Tesis - Universitas Udayana

50 downloads 195 Views 977KB Size Report
Laboratory Unit Bagian Farmakologi FK Unud, sedangkan pemeriksaan profil lipid dan MDA ..... selama 15 menit dan disentrifus selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Plasma ...... http://etd.eprints.ums.ac.id/1002/1/K100040028 .pdf.
TESIS

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DAN MENURUNKAN KADAR MDA (MALONDYALDEHIDE) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA

I G. A. DEWI RATNAYANTI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011     

 

TESIS

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DAN MENURUNKAN KADAR MDA (MALONDYALDEHIDE) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA

I G. A. DEWI RATNAYANTI NIM 0890761007

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

 

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DAN MENURUNKAN KADAR MDA (MALONDYALDEHIDE) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I G. A. DEWI RATNAYANTI NIM 0890761007

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

i   

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 20 JULI 2011

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP. 194612131971071001

Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK NIP. 194606191976021001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP. 194612131971071001

Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S NIP. 195902151985102001

ii   

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 20 Juli 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana No.:……………………………………, Tanggal……………………………

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Anggota : 1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK 2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And 3. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH., PFK. Sp.Erg. 4. Prof. dr. I Nyoman Agus Bagiada,Sp.Biok.

iii   

UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga selama masa studi maupun saat penelitian. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD, KHOM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Swastika, Sp.PD(KEMD), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin iv   

yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. I Gusti Ngurah Mayun, PHK, Kepala Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And, Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH., PFK., Sp.Erg., dan Prof. dr. I Nyoman Agus Bagiada, Sp.Biok, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terimakasih kepada Ayah dan Ibu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga terciptanya lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta, Dodi, serta anak, Dean, tersayang, yang dengan penuh pengorbanan

telah

memberikan

kepada

penulis

kesempatan

untuk

lebih

berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada ibu mertua dan mendiang bapak mertua atas dukungan dan pengertiannya selama penulis mengikuti pendidikan ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada rekan-rekan sejawat di Bagian Histologi serta rekan-rekan di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine atas bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan tesis ini. v   

Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

vi   

ABSTRAK PEMBERIAN GROWTH HORMONE MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DAN MENURUNKAN KADAR MDA (MALONDYALDEHIDE) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA Manfaat terapi sulih growth hormone (GH) untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan penuaan, khususnya penyakit kardiovaskular, masih dipertanyakan karena kurangnya penelitian. Pada penelitian ini ingin diketahui peran terapi sulih GH pada patogenesis penyakit kardiovaskular. Pengaruh terapi ini terhadap profil lipid dan stres oksidatif diukur pada tikus dislipidemia, salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian eksperimental, randomized pre and post control group design, dilakukan dengan menggunakan 20 ekor tikus jantan yang menua, usia 11 – 12 bulan. Semua subyek diberikan diet tinggi kolesterol selama 3 minggu untuk mencapai keadaan dislipidemia dan diet tetap diberikan hingga akhir penelitian. Subyek dibagi secara random menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan aquadest (P0), GH 0,02 IU/hr (P1), GH 0,04 IU/hr (P2), dan GH 0,08 IU/hr (P3). Aquadest dan GH kemudian diinjeksikan secara subkutan satu kali sehari selama 2 minggu. Profil lipid diukur pada hari ke-22 dan ke-37 dengan tes colorimetric enzymatic CHOP-PAP dan GOP-PAP. Kadar MDA diukur pada hari ke-22 dan ke-37 dengan metode Thiobarbituric Acid Reactive Substance Concentration. Terapi sulih GH menurunkan kadar kolesterol total plasma secara bermakna sebesar 25,2% pada P1, 37,21% pada P2, dan 50,26% pada P3 (p < 0,05). Kadar LDL plasma dapat diturunkan secara bermakna hingga 40,71%, 64,5%, dan 90,68% masing-masing pada P1, P2, dan P3 (p < 0,05). Terapi sulih GH juga mampu menurunkan kadar trigliserida plasma secara bermakna pada P1 sebanyak 11,78%, P2 sebanyak 23,46%, dan P3 sebanyak 35,15% (p < 0,05). Pengaruh GH terhadap kadar HDL plasma hanya menunjukkan peningkatan yang bermakna pada P2 sebesar 15,80% dan P3 sebesar 28,06% (p < 0,05). Ditemukan adanya perbedaan kadar profil lipid post test serta selisih post test dan pre test yang bermakna antar semua kelompok (p < 0,05). Stres oksidatif yang diukur dari kadar MDA plasma turun secara bermakna setelah terapi GH. Kadar MDA plasma menurun pada P1, P2, dan P3 masing-masing sebanyak 30,33%, 42,47%, dan 53,55% (p < 0,05). Ditemukan adanya perbedaan kadar MDA post test serta selisih post test dan pre test yang bermakna antar semua kelompok (p < 0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi sulih GH memperbaiki profil lipid dan menurunkan kadar MDA plasma tikus jantan dislipidemia. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami pengaruh terapi GH dalam jangka panjang serta mekanismenya. Kata kunci: growth hormone, profil lipid, MDA, dislipidemia.

vii   

ABSTRACT GROWTH HORMONE ADMINISTRATION IMPROVES LIPID PROFILE AND REDUCES MDA (MALONDYALDEHIDE) LEVEL IN MALE RAT WITH DYSLIPIDEMIA The benefit of growth hormone (GH) replacement therapy to prevent age associated disease, especially cardiovascular disease, is still in question due to the lack of study. In this study the role of GH replacement therapy in the pathogenesis of cardiovascular disease is observed. The effects of the treatment on lipid profile and oxidative stress are examined in dyslipidemic rat, a risk factor of cardiovascular disease. A randomized pre and post control group experimental study was done using 20 male aging rats, age 11 – 12 month-old. All subjects were given high cholesterol diet for 3 weeks to achieve dyslipidemic state and the diet was continued until the end of study. The subjects were randomly divided into 4 groups, aquadest (P0), GH 0,02 IU/day (P1), GH 0,04 IU/day (P2), and GH 0,08 IU/day (P3) treated group. Aquadest and GH were then injected subcutaneously once daily for 2 weeks. Lipid profile was measured on day 22nd for pre test and 37th for post test by colorimetric enzymatic CHOP and GOP – PAP test. MDA level was measured on day 22nd for pre test and 37th for post test by Thiobarbituric Acid Reactive Substance Concentration method. Growth hormone replacement therapy significantly reduced plasma total cholesterol level of P1 by 25,2 %, P2 by 37,21%, and P3 by 50,26% (p < 0,05). Plasma LDL level could be reduced by GH therapy by 40,71%, 64,5%, and 90,68% in P1, P2, and P3 respectively (p < 0,05). Growth hormone replacement therapy also significantly reduced plasma trigliseride level of P1 by 11,78%, P2 by 23,46%, and P3 by 35,15% (p < 0,05). The effect of GH to plasma HDL level only showed significant increase in P2 by 15,80% and P3 by 28,06% (p < 0,05). There were significant difference of post test and also in the difference of post test and pre test lipid profile level between all groups (p < 0,05). Oxidative stress measured by MDA level decreased significantly following the GH replacement therapy. MDA level decreased in P1, P2, and P3 by 30,33%, 42,47%, and 53,55% respectively (p < 0,05). There were significant difference of post test and also in the difference of post test and pre test MDA level between all groups (p < 0,05). This study concluded that growth hormone replacement therapy improved lipid profile and reduced plasma MDA level in dyslipidemic rat. Further research is needed to understand the effect of long term GH therapy and its mechanism. Keywords: growth hormone, lipid profile, MDA, dyslipidemia.

viii   

DAFTAR ISI Prasyarat Gelar Magister ....................................................................................... Persetujuan Pembimbing....................................................................................... Penetapan Panitia Penguji ..................................................................................... Ucapan Terima Kasih............................................................................................ Abstrak .................................................................................................................. Daftar Isi ............................................................................................................... Daftar Tabel .......................................................................................................... Daftar Gambar ....................................................................................................... Daftar Singkatan atau Lambang ............................................................................ Daftar Lampiran ....................................................................................................

i ii iii iv vii ix xii xiii xiv xvi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 1.3.1. Tujuan umum ....................................................................................... 1.3.2. Tujuan khusus ...................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................................

1 1 6 6 6 7 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 2.1. Penuaan (Aging) ............................................................................................. 2.1.1. Penuaan biologis .................................................................................. 2.1.2. Teori penuaan ....................................................................................... A. Teori neuroendokrin ........................................................................ B. Teori radikal bebas .......................................................................... 2.2. Growth Hormone ........................................................................................... 2.2.1. Fisiologi growth hormone .................................................................... 2.2.2. Hubungan defisiensi growth hormone dengan penuaan ...................... 2.2.3. Terapi sulih growth hormone pada penuaan ........................................ 2.3. Stres Oksidatif ................................................................................................ 2.3.1. Radikal bebas ....................................................................................... 2.3.2. Peroksidasi lipid ................................................................................... 2.3.3. Dislipidemia sebagai penyebab stres oksidatif .................................... 2.4. Pengaruh Growth Hormone terhadap Metabolisme Lemak........................... 2.5. Pengaruh Growth Hormone terhadap Stres Oksidatif....................................

9 9 9 11 11 12 13 13 16 20 22 22 26 27 29 33

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS....................... 3.1. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 3.2. Konsep ........................................................................................................... 3.3. Hipotesis Penelitian........................................................................................

36 36 38 38

ix   

BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 4.1. Rancangan Penelitian ..................................................................................... 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 4.3. Subyek Penelitian ........................................................................................... 4.3.1. Populasi penelitian ............................................................................... 4.3.2. Sampel penelitian ................................................................................. 4.3.3. Kriteria eligibilitas ............................................................................... A. Kriteria inklusi................................................................................. B. Kriteris drop out .............................................................................. C. Teknik penentuan sampel ................................................................ 4.4. Variabel Penelitian ......................................................................................... 4.4.1. Variabel penelitian ............................................................................... 4.4.2. Definisi operasional variabel................................................................ 4.5. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 4.5.1. Pemeriksaan profil lipid ....................................................................... 4.5.2. Pemeriksaan MDA ............................................................................... 4.6. Prosedur Penelitian......................................................................................... 4.6.1. Persiapan sebelum penelitian ............................................................... 4.6.2. Perhitungan dosis growth hormone...................................................... 4.6.3. Perlakuan pada hewan coba ................................................................. 4.6.4. Alur penelitian...................................................................................... 4.6.5. Pemeriksaan profil lipid ....................................................................... A. Pengukuran kolesterol total dan trigliserida .................................... B. Pengukuran HDL dan LDL ............................................................. 4.6.5. Pemeriksaan MDA ............................................................................... 4.7. Analisis data ...................................................................................................

40 40 41 41 41 41 42 42 43 43 43 43 44 46 46 47 47 47 47 50 51 52 52 53 53 54

BAB V. HASIL PENELITIAN............................................................................. 5.1. Karakteristik Subyek ...................................................................................... 5.2. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Profil Lipid Tikus Jantan Dislipidemia .............................................................................. 5.2.1. Kolesterol total ..................................................................................... 5.2.2. Low Density Lipoprotein (LDL) .......................................................... 5.2.3. Trigliserida ........................................................................................... 5.2.4. High Density Lipoprotein (HDL) ......................................................... 5.3. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Kadar MDA Plasma Tikus Jantan Dislipidemia .............................................................................. 5.4. Hubungan antara Profil Lipid dan Kadar MDA .............................................

55 55 55 56 59 61 63 66 68

BAB VI. PEMBAHASAN .................................................................................... 70 6.1. Karakteristik Subyek ...................................................................................... 70 6.2. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Profil Lipid x   

Tikus Jantan Dislipidemia .............................................................................. 6.2.1. Kolesterol total ..................................................................................... 6.2.2. Low Density Lipoprotein (LDL) .......................................................... 6.2.3. Trigliserida ........................................................................................... 6.2.4. High Density Lipoprotein (HDL) ......................................................... 6.3. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Kadar MDA Tikus Jantan Dislipidemia .............................................................................. 6.4. Hubungan Profil Lipid dan MDA .................................................................. 6.5. Manfaat Growth Hormone dalam Penuaan ....................................................

71 71 73 74 76 79 83 85

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 88 7.1. Simpulan ........................................................................................................ 88 7.2. Saran............................................................................................................... 88 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89 LAMPIRAN .......................................................................................................... 98

xi   

DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4

Uji normalitas kadar profil lipid pre test dan post test........................ 56 Uji homogenitas kadar profil lipid pre test dan post test .................... 56 Analisis One Way Anova kadar kolesterol total pre test dan post test 57 Uji lanjutan kadar kolesterol total post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) ........................................................................... 57 Tabel 5.5 Analisis One Way Anova kadar LDL pre test dan post test ................ 59 Tabel 5.6 Analisis One Way Anova selisih LDL post test dan pre test............... 59 Tabel 5.7 Uji lanjutan selisih kadar LDL total post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) ........................................................................... 60 Tabel 5.8 Analisis One Way Anova kadar trigliserida pre test dan post test ...... 61 Tabel 5.9 Uji lanjutan kadar trigliserida post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) ........................................................................... 62 Tabel 5.10 Analisis One Way Anova kadar HDL pre test dan post test................ 64 Tabel 5.11 Uji lanjutan kadar HDL post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) ........................................................................... 64 Tabel 5.12 Uji normalitas kadar MDA pre test dan post test................................ 66 Tabel 5.13 Uji homogenitas kadar MDA pre test dan post test ............................ 66 Tabel 5.14 Analisis One Way Anova kadar MDA pre test dan post test .............. 67 Tabel 5.15 Uji lanjutan kadar MDA post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) ........................................................................... 67 Tabel 5.16 Hubungan kadar profil lipid dan MDA ............................................... 69

xii   

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Mekanisme Kontrol Sekresi Growth Hormone ................................ Gambar 2.2. Pengaruh Growth Hormone Terhadap Metabolisme Lipid Pada Sel Lemak dan Otot.......................................................................... Gambar 3.1. Kerangka Konsep ............................................................................. Gambar 4.1. Rancangan Penelitian ....................................................................... Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian ...................................................................... Gambar 5.1. Kadar kolesterol total pre test dan post test tikus jantan dislipidemia ................................................................. Gambar 5.2. Kadar LDL pre test dan post test tikus jantan dislipidemia ............. Gambar 5.3. Kadar trigliserida pre test dan post test tikus jantan dislipidemia.... Gambar 5.4. Kadar HDL pre test dan post test tikus jantan dislipidemia ............. Gambar 5.5. Kadar MDA pre test dan post test tikus jantan dislipidemia............

xiii   

15 30 38 40 51 58 60 63 65 68

DAFTAR SINGKATAN ATAU LAMBANG

SINGKATAN 8oxodG ABC-A1 Ang II ANH Apo ARE C7αOH CD36 CETP CoQ DHEA DHEAS DM EDTA eNOS FDA Foxo FSH GH GHD GHRH GHRP GHRP2 GHRT GLUT 4 GPx HDL HMG-CoA HNE Hsp70 IGF-1 IGFBP IGFBP3 IRS LCAT LDL LH MDA

: 8-oxo-7,8-dihydro-2’-deoxyguanosine : ATP-binding cassette protein-A1 : Angiotensin II : Atrial Natriuretic Hormone : Apolipoprotein : Antioxidant Responsive Element : Cholesterol-7α-hydroxylase : Complex Differentiation 36 : Cholesteryl Ester Tranfer Protein : Coenzyme Q (ubiquinol) : Dehydroepiandrosterone : Dehydroepiandrosterone sulphate : Diabetes Melitus : Ethylenediaminetetraacetic Acid : Endothelial nitric oxide synthase : Food and Drug Administration : Forkhead box : Follicle Stimulating Hormone : Growth Hormone : Growth Hormone Deficiency : Growth Hormone Releasing Hormone : Growth Hormone Releasing Protein : Growth Hormone Releasing Peptide 2 : Growth Hormone Replacement Therapy : Glucose Transpoter 4 : Gluthation Peroxidase : High Density Lipoprotein : 3-hydroxy methylglutaryl Coenzyme A : 4-hydroxy-noneal : Heat shock protein 70 : Insulin Like Growth Factor-1 : Insulin Like Growth Factor Binding Protein : Insulin Like Growth Factor Binding Protein 3 : Insulin Receptor Substrate : Lecithin cholesterol acyl transferase : Low Density Lipoprotein : Leutenizing Hormone : Malondyaldehide xiv 

 

