibandingkan jaringan sekitarnya yang tidak tertutup oleh plat gigi-tiruan (Zarb dkk., 2002). Menurut Silva dkk. (2009) gigi-tiruan resin akrilik dapat menjadi tempat pengumpulan stain, tar dan plak disebabkan oleh sifat akrilik yang porus dan menyerap air, sehingga mudah terjadi akumulasi sisa makanan dan minuman dimana akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan mulut pemakai gigi-tiruan tersebut. Permukaan gigi-tiruan yang tidak dilakukan pemolesan mempermudah penempelan plak dan merupakan tempat yang baik untuk berkembang biaknya kuman-kuman sehingga sering ditemukan adanya keradangan. Keradangan dapat terjadi lebih hebat jika gigi-tiruan tersebut kotor Penderita yang memakai gigi-tiruan lepasan harus benar- benar menjaga kebersihan, karena adanya plak pada basis gigi-tiruan merupakan tempat yang baik bagi berkumpulnya mikroorganisme termasuk Candida albicans (Hidzana dkk., 2006). Peningkatan jumlah Candida albicans dapat mengubah sifat komensal menjadi parasit, yaitu dari bentuk yeast menjadi hyphae. Bentuk hyphae ini merupakan inisiator invasi ke dalam jaringan sehingga dapat menimbulkan denture stomatitis. Candida albicans bersifat patogen oportunistik, karena memanfaatkan situasi yang menguntungkan untuk berkembang sebagai faktor predisposisi. Umumnya penyakit sistemik

22

menjadi faktor predisposisi patogenesis infeksi Candida albicans, pada pemakai gigi-tiruan disebut denture stomatitis. Pada penyakit sistemik terjadi perubahan respon imun, khusus di permukaan mukosa tidak dapat mencegah perlekatan Candida albicans sehingga terjadi infeksi di rongga mulut (Gantini, 2009; Silva dkk., 2009). Candidosis superficial ditemukan adanya mycelial dan hyphae pada epitel. Sedangkan denture stomatitis pada pemakai gigi-tiruan disebabkan oleh karena adanya proliferasi Candida albicans dalam plak yang terdapat pada basis gigi-tiruan lepasan, dijumpai jumlah hyphae yang sangat banyak, tetapi invasi intra epitel tidak terlihat. Adanya blastospore dan germ tube form dari Candida albicans ini yang memungkinkan sel melekat pada mukosa dan mengadakan pelepasan dinding sel yang kemudian berpenetrasi pada epitel untuk memulai keradangan (Dowd dkk., 2008).. Kepadatan koloni Candida albicans pada pemakai gigi-tiruan tergantung dari lama dan kebiasaan pemakaian. Bila gigi-tiruan dipakai terus menerus termasuk tidak dilepas pada malam hari maka mukosa akan tertutup sehingga menghalangi pembersihan oleh lidah dan saliva sehingga jumlah Candida albicans akan meningkat dan cenderung mengakibatkan terjadinya denture stomatitis (Ellepola dkk., 2005; Sudiono dkk., 2006)

23

Gambar 2.3 Denture Stomatitis (Anonim, 2010) 2.3 Pinang ( Areca Catechu L ) Pinang ( Areca catechu L ) merupakan tumbuhan liar sejenis palma yang tumbuh di kebanyakan kawasan tropis Pasifik, Asia (India, Malaysia, Taiwan) dan bagian Afrika timur dengan tinggi mencapai 25 m. Daun berbentuk tabung panjang + 80 cm serta berujung tajam, bunga jantan berbentuk kekuningan dan buah betina hijau, buah dikenal dengan buah buni berwarna oranye (George dan Robert, 2006). Perbedaan antara buah pinang muda dan pinang tua yakni buah pinang tua berkulit kuning kecoklatan serta memiliki konsistensi buah yang keras, sedangkan pinang muda berkulit hijau muda hingga hijau tua serta memiliki konsistensi buah yang lunak.