MnSOD NADPH NO Nrf2 PI3K PTH RNS ROS SOCS SOD SREBP-1c T3 TBARSC TRH VLDL

: Manganese-containing Superoxide Dismutase : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate  : Nitric oxide : Nuclear erythroid related factor 2 : Phosphoinositol-3 Kinase : Parathyroid Hormone : Radical Nitrogen Species : Radical Oxigen Species : Suppressor of Cytokine Signaling-1 : Superoxide Dismutase : Sterol Regulatory Element-Binding Protein 1c : Triiodothyronine : Thiobarbituric Acid Reactive Substance Concentration : Thyroid Releasing Hormone : Very Low Density Lipoprotein

LAMBANG -/α β σ µ H2O2 L• LOO• LOOH NO+ NO•NO O2-• 1 O2 ONOO-

: gene knockout : Alfa; tingkat kemaknaan (kesalahan tipe I) : Beta; tingkat kesalahan tipe II : simpang baku; SEM : rerata skor : Hidrogen peroksida : Radikal lipid : Radikal lipid peroksil : Hidrogen peroksida lipid : Kation nitrosonium : Anion nitroksil : Nitrat oksida : Radikal superoksida : Singlet oxygen : Peroksinitrit                  

xv   

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Ethical Clearance ............................................................................. Lampiran 2. Keterangan Ethical Clearance.......................................................... Lampiran 3. Analisis Data..................................................................................... Lampiran 4. Tabel Konversi Dosis .......................................................................  

xvi   

98 99 102 122

   

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penuaan bagi sebagian orang adalah hal yang menakutkan karena dikaitkan

dengan ketidakmampuan akibat penurunan kapasitas baik fisik maupun mental. Penurunan tersebut menyangkut berbagai sistem dalam tubuh seperti penurunan daya ingat, kelemahan otot, pendengaran, penglihatan, perasaan dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai kemunduran fungsi biologis lainnya. Seiring dengan penuaan maka muncul pula berbagai penyakit. Penyakit yang berhubungan dengan penuaan ini sering kali menjadi penyebab kematian utama di berbagai negara hingga merupakan fokus perhatian yang sangat tinggi di bidang kedokteran terutama cara pencegahan dan penanganannya. Menurut teori neuroendokrin, penuaan terjadi karena perubahan kadar hormon dalam tubuh. Hormon merupakan regulator sistemik berbagai fungsi fisiologis. Kadar hormon yang berubah seiring dengan usia berdampak pada penurunan performa tubuh dan timbulnya penyakit yang sering dirasakan sebagai tanda-tanda tubuh telah menua (Pangkahila, 2007; Djuanda, 2007). Salah satu hormon penting yang kadarnya menurun pada usia tua adalah growth hormone (GH). Penurunan kadar hormon ini berhubungan dengan berkurangnya massa otot, menurunnya vitalitas dan energi, gangguan mood dan memori serta meningkatnya massa lemak dan kolesterol (Pangkahila, 2007).

1

2  

Penurunan kadar GH pada penuaan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol. Hal ini berhubungan dengan kejadian dislipidemia yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dislipidemia ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL), dan atau penurunan High Density Lipoprotein (HDL) di dalam darah. Keadaan ini berkaitan erat dengan penyakit yang berhubungan dengan penuaan terutama penyakit kardiovaskuler. Salah satu mekanisme dislipidemia dapat memicu timbulnya penyakit tersebut adalah melalui stres oksidatif (Singh dan Jialal, 2006). Dislipidemia menyebabkan keadaan stres oksidatif dalam tubuh. Ketersediaan substrat berupa lemak memicu reaksi rantai dan pembentukan radikal bebas yang lebih tinggi. Hasilnya adalah meningkatnya oksidasi LDL, protein dan glukosa. Oksidasi LDL dapat memicu aktivasi jalur phosphoinositol-3 kinase (PI-3K) – Akt – Foxo3a (Forkhead box O3) sehingga terjadi penurunan ekspresi Manganese-containing Superoxide dismutase (MnSOD) dan katalase (Erusalimsky dan Kurz, 2006). Penelitian menunjukkan pada dislipidemia terjadi peningkatan kadar produk peroksidasi lipid (Malondyaldehide (MDA)) hingga 1,33 dan 2,48 kali pada subyek dengan dislipidemia dibandingkan kontrol (Rui-Li et al., 2008). Peningkatan stres oksidatif semakin tajam seiring dengan semakin tingginya derajat dislipidemia (Csont et al., 2007; Rui-Li et al., 2008). Penurunan kadar hormon pada usia tua, terutama GH, menjadi dasar terapi hormon ini digunakan sebagai salah satu terapi anti penuaan. Growth hormone sebelumnya hanya digunakan bagi penderita defisiensi GH akibat penyakit hipopituitari atau sebab lainnya (Pangkahila, 2007). Pemberian GH sebagai terapi

3  

pada penuaan memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap profil lipid. Secara umum GH dapat menurunkan kolesterol total dan LDL tetapi data mengenai pengaruhnya terhadap kadar HDL dan trigliserida belum dapat disimpulkan. Penelitian pada tikus dengan defisiensi reseptor LDL terjadi penurunan kadar LDL dan trigliserida setelah pemberian GH (Rudling dan Angelin, 2001). Pfeifer et al. (1999) menemukan pemberian GH mampu meningkatkan konsentrasi HDL tetapi tidak menurunkan konsentrasi LDL. Hasil ini konsisten dengan penelitian pada penderita Growth Hormone Deficiency (GHD) berat. GH meningkatkan kadar HDL dan menurunkan trigliserida secara signifikan dibandingkan kontrol (Colao et al., 2008). Hasil yang bervariasi ini kemungkinan berhubungan dengan dosis dan jangka waktu pemberian GH yang berbeda-beda pada penelitianpenelitian tersebut. Pengaruh GH terhadap kadar lipoprotein dan kolesterol diduga melalui peningkatan ekskresi kolesterol melalui empedu dengan meningkatkan aktivitas enzim cholesterol-7α-hydroxilase (C7αOH). Penurunan kolesterol intrahepatik akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL dan menurunkan aktivitas enzim 3hydroxy-methylglutaryl Coenzyme A (HMG-CoA) reductase yang berakibat pada penurunan sintesis kolesterol hepar. Selain itu GH juga meningkatkan ambilan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan LDL oleh hepar dengan meningkatkan jumlah reseptor LDL serta mempengaruhi ekspresi Apo B 100 dan sekresi Apo E (Frick et al., 2001; Lind et al., 2004; Verhelst dan Abs, 2009). Pengaruh GH pada keadaan stres oksidatif belum diketahui dengan jelas. Stres oksidatif merupakan keadaan yang tidak seimbang antara pertahanan dan

4  

produksi radikal bebas yang dapat menimbulkan kerusakan molekul-molekul tubuh. Stres oksidatif berperan sentral dalam patogenesis berbagai penyakit yang berhubungan dengan penuaan, termasuk penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes mellitus, penyakit neurodegeneratif dan autoimun (Singh, 2006). Penelitian yang ada dilakukan dengan melakukan transfeksi gen GH pada salmon memperlihatkan peningkatan antioksidan gluthation di berbagai jaringan. Hal tersebut diduga akibat induksi langsung oleh GH (Legatt et al., 2007). Penelitian lain pada mencit menemukan Growth Hormone Releasing Protein (GHRP) mampu menurunkan kadar superoksida aorta dan kadar peroksid pada kultur otot polos aorta (Titterington et al., 2009). Penelitian menggunakan mencit kerdil (defisiensi GH/Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1)) diketahui aktivitas enzim antioksidan, seperti Mn-SOD, Cu-Zn SOD, Gluthation peroxidase (GPx)-1 dan endothelial nitric oxide synthase (eNOS) lebih rendah dibandingkan wild type maupun yang diberi GH. Memahami pengaruh terapi GH terhadap status metabolisme di atas dapat memberikan gambaran bahwa GH dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan penuaan terutama penyakit terkait dengan keadaan dislipidemia dan stres oksidatif, seperti penyakit kardiovaskuler. Manfaat terapi GH khususnya dalam mencegah penyakit kardiovaskuler masih diragukan. Banyak data penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Terapi GH pada penderita defisiensi GH akibat hipopituitari diketahui mampu mengurangi ketebalan tunika intima dan memperbaiki dilatasi dependen endothelium (Pfeifer et al., 1999). Studi prospektif terkontrol menunjukkan pemberian terapi GH pada

5  

35 penderita GHD dewasa selama lima tahun mampu menurunkan ketebalan tunika intima dan menurunkan sindroma resistensi insulin secara signifikan dibandingkan penderita GHD yang tidak menerima terapi dan kontrol non GHD (Colao et al., 2008). Pada beberapa penelitian lainnya, terapi GH tidak terbukti mampu mencegah aterosklerosis. Penderita akromegali diketahui memiliki risiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler karena resistensi insulin akibat GH yang eksesif (Ronchi et al., 2006). Pemberian GH pada penderita GHD kongenital hanya mampu memperbaiki profil metabolisme, tetapi malah meningkatkan ketebalan plak aterosklerosis (Oliviera et al., 2007). Sementara

signifikansi

manfaat

terapi

GH

masih

dipertanyakan,

kemungkinan efek samping munculnya kanker belum dapat dieksklusi. Insiden kanker pada kelompok dengan hipopituitari diketahui 2 kali lebih rendah daripada kelompok normal (Renehan dan Brennan, 2008). Berdasarkan penelitian epidemiologis diketahui kejadian kanker kolorektal 2 kali lebih tinggi pada penderita akromegali dari pada normal (Jenkins et al., 2006). Pada binatang yang dipapar dengan GH dosis suprafisiologis kejadian tumor ganas meningkat dan sebaliknya binatang yang mengalami hipofisektomi relatif resisten terhadap induksi karsinogenik tetapi hal ini tidak terjadi pada pemberian GH dengan dosis fisiologis (Ogilvy-Stuart dan Gleeson, 2004). Berdasarkan latar belakang di atas dan masih adanya kontroversi mengenai manfaat dan efek samping terapi sulih GH maka dibutuhkan penelitian lebih. Salah satunya adalah dengan memahami jalur kerja growth hormone pada

6  

berbagai dosis pemberian. Oleh karena itu pada penelitian ini ingin mengetahui pengaruh pemberian GH terhadap profil lipid serta stres oksidatif pada tikus jantan yang dislipidemia.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.

Apakah pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar kolesterol total tikus jantan yang dislipidemia?

2.

Apakah pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar Low Density Lipoprotein tikus jantan yang dislipidemia?

3.

Apakah pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar trigliserida tikus jantan yang dislipidemia?

4.

Apakah pemberian growth hormone dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein tikus jantan yang dislipidemia?

5.

Apakah

pemberian

growth

hormone

dapat

menurunkan

kadar

malondyaldehide (MDA) pada tikus jantan yang dislipidemia?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Secara umum penelitian ini ingin mengetahui pengaruh growth hormone dalam memperbaiki profil lipid dan stres oksidatif.

7  

1.3.2. Tujuan khusus Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, dapat diuraikan sebagai berikut: 1.

Mengetahui pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar kolesterol total tikus jantan yang dislipidemia.

2.

Mengetahui pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar Low Density Lipoprotein tikus jantan yang dislipidemia.

3.

Mengetahui pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar trigliserida tikus jantan yang dislipidemia.

4.

Mengetahui pemberian growth hormone dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein tikus jantan yang dislipidemia.

5.

Mengetahui pemberian growth hormone dapat menurunkan kadar MDA plasma tikus jantan yang dislipidemia.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.

Manfaat ilmiah Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah data atau penelitian

mengenai jalur kerja dan peran growth hormone dalam patogenesis penyakit yang berhubungan dengan penuaan, khususnya akibat kondisi dislipidemia serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

8  

2.

Manfaat praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

sebagai pertimbangan dalam penggunaan growth hormone sebagai terapi anti penuaan, khususnya pada kondisi dislipidemia.

   

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penuaan (Aging) 2.1.1. Penuaan biologis Penuaan berkaitan dengan ketidakmampuan akibat penurunan kapasitas baik fisik maupun mental. Penurunan tersebut mengenai berbagai sistem dalam tubuh seperti penurunan daya ingat, kelemahan otot, pendengaran, penglihatan, perasaan dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai disfungsi biologis lainnya. Seiring dengan penuaan maka muncul pula berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, kanker, osteoarthritis, dan demensia. Penyakit ini sering kali merupakan penyebab kematian utama di berbagai negara hingga merupakan fokus perhatian yang sangat tinggi di bidang kedokteran terutama cara pencegahan dan penanganannya (Goldsmith, 2008). Usia harapan hidup manusia semakin meningkat berkat kemajuan yang pesat di bidang kesehatan. Peningkatan usia kronologis (pertambahan umur berdasarkan tahun kelahiran) tersebut tidak selalu diikuti oleh usia biologis, sehingga masalahmasalah kesehatan yang berkaitan dengan penuaan juga cenderung meningkat. Usia biologis yang mencerminkan perfoma fisiologis inilah yang menjadi pusat perhatian pada Kedokteran Anti Penuaan (Anti Aging Medicine). Bidang ini memiliki konsep bahwa penuaan dianggap sebagai suatu penyakit, yang artinya dapat dicegah, diobati bahkan dikembalikan lagi seperti semula. Konsep ini mencerminkan adanya suatu paradigma baru yang sangat berkebalikan dengan

9

10  

pandangan umum yang telah ada sebelumnya, yaitu menjadi tua adalah takdir manusia yang sudah digariskan dan karenanya tidak dapat ditolak (Goldman dan Klatz, 2003; Pangkahila, 2007). Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain (Pangkahila, 2007): 1. Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun): Usia ini dianggap usia muda dan produktif, tetapi secara biologis mulai terjadi penurunan kadar hormon di dalam tubuh, seperti growth hormone, testosteron dan estrogen. Walaupun telah terjadi penurunan tetapi belum terjadi tanda-tanda penurunan fungsi-fungsi fisiologis tubuh. 2. Tahap Transisi (Usia 35 – 45 tahun): Pada tahap ini mulai dirasakan gejala penuaan seperti tampilan fisik yang tidak muda lagi, seperti penumpukan lemak di daerah sentral, rambut putih mulai tumbuh, penyembuhan lebih lama, kulit mulai berkeriput, penurunan kemampuan fisik dan dorongan seksual hingga berkurangnya gairah hidup. Radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat bermanisfestasi pada berbagai penyakit. Terjadi penurunan lebih jauh kadar hormon-hormon tubuh yang mencapai 25% dari kadar optimal. 3. Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas): Gejala dan tanda penuaan menjadi lebih nyata yang meliputi penurunan semua fungsi sistem tubuh, antara lain sistem imun, metabolisme, endokrin, seksual dan reproduksi, kardiovaskuler, gastrointestinal, otot dan saraf. Penyakit degeneratif mulai terdiagnosis, aktivitas dan kualitas hidup

11  

berkurang akibat ketidakmampuan baik fisik maupun psikis yang sangat terganggu. 2.1.2. Teori penuaan Proses yang melatarbelakangi terjadinya penuaan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, merupakan proses fisiologis atau patologis, proses terprogram atau peristiwa acak yang dipengaruhi lingkungan eksternal, kegagalan biologis semata atau kontribusi akumulasi kimiawi patologis. Oleh karena itu banyak teori mengenai penuaan bermunculan. A. Teori neuroendokrin Teori ini menunjukkan keterlibatan hormon dan sistem saraf dalam proses penuaan. Hormon berfungsi untuk mengatur fungsi-fungsi organ tubuh. Satu hormon dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu fungsi dan satu fungsi dapat dikontrol oleh lebih dari satu hormon. Produksi hormon diatur oleh hipotalamus yang mengontrol kelenjar/sel penghasil hormon lainnya. Sekresi hormon berkaitan dengan kontrol umpan balik negatif. Hubungan ini melibatkan poros hipotalamus-hipofise yang mendeteksi perubahan konsentrasi hormon yang di sekresi oleh beberapa kelenjar endokrin perifer (Djuanda, 2007). Pada usia muda kadar hormon berada dalam kondisi optimal sehingga tercapai performa biologis yang prima dan berbagai organ tubuh dapat bekerja dengan baik. Secara umum dirasakan kemampuan kognitif, motorik, sensorik, mental, dan seksual berada dalam keadaaan puncak sehingga dirasakan adanya kualitas hidup yang tinggi (Pangkahila, 2007).

12  

Produksi hormon mengalami perubahan ketika penuaan terjadi. Hormon tertentu mengalami penurunan seperti GH, triiodothyronine (T3), testosteron, estrogen,

renin,

aldosteron,

dehydroepiandrosterone

(DHEA)

dan

dehydroepiandrosterone sulphate (DHEAS). Peningkatan kadar hormon juga terjadi pada penuaan seperti follicle stimulating hormone (FSH), leutenizing hormone (LH), vasopressin, insulin, parathyroid hormone (PTH), dan atrial natriuretic hormone (ANH) dan leptin. Ketidakseimbangan produksi hormon tersebut berpengaruh terhadap regulasi fungsi-fungsi tubuh dalam rangka pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan. Sehingga timbul berbagai keluhan yang dianggap sebagai gejala penuaan. Hubungan antara penuaan dan perubahan hormon terjadi timbal balik, yaitu proses penuaan mempengaruhi produksi hormon begitu pula sebaliknya penurunan hormon yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan penuaan (Djuanda, 2007; Pangkahila, 2007) B. Teori radikal bebas Teori lain yang mempercayai bahwa penuaan terjadi karena pengaruh eksternal dan bukan terprogram adalah teori radikal bebas. Penganut teori ini percaya bahwa penuaan berhubungan dengan akumulasi radikal bebas yang meningkat seiring dengan penuaan. Peningkatan radikal bebas

menimbulkan

kerusakan terhadap molekul-molekul organik seperti protein, DNA dan lemak. Kerusakan molekul tubuh lama-kelamaan akan bermanifestasi pada penyakitpenyakit berkaitan dengan usia tua seperti Alzheimer, aterosklerosis, kanker, Parkinson dan penurunan fungsi imun (Pangkahila, 2007). Hipotesis yang lebih

13  

kuat pada teori ini menyatakan bahwa kerusakan akibat stres oksidatif menentukan panjangnya usia (Muller dan van Remen, 2006). Banyak penelitian telah membuktikan peran sentral radikal bebas dalam patogenesis penyakit-penyakit di atas, tetapi pengaruhnya terhadap panjang usia belum mendapatkan pijakan yang kuat. Penelitian pada beberapa spesies lalat dan tikus dengan usia hidup berbeda menunjukkan korelasi positif antara produksi radikal bebas mitokondria dengan masa hidup. Begitu juga dengan sistem pertahanan terhadap radikal bebas, penelitian pada Drosophila melanogaster, Caenorhabditis elegans, dan mencit menunjukkan peningkatan ekspresi sistem antioksidan tubuh berhubungan dengan perpanjangan usia pada spesies tersebut (Sin-Yeon et al., 2009). Tetapi studi ekstensif mengenai peran antioksidan menunjukkan korelasi negatif. Ekspresi beberapa enzim-enzim antioksidan yang diharapkan lebih tinggi pada binatang dengan usia panjang tidak terbukti, begitu pula dengan pemberian antioksidan tidak mampu meningkatkan usia hidup (Pangkahila, 2007).

2.2. Growth Hormone 2.2.1. Fisiologi Growth Hormone Growth hormone adalah hormon polipeptida, terdiri dari 191 asam amino dengan berat molekul 22 kDa yang disintesis oleh sel somatotrof di pituitari anterior. Hormon ini disekresikan secara pulsatil dengan rata-rata frekuensi 13 kali per hari. Puncaknya terjadi pada malam hari selama tidur pada fase gelombang lambat. Sekresi yang kurang menonjol juga terjadi beberapa jam

14  

setelah makan. Kadar serum normal harian umumnya kurang dari 10 ng/mL dan tertinggi pada masa pubertas. Kadar hormon ini rendah pada masa anak-anak dan menurun pada usia lanjut (Tien et al., 2000; Pangkahila, 2007). Sekresi GH diatur secara sentral oleh hormon hipotalamus, yaitu growth hormone releasing hormone (GHRH) dan somatostatin. GHRH berfungsi untuk merangsang produksi GH sedangkan somatostatin menghambat sekresi GH. Pelepasan GH juga diregulasi oleh respon neurohormonal. Rangsangan kolinergik meningkatkan sekresi GH dengan menghambat pelepasan somatostatin, sedangkan rangsang β-adrenergik memiliki efek yang berlawanan. Respon perifer juga mempengaruhi sekresi GH. Ini dapat terjadi melalui somatostatin yang juga diproduksi pada jaringan lain atau hormon ghrelin yang diproduksi di lambung. Ghrelin dapat memicu sel somatotrof untuk memproduksi GH. Hormon-hormon lain yang dapat mempengaruhi GH adalah kortisol, thyroid releasing hormone (TRH), leptin, seks steroid, dan hormon tiroid. Kortisol dan TRH dapat menghambat sekresi GH sedangkan hormon tiroid dan seks steroid memicu pelepasan GH. Keadaan-keadaan seperti aktivitas fisik, starvasi, anoreksia, stres dan jumlah jam tidur dapat menstimulasi sekresi GH. Sedangkan depresi, hiperglikemia, dan obesitas menurunkan GH basal, tetapi menstimulasi sekresi GH (Tien et al., 2000; Fanciulli et al., 2009; Jørgensen et al., 2010). Growth hormone sendiri menghambat pelepasannya melalui mekanisme umpan balik. Hal ini terjadi melalui beberapa jalur yang diperankan oleh GH maupun IGF-1. Sel somatotrof dapat dihambat secara langsung melalui rangsangan produksi IGF-1 lokal maupun melalui hambatan pada GHRH dan

15  

stimulasi somatostatin oleh GH. Mekanisme lainnya adalah melalui IGF-1 yang sebagian besar diproduksi di hati akibat rangsangan GH. IGF-1 tersebut dapat menghambat sintesis GHRH dan merangsang sintesis somatostatin (Tien et al., 2000; Gardner dan Shoback, 2007).

          

Gambar 2.1. Mekanisme Kontrol Sekresi Growth Hormone (Tien et al., 2000) Pengaruh GH terhadap proses fisiologi tubuh sangat kompleks. Growth hormone adalah komponen pokok yang mengontrol sebagian dari proses fisiologis kompleks yaitu pertumbuhan dan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak (Jørgensen et al., 2010). Ada dua mekanisme GH dalam bekerja, yaitu:

16  

1. Secara langsung Secara langsung GH menyebabkan lipolisis, meningkatkan transportasi asam amino ke jaringan, sintesis protein dan glukosa di hati serta beberapa efek langsung pada pertumbuhan tulang rawan (Gardner dan Shoback, 2007). 2. Secara tidak langsung Secara tidak langsung GH bekerja melalui IGF-1 yang dihasilkan oleh berbagai jaringan sebagai respon terhadap GH. IGF-1 dalam sirkulasi terikat pada 6 spesific binding potein dalam beberapa kombinasi. IGFbinding protein (IGFBP) yang utama adalah IGFBP-3 yang merupakan 95 % dari semua binding protein. Jaringan yang memproduksi IGF-1 antara lain hati, otot, tulang, tulang rawan, ginjal dan kulit. Sebagian besar IGF-1 yang dilepas disirkulasi berasal dari hati (Pangkahila, 2007). 2.2.2. Hubungan defisiensi growth hormone dan penuaan Lebih dari 90% penyebab defisiensi GH adalah kelainan pada kelenjar hipofise. The KIMS study (The Pharmacia International Metabolic Surveillance Study) menyebutkan defisiensi GH sebagian besar disebabkan oleh adeno hipofise, yaitu 59% pada usia 18 – 65 tahun dan 85% pada usia 65 – 82 tahun. Penyebab lainnya adalah craniapharyngioma, idiopatik, radiasi, operasi, trauma, penyakit infiltratif, seperti sarkoidosis, histiositosis, trauma kepala dan kerusakan pembuluh darah (Pangkahila, 2007; Eledrisi, 2008). Pada penuaan terjadi penurunan kadar GH. Kadar growth hormone 24 jam menurun 14% perdekade setelah umur 21-30 tahun. Pada umur 20 tahun menjadi

17  

500 mikrogram/hr, umur 40 tahun 200 mikrogram/hr, dan hanya 25 mikrogram/hr saat umur

80 tahun. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan GH pada

penuaan, yang tidak termasuk salah satu kelainan di atas belum jelas diketahui. Faktor – faktor yang berperan dalam patofisiologi defisiensi GH, antara lain (Pangkahila, 2007): 1. Adiposity Keadaan obesitas dapat menyebabkan penurunan sekresi GH, tidak hanya pada usia tua namun juga pada usia muda, terutama pada obesitas sedang dan berat. 2. Berkurangnya produksi hormon seks steroid. Penurunan kadar estrogen pada wanita dan testosteron pada pria dapat mempengaruhi sekresi GH. 3. Kebugaran fisik yang menurun Kapasitas aerobik mempunyai hubungan dengan konsentrasi serum GH 24 jam. 4. Tidur terganggu Sekresi GH dapat dipengaruhi pola tidur yang berubah karena terjadinya terutama selama tidur dalam gelombang lambat (slow-wave sleep). 5. Malnutrisi Status nutrisi yang rendah berpengaruh negatif terhadap sintesis dan daya kerja IGF-1. Defisiensi GH menunjukkan gejala yang menyerupai gejala yang identik dengan keluhan-keluhan umum yang dialami pada penuaan. Pada laki-laki,

18  

penuaan dan defisiensi growth hormone sama-sama berhubungan dengan penurunan protein sintesis, massa bebas lemak, dan mineral tulang serta peningkatan lemak tubuh. Gejala dan tanda adanya penurunan GH antara lain (Pangkahila, 2007): 1. Status kesehatan secara umum dirasakan menurun 2. Gangguan kenyamanan secara psikologis, perasaan tertekan, kecemasan, emosi tidak stabil 3. Kelelahan 4. Berkurangnya energi dan vitalitas 5. Kulit tipis dan kering dengan ekstremitas terasa dingin 6. Berkurangnya massa bebas lemak (lean body mass) 7. Volume cairan ekstraseluler berkurang 8. Bertambahnya lemak total dan di daerah perut 9. Berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas berolahraga 10. Berkurangnya densitas mineral tulang 11. Penurunan kolesterol high density lipoprotein (HDL) 12. Peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL) 13. Penurunan aliran darah ginjal 14. Penurunan basal metabolic rate 15. Penurunan ambang anaerobik Pada penderita dengan defisiensi GH ditemukan peningkatan risiko mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Pada tiga penelitian retrospektif diketahui angka mortalitas pada pasien dengan hipopituitarisme yang dicurigai mengalami

19  

defisiensi GH adalah 1.9, 1.35, dan 1.4 kali lebih tinggi daripada normal (kelompok pembanding) (Colao et al., 2006). Tetapi insiden kanker pada kelompok pembanding setengah dari insiden pada subyek penelitian (Walker dan Reagen, 2009). Diagnosis defisiensi GH dapat ditetapkan apabila terdapat gejala dan tanda di atas dengan didukung oleh pemeriksaan kadar GH setelah stimulus (Pangkahila, 2007; Eledrisi, 2008). Pemberian terapi sulih hormon harus dilakukan berdasarkan pemeriksaan kadar GH yang diukur dengan melakukan dynamic test dan biomarker GH (Pangkahila, 2007). Tes tersebut dilakukan dengan memberikan stimulus, baik dengan cara hipoglikemia, pemberian levodopa, arginin, GHRH, glukagon, dan klonidin. Tes induksi hipoglikemia dengan insulin dianggap yang terbaik tetapi merupakan kontraindikasi bagi pasien dengan riwayat kejang, debilitas general, dan penyakit arteri koroner. Food and Drug Administration (FDA) merekomendasikan kadar GH kurang dari 5 µg/L bila diukur dengan radioimmunoassay

atau

kurang

dari

2,5

µg/L

bila

diukur

dengan

immunoradiometric assay. Sedangkan, The Growth Hormone Research Society mengusulkan batas kurang 3 µg/L selama hipoglikemia (Pangkahila, 2007; Eledrisi, 2008). Pengukuran IGF-1 dan IGFBP-3 untuk menentukan adanya defisiensi GH pada orang dewasa tidak reliabel. Serum IGF-1 yang berada di bawah kisaran normal menunjukkan adanya defisiensi GH bila tidak ada penyebab lain yang menyebabkan IGF-1 rendah, seperti, malnutrisi, penyakit hepar, diabetes mellitus tak terkontrol, dan hipotiroid. Begitupula dengan kadar IGFBP-3, kadar yang

20  

rendah menunjukkan adanya defisiensi GH (Pangkahila, 2007; Eledrisi, 2008). 2.2.3. Terapi sulih growth hormone pada penuaan Pada penuaan terapi sulih hormon dengan GH ini masih sering diperdebatkan, tetapi banyak negara telah menyetujui penggunaannya pada orang dewasa dengan defisiensi hormon tersebut. FDA telah menyetujui penggunaan growth hormone pada orang dewasa sebagai terapi untuk defisiensi yang disebabkan oleh penyakit hipopituari atau hipotalamus serta adanya respon serum GH yang rendah pada tes stimulasi. Selain itu penggunaan GH untuk mengatasi kaheksia dan wasting pada penderita Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) juga disetujui oleh FDA. Terapi ini juga telah dikerjakan untuk penyakit-penyakit katabolik, seperti, pada keadaan distres pernafasan, luka bakar, penyembuhan setelah operasi, kardiomiopati kongestif, transplantasi hepar dan gagal ginjal (Pangkahila, 2007). Kontroversi mengenai penggunaanya disebabkan oleh belum banyaknya data tersedia mengenai penggunaan GH pada penuaan. Masih banyak yang meragukan karena belum adanya bukti yang dianggap kuat bahwa GH mampu mencegah penyakit kardiovaskular maupun bukti yang menunjukkan terapi ini dapat meningkatkan insiden kanker (Vance, 2008). Tujuan pengobatan GH pada orang dewasa adalah untuk meningkatkan tenaga dan keadaan otot, mengembalikan komposisi normal tubuh, dan meningkatkan kualitas hidup. Secara biokimia, target pengobatan GH adalah mengembalikan serum IGF-1 pada kadar yang normal atau dalam konteks penggunaannya pada proses penuaan mengembalikan kadar serum IGF-1 seperti usia muda. Pengaruh pengobatan GH yang harus dipertimbangkan sebagai

21  

parameter perbaikan adalah (Goldman dan Klatz, 2003;

Pangkahila, 2007;

Eledrisi, 2008): 1. Meningkatnya massa bebas lemak tubuh 2. Meningkatnya densitas mineral tulang 4 – 10% di atas baseline setelah paling sedikit 12 bulan pengobatan 3. Meningkatnya kekuatan otot dengan normalisasi sempurna setelah 3 tahun pengobatan 4. Berkurangnya serum total kolesterol, LDL dan rasio LDL/HDL 5. Perasaan nyaman dan kualitas hidup Pada prakteknya

terapi sulih hormon dengan GH ini dilakukan dengan

berbagai variasi dosis maupun pemberian. Rekomendasi FDA menyebutkan dosis awal untuk terapi GH adalah 3 – 4 µg/kgBB yang diberikan secara subkutan sekali sehari dengan dosis maksimal 25 µg/kgBB untuk usia hingga 35 tahun dan 12,5 µg/kgBB untuk usia di atas 35 tahun (Eledrisi, 2008). Berdasarkan Growth Hormone Research Society pengobatan dapat dilakukan dengan memulai dosis yang rendah, yaitu 0,15 – 0,30 mg/hari (0,45 – 0,90 IU/hari). Dosis dapat dinaikkan secara bertahap tergantung reaksi secara klinis dan biokimia, tetapi tidak lebih sering dari interval setiap bulan. Dosis pemeliharaan bervariasi pada setiap orang dan jarang melebihi 1,0 mg/hari (3,0 IU/hari) (Pangkahila, 2007). Praktisi lain meyakini penggunaan GH harus mampu menghasilkan efek menyerupai pola sekresi GH tubuh, yaitu dengan memberikan GH dengan frekuensi lebih sering dan dosis rendah. GH diberikan dengan dosis 0,3 – 0,7 IU dua kali sehari, yaitu sebelum tidur dan pagi hari. Dengan pola seperti ini efek

22  

samping penggunaan GH bisa diminimalisasi (Goldman dan Klatz, 2003). Selama terapi ini perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan dilakukan terhadap gejala dan tanda klinis serta serum IGF-1. Pematauan ini dilakukan setiap 1 atau 2 bulan untuk menyesuaikan dosis yang diperlukan untuk hasil terapi maksimal. Penyesuaian dosis umumnya sebesar 100 – 200 µg/hr (Eledrisi, 2008). Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh terapi sulih hormon yang paling sering adalah edema, athralgia dam mialgia. Efek samping lain, yaitu carpal tunnel syndrome, ginekomastia, glucose intolerance, infeksi saluran pernafasan, kaku otot, nyeri ekstremitas, sakit kepala dan migrain. Tetapi insiden dari efek samping ini sangat rendah, yaitu 1,06 setiap pasien sehingga pengobatan ini relatif aman. Efek samping ini sangat tergantung kepada dosis, umumnya ditemukan pada pasien yang menerima GH dalam dosis besar. Efek samping ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis yang diberikan (Pangkahila, 2007; Walker dan Reagan, 2009). Kontraindikasi mutlak penggunaan terapi sulih hormon GH adalah adanya keganasan aktif, benign intracranial hypertension dan retinopati diabetes. Kehamilan awal bukan kontraindikasi, tetapi pada trimester kedua, terapi GH harus dihentikan karena GH diproduksi oleh plasenta (Pangkahila, 2007).