24

Gambar 2.4. Buah pinang(Anonim, 2010)

2.3.1 Klasifikasi tumbuhan pinang Tanaman pinang diklasifikasikan dalam divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae, bangsa arecales, suku arecaceae/palmae, marga areca, dan jenis Areca catechu L.

Areca

catechu memiliki efek antioksidan dan antimutagenik, astringent, dan obat cacing. Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti Arekolin (C8 H13 NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Ekstrak etanolik biji buah pinang mengandung tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavonoid, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam (Wang dan Lee, 1996). Tanaman pinang mudah tumbuh di Indonesia, budidaya tanaman ini dilakukan dengan cara menanam bijinya yang sudah masak. Biji pinang, buah maupun sabutnya bisa dimanfaatkan, khususnya untuk pengobatan. Pengobatan dengan buah tanaman pinang sudah terkenal sejak zaman dulu. Pinang selain digunakan untuk campuran makan sirih juga

25

digunakan untuk obat luar gatal-gatal, borok dan sakit perut. Biji pinang bisa untuk mengobati penyakit beri-beri, cacingan, perut kembung, luka, diare, serta batuk berdahak. Sedangkan daunnya bisa digunakan untuk menambah nafsu makan, dan mengobati sakit pinggang. Sabutnya bisa dipakai untuk menyembuhkan beri-beri, sembelit, dan gangguan pencernaan

(Anonim,

2009). Analisis pinang di Filipina menyatakan bahwa buah pinang mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid diantaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. Biji pinang dapat dimakan bersama sirih dan kapur, yang berkhasiat untuk menguatkan gigi, air rebusan biji pinang juga digunakan sebagai obat kumur dan penguat gigi. (Bartholomew, 2001 cit Yulineri dkk., 2006). Daging buah pinang yang muda juga bisa untuk mengobati luka dan obat luar penyakit rabun mata. Air rebusan biji buah pinang juga bisa diminum untuk pengobatan penderita cacingan, biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tanin terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid (Nonaka, 1989). Daya anti-mikroba ekstrak biji pinang dilakukan terhadap bakteri Staphyllocoocus

aureus,

S

epidermidis,

Salmonella,

E-colli,

Pseudomonas, Bacillus cereus, M. Luteus dan jamur Candida albicans. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai efek

26

anti-mikroba (Pudjiastuti, 2006), sehingga diyakini ekstrak metanol biji buah

pinang

dapat berfungsi sebagai pembersih gigi-tiruan lepasan akrilik.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir Bahan untuk basis gigi-tiruan pada umumnya menggunakan resin arilik yang mempunyai sifat porus dan mudah menyerap bahan cair. Saliva rongga mulut

27

mengandung pelikel berupa protein yang merupakan media perlekatan bagi mikroorganisme dan jamur terutama Candida albicans di dalam rongga mulut. Candida albicans adalah mikroorganisme opertunistik pada tubuh manusia karena pada keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan. Jamur

ini

bersifat

saprofit

tetapi

dapat

berubah menjadi

patogen bila terdapat faktor-faktor predisposisi antara lain, kebersihan mulut yang buruk, penyakit sistemik yang

kronis,

gigi-tiruan yang kurang terawat, pengobatan panjang

atau

sedang

menjalani

kebiasaan

merokok, memakai

antibiotik dosis tinggi jangka

terapi radiasi. Infeksi Candida albicans

memberikan gambaran berupa lesi berwarna merah, bengkak dan menimbulkan rasa sakit pada permukaan mukosa rongga mulut. Lesi ini dikenal dengan denture stomatitis. Walaupun pengobatan dengan antifungal sangat berperan dan terus berkembang, tetapi infeksi jamur tetap merupakan hal yang sering terjadi dan mikroorganisme mampu menjadi resisten terhadap sesuatu obat. Gigi-tiruan setelah kontak dengan saliva akan segera dilapisi pelikel, pelikel setelah 2 jam akan terbentuk plak.