2.3. Stres Oksidatif 2.3.1. Radikal bebas Radikal bebas adalah molekul yang memiliki satu atau lebih atom elektron yang tak berpasangan pada orbit terluarnya. Kekurangan tersebut akan dipenuhi

23  

dengan mengambil elektron dari molekul lain sehingga senyawa ini bersifat sangat reaktif. Molekul yang terambil elektronnya akan mewarisi sifat reaktifnya, oleh karena itu dapat timbul reaksi rantai yang tidak terputus, kecuali oleh penetralisir radikal bebas yang disebut antioksidan (Starkov dan Wallace; 2006). Jenis radikal bebas yang utama berasal dari senyawa oksigen, sering disebut radical oxygen species (ROS) dan senyawa nitrogen (radical nitrogen species/RNS). Termasuk dalam kelompok ROS adalah radikal superoksida (O2-•) yang terbentuk secara enzimatik oleh Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NAD(P)H) oxidase atau xanthine oxidase dan nonenzimatik oleh senyawa semiquinone pada transpor elektron mitokondria. Radikal ini mengalami konversi secara enzimatik oleh superoxide dismutase (SOD) menjadi senyawa non radikal hidrogen peroksida (H2O2) atau secara nonenzimatik menjadi H2O2 dan singlet oxygen (1O2). Senyawa-senyawa ini akan dirubah menjadi radikal hidroksil (•OH) yang memiliki reaktivitas tinggi dengan adanya ion metal (Fe/Cu) tereduksi. Sedangkan radikal nitric oxide (•NO) terbentuk melalui oksidasi atom nitrogen terminal dari L-arginin oleh enzim nitric oxide synthase. Nitric oxide (NO) dapat diubah menjadi berbagai RNS seperti kation nitrosonium (NO+), anion nitroksil (NO-) atau peroksinitrit (ONOO-). Beberapa efek fisiologisnya diperantarai oleh pembentukan S-nitroso-cysteine atau S-nitroso-glutathione (Dröge, 2002). Radikal bebas dapat diproduksi secara alami oleh tubuh sebagai konsekuensi proses aerobik dan metabolisme (Dröge, 2002). Produksi radikal bebas dapat meningkat bila terdapat keadaan-keadaaan patologis akibat stres fisik maupun

24  

psikologis (Lei et al., 2007). Paparan radiasi, sinar ultraviolet, bahan toksik, herbisida/insektisida, xenobiotik (Dröge, 2002) dan kondisi seperti dislipidemia dan infeksi juga dapat meningkatkan produksi radikal bebas (Rui-Li et al., 2008). Sumber radikal bebas yang utama tubuh antara lain transpor elektron mitokondria, metabolisme asam lemak peroksisom, reaksi sitokrom P-450 dan sel fagosit (respiratory burst) (Dröge, 2002). Pada transpor elektron terjadi reduksi tak sempurna oksigen sehingga menghasilkan O2-•. Produksi radikal bebas ini terutama terjadi pada kompleks I dan III. Pada kompleks I radikal bebas berpotensi terbentuk antara flavin dan area rotenone-sensitive. Kompleks III memproduksi O2-• pada Q0 inner membrane melalui oksidasi Coenzyme Q (CoQ) quinol. Pada mitokondria O2-• akan dieliminasi oleh enzim MnSOD menjadi H2O2. Selanjutnya H2O2 akan dinetralisir oleh sistem antioksidan lain, yaitu katalase dan GPx. Pada mitokondria substrat lain yang mampu membersihkan radikal ini adalah sitokrom c yang menetralisir O2-• menjadi air (Starkov dan Wallace, 2006). Pada peroksisom akan terbentuk radikal H2O2 sebagai produk antara βoksidasi asam lemak. Radikal ini akan dinetralisir oleh katalase yang banyak terdapat pada peroksisom sehingga pada keadaan biasa kemungkinan tidak terjadi kebocoran. Produksi radikal peroksisom dapat menyebabkan stres oksidatif, terutama pada keadaan proliferasi aktif (Dröge, 2002). Sitokrom P-450 dapat memediasi produksi radikal bebas dengan cara mengkatalisis

reaksi

oksidasi

atau

reduksi

substrat

xenobiotik.

Proses

detoksifikasi oleh P-450 tersebut akan menghasilkan radikal superoksida secara

25  

langsung mengubah O2 menjadi O2-• ataupun transfer elektron oleh substrat dari sitokrom ke molekul oksigen. Reaksi ini dengan sendirinya akan berlangsung terus-menerus dan merupakan konsekuensi atas proses detoksifikasi toksin dalam tubuh (Dröge, 2002). Sumber radikal bebas lain adalah sel-sel imun. Sel fagosit menggunakan radikal bebas, seperti: O2-•, H2O2, NO•, dan hipoklorit, untuk membunuh patogen. Oleh karena itu proses yang melibatkan respon imun ini, seperti inflamasi kronis, merupakan sumber potensial radikal bebas (Dröge, 2002). Produksi radikal bebas yang meningkat dan melebihi kemampuan sistem antioksidan endogen untuk mempertahankan homeostasis redoks, maka terjadi keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Oleh karena itu diperlukan kadar antioksidan yang cukup untuk mencegah kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh radikal bebas. Antioksidan sebagai peredam radikal bebas dapat berupa enzim seperti SOD, katalase dan GPx yang disebut juga sebagai antioksidan pencegah. Antioksidan lainnya bekerja secara non enzimatik atau pemutus rantai terdiri dari askorbat, urat, glutathione, tokoferol, flavonoid, karotenoid, ubiquinol dan pigmen atau zat warna alam dalam tumbuh-tumbuhan (Tilak dan Devasagayam, 2006). Keadaan stres oksidatif dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh. Radikal bebas yang meningkat dapat mengganggu proses fisiologis normal. Ini terjadi karena senyawa radikal bereaksi dengan makromolekul intraseluler maupun ekstraseluler seperti protein, lipid dan asam nukleat. Perubahan struktur kimia makromolekul akan menyebabkan gangguan fungsi biologis molekul-molekul tersebut (Dröge, 2002).

26  

2.3.2. Peroksidasi lipid Lipid merupakan salah satu target utama dari radikal bebas. Peroksidasi lipid adalah degradasi oksidatif asam lemak yang merupakan proses autokatalitik kompleks. Proses ini berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Winarsi, 2007). Inisiasi peroksidasi lipid dapat dipicu oleh senyawa kimia yang mampu mengekstraksi atom hidrogen. Radikal bebas reaktif seperti radikal •OH dan singlet oxygen dapat memulai peroksidasi lipid. Inisiasi menyebabkan ekstraksi molekul hidrogen dari grup metilen lipid menghasilkan radikal lipid (L•). Radikal lipid bereaksi dengan O2 dan selanjutnya membentuk radikal lipid peroksil (LOO•) yang bertindak sebagai inisiator selanjutnya. Radikal ini dapat bereaksi dengan asam lemak lainnya sehingga memicu reaksi rantai. Hidrogen peroksida lipid yang terbentuk (LOOH) merupakan senyawa yang tidak stabil. Adanya logam katalisator seperti Fe dapat melanjutkan reaksi propagasi membentuk radikal lain yang lebih aktif. Reaksi propagasi dapat terhenti oleh keberadaan antioksidan pemutus rantai (Hasanah, 2008; Winarsi, 2007). L-H + •OH Æ H2O + L• L• + O2 Æ LOO• LOO• + L-H Æ L• + LOOH Peroksidasi lipid menghasilkan berbagai produk akhir yang bersifat radikal dan juga merusak makromolekul lain disekitarnya. Produk tersebut antara lain lipid hidroperoksida, 4-hydroxy-2-alkenal (4-hydroxy-noneal/HNE, acrolein dan crotonaldehyde) dan dicarbonyls (MDA dan glyoxal) (Evans dan Cooke, 2006).

27  

Umumnya produk peroksidasi lipid ini diukur melalui kadar MDA dan etana (Winarsi, 2007). 2.3.3. Dislipidemia sebagai penyebab stres oksidatif Dislipidemia adalah suatu keadaan yang meliputi kenaikan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, dan atau penurunan kadar HDL. Pada tikus kadar normal kolesterol total tikus adalah 10 – 54 mg/dL (Kusumawati, 2004). Kadar normal LDL tikus adalah 17 – 22 mg/dL dan kadar normal HDL tikus adalah 77 – 84 mg/dL (Wahyuni, unpublished data), sedangkan kadar normal trigliserida tikus adalah 26 – 145 mg/dL (Nichols, 2003). Tikus dikatakan dislipidemia bila terjadi kenaikan berat badan > 20% atau kadar kolesterol total serum > 200 mg/dL (Hardini et al., 2007). Stres oksidatif dapat terjadi apabila ada ketidakseimbangan antara prooksidan/radikal bebas dan antioksidan. Pada dislipidemia terjadi peningkatan produksi O2-• oleh sel endotel. Peningkatan kadar O2-• juga akan menyebabkan degradasi NO serta produksi radikal bebas lainnya (Hua dan Harrison, 2000). Adanya radikal bebas dan ketersediaan substrat dapat menyebabkan terbentuknya peroksidasi lipid melalui reaksi rantai (Winarsi, 2007). Peningkatan radikal bebas pada dislipidemia berhubungan dengan peningkatan oksidasi LDL, glikasi protein, dan autooksidasi glukosa. Hal ini juga akan menimbulkan penumpukan produk peroksidasi lipid lebih lanjut (Lankin et al., 2005; Nanda et al., 2008; Rui-Li et al., 2008). Produk peroksidasi lipid membentuk ikatan intermolekuler dengan grup amino terminal apolipoprotein LDL sehingga terbentuk LDL teroksidasi (Lankin et al., 2005). Produk reaksi oksidatif yang dikatalisis logam

28  

menghasilkan ROS yang dapat menimbulkan autooksidasi glukosa maupun gula lainnya (Agrawal et al., 2010). Pada keadaan hiperkolesterol produk peroksidasi lipid, terutama MDA, diketahui berfungsi sebagai penghubung (Schiff linkage) antara protein dan glukosa yang memfasilitasi terjadinya glikasi protein (Nanda et al., 2008). Kadar produk peroksidasi lipid (MDA) pada dislipidemia meningkat hingga 1,33 dan 2,48 kali pada subyek dengan dislipidemia dibandingkan kontrol (Rui-Li et al., 2008). Peningkatan stres oksidatif juga semakin tajam seiring dengan semakin tingginya derajat dislipidemia (Csont et al., 2007; Rui-Li et al., 2008). Konsentrasi superoksida dan peroksinitrit juga ditemukan meningkat pada miokardium dan endotel tikus yang mengalami dislipidemia (Onody et al., 2003; Csont et al., 2007). Selain menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dislipidemia juga berhubungan dengan menurunnya sistem antioksidan tubuh. Kadar enzim SOD dan GPx lebih rendah aktivitasnya pada subyek hiperkolestrolemia dibanding kontrol (Rui-Li et al., 2008). Mekanisme terjadinya stres oksidatif pada dislipidemia masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Lemak merupakan salah satu target dari oksidan/radikal bebas yang terbentuk alami dalam tubuh. Peningkatan produksi O2-• oleh sel endotel terjadi karena peningkatan aktivitas xanthine oxidase dan (NAD(P)H) oxidase (Hua dan Harrison, 2000; Griendling dan FitzGerald, 2003). Keadaan stres oksidatif pada dislipidemia mungkin juga difasilitasi oleh Angiotensin II (Ang II), karena LDL diketahui mampu meningkatkan ekspresi reseptor Ang II sehingga memfasilitasi efeknya (Griendling dan FitzGerald, 2003). Angiotensin II

29  

diketahui mampu meningkatkan kalsium sitosol yang menganggu stabilitas membran mitokondria (Anversa, 2005). Oksidasi kolesterol LDL juga akan memicu aktivasi Akt melalui jalur (PI-3K). Aktivasi Akt menyebabkan terjadinya fosforilasi (inaktivasi) faktor transkripsi Foxo3a. Inaktivasi Foxo3a ini akhirnya menimbulkan penurunan ekspresi target gennya, yaitu gen yang mengkode MnSOD dan katalase. Penurunan ekspresi enzim-enzim antioksidan inilah yang dapat mengacaukan keseimbangan radikal bebas dalam tubuh (Erusalimsky dan Kurz, 2006).

2.4. Pengaruh Growth Hormone terhadap Metabolisme Lemak GH merupakan hormon yang penting dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Pada beberapa kasus efek langsung GH terlihat jelas, tetapi lebih banyak terlihat efek langsung dan tak langsung terjadi secara bersamaan (Jørgensen et al., 2010). Efek GH terhadap substrat metabolisme pada dasarnya ditujukan untuk konservasi protein tubuh. Pada keadaan kelebihan energi, GH akan meningkatkan retensi nitrogen, sedangkan pada kelaparan GH memobilisasi energi dari lemak (Møller dan Jørgensen, 2009). Perubahan utilisasi dari karbohidrat menjadi lemak oleh GH menjadi energi dilakukan dengan merangsang pemecahan trigliserida dan proses oksidasi lemak dari jaringan. Oleh karena itu GH mencegah penimbunan lemak di jaringan sehingga turut mempengaruhi komposisi lemak tubuh disamping efek pertumbuhannya pada otot (Gardner dan Shoback, 2007; Møller dan Jørgensen, 2009).

30  

Asam lemak bebas, gliserol dan keton meningkat setelah sekresi pulsatil atau pemberian GH yang bertahan hingga 2-8 jam setelahnya. Hal ini menunjukkan adanya lipolisis yang diinduksi oleh GH. Mekanisme GH dalam meningkatkan lipolisis belum sepenuhnya dimengerti, tapi ada beberapa teori yang menerangkan hal ini. Pada jaringan lemak salah satunya diketahui melalui mediasi hormonesensitive lipase (HSL). Pada sel lemak manusia GH juga diketahui menghambat aktivitas lipoprotein lipase (LPL) sehingga menghambat deposisi lipid pada sel lemak. Pada otot diduga terjadi pemecahan trigliserida, tetapi bukti lain menunjukkan terjadi deposisi lemak sebagai respon terhadap GH (Møller dan Jørgensen, 2009).

Sedangkan, penelitian pada tikus transgenik (kadar GH

berlebih) terjadi peningkatan aktivitas LPL pada jantung, otot dan jaringan lemak putih (Frick et al., 2001).

Gambar 2.2. Pengaruh Growth Hormone terhadap metabolisme lipid pada sel lemak dan otot. +: aktivasi oleh GH, – : inhibisi oleh GH. (Møller dan Jørgensen, 2009).

31  

Kadar kolesterol tubuh juga dipengaruhi oleh GH. Pada tikus normal diketahui pemberian GH 1 mg/kg/hari selama 6 hari menurunkan kadar LDL dan HDL (Parini et al., 1999) begitu pula pada mencit dengan defisiensi reseptor LDL (Rudling dan Angelin; 2001). Sedangkan pada tikus dengan defisiensi GH terjadi peningkatan kadar HDL, apolipoprotein (Apo) E dan ApoB serta penurunan LDL setelah terapi GH selama 6 hari dengan dosis yang lebih tinggi (Frick et al., 2002). Sebaliknya kadar GH yang meningkat dalam waktu lama menurunkan kadar trigliserida, asam lemak bebas dan VLDL tetapi menaikkan kadar LDL dan HDL (Frick et al., 2001). Penelitian pada manusia menunjukkan hasil sesuai dengan penelitian di atas. The KIMS study (The Pharmacia International Metabolic Surveillance Study), penelitian kohort tanpa kontrol, pada 2589 penderita defisiensi GH menunjukkan bahwa terapi sulih GH pada orang dewasa menurunkan kolesterol total, LDL dan HDL (Abs et al., 2006; Verhelst dan Abs, 2009). Penelitian randomized, doubleblind dan placebo controled dengan waktu yang lebih singkat dan sampel yang lebih sedikit menunjukkan hasil yang konsisten hanya terhadap kolesterol total dan LDL (Pfeifer et al., 1999; Maison et al., 2004; Oliviera et al., 2007). Perbedaan efek pemberian GH terhadap kolesterol HDL pada binatang juga diobservasi pada penelitian manusia. Beberapa penelitian baik jangka pendek maupun panjang menemukan pemberian GH meningkatkan kadar HDL (Pfeifer et al., 1999; Colao et al., 2005; van der Klaauw et al., 2007) sedangkan lainnya menunjukkan efek yang tidak signifikan (Lind et al., 2004; Maison et al., 2004; Abs et al., 2006) atau bahkan menurun (Oliviera et al., 2007; Verhelst dan Abs,

32  

2009). Oliviera et al. (2007) menemukan kolesterol HDL meningkat pada pemakaian GH jangka pendek, tetapi setelah 12 bulan kadar HDL lebih rendah daripada awal penelitian. Tampaknya selain dipengaruhi oleh dosis dan umur, efek GH terhadap kolesterol juga dipengaruhi oleh jangka waktu pemberian (Parini et al., 1999; Frick et al., 2002). Sama dengan efeknya terhadap HDL, GH juga memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap trigliserida. Penelitian oleh Rudling dan Angelin (2001) dan

Frick et al. (2001) menemukan terjadi penurunan trigliserida setelah

pemberian GH pada tikus defisiensi reseptor LDL dan tikus hipopituitari. Penelitian KIMS menunjukkan hasil yang tidak signifikan, sementara penelitian lainnya menemukan peningkatan trigliserida (Frick et al., 2002; Verhelst dan Abs., 2009). Mekanisme GH dalam mempengaruhi metabolisme kolesterol belum sepenuhnya diketahui. Penelitian pada tikus dan mencit mengindikasikan modulasi kolesterol terjadi melalui jumlah reseptor LDL dan ekskresi kolesterol melalui empedu. Pada defisiensi GH diketahui terjadi penurunan enzim C7αOH sehingga terjadi penumpukan kolesterol intrahepatik. Hal tersebut meyebabkan penurunan jumlah reseptor LDL dan meningkatnya aktivitas enzim HMG-CoA reductase. Sebagai hasil akhir sintesis kolesterol hepar akan meningkat (Verhelst dan Abs, 2009). GH diketahui meningkatkan ekspresi reseptor LDL dan aktivitas enzim C7αOH reduktase di hepar, tetapi observasi pada manusia tidak mendukung modulasi GH terhadap aktivitas enzim C7αOH reduktase tersebut (Parini et al., 1999; Lind et al., 2004).

33  

Selain itu GH juga mempengaruhi modifikasi mRNA ApoB100 dan meningkatkan sekresi ApoE hepar serta VLDL. Komposisi VLDL dan LDL yang berubah dapat memacu pemecahan LDL dan VLDL oleh hepar melalui reseptor LDL. Mekanisme tersebut memungkinkan GH menurunkan jumlah kolesterol walaupun sekresi VLDL meningkat (Frick et al., 2002; Lind et al., 2004; Verhelst dan Abs, 2009). Penurunan kadar VLDL berhubungan dengan meningkatnya kadar HDL (Wang dan Eckel, 2009). Pada pemberian GH, hal ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas LPL (Frick et al., 2001). LPL sangat penting dalam metabolisme HDL. LPL adalah faktor penentu kadar HDL. Lipolisis kilomikron dan VLDL oleh LPL meyediakan partikel sisa sebagai prekursor untuk pembentukan HDL bersama-sama dengan Apo A-I yang disekresikan hepar dengan bantuan ATP-binding cassette protein-A1 (ABC-A1), protein transfer lipid, serta Lecithin cholesterol acyl transferase (LCAT) (Haemmerle et al., 2002; Wang dan Eckel, 2009). Selain itu adanya peningkatan sekresi ApoE dan ekspresi reseptor LDL oleh pemberian GH memungkinkan efisiensi ambilan partikel sisa oleh reseptor LDL hepar (Frick et al., 2002; Lind et al., 2004; Verhelst dan Abs, 2009).

2.5. Pengaruh Growth Hormone terhadap Stres Oksidatif Pemberian GH mempunyai efek yang positif terhadap antioksidan tubuh. Transfeksi gen GH pada salmon memperlihatkan peningkatan antioksidan gluthatione di berbagai jaringan dan diduga peningkatan tersebut diakibatkan

34  

induksi langsung oleh GH (Legatt et al., 2007). Penelitian menggunakan mencit kerdil (defisiensi GH/IGF 1) diketahui aktivitas enzim antioksidan, seperti MnSOD, Cu-Zn SOD, GPx-1 dan eNOS

lebih rendah dibandingkan wild type

maupun yang diberi GH (Csiszar et al., 2008). Kireev et al., 2006, juga menemukan GH mampu meningkatkan GPx dan Glutathione S-transferase hati pada tikus jantan tua hingga ke kadar yang sama dengan tikus muda. Pada tikus betina hal ini hanya diobservasi pada tikus yang diovarektomi (Kireev et al., 2007). Penelitian pada model tikus gagal jantung menunjukkan hal yang sama, injeksi GH mampu meningkatkan kadar antioksidan total, GPx, dan SOD (Seiva, et al., 2008). Pada penelitian lain diketahui bahwa GH juga mampu menurunkan radikal bebas. GHRP mampu menurunkan kadar superoksida aorta dan kadar peroksida pada kultur otot polos aorta mencit (Titterington et al., 2009). Pada kultur sel endotel aorta wild type yang disuplementasi GH terjadi penurunan produksi radikal superoksida dan hidrogen peroksida dibandingkan endotel mencit kerdil (Csiszar et al., 2008). Penelitian pada 8 pasien defisiensi GH menunjukkan kadar radikal bebas dapat diturunkan dengan terapi GH selama 3 bulan (Evans et al., 2000). Pemberian GH diketahui mempengaruhi metabolisme metionin – gluthatione. Pemberian GH pada mencit kerdil ditemukan dapat meningkatkan enzim gammaglutamyl-cysteine synthetase ginjal mencit usia 3 and 12 bulan (Brown-Borg et al., 2005). Gamma-glutamyl-cysteine synthetase merupakan enzim dalam metabolisme glutathione yang mengubah sistein menjadi L-glutamilsistein, yang

35  

akan diubah menjadi glutathione (Uthus dan Brown-Borg, 2006). Selain itu, aktivitas enzim untuk degradasi glutathione, gamma-glutamyl transpeptidase, menurun pada pemberian GH (Brown-Borg et al., 2005). Penelitian pada otot jantung menunjukkan IGF-1 juga menyebabkan hambatan ekspresi protein p53. Melalui berbagai jalur p53 dapat meningkatkan produksi ROS dan menyebabkan stres oksidatif. Protein p53 dapat memicu pembentukan Ang II sehingga terjadi peningkatan kalsium sitosol yang menyebabkan penurunan permeabilitas membran mitokondria dan peningkatan ROS. Selain itu protein p53 juga diperlukan oleh protein p66shc untuk menghambat fosforilasi Foxo yang menyebabkan penurunan ekspresi enzim SOD dan katalase. Protein p66shc juga berikatan dengan heat shock protein 70 (Hsp 70), pada membran internal mitokondria. Pelepasan ikatan ini akibat stres oksidatif dapat menyebabkan penurunan permeabilitas transmembran mitokondria dan pembentukan ROS lebih lanjut (Anversa, 2005). Data mengenai pengaruh pemberian GH pada jalur ini belum banyak diketahui. Pada penelitian invitro diketahui pemberian GH menurunkan ekspresi p53 pada neuron (Silva et al., 2003).

   

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Berpikir Penuaan berkaitan erat dengan penyakit jantung, stroke, diabetes, neurodegeneratif dan kanker yang sering menjadi penyebab kematian utama. Salah satu tanda penuaan adalah menurunnya kadar hormon dalam tubuh, yaitu growth hormone yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol dan distribusi lemak tubuh. Penurunan kadar hormon ini diduga bertanggung jawab terhadap peningkatan insiden penyakit yang berhubungan dengan penuaan, khususnya penyakit kardiovaskuler. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko timbulnya beberapa penyakit yang berhubungan dengan penuaan. Dislipidemia menyebabkan peningkatan oksidasi LDL, glikasi protein, dan autooksidasi glukosa. Hal ini menimbulkan penimbunan produk peroksidasi lipid yang berlebihan sehingga terjadi keadaan stres oksidatif. Selain itu keadaan dislipidemia juga menyebabkan terjadinya penurunan antioksidan seperti MnSOD dan katalase melalui inaktivasi Foxo melalui jalur PI3K-Akt. Berdasarkan

penelitian

sebelumnya,

growth

hormone

mampu

mempengaruhi ekspresi Apo B 100, sekresi Apo E dan reseptor LDL. Hal tersebut meningkatkan efisiensi pengambilan VLDL dan LDL oleh hati, sehingga mampu memperbaiki profil lipid darah. Selain itu GH dapat meningkatkan ekskresi kolesterol melalui aktivitas enzim C7αOH. Hal ini menyebabkan penurunan kolesterol intrahepatik yang akan memicu

36

37  

peningkatan ekspresi reseptor LDL dan menurunnya aktivitas enzim HMGCoA reductase sehingga terjadi penurunan sintesis kolesterol hepar. Aktivitas LPL yang meningkat pada pemberian GH menyebabkan lipolisis trigliserida, disamping juga berhubungan dengan peningkatan HDL. Partikel sisa yang tersedia akibat lipolisis oleh LPL disertai dengan peningkatan sekresi ApoE, dan reseptor LDLdapat meningkatkan kadar HDL. Growth hormone juga terbukti meningkatkan ekspresi antioksidan gluthation peroksidase dan gluthation s-tranferase. Selain itu melalui IGF-1, GH mampu menurunkan ekspresi p53 yang dapat menghambat terjadinya stres oksidatif. Protein p53 bekerja melalui 2 jalur, yaitu memicu pembentukan Ang II dan mengikat p66shc. Ang II dapat menimbulkan kebocoran membran mitokondria dan meningkatkan ROS. Protein p66shc adalah protein yang dapat menghambat transkripsi enzim antioksidan seperti MnSOD dan katalase melalui inaktivasi Foxo bila berikatan dengan p53 dan menjaga integritas membran mitokondria dengan membentuk ikatan dengan Hsp70.

 

38  

3.2. Konsep Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun konsep penelitian dalam kerangka berikut ini:

GROWTH HORMONE FAKTOR INTERNAL TIKUS Dislipidemia Stres oksidatif

Umur Jenis kelamin Status Hormonal Aktivitas fisik

 

Kolesterol Total ↓ Trigliserida ↓ LDL ↓ HDL ↑ MDA↓

FAKTOR EKSTERNAL Polusi Lingkungan Radiasi Stres Psikologis Diet tinggi kolesterol

: menghambat Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis Penelitian Dari kerangka konsep dan landasan teori yang ada dapat disusun suatu hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut. 1.

Growth hormone dapat menurunkan kadar kolesterol total tikus jantan yang dislipidemia.

2.

Growth hormone dapat menurunkan kadar Low Density Lipoprotein tikus jantan yang dislipidemia.

 

39  

3.

Growth hormone dapat menurunkan kadar trigliserida tikus jantan yang dislipidemia.

4.

Growth hormone dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein tikus jantan yang dislipidemia.

5.

Growth hormone dapat menurunkan kadar MDA plasma tikus jantan yang dislipidemia.

 

40  

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental murni dengan pola Randomized Pre and Post Test Control Group Design (Petrie dan Sabin, 2003). Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: P0: aquadest O1

O2 P1: GH 0,02 IU/hr

O3 P

S

R

O4 P2: GH 0,04 IU/hr

O5

O6 P3: GH 0,08 IU/hr

O7

O8

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

Keterangan: P : Populasi S : Sampel R : Randomisasi P0 : Perlakuan pada kelompok kontrol tikus dislipidemia dengan injeksi aquadest subkutan selama 14 hari P1 : Perlakuan pada kelompok tikus dislipidemia dengan injeksi GH subkutan dengan dosis 0,02 IU/hr selama 14 hari P2 : Perlakuan pada kelompok tikus dislipidemia dengan injeksi GH subkutan dengan dosis 0,04 IU/hr selama 14 hari

 

41  

P3 : Perlakuan pada kelompok tikus dislipidemia dengan injeksi GH subkutan dengan dosis 0,08 IU/hr selama 14 hari O1, O3, O5, O7 :Kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, HDL dan MDA pre test tikus pada kelompok dengan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 O2, O4, O6, O8 :Kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, HDL dan MDA post test tikus pada kelompok dengan perlakuan P0, P1, P2, dan P3

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah selama 1,5 bulan yang akan dilaksanakan di Animal Laboratory Unit Bagian Farmakologi FK Unud, sedangkan pemeriksaan profil lipid dan MDA dilakukan pada Laboratorium Pusat Antar Universitas, Universitas Gadjah Mada. 4.3. Subyek Penelitian 4.3.1. Populasi penelitian Populasi target pada penelitian ini adalah tikus dislipidemia dengan populasi terjangkau tikus galur wistar jantan yang dislipidemia berumur 11 - 12 bulan, sesuai dengan usia manusia 30-an tahun yang mengalami penuaan tahap subklinis (Hanson, 2010) yang didapat dari Animal Laboratory Unit Lab. Farmakologi FK UNUD. 4.3.2. Sampel penelitian  

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus (Pocock, 2008): n=

x f(α,β) 2 σ2 (µ2 - µ1)2

 

42  

n : jumlah sampel σ : simpang baku; SEM (Petrie dan Sabin, 2003) SEM = 0,88 (Parini et al., 1999) µ1: rerata skor pada kelompok GH pre test (4,57) (Parini et al., 1999) µ2 : rerata skor pada kelompok GH post test (2,48) (Parini et al., 1999) α : tingkat kemaknaan (tingkat kesalahan tipe I) Æ 5 % β : tingkat kesalahan β (tingkat kesalahan II) = 10 % f(α,β): nilai pada tabel: 10,5 Berdasarkan data di atas maka diperoleh: n = 2 (0,88)2 x 10,5 (2,48-4,57)2 = 3,7230 ≈ 4 Jadi jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 4 ekor tikus tiap kelompok. 4.3.3. Kriteria eligibilitas A. Kriteris inklusi Kriteria inklusi untuk sampel dalam penelitian ini adalah 1. Tikus putih jantan galur Wistar 2. Umur 11 – 12 bulan 3. Berat 200 - 225 gram 4. Tidak ada cacat fisik 5. Dislipidemia

 

43  

B. Kriteria drop out Tikus dikeluarkan dari percobaan (drop out) bila selama penelitian tikus mati. C. Teknik penentuan sampel A. Dari

jumlah

sampel yang telah memenuhi syarat sesuai kriteria inklusi

diambil secara acak sederhana untuk mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan yang didapat dengan rumus Pocock yaitu 4 ekor tiap kelompok. B. Pada penelitian ini sampel tiap kelompok ditambahkan 20% sehingga jumlah sampel yang digunakan adalah 5 ekor. Pada penelitian ini total sampel untuk 4 kelompok yang diperlukan adalah 20 ekor tikus.

4.4. Variabel Penelitian 4.4.1. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: A. Variabel bebas: growth hormone B. Variabel tergantung: a. Kadar kolesterol total darah b. Kadar LDL darah c. Kadar trigliserida darah d. Kadar HDL darah e. Kadar MDA darah C. Variabel kendali: jenis kelamin, umur, berat badan, kesehatan, makanan, dan lingkungan.

 

44  

4.4.2. Definisi operasional variabel Definisi operasional variabel-variabel penelitian di atas adalah sebagai berikut: A. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah growth hormone dalam bentuk sediaan human recombinant somatropin yang diberikan selama 14 hari secara injeksi subkutan pada daerah punggung yang dilakukan pada pagi hari (pukul 08.00) satu kali/hari dalam beberapa dosis, yaitu 0,02 IU/hr pada P1, 0,04 IU/hr pada P2, 0,08 IU/hr pada P3. B. Variabel tergantung a. Kadar kolesterol total adalah kadar kolesterol darah tikus yang diukur dengan menggunakan metode CHOP – PAP (Bochringer-Mennheim GmBp) dalam mg/dL yang diukur pada hari ke-22 (pre test) dan hari ke-36 (post test) setelah puasa 18 jam. Kadar normal kolesterol total tikus adalah 10 – 54 mg/dL. b. Kadar LDL adalah kadar Low Density Lipoprotein yang diukur dengan menggunakan metode CHOP – PAP (Bochringer-Mennheim GmBp) dalam mg/dL yang diukur pada hari ke-22 (pre test) dan hari ke-36 (post test) setelah puasa 18 jam. Kadar normal LDL tikus adalah 17 – 22 mg/dL. c. Kadar trigliserida adalah kadar trigliserida darah tikus yang diukur dengan menggunakan metode GOP – PAP (Bochringer-Mennheim GmBp) dalam mg/dL yang diukur pada hari ke-22 (pre test) dan hari

 

45  

ke-36 (post test) setelah puasa 18 jam. Kadar normal trigliserida tikus adalah 26 – 145 mg/dL. d. Kadar HDL adalah kadar High Density Lipoprotein darah tikus yang diukur dengan metode CHOP – PAP (Bochringer-Mennheim GmBp) dalam mg/dL yang diukur pada hari ke-22 (pre test) dan hari ke-36 (post test) setelah puasa 18 jam. Kadar normal HDL tikus adalah 77 – 84 mg/dL. e. Kadar MDA adalah kadar Malondialdehide, merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, yang diukur pada plasma darah dengan metode TBARSC (Thiobarbituric Acid Reactive Substance Concentration) dalam mmol/L yang diukur pada hari ke-22 (pre test) dan hari ke-36 (post test) setelah puasa 18 jam. C. Dislipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida dan atau penurunan kadar HDL darah. Tikus dikatakan dislipidemia bila terjadi kenaikan berat badan > 20% atau kadar kolesterol total serum > 200 mg/dL. D. Stres oksidatif adalah keadaan tidak seimbang antara antioksidan dan radikal bebas yang dapat diukur dari peningkatan produk akhir peroksidasi lipid yaitu malondyaldehide (MDA) yang diukur pada hari ke-22 (pre test) dan hari ke36 (post test) setelah puasa 18 jam.