Penumpukan plak dan sisa makanan

menyebabkan keradangan, dan keradangan akan menjadi lebih parah apabila gigitiruan tersebut kotor dan kurang menjaga kebersihan rongga mulut. Keradangan pada pemakai gigi-tiruan lepasan disebut denture stomatitis. Denture stomatitis pada pemakai gigi-tiruan lepasan disebabkan oleh adanya peningkatan koloni Candida albicans sehingga terjadi perubahan sifat Candida albicans dari sifat komensal menjadi patogen yang disertai dengan meningkatnya produksi

toksin

yang

kemudian

berpenetrasi

kemembran

mukosa

dan

28

menyebabkan keradangan. Selama pertumbuhan dan metabolisme Candida albicans akan menghasilkan asam organik dan menurunkan pH, penurunan pH akibat aktivasi enzim protease atau phospholipase akan menyebabkan keradangan pada mukosa Untuk mencegah terjadinya denture stomatitis dianjurkan untuk melakukan pemeliharaan dan pembersihan gigi-tiruan baik secara mekanik maupun kimia setiap hari agar gigi-tiruan terbebas dari stain, deposit dan mikroorganisme.

3.2 Kerangka Konsep Beberapa konsep yang mendasari penelitian ini adalah : Bahan resin akrilik yang dipakai untuk basis gigi-tiruan bersifat porus merupakan tempat penumpukan plak, sisa makanan dan saliva rongga mulut mengandung pelikel berupa protein sehingga dalam kurun waktu tertentu merupakan media bagi mikroorganisme dan jamur dalam rongga mulut untuk tumbuh dan berkembang biak (Rathee dkk., 2010). Penumpukan plak dan sisa makanan menyebabkan peningkatan koloni Candida albicans, peningkatan ini diikuti peningkatan produk endotoksin yang menyebabkan keradangan, disebut denture stomatitis. Ekstrak metanol biji buah pinang salah satu bahan yang diyakini berpotensi sebagai bahan pembersih gigi-tiruan karena mengandung alkaloid seperti arekolin, arekolidine, guvakolin, guvasine, isoguvasine, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap serta garam.

29

Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian secara in vitro untuk mengetahui konsentrasi dan lama perendaman plat resin akrilik dalam ekstrak metanol biji buah pinang yang dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans.

Konsep Penelitian

Ekstrak metanol biji buah pinang (Areca catechu.L) 10%, 15%, 20%

30

Faktor Internal: -Waktu pengeraman C. albicans -Media pengeraman C. albicans -Jenis plat resin akrilik -Kekasaran permukaan plat resin akrilik

Faktor Eksternal: -Suhu pengeraman C.albicans -Cara penghitungan koloni C. albicans -Sterilisasi alat dan bahan

- Plat resin akrilik head cured lama perendaman 2 jam, 6 jam, 8 jam - Pertumbuhan jumlah koloni C. albicans terhambat

Gambar 3.1 Kerangka konsep 3.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori yang ada dan sehubungan dengan permasalahan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : a. Ekstrak metanol biji buah pinang dapat menghambat pertumbuhan koloni

Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured.

31

b. Peningkatan konsentrasi ekstrak metanol biji buah

pinang

dapat

menurunkan jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured . c. Lamanya perendaman dalam ekstrak metanol biji buah pinang dapat

menurunkan jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured .

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian :

32

Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, memakai kelompok kontrol dengan menggunakan rancangan Post test only control group design (Marczyk dkk., 2005). Bagan rancangan penelitian sebagai berikut:

R A A A A A a A

S

K P 1

P1

O 2

P 2 P 3

O 1

O 3

P3

O 4

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian

Keterangan : S

: Sampel

RA : Random alokasi, proses pembagian sampel menjadi 4 kelompok K : Kontrol (akuades steril) P1 : Perlakuan 1, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 10 % P1 : Perlakuan 1, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 10 % P2 : Perlakuan 2, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 15 % P3 : Perlakuan 3, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 20 % O1

:

Jumlah koloni C.albicans pada kelompok kontrol setelah perlakuan

O2

:

Jumlah koloni C.albicans pada kelompok P1 setelah perlakuan

O3 : Jumlah koloni C.albicans pada kelompok P2 setelah perlakuan

33

O4 : Jumlah koloni C.albicans pada kelompok P3 setelah perlakuan 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian : - Pembuatan ekstrak metanolik buah pinang dilakukan di laboratorium Biofestisida Fakultas Pertanian Universitas Udayana - Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta 4.2 2 Waktu penelitian : - 2 bulan (Maret– April 2011)

4.3 Sampel Penelitian : Sampel penelitian ini adalah plat akrilik yang berisi Candida albicans. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan sesuai rumus Federer (1977) : (n-1) (t-1) ≥ 15 n = banyak pengulangan t = perlakuan, P1 ( 10% ekstrak pinang, 2 jam, 6 jam, 8 jam), P2 (15% ekstrak pinang, 2 jam, 6 jam, 8 jam), dan P3 (20% ekstrak pinang, 2 jam, 6 jam, 8 jam) (n-1) (10-1) = 15 (n-1) (9) = 15 n-1 =

= 1,667

34

n = 1,667 + 1 = 2,667 ≈ 3 Jadi jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini untuk masingmasing perlakuan adalah 3. Pembagian kelompok sampel a. Sampel dibagi dalam 3 kelompok konsentrasi larutan ekstrak dan 1 kelompok kontrol, yaitu : 1. Kelompok I

: Kontrol (akuades steril sebagai kontrol)

2. Kelompok II : Konsentrasi larutan ekstrak 10 % 3. Kelompok III : Konsentrasi larutan ekstrak 15 % 4. Kelompok IV : Konsentrasi larutan ekstrak 20 % b. Sampel penelitian digolongkan dalam 3 kelompok lama perendaman plat akrilik yang telah dikontaminasi C.albicans: 1. Kelompok I

: Lama perendaman 2 jam

2. Kelompok II

: Lama perendaman 6 jam

3. Kelompok III : Lama perendaman 8 jam 4.4 Variabel Penelitian : Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 4.4.1 Variabel bebas

:

a. Ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% b. Lama perendaman dalam larutan ekstrak metanol biji buah pinang selama 2 jam, 6 jam, 8 jam. 4.4.2 Variabel tergantung : a. Jumlah koloni Candida albicans

35

4.4.3 Variabel terkendali : a. Suhu dan waktu pengeraman Candida albicans b. Media pengeraman dan pembuatan Candida albicans c. Cara penghitungan koloni Candida albicans d. Plat resin akrilik heat cured e. Sterilisasi alat dan bahan.

Hubungan antara variabel dalam penelitian ini secara bagan ditampilkan pada gambar 4.2

Variabel Bebas a.Ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% b. Lama perendaman dalam ekstrak metanol biji buah pinang selama 2 jam, 6 jam, 8 jam

Variabel Tergantung

Jumlah koloni C.albicans

36

Variabel Terkendali a. Suhu dan waktu pengeraman Candida albicans b. Media pengeraman dan pembuatan Candida albicans c. Cara penghitungan koloni Candida albicans d. Plat resin akrilik heat cured e. Sterilisasi alat dan bahan. .

Gambar 4.2 Hubungan antara variabel

4.5 Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Ekstrak metanol biji buah pinang adalah sediaan pekat yang didapat dengan

mengekstrak

menggunakan pelarut larutan (P3).

zat aktif

dari

biji buah pinang dengan

metanol. Pada penelitian ini dibuat

ekstrak metanol biji buah pinang 10 %

konsentrasi

(P1), 15 % (P2), 20 %

37

b. Lama perendaman adalah lamanya waktu kontak antara Candida albicans

dengan ekstrak metanol biji buah pinang. Dalam penelitian ini waktu perendaman : 2 jam, 6 jam, 8 jam. c. Jumlah koloni Candida albicans adalah jumlah koloni yang tumbuh pada

media

Sabouroud dextrose agar setelah kontaminasi dengan 0,1 ml

suspensi dari 10 ml RPMI yang mengandung Candida albicans hasil perontokan dari plat resin akrilik, dengan satuan

pengukuran Colony

FormingUnit Permililiter (CFU/ml). c.