 

46  

E. Berat badan adalah berat tikus yang ditimbang dengan timbangan khusus merek Shunle yang tersedia di Lab. Farmakologi FK unud yang diukur setiap 1 minggu sekali selama masa penelitian. F. Umur tikus ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang telah dicatat oleh dokter hewan pada kandang binatang percobaan. G. Lingkungan adalah kandang dan suasana sekitar kandang dibuat agar tidak menimbulkan stres terhadap binatang percobaan. Tiap ekor diletakkan pada kandang individu. H. Diet tinggi kolesterol adalah makanan tinggi kolesterol dengan komposisi kolesterol 1%, kuning telur 5%, lemak babi 10%, minyak goreng 1% dan makanan standar sampai dengan 100% yang diberikan selama 35 hari secara ad libitum. I. Diet standar adalah diet standar dengan menggunakan pakan HPS 511.

4.5. Instrumen Penelitian Secara umum alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain; 20 ekor tikus Wistar jantan, kandang tikus, makanan tikus, dan timbangan

khusus

(Shunle) untuk menimbang berat badan tikus yang telah tersedia di Lab. Farmakologi FK UNUD. 4.5.1. Pemeriksaan profil lipid 1. Reagen untuk mengukur kadar kolesterol dan trigliserida (DIASSYS) 2. Aquadest

 

47  

3. Papan fiksasi 4. Jarum 26 (26 gauge) 5. Tabung penampung darah 6. Pipet 4.5.2. Pemeriksaan MDA 1. Reagen untuk mengukur kadar MDA 2. Aquadest 3. Papan fiksasi 4. Jarum 26 (26 gauge) 5. Tabung penampung darah dengan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 6. Spektrofotometer

4.6. Prosedur Penelitian 4.6.1. Persiapan sebelum penelitian: A. Persiapan binatang percobaan meliputi pemilihan umur yang sama, 11 – 12 bulan karena sesuai dengan umur manusia yang mengalami penuaan dan mulai terjadi penurunan kadar growth hormone, sehat, berat badan yang sesuai serta persiapan kandang dan makanan hewan. B. Hari pertama sampai hari ke tujuh dilakukan adaptasi binatang percobaan. 4.6.2. Perhitungan dosis growth hormone Dosis growth hormone pada manusia dewasa berkisar antara 0,45 IU – 0,9 IU/hr (sebagai dosis awal) dan jarang melebihi 3 IU/hr (Pangkahila, 2007). Berdasarkan

 

48  

rekomendasi Food and Drug Administration dosis GH 3-4 ug/kgBB/hr dan maksimal 12,5 ug/kgBB/hr untuk usia di atas 35 tahun (Eledrisi, 2008). Pada penelitian ini digunakan tiga variasi dosis, yaitu rendah, sedang dan tinggi yang dikonversikan ke dosis tikus berdasarkan tabel konversi dosis (Laurence dan Bacharach, 1964 dikutip dari Kusumawati, 2004). Perhitungan: Dosis pada manusia: a. Dosis rendah GH pada manusia dewasa: 3 ug/kgBB/hr X 3/1000 = 0,009 IU/kgBB/hr, untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg maka dosis menjadi: 0,009 IU/kgBB/hr X 70 kg = 0,63 IU/hr b. Dosis sedang GH pada manusia dewasa: 8 ug/kgBB/hr X 3/1000 = 0,024 IU/kgBB/hr, untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg maka dosis menjadi: 0,024 IU/kgBB/hr X 70 kg = 1,68 IU/hr c. Dosis tinggi GH pada manusia dewasa: 13.5 ug/kgBB/hr X 3/1000 = 0,0405 IU/kgBB/hr, untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg maka dosis menjadi: 0,0375 IU/kgBB/hr X 70 kg = 2,835 IU/hr Dosis pada tikus didapatkan: a. Dosis rendah: 1. Berat badan 200 gr: 0,018 X 0,63 IU/hr = 0,01134 IU/hr 2. Berat badan 300 gr: 3/2 X 0,01134 IU/hr = 0,01701 IU/hr 3. Berat badan 400 gr: 2 X 0,01134 IU/hr = 0,02268 IU/hr Dosis rendah rata-rata = 0,01701 IU/hr = 0.02 IU/hr

 

49  

b. Dosis sedang: 1. Berat badan 200 gr: 0,018 X 1,68 IU/hr = 0,03024 IU/hr 2. Berat badan 300 gr: 3/2 X 0,03024 IU/hr = 0,04536 IU/hr 3. Berat badan 400 gr: 2 X 0,03024 IU/hr = 0,06048 IU/hr Dosis sedang rata-rata = 0,04536 IU/hr = 0.04 IU/hr c. Dosis tinggi: 1. Berat badan 200 gr: 0,018 X 2,835 IU/hr = 0,05103 IU/hr 2. Berat badan 300 gr: 3/2 X 0,04705 IU/hr = 0,07655 IU/hr 3. Berat badan 400 gr: 2 X 0,04705 IU/hr = 0,10206 IU/hr Dosis tinggi rata-rata = 0.07655 IU/hr = 0,08 IU/hr Volume pemberian pada tikus: Komposisi 1 vial human recombinant somatotropin mengandung bubuk steril injeksi 4 IU dan jumlah yang diinjeksikan adalah 0,1 mL. Maka volume pengenceran dapat dihitung sebagai berikut: 1. Dosis rendah: 0,02 = 4 0,1 mL

Æ 20 mL

0,04 = 4 0,1 mL

Æ 10 mL

0,08 = 4 0,1 mL

Æ 5 mL

2. Dosis sedang:

3. Dosis tinggi:

 

50  

4.6.3. Perlakuan pada hewan coba 1. Tikus sebanyak 24 ekor diadaptasikan selama 1 minggu. Tiap ekor tikus dikandangkan dalam kandang individu. Tikus diukur kadar kolesterol awalnya dan dipantau berat badannya. 2. Tikus-tikus kemudian dibuat dislipidemia dengan memberikan diet tinggi kolesterol yang terdiri dari kolesterol 1%, kuning telur 5%, lemak babi 10%, minyak goreng 1% dan makanan standar sampai dengan 100% selama 21 hari secara ad libitum. 3. Kenaikan kolesterol tikus umumnya dapat dicapai dalam waktu 2 minggu ditandai dengan peningkatan berat badan > 20% atau kolesterol total > 200 mg/dL (Hardini et al, 2007). 4. Pada hari ke-22 diukur kolesterol total, LDL, trigliserida dan HDL serta kadar MDA. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui tikus yang mengalami dislipidemia serta sebagai data pre test. 5. Tikus yang masuk kriteria inklusi dimasukkan ke dalam percobaan. Dalam penelitian ini diperlukan tikus sebanyak 20 ekor. Dua puluh ekor tikus jantan tersebut diambil secara acak sederhana dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu P0, P1, P2, dan P3. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. 6. Kelompok P0 diberi perlakuan berupa injeksi aquadest 0,1 mL secara subkutan selama 14 hari. Kelompok perlakuan P1, P2, dan P3 diberikan injeksi GH secara subkutan (0,1 mL) dengan dosis rendah 0,02 IU/hr (P2), dosis sedang 0,04 IU/hr (P3), dan dosis tinggi 0,08 IU/hr (P4).

 

51  

7. Selama perlakuan, diet tinggi kolesterol tetap diberikan pada semua kelompok hingga akhir penelitian. 8. Pada hari ke-36 semua tikus diukur kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, HDL dan MDA darah sebagai post test.

4.6.4. Alur Penelitian Tikus galur wistar jantan usia 11 - 12 bulan diukur kadar kolesterol awal dan dipantau berat badannya

Diet tinggi kolesterol

7 hari

21 hari

Uji kolesterol total, LDL, trigliserida, HDL dan MDA setelah puasa 18 jam (pre test ) Tikus wistar jantan dislipidemia (20 ekor), randomisasi

P0

P1

P2

P3

Aquadest + diet tinggi kolesterol (0,1 mL)

GH 0,02 IU/hr + diet tinggi kolesterol (0,1 mL)

GH 0,04 IU/hr + diet tinggi kolesterol (0,1 mL)

GH 0,08 IU/hr + diet tinggi kolesterol (0,1 mL)

Uji kolesterol total, LDL, trigliserida, HDL dan MDA setelah puasa 18 jam (post test ) Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian

 

14 hari

52  

4.6.5. Pemeriksaan profil lipid A. Pengukuran kolesterol total dan trigliserida Tikus diambil darahnya pada hari ke-1 untuk mengetahui kadar kolesterol awal, hari ke 22 untuk mengetahui kenaikan kolesterol total, LDL, trigliserida, dan HDL sebagai pre test serta hari ke-36 sebagai post test. Darah tikus diambil dengan pipet kapiler pada sinus orbitalis dan ditampung dalam tabung sentrifus. Darah didiamkan selama 15 menit dan disentrifus selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Plasma darah dipipet dengan pipet mikro sebanyak 0,01 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dicampur menggunakan vortex dengan pereaksi kolesterol sebanyak 1 mL untuk menghitung kolesterol total. Campuran dibiarkan selama 20 menit dalam suhu kamar. Ukur serapan pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan pereaksi kolesterol 1 mL dan aquadest 0,01 mL. Untuk pemeriksaan kadar trigliserida, langkah-langkah seperti di atas tetapi menggunakan pereaksi trigliserida (Dachriyanus et al., 2007). Kadar kolesterol total atau trigliserida dihitung sebagai berikut: A Sampel C=

x C st A Standar

C = kadar kolesterol total/trigliserida (mg/dL) A = serapan C st = kadar kolesterol standar/trigliserida (200 mg/dL)

 

53  

B. Pengukuran HDL dan LDL HDL dan LDL diukur pada hari ke-22 setelah pemberian diet tinggi kolesterol (pre test) serta hari ke-36 (post test) pada tikus di tiap kelompok. Cara pengambilan darah dan pemrosesan sama seperti diatas. Setelah didapatkan plasma, ambil 0,02 mL plasma lalu tambahkan 0,5 mL larutan pengendap, kocok kemudian diamkan selama 10 menit dalam suhu kamar dan setrifus selama 20 menit dengan kecepatan 4500 rpm. Supernatan diambil 0,01 mL dan dicampur dengan pereaksi kolesterol 1 mL dengan vortex lalu diamkan selama 20 menit dalam suhu kamar. Ukur serapan dengan panjang gelombang 500 nm (Dachriyanus et al., 2007). Kadar kolesterol HDL dihitung sebagai berikut: A Sampel C=

x C st A Standar

C = kadar kolesterol HDL (mg/dL) A = serapan C st = kadar kolesterol standar (200 mg/dL) Kadar kolesterol LDL diukur dengan rumus: Kadar Trigliserida Kolesterol LDL = Kolesterol Total –

– HDL 5

4.6.6. Pemeriksaan MDA Darah tikus diambil hari ke-22 (pre test) dan ke-36 (post test) sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi EDTA. MDA diukur dengan metode TBARSC yaitu mengukur konsentrasi Thioarbituric Acid Reactive

 

54  

Substances. Sebanyak 750 µL asam fosfat dimasukkan dengan pipet ke dalam tabung polypropilen 13 mL. Kemudian sebanyak 50 µL TEP standar/pengontrol kualitas/sampel plasma/aquades di tambahkan ke dalam tabung. Campuran dikocok sampai homogen kemudian ditambahkan 250 µL larutan TBA 40 mM. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 450 µL ke dalam tabung dan tabung ditutup rapat. Campuran dipanaskan selama 1 jam, setelah pemanasan tabung ditempatkan dalam ice bath untuk mendinginkan sampel. Sampel yang sudah dingin diaplikasikan ke dalam Set Pack C 18-column. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 532nm (Wuryastuti, 2000).

4.7. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Analisis Deskriptif b. Uji normalitas

dengan Saphiro-Wilk test karena jumlah sampel pada

penelitian < 50 sampel. Didapatkan data berdistribusi normal (p > 0,05). c. Uji homogenitas dengan Levene test. Didapatkan variasi data homogen (p > 0,05). d. Oleh karena data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan One Way Anova untuk mengetahui perbedaan antara kelompok dan dilanjutkan dengan Least Significant Different (LSD) serta paired t test untuk mengetahui perbedaan antara pre test dan post test. Perbedaan bermakna terjadi bila p < 0,05.

 

   

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik Subyek Sebanyak 20 ekor tikus galur Wistar jantan usia 11 – 12 bulan digunakan pada penelitian ini yang di bagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang diberi diet tinggi kolesterol dan aquadest 0,1 mL (P0), diet tinggi kolesterol dan injeksi GH 0,02 IU/0,1 mL (P1), diet tinggi kolesterol dan injeksi GH 0,04 IU/0,1 mL (P2), serta diet tinggi kolesterol dan injeksi GH 0,08 IU/0,1 mL (P3). Pengukuran berat badan sebelum penelitian mendapatkan rata-rata berat badan tikus 180,74 gram. Setelah pemberian diet tinggi kolesterol selama 3 minggu terjadi kenaikan berat badan tikus dan rata-rata berat badan tikus menjadi 206,84 gram. Keadaan dislipidemia dicapai setelah pemberian diet tinggi kolesterol selama 3 minggu. Semua subyek kadar kolesterol totalnya di atas 200 mg/dL dengan rata-rata 212,83 mg/dL setelah pemberian diet tinggi kolesterol.

5.2. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Profil Lipid Tikus Jantan Dislipidemia Pengaruh pemberian GH terhadap profil lipid diukur dengan melihat pengaruhnya terhadap kolesterol total, LDL, trigliserida, dan HDL tikus jantan yang dislipidemia. Semua data profil lipid berdistribusi normal karena dengan tes Saphiro-Wilk didapatkan p > 0,05 (Tabel 5.1). Semua data juga diketahui homogen karena tes Levene menunjukkan p ≥ 0,05 (Tabel 5.2).

55

56  

Tabel 5.1 Uji normalitas kadar profil lipid pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0), GH 0,02 IU (P1), GH 0,04 IU (P2), dan GH 0,08 IU (P3) Kelompok Subyek

N

Kolesterol total P0  Kolesterol total P1  Kolesterol total P2  Kolesterol total P3  LDL P0  LDL P1  LDL P2  LDL P3  Trigliserida P0  Trigliserida P1  Trigliserida P2  Trigliserida P3  HDL P0  HDL P1  HDL P2  HDL P3 

5  5 5  5  5  5 5  5  5  5 5 5  5  5  5 5 

Data Pre Test p  Ket  0,253  Normal  0,384 Normal 0,940  Normal  0,257  Normal  0,077  Normal  0,910 Normal 0,457  Normal  0,232  Normal  0,659  Normal  0,332 Normal 0,939 Normal 0,119  Normal  0,146  Normal  0,549  Normal  0,781 Normal 0,109  Normal 

Data Post Test p  Ket  0,968  Normal  0,834 Normal  0,884  Normal  0,826  Normal  0,994  Normal  0,104 Normal  0,982  Normal  0,375  Normal  0,955  Normal  0,899 Normal  0,980 Normal  0,501  Normal  0,950  Normal  0,928  Normal  0,781 Normal  0,967  Normal 

Tabel 5.2 Uji homogenitas kadar profil lipid pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0), GH 0,02 IU (P1), GH 0,04 IU (P2), dan GH 0,08 IU (P3) Kelompok Subyek  Kolesterol total pre test  LDL pre test  TG pre test  HDL pre test  Kolesterol total post test  LDL post test  TG post test  HDL post test 

F  2,494  0,997  0,506 0,970  1,203  3,232  0,050 0,480

p  0,097  0,419  0,683 0,431  0,341  0,050  0,985 0,701

Ket  Homogen  Homogen  Homogen  Homogen  Homogen  Homogen  Homogen  Homogen 

5.2.1. Kolesterol total Hasil analisis komparasi dan uji efek perlakuan kadar kolesterol total tikus jantan dislipidemia yang diukur sebelum dan sesudah pemberian GH dengan tiga

57  

variasi dosis dan kelompok yang diberi aquadest dapat dilihat pada tabel 5.3, 5.4, dan gambar 5.1.

Tabel 5.3 Analisis One Way Anova kadar kolesterol total pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH dan kelompok yang diberi aquadest Kelompok 



Kolesterol Total Pre Test  F  p 

Kolesterol Total Post Test  F  p 

Aquadest (P0) 



212,91 ± 2,48 

231,99 ± 5,02 

GH 0,02 IU (P1) 



211,95 ± 3,94 

GH 0,04 IU (P2) 



209,88 ± 2,43 

GH 0,08 IU (P3) 



216,58 ± 5,5 

2,71 0,080

158,57 ± 2,18  131,79 ± 2,91 

1329,  0,000  49 

107, 73 ± 2,28 

Tabel 5.4 Uji lanjutan kadar kolesterol total post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU) Kelompok 

Beda rerata 

p  

Keterangan 

P0 – P1  P0 – P2  P0 – P3  P1 – P2  P1 – P3  P2 – P3 

73,42 100,20  124,26  26,78 50,84  24,06

0,000 0,000  0,000  0,000 0,000  0,000

Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna 

Uji Anova satu jalan pada data pre test kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok, sehingga semua kelompok memiliki kadar kolesterol total yang hampir sama sebelum pemberian perlakuan (p > 0,05). Data post test memperlihatkan perbedaan kadar kolesterol total yang bermakna antara kelompok P0, P1, P2, dan P3 (p < 0,05). Pengujian

58  

lanjutan data post test dengan post Hoc memperlihatkan perbedaan tersebut terjadi antar semua kelompok (p < 0,05). Selisih antara kadar kolesterol total post test dan pre test tiap kelompok perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji lanjutan juga memperlihatkan perbedaan terjadi antar tiap kelompok. Analisis diperlihatkan pada lampiran 3. 231,99  212,91 

211,95

209,88

216,58

158,57 131,79

Gambar 5.1 Kadar kolesterol total pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU).

Growth hormone mampu menurunkan kadar kolesterol total hingga 25,2% 107,73 

pada P1, 37,21% pada P2, dan 50,26% pada P3. Uji t berpasangan pada kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan yang bermakna antara kadar kolesterol total pre test dan post test (p < 0.05). Pada kelompok P0 terjadi peningkatan kadar kolesterol total yang bermakna, sedangkan pada P1, P2, dan P3 terjadi penurunan bermakna kadar kolesterol total.

59  

5.2.2. Low Density Lipoprotein (LDL) Analisis komparasi dan uji efek perlakuan terhadap kadar LDL tikus jantan dislipidemia yang diukur sebelum dan sesudah pemberian GH dengan tiga variasi dosis dan kelompok yang diberi aquadest dapat dilihat pada tabel 5.5, 5.6, 5.7, dan gambar 5.2. Tabel 5.5 Analisis One Way Anova kadar LDL pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH dan kelompok yang diberi aquadest LDL Pre Test  F 

Kelompok 



Aquadest (P0) 



130,82 ± 2,79 

GH 0,02 IU (P1) 



127,52 ± 4,65 

GH 0,04 IU (P2) 



125,33 ± 2,78 

GH 0,08 IU (P3) 



133,19 ± 4,60 



LDL Post Test  F 



157,79 ± 6,31  4,13 0,024

75,61 ± 2,01  44,49 ± 2,17 

1473,  0,000  73 

12,41 ± 2,06 

Uji Anova satu jalan pada data pre test kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan ada perbedaan kadar LDL yang bermakna antar kelompok (p < 0,05). Uji lanjutan memperlihatkan kadar LDL yang sama antara kelompok P0 dan P3, serta antara kelompok P1 dan P2 (lampiran 3). Data post test memperlihatkan perbedaan kadar LDL yang bermakna antara kelompok P0, P1, P2, dan P3 (p < 0,05). Tabel 5.6 Analisis One Way Anova selisih LDL post test dan pre test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH dan kelompok yang diberi aquadest Kelompok 



Selisih LDL 





Aquadest (P0)  GH 0,02 IU (P1)  GH 0,04 IU (P2)  GH 0,08 IU (P3) 

5 5  5 5

26,97 ± 5,05 ‐51,91 ± 3,57  ‐80,84 ± 1,50  ‐120,76 ± 4,10

1365,55 

0,000 

60  

Tabel 5.7 Uji lanjutan selisih kadar LDL post test dan pre test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU) Kelompok 

Beda rerata 

p  

Keterangan 

P0 – P1  P0 – P2  P0 – P3  P1 – P2  P1 – P3  P2 – P3 

73,42 100,20  124,26 26,78  50,84 24,06 

0,000 0,000  0,000 0,000  0,000 0,000 

Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna 

Walaupun pada uji pre test rata-rata kadar LDL kelompok P3 lebih tinggi daripada P1 dan P2, tetapi penurunan LDL lebih tajam secara bermakna dibandingkan kelompok lainnya. Analisis terhadap selisih antara kadar LDL post test dan pre test tiap kelompok perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji lanjutan juga memperlihatkan perbedaan terjadi antar tiap kelompok .

157,79  130, 82 

127,52

125,33

133,19

75,61 44,49  12,41 

Gambar 5.2 Kadar LDL pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU)

61  

Growth hormone mampu penurunan kadar LDL plasma sebesar 40,71% pada P1, 64,5% pada P2, dan 90,68% pada P3. Uji t berpasangan pada kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan yang bermakna antara kadar LDL pre test dan post test (p < 0.05). Pada kelompok P0 terjadi peningkatan kadar LDL yang bermakna, sedangkan pada P1, P2, dan P3 terjadi penurunan LDL yang bermakna. 5.2.3. Trigliserida Analisis komparasi dan uji efek perlakuan terhadap kadar trigliserida tikus jantan dislipidemia yang diukur sebelum dan sesudah pemberian GH dengan tiga variasi dosis dan kelompok yang diberi aquadest dapat dilihat pada tabel 5.8, 5.9, 5.10, dan gambar 5.3. Tabel 5.8 Analisis One Way Anova kadar trigliserida pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH dan kelompok yang diberi aquadest Trigliserida Pre Test  F  p 

Kelompok 



Aquadest (P0) 



136,45 ± 2,06 

GH 0,02 IU (P1) 



134,52 ± 4,21 

GH 0,04 IU (P2) 



135,11 ± 2,26 

GH 0,08 IU (P3) 



139,11 ± 3,83 

Trigliserida Post Test  F  p  151,82 ± 2,15 

2,71 0,080

118,67 ± 1,77  103,41 ± 2,00  90,22 ± 1,92 

1329,  0,000  49 

62  

Tabel 5.9 Uji lanjutan kadar trigliserida post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU) Kelompok  Beda rerata  p   Keterangan  P0 – P1  P0 – P2  P0 – P3  P1 – P2  P1 – P3  P2 – P3 

33,15  48,42 61,60  15,26 28,45 13,18 

0,000  0,000 0,000  0,000 0,000 0,000 

Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna 

Uji Anova satu jalan pada data pre test kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok, sehingga semua kelompok memiliki kadar trigliserida yang hampir sama sebelum pemberian perlakuan (p > 0,05). Data post test memperlihatkan perbedaan kadar trigliserida yang bermakna antara kelompok P0, P1, P2, dan P3 (p < 0,05). Pengujian lanjutan data post test dengan post Hoc memperlihatkan perbedaan tersebut terjadi antar semua kelompok (p < 0,05). Selisih antara kadar trigliserida post test dan pre test tiap kelompok perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji lanjutan juga memperlihatkan perbedaan terjadi antar tiap kelompok (lampiran 3).

63  

151,82 136,45 

134,52

135,11

139,11

118,57 103,41 90,22

Gambar 5.3 Kadar trigliserida pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU). Growth hormone mampu menurunkan kadar trigliserida plasma hingga 11,78% pada P1, 23,46% pada P2, dan 35,15% pada P3. Uji t berpasangan pada kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan yang bermakna antara kadar trigliserida pre test dan post test (p < 0.05). Pada kelompok P0 terjadi peningkatan kadar trigliserida yang bermakna, sedangkan pada P1, P2, dan P3 terjadi penurunan bermakna kadar trigliserida. 5.2.4. High Density Lipoprotein (HDL) Analisis komparasi dan uji efek perlakuan terhadap kadar HDL tikus jantan dislipidemia yang diukur sebelum dan sesudah pemberian GH dengan tiga variasi dosis dan kelompok yang diberi aquadest dapat dilihat pada tabel 5.10, 5.11, dan gambar 5.4.

64  

Tabel 5.10 Analisis One Way Anova kadar HDL pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH dan kelompok yang diberi aquadest HDL Pre Test F 

Kelompok 



Aquadest (P0) 



54,81 ± 2,81 

GH 0,02 IU (P1) 



57,53 ± 1,98 

GH 0,04 IU (P2) 



57,53 ± 1,92 

GH 0,08 IU (P3) 



55,59 ± 2,08 



HDL Post Test  F 



42,75 ± 1,53  1,93 0,165

59,22 ± 1,25  66,62 ± 1,56 

568,  0,000  76 

77,27 ± 1,03 

Tabel 5.11 Uji lanjutan kadar HDL post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU) Kelompok 

Beda rerata 

p  

Keterangan 

P0 – P1  P0 – P2  P0 – P3  P1 – P2  P1 – P3  P2 – P3 

‐16,47 ‐23,87  ‐34.52  ‐7,40 ‐18,05  ‐10,65

0,000 0,000  0,000  0,000 0,000  0,000

Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna 

Uji Anova satu jalan pada data pre test kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok, sehingga semua kelompok memiliki kadar HDL yang hampir sama sebelum pemberian perlakuan (p > 0,05). Data post test memperlihatkan perbedaan kadar HDL yang bermakna antara kelompok P0, P1, P2, dan P3 (p < 0,05). Pengujian lanjutan data post test dengan post Hoc memperlihatkan perbedaan tersebut terjadi antar semua kelompok (p < 0,05). Selisih antara kadar HDL post test dan pre test tiap

65  

kelompok perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji lanjutan juga memperlihatkan perbedaan terjadi antar tiap kelompok (lampiran 3).

77,79 66,62  54,81 

57,53 59,22

57,53

55,59 

42,75 

Gambar 5.4 Kadar HDL pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU).

Growth hormone mampu meningkatkan kadar HDL plasma sebanyak 2,85% pada P1, 15,80% pada P2, dan

28,06% pada P3. Uji t berpasangan pada

kelompok P0, P2, dan P3 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan yang bermakna antara kadar HDL pre test dan post test (p < 0.05), tetapi tidak pada kelompok P1 (p > 0,05). Pada kelompok P0 terjadi penurunan kadar HDL yang bermakna, sedangkan pada P1, P2, dan P3 terjadi peningkatan kadar HDL.

66  

5.3. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Kadar MDA Plasma Tikus Jantan Dislipidemia Pengaruh pemberian GH terhadap stres oksidatif diukur dengan melihat pengaruhnya terhadap MDA plasma tikus jantan yang dislipidemia. Semua data kadar MDA berdistribusi normal karena dengan tes Saphiro-Wilk didapatkan p > 0,05 (tabel 5.12). Semua data juga diketahui homogen karena tes Levene menunjukkan p > 0,05 (tabel 5.13). Tabel 5.12 Uji normalitas kadar MDA pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0), GH 0,02 IU (P1), GH 0,04 IU (P2), dan GH 0,08 IU (P3) Kelompok Subyek MDA P0  MDA P1  MDA P2  MDA P3 

N 5  5  5  5 

Data Pre Test p Ket 0,485  Normal  0,487  Normal  0,731  Normal  0,630 Normal

Data Post Test p Ket  0,910  Normal  0,585  Normal  0,451  Normal  0,885 Normal 

Tabel 5.13 Uji homogenitas kadar MDA pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0), GH 0,02 IU (P1), GH 0,04 IU (P2), dan GH 0,08 IU (P3) Kelompok Subyek  MDA pre test  MDA post test 

F  1,144  0,110

p  0,361  0,953

Ket  Homogen  Homogen 

Analisis komparasi dan uji efek perlakuan terhadap kadar MDA tikus jantan dislipidemia yang diukur sebelum dan sesudah pemberian GH dengan tiga variasi dosis dan kelompok yang diberi aquadest dapat dilihat pada tabel 5.14, 5.15, dan gambar 5.5.

67  

Tabel 5.14 Analisis One Way Anova kadar MDA pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH dan kelompok yang diberi aquadest MDA Pre Test F 

Kelompok 



Aquadest (P0) 



10,58 ± 0,26 

GH 0,02 IU (P1) 



10,78 ± 0,39 

GH 0,04 IU (P2) 



10,62 ± 0,26 

GH 0,08 IU (P3) 



10,85 ± 0,41 



MDA Post Test  F 



12,47 ± 0,26  0,71 0,558

7,51 ± 0,17  6,11 ± 0,22 

1197,  0,000  05 

5,04 ± 0,19 

Tabel 5.15 Uji lanjutan kadar MDA post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU) Kelompok 

Beda rerata 

p  

Keterangan 

P0 – P1  P0 – P2  P0 – P3  P1 – P2  P1 – P3  P2 – P3 

4,96 6,35  7,43  1,40 2,47  1,08

0,000 0,000  0,000  0,000 0,000  0,000

Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna  Berbeda bermakna 

Uji Anova satu jalan pada data pre test kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok, sehingga semua kelompok memiliki kadar MDA yang hampir sama sebelum pemberian perlakuan (p > 0,05). Data post test memperlihatkan perbedaan kadar MDA yang bermakna antara kelompok P0, P1, P2, dan P3 (p < 0,05). Pengujian lanjutan data post test dengan post Hoc memperlihatkan perbedaan tersebut terjadi antar semua kelompok (p < 0,05). Selisih antara kadar MDA post test dan pre test tiap

68  

kelompok perlakuan juga berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji lanjutan juga memperlihatkan perbedaan terjadi antar tiap kelompok (lampiran 3).

12,47 10,58 

10,78

10,85

10,62

7,51 6,11 5,04

Gambar 5.5 Kadar MDA pre test dan post test tikus jantan dislipidemia pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat tiga variasi dosis GH (P1= 0,02 IU, P2=0,04 IU, P3=0,08 IU). Growth hormone mampu menurunkan kadar MDA plasma sebesar 30,33% pada P1, 42,47% pada P2, dan 53,55% pada P3. Uji t berpasangan pada kelompok P0, P1, P2, dan P3 memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan yang bermakna antara kadar MDA pre test dan post test (p < 0.05). Pada kelompok P0 terjadi peningkatan kadar MDA, sedangkan pada P1, P2, dan P3 terjadi penurunan kadar MDA.

5.4.

Hubungan antara Profil Lipid dan Kadar MDA Analisis korelasi Pearson terhadap kadar profil lipid dengan MDA

mendapatkan hasil sebagai berikut: (1) terdapat korelasi positif kuat (p < 0,01) antara kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida plasma dengan kadar MDA

69  

plasma, (2) terdapat korelasi negatif kuat antara kadar HDL plasma (p = 0,01) dengan kadar MDA plasma. Hubungan antara kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, dan HDL plasma dengan kadar MDA plasma ditampilkan pada tabel 5.16. Tabel 5.16. Hubungan antara kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, dan HDL plasma dengan kadar MDA plasma tikus dislipidemia pada kelompok kontrol dan perlakuan   Kolesterol Total  LDL  Trigliserida  HDL 

MDA 0,994**  0,990**  0,987** ‐0,967**

Keterangan: ** = korelasi signifikan dengan P=0,01

   

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Subyek Hewan-hewan yang sudah pernah digunakan dalam penelitian GH bervariasi dari hewan transgenik maupun wild type, mulai tingkat rendah seperti nematoda hingga mamalia. Tikus putih (galur Wistar) seperti yang digunakan dalam penelitian ini, sering digunakan sebagai hewan coba pada berbagai penelitian, khususnya

pada

penelitian

mengenai

penyakit

kardiovaskuler

seperti

aterosklerosis. Hal ini karena tikus mudah dipelihara, serta relatif cukup besar untuk dapat diobservasi dibandingkan mencit. Selain itu pada penelitian ini membutuhkan darah yang cukup untuk memeriksa profil lipid dan MDA, yaitu sekitar 1,5 – 2,0 mL (Kusumawati, 2004). Tikus jantan dipilih sebagai subyek berdasarkan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa pengaruh GH terhadap profil lipid lebih efektif pada tikus jantan dibandingkan betina. Hal ini berkaitan dengan perbedaan status hormonal antara tikus jantan dan betina (Frick et al., 2001). Penggunaan GH dalam penelitian ini menyebabkan usia tikus juga menjadi pertimbangan. Tikus yang digunakan adalah tikus berumur 11 – 12 bulan yang setara dengan usia manusia 30-an tahun (Hanson, 2010). Usia 30-an pada manusia termasuk penuaan tahap subklinik. Pada tahap ini telah terjadi penurunan GH walaupun belum menganggu fungsi-fungsi tubuh (Pangkahila 2007). 70  

71  

Tikus putih yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih galur wistar yang dislipidemia, berjenis kelamin jantan, usia 11 – 12 bulan dan berat 200 - 225 gram. Jumlah tikus 20 ekor, dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok P0 (diet tinggi kolesterol dan aquadest), kelompok P1 (diet tinggi kolesterol dan GH 0,02 IU), kelompok P2 (diet tinggi kolesterol dan GH 0,04 IU), dan kelompok P3 (diet tinggi kolesterol dan GH 0,08 IU). Penelitian dilakukan selama enam minggu, satu minggu untuk adaptasi, tiga minggu pemberian diet tinggi kolesterol, dan dua minggu berikutnya pemberian diet tinggi kolesterol ditambah GH.