Media pengeraman adalah media yang dipakai untuk menumbuhkan Candida albicans dalam hal ini berbentuk agar, yang dipakai adalah Sabouraud’s dextrose agar dan RPMI.

d. Cara penghitungan jumlah koloni Candida albicans adalah menghitung jumlah koloni Candida albicans dalam CFU/ml e. Plat resin akrilik heat cured adalah permukaan resin akrilik yang tidak dipoles, berasal dari stippled casting wax, merupakan jenis akrilik yang paling sering digunakan untuk pembuatan gigitiruan lepasan. f

Sterilisasi alat dan bahan adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam kehidupan, terutama kehidupan mikroorganisme

4.6 Bahan Penelitian Dalam penelitian menggunakan bahan-bahan sebagai berikut : a. Resin akrilik heat cured,cross linked type (QC 20 Detrey,England)

38

b. Gips tipe III (Moldano, Bayer Jerman) c. Could Mould Seal ( Detrey, England) d. Ekstrak biji buah pinang e. RPMI 25 ml f. Metanol f. Suspensi Candida albicans g. Sabouraud′s dextrose agar h. Larutan Phosphat Buffer Saline /PBS pH 7,0 (Merck,Germany) i. Saliva steril 100 cc j. Aquades k. Alkohol 95 % l. NaCl m. Spiritus 500 ml

4.7 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan alat-alat sebagai berikut : a. Tempat mencampur resin akrilik b. Vibrator c. Kuvet d. Hidraulik press. e. Inkubator

39

f. Petri steril g. Bunsen h. Pinset steril i. Inkubator j. Autoclave k. Tabung reaksi l. Spreader m. Kertas saring Whatman No. 4 dan no 1 n. Erlenmeyer o. Yellow tip 1 box p. Blue tip 1 box q. Micropipet 100/200 μl r. Micropipet 1000 μl s. Label t. Tally counter u. Camera merk Sony 4.8 Prosedur Penelitian : 4.8.1 Pengisian akrilik a. Bahan resin akrilik dengan perbandingan bubuk dan cairan sesuai dengan aturan pabrik disiapkan dalam mangkok porselen kemudian diaduk

pada suhu kamar (27 + 10 C), setelah adonan mencapai

konsistensi dough stage dimasukkan ke dalam mould yang telah diulasi dengan bahan separasi.

40

b. Kuvet ditutup kemudian dipres dengan hidraulik press, kuvet dibuka kelebihan akrilik dipotong kemudian kuvet ditutup

dan dipress

kembali sampai tekanan 22 kg / cm2 Hg (Sudarmawan, 2009). Selanjutnya kuvet dipindahkan pada klem. Proses Kuring a. Kuvet yang berisi akrilik dimasukkan ke dalam curing unit. Proses

kuring dilakukan dengan suhu 1000 C selama 30 menit (sesuai aturan pabrik). b. Setelah proses kuring selesai, kuvet didiamkan sampai dingin, plat akrilik dikeluarkan dari kuvet. 4.8.2

Pembuatan ekstrak metanol biji buah pinang Ekstraksi biji buah pinang segar dilakukan dengan metode meserasi

disertai pengadukan (Yulineri dkk., 2006; Meiyanto dkk., 2008). Sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam 1 liter metanol, kemudian diekstrak dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer (150 rpm) pada suhu kamar selama 3 jam. Selanjutnya campuran disaring dua kali berturut-turut menggunakan kertas saring Whatman No. 4 kemudian No. 1. Filtrat yang diperoleh dari ekstraksi I dan II dikumpulkan, kemudian pelarutnya (metanol) dilarutkan dengan rotary vacum evaporator pada suhu 45ºC, sampai tidak terjadi lagi pengembunan pelarut pada kondensor (menunjukkan semua pelarut telah teruapkan). Hasil ini menunjukkan 100% ekstrak. Kemudian dibuat ekstrak metanol biji buah pinang segar dengan konsentrasi sebesar

41

10%, 15%, 20% masing-masing dipergunakan untuk merendam plat resin akrilik selama 2 jam, 6 jam, 8 jam.

Gbr. 4.3 Pembuatan ekstrak biji buah pinang

Gbr 4.4 Proses evaporasi ekstrak metanol biji buah pinang

42

4.8.3 Pembuatan suspensi Candida albicans Candida albicans yang dipakai diambil dari stok Candida albicans (ATCC 10231) dengan cara sebagai berikut : Candida albicans diambil menggunakan ose kemudian ditanam ke dalam Sabouraud’ dextrose agar, inkubasi selama 48 jam, dengan suhu 370. Kemudian membuat suspensi Candida albicans dengan cara dilarutkan dalam Nacl fisiologis 0,85 %, 20 ml. Kekeruhan suspensi Candida albicans disesuaikan dengan standar larutan 108 Mc Farland untuk memperoleh suspensi fungi yang mengandung 108 CFU/ml. Suspensi ini yang dipakai untuk kontaminasi pada plat resin akrilik. 4.8.4 Pembuatan saliva steril Larutan saliva buatan (buffer) McDougall (campuran 58,80g NaHCO3, 48g Na2HPO4.7H2O, 3,42g KCl, 2,82g NaCl, 0,72g MgSO4.7H2O, 0,24g CaCl2 dalam 6 liter akuades) ( Tanuwiria dkk., 2006).

4.8.5 Perlakuan sampel 1. Plat resin akrilik (10x10x1) dicuci di bawah air mengalir selama 48 jam untuk

mengurangi sisa monomer kemudian disterilisasi

menggunakan autoclave

1210C selama 18 menit (Minagi dkk.,

1985 cit Sudarmawan, 2009). 2. Plat akrilik direndam dalam saliva 1 jam, kemudian dibilas PBS dua

kali (Evans dkk., 1977). 3. Selanjutnya plat resin akrilik heat cured dimasukkan ke dalam

43

tabung reaksi yang berisi suspensi Candida albicans kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. 4. Plat

resin akrilik setelah dikontaminasi dengan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi yang berisi ekstrak metanol biji buah pinang dengan masing-masing 3 variasi konsentrasi yaitu 10%, 15% dan 20% selama 3 waktu perlakuan yaitu 2 jam, 6 jam dan 8 jam, untuk kontrol digunakan akuades steril (gbr. 4.5, 4.6, 4.7). 5. Plat resin akrilik dibilas dua kali dengan PBS untuk menghilangkan

sisa ekstrak metanol biji buah pinang yang masih tertinggal dalam plat. 6.

Plat resin akrilik dimasukkan ke dalam media RPMI 10 ml, kemudian divibrasi dengan vortex selama 30 detik untuk melepaskan Candida albicans yang melekat pada plat akrilik (Park dkk., 2007; Sudarmawan, 2009).

7.

Mengambil 0,1 ml suspensi Candida albicans dalam media RPMI dimasukkan ke dalam

Sabouraud′s dextrose agar , dilakukan

spreading diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 0C (Park dkk., 2007; Sudarmawan, 2009). 8. Menghitung jumlah koloni Candida albicans dalam CFU/ml.

44

Gbr. 4.5 Perendaman Plat dalam ekstrak metanol biji buah pinang selama 2 jam

Gbr. 4.6 Perendaman Plat dalam ekstrak metanol biji buah pinang selama 6 jam

45

Gbr. 4.7 Perendaman Plat dalam ekstrak metanol biji buah pinang selama 8 jam

4.9 Alur Penelitian

Plat Resin Akrilik (permukaan tidak dipoles 10x10x1mm) Cuci dengan air mengalir 48 jam Rendam dalam saliva steril 1jam ,bilas dengan PBS 2 kali Kontaminasi Candida albicans 24 jam

46

Perendaman dalam larutan Ekstrak biji buah pinang dan perendaman dalam akuades steril sebagai kontrol

2 jam

6 jam

AB C D

ABC D

8 jam

AB C D

Bilas dengan PBS 2 kali Penanaman dalam Sabouraud’s dextrose agar, 48 jam, 370C Penghitungan jumlah koloni Candida albicans (CFU/ml) Analisis data

Gambar 4.8 Alur Penelitian Keterangan : A : Konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang 10 % B : Konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang 15 % C : Konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang 20 % D : Akuades steril sebagai kontrol

4.10 Analisis Data:

47

Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical Package For The Social Science) versi 15.0. Data dalam penelitian ini berupa data jumlah koloni Candida albicans pada plat akrilik heat cured, baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan. Adapun langkah-langkah yang diambil sebagai berikut : 4.10.1 Analisisis deskriptif : Analisis data untuk memberikan gambaran tentang karakteristik data yang didapatkan dari hasil penelitian. 4.10.2 Uji normalitas dan homogenitas : a. Uji Normalitas dengan uji Shapiro wilk. b. Uji Homogenitas dengan uji Levene’s test 4.10.3 Uji efek perlakuan Data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji parametrik yaitu uji One Way Anova. Dilakukan untuk membandingkan rerata data hasil pengukuran pada posttest yaitu antara O1, O2, O3, O4. 4.10.4 Uji Least Significant Difference – test (LSD). Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol

48

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Deskriptif Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 36 Plat akrilik yang berisi Candida albicans sebagai sampel, yang terbagi menjadi 4 (empat) kelompok konsentrasi larutan ekstrak masing-masing berjumlah 9 plat, yaitu kelompk kontrol (aquades), kelompok konsentrasi 10%, kelompok konsentrasi 15%, dan

49

kelompok konsentrasi 20% dan 3 kelompok waktu perendaman masing-masing berjumlah 12 plat, yaitu kelompok waktu 2 jam, kelompok waktu 6 jam, dan kelompok waktu 8 jam. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

5.2 Uji Normalitas Data Dan Homogenitas Data

Data jumlah Candida albicans diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Candida albicans

Kelompok Subjek

n

P

Keterangan

Kontrol (Aquades)

9

0,233

Normal

Ekstrak metanol biji buah pinang 10%

9

0,116

Normal

Ekstrak metanol biji buah pinang 15%

9

0,097

Normal

Ekstrak metanol biji buah pinang 20%

9

0,052

Normal

50

Data

jumlah

Candida

albicans

diuji

homogenitasnya

dengan

menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Homogenitas Data Jumlah Candida albicans antar Kelompok Perlakuan

Variabel Jumlah Candida albicans

5.3

F

P

Keterangan

2,614

0,054

Homogen

Analisis Efek Pemberian Ekstrak Metanol Biji Buah Pinang

antar

Kelompok Berdasarkan Konsentrasi 5.3.1 Perendaman 2 Jam Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah Candida albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak metanol biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

51

Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Jumlah Candida albicans antar Kelompok Sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Berdasarkan Konsentrasi Pada Perendaman 2 jam

n

Rerata jumlah Candida albicans

SB

Kontrol (Aquadest)

3

15200,00

1430,52

E. biji buah pinang 10%

3

13000,00

1062,32

E. biji buah pinang 15%

3

10100,00

335,46

E. biji buah pinang 20%

3

7080,00

385,75

Kelompok Subjek

F

P

43,06

0,001

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida albicans kelompok kontrol (aquadest) adalah 15200,00±1430,52, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 10% adalah 13000,00±1062,32, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 15% adalah 10100,00±335,46, dan rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 20% adalah 7080,00±385,75. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 43,06 dan nilai p = 0,001. Rerata jumlah Candida albicans pada keempat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p