6.2. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Profil Lipid Tikus Jantan Dislipidemia 6.2.1. Kolesterol Total Growth hormone mampu menurunkan kadar kolesterol total plasma secara efektif pada tikus dislipidemia (tabel 5.3 – 5.4 dan gambar 5.1). Kadar kolesterol total turun hingga 25% pada P1, 37% pada P2, dan 50% pada P3 setelah pemberian GH. Hasil ini sesuai dengan penelitian pada tikus oleh Rudling dan Angelin (2001), Frick et al. (2002). Dan Lopez-Olivia et al. (2009). Semua penelitian tersebut menggunakan dosis GH yang jauh lebih tinggi dari penelitian ini. Begitu pula dengan sejumlah penelitian pada manusia menunjukkan hasil yang serupa (Lind et al. 2004; Maison et al. 2004; Colao et al., 2005; Oliviera et al., 2007; Verhelst dan Abs, 2009. Penurunan kadar

72  

kolesterol total plasma berhubungan dengan dosis GH, terlihat dari penelitian ini yaitu penurunan terbesar terjadi pada dosis 0,08 IU/hr, lalu diikuti dengan 0,04 IU/hr, dan terendah pada 0,02 IU/hr. Penelitian ini menunjukkan dosis yang sangat tinggi tidak diperlukan dalam upaya menurunkan kolesterol total. Penelitian lain mendapatkan hasil yang berbeda akan pengaruh GH terhadap kolesterol total. Pada penelitian oleh Pfeifer et al. (1999) yang memberikan GH 0,018 IU/kgBB/hr pada laki-laki sehat diketahui tidak terjadi penurunan kadar kolesterol total. Penelitian oleh Parini et al. (1999) yang menggunakan tikus normal usia 12 bulan juga menunjukkan tidak adanya penurunan kolesterol total pada tikus yang diinjeksi GH. Kedua penelitian tersebut mengindikasikan efek perbaikan kadar kolesterol total hanya terjadi pada keadaan peningkatan kadar kolesterol total tapi tidak pada keadaan normal. Mekanisme penurunan kolesterol oleh GH pada tikus dislipidemia terjadi melalui peningkatan ekskresi kolesterol empedu akibat peningkatan aktivitas enzim C7αOH sesuai dengan observasi oleh Parini et al., (1999). Peningkatan ini akan berdampak pada peningkatan jumlah reseptor LDL dan penurunan aktivitas enzim HMG-CoA reductase sehingga sintesis kolesterol hepar menurun (Verhelst dan Abs, 2009). Walaupun hasil penelitian pada manusia konsisten mendukung hasil penelitian ini, tetapi mungkin melalui mekanisme yang berbeda, sebab tidak ditemukan adanya peningkatan aktivitas enzim C7αOH (Lind et al., 2004). Penurunan kolesterol total pada manusia

73  

kemungkinan disebabkan oleh pengaruh langsung GH terhadap ekspresi reseptor LDL, modifikasi ApoB dan sekresi ApoE sehingga meningkatkan pemecahan VLDL dan LDL (Frick et al., 2002; Lind et al., 2004). 6.2.2. Low Density Lipoprotein (LDL) Growth hormone juga mampu menurunkan secara efektif kadar LDL plasma tikus dislipidemia (tabel 5.5 – 5.7 dan gambar 5.2). Kadar LDL plasma turun sebesar 41% pada P1, 65% pada P2, dan 91% pada P3 setelah pemberian GH.  Hasil ini sesuai dengan penelitian pada tikus (Frick et al., 2002; LopezOlivia et al., 2009) dan pada manusia (Lind et al. 2004; Maison et al., 2004; Colao et al., 2005; Abs et al., 2006; Oliviera et al., 2007). Penurunan kadar LDL plasma berhubungan dengan dosis GH, terlihat dari penelitian ini yaitu penurunan terbesar terjadi pada dosis 0,08 IU/hr, lalu diikuti dengan 0,04 IU/hr, dan terendah pada 0,02 IU/hr. Tidak diperlukan dosis GH yang terlalu tinggi untuk mencapai efek penurunan LDL karena hanya dengan dosis rendah dapat menurunkan hingga 47% dari kadar LDL awal. Perlu diperhatikan penggunaan dosis yang kurang dapat memberikan hasil yang tak bermakna terhadap LDL seperti pada penelitian oleh Pfeifer et al. (1999). Walaupun dosis yang digunakan masih lebih tinggi daripada Lind et al. (2004) yang menggunakan subyek yang sehat, penelitian oleh Pfeifer et al. (1999) tak mampu menurunkan kadar LDL. Ini dikarenakan penggunaan dosis yang kurang disesuaikan dengan kondisi defisiensi GH pada subyeknya. Sebaliknya GH yang berlebihan dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan

74  

kadar LDL plasma seperti pada penelitian oleh Frick et al. (2001), karena lipase hepar yang berfungsi dalam pembersihan dan pemecahan LDL oleh hepar menurun atau karena sekresi VLDL yang dominan (Frick et al., 2001; Verhelst dan Abs, 2009). Mekanisme GH dalam menurunkan LDL adalah melalui peningkatan reseptor LDL. Selain itu GH juga mempengaruhi modifikasi mRNA ApoB100 dan meningkatkan sekresi ApoE hepar. Komposisi LDL yang berubah dapat memacu pemecahan LDL oleh hepar melalui reseptor LDL.

Mekanisme

tersebut memungkinkan GH menurunkan jumlah LDL walaupun sekresi VLDL meningkat (Frick et al., 2002; Lind et al., 2004; Verhelst dan Abs, 2009). 6.2.3. Trigliserida Efek GH terhadap trigliserida juga menunjukkan hasil yang sama. Growth hormone mampu menurunkan kadar trigliserida plasma secara efektif pada seluruh kelompok perlakuan (tabel 5.8 – 5.9 dan gambar 5.3). Kadar trigliserida plasma turun hingga 12% pada P1, 24% pada P2, dan 35% pada P3 setelah pemberian GH. Hasil ini sesuai dengan penelitian pada tikus oleh Rudling dan Angelin, (2001) yang memberikan GH 1 mg/kgBB/hr selama 1 minggu pada mencit LDRKO dan penelitian pada tikus transgenik dengan GH berlebih oleh Frick et al. (2001). Efektifitas GH dalam mempengaruhi kadar trigliserida plasma tergantung pemberian dosis. Pemberian GH dosis rendah menurunkan kadar trigliserida plasma walaupun minimal tetapi masih signifikan. Seiring dengan peningkatan

75  

dosis GH terjadi penurunan kadar trigliserida plasma yang lebih tajam. Penurunan terjadi paling besar pada GH dosis tertinggi, yaitu 0,08 IU/hr. Mekanisme penurunan trigliserida ini disebabkan oleh penurunan biosintesis trigliserida pada hepar karena menurunnya pasokan asam lemak bebas (Frick et al., 2001). Walaupun diketahui GH mampu meningkatkan aktivitas HSL pada jaringan lemak kadar asam lemak bebas serum tetap rendah (Frick et al., 2001; Møller dan Jørgensen, 2009). Pada tikus diduga terjadi mobilisasi asam lemak bebas ke jaringan lain seperti jantung dan otot (Frick et al., 2001). Peningkatan aktivitas LPL sangat berperan dalam menurunkan kadar trigliserida. Pada tikus diketahui pemberian GH dapat meningkatkan aktivitas LPL pada jaringan otot dan jantung. LPL dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dari lipoprotein untuk kemudian diabsorbsi melalui complex differentiation 36 (CD36) oleh sel (Goldberg et al., 2009). Growth hormone di sisi lain juga dapat meningkatkan sintesis trigliserida oleh hepar. Penelitian oleh Frick et al. (2002) yang menemukan sekresi trigliserida hepar meningkat pada tikus yang dihipofisektomi dan diberi GH 1,5 mg/kgBB/hr selama 7 hari, tetapi kadarnya tetap lebih rendah daripada tikus normal. Produksi trigliserida hepar juga ditemukan pada manusia oleh Lind et al., (2004). Observasi peningkatan ekspresi sterol regulatory element-binding protein 1c (SREBP-1c) di hepar menunjukkan bahwa GH meningkatkan sintesis trigliserida di hepar (Frick et al., 2002). Tampaknya efek lipogenesis akut tersebut bersifat sementara atau kurang dominan dan dapat diimbangi oleh

76  

peningkatan pemecahan trigliserida akibat rangsangan terhadap aktivitas LPL pada jaringan lain yang pada akhirnya juga mengurangi tingkat sintesis trigliserida hepar. Efek pleotropik GH di atas menyebabkan generalisasi hasil ini pada manusia membutuhkan penelitian lebih lanjut. Penelitian pada manusia mendapatkan hasil yang tidak bermakna akan pengaruh GH terhadap trigliserida seperti pada penelitian KIMS (Verhelst dan Abs, 2009) serta penelitian pemberian GH 2 mg/hr pada 9 laki-laki sehat usia 23 ± 0,6 tahun selama 7 hari oleh Krag et al. (2007). Hal ini disebabkan oleh perbedaan pengaruh GH terhadap aktivitas LPL pada manusia. Pada manusia GH menghambat LPL pada lemak putih (Møller dan Jørgensen, 2009) dan tidak memiliki pengaruh terhadap aktivitas LPL pada jaringan otot (Krag et al., 2007), sedangkan pengaruh GH terhadap LPL pada jaringan lain belum diketahui sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Tidak adanya pengaruh pada aktivitas LPL ini pula maka setelah pemberian GH pada manusia terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di darah (Møller dan Jørgensen, 2009). 6.2.4. High Density Lipoprotein (HDL) Perbaikan profil lipid oleh pengaruh GH juga diobservasi pada kadar HDL plasma (tabel 5.10 – 5.11 dan gambar 5.4) walaupun tidak sebaik pengaruhnya pada kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida plasma. Kadar HDL plasma meningkat sebanyak 3% pada P1, 16% pada P2, dan 28% pada P3 setelah pemberian GH. Hanya pemberian GH dengan dosis 0,04 IU/hr dan 0,08 IU/hr

77  

saja yang terbukti mampu meningkatkan kadar HDL plasma tikus dislipidemia secara efektif. Hal ini sesuai dengan penelitian pada tikus oleh Frick et al. (2002) dan pada manusia oleh Pfeifer et al. (1999), Colao et al. (2005), van der Klaauw et al. (2007), dan Oliviera et al. (2007). Pemberian GH selama 2 minggu dengan dosis rendah belum mampu meningkatkan kadar HDL. Pada pemberian 0,02 IU/hr, kadar HDL meningkat secara minimal, tetapi tidak berbeda secara signifikan dengan pre test. Dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai efek peningkatan HDL dibutuhkan dosis yang lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar kolesterol total dan LDL. Hal ini berbeda dengan penelitian oleh Pfeifer et al. (1999), yang menggunakan dosis rendah (0,018 IU/kgBB/hr) selama 6 bulan ternyata terjadi peningkatan HDL secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa selain dipengaruhi

dosis,

pengaruh

GH terhadap

HDL

kemungkinan

juga

berhubungan dengan jangka waktu pemberian. Jangka waktu yang panjang diperlukan untuk menimbulkan efek peningkatan kadar HDL seperti juga pada penelitian oleh Frick et al. (2001) dan Colao et al. (2005). Mekanisme peningkatan kadar HDL plasma berhubungan dengan peningkatan aktivitas LPL oleh GH (Frick et al., 2001). Lipolisis kilomikron dan VLDL oleh LPL menyediakan partikel sisa yang akan diubah menjadi HDL (Goldberg et al., 2009). Partikel ini selanjutnya membentuk HDL bersama-sama dengan Apo A-I yang disekresikan hepar dengan bantuan ABCA1, protein transfer lipid, serta LCAT (Haemmerle et al., 2002; Wang dan

78  

Eckel, 2009). Selain itu adanya peningkatan sekresi ApoE dan ekspresi reseptor LDL oleh pemberian GH memungkinkan efisiensi ambilan partikel sisa ini oleh reseptor LDL hepar (Frick et al., 2002; Lind et al., 2004; Verhelst dan Abs, 2009). Growth hormone diketahui juga menurunkan cholesteryl ester transfer protein (CETP) yang berfungsi memindahkan cholesteryl ester dari HDL ke lipoprotein kaya trigliserida, sehingga bila kadarnya turun kadar HDL akan meningkat (Dullaart et al., 2010). Hal tersebut dikontradiksi oleh pengaruh GH terhadap lipase hepar. Lipase hepar merupakan enzim yang dapat menghidrolisis trigliserida dan fosfolipid pada IDL dan HDL serta dapat berperan sebagai ligand bagi reseptornya. Lipase hepar dapat mengubah kolesterol HDL2 menjadi HDL3 yang kurang antiaterogenik. Peningkatan enzim ini menyebabkan penurunan kadar HDL plasma (Carr et al., 2004). GH diketahui dapat meningkatkan aktivitas lipase hepar (Ocarsson et al., 1999). Hal ini mungkin menyebabkan hanya terjadi peningkatan HDL yang minimal oleh GH dan karena itu pula pada beberapa penelitian lain ditemukan kadar HDL yang menurun setelah pemberian GH (Parini et al., 1999; Rudling & Angelin, 2001). Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh GH terhadap enzim ini, sebab, pada penelitian lain juga menemukan bahwa pada mencit transgenik dengan GH berlebih diketahui terjadi penurunan lipase hepar (Olson et al., 2003). Pada manusia pengaruh GH terhadap kadar HDL plasma memang belum dapat disimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda.

79  

Penelitian oleh Lind et al. (2004) dan Maison et al. (2004) tidak menemukan adanya pengaruh GH yang bermakna terhadap kadar HDL plasma, sedangkan penelitian oleh Oliviera et al. (2007) selama 1 tahun serta Verhelst dan Abs (2009) menemukan penurunan HDL setelah terapi GH. Hal ini sebagian mungkin disebabkan oleh ekspresi LPL yang berbeda antara tikus dan manusia. Ekspresi LPL pada jaringan lemak dan otot pada manusia diketahui terhambat dan tidak berubah setelah pemberian GH (Møller dan Jørgensen, 2009; Krag et al., 2007). Pemberian GH jangka panjang lama-kelamaan juga menurunkan kadar kolesterol dan sintesis kolesterol hepar yang juga akan mempengaruhi jumlah HDL yang terbentuk. Selain itu variasi genetik CETP juga mempengaruhi respon seseorang terhadap terapi GH (Dullaart et al., 2010).

6.3. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Kadar MDA Plasma Tikus Jantan Dislipidemia Pengukuran kadar MDA untuk mengetahui tingkat stres oksidatif pada tikus jantan dislipidemia setelah pemberian GH memperlihatkan penurunan yang bermakna pada semua kelompok perlakuan (tabel 5.14 – 5.15 dan gambar 5.5). Kadar MDA plasma turun sebesar 30% pada P1, 43% pada P2, dan 54% pada P3 setelah pemberian GH. Hasil ini mendukung temuan bahwa GH mampu menurunkan kadar radikal superoksida dan hidrogen peroksida dalam tubuh pada penelitian oleh Evans et al. (2000), Csiszar et al. (2008) dan Titterington et al. (2009). Hal ini juga sesuai dengan beberapa penelitian yang memperlihatkan

80  

bahwa GH mampu meningkatkan antioksidan total, sistem glutathione, SOD, dan eNOS (Kireev et al., 2006; Kireev et al., 2007; Legatt et al., 2007; Csiszar et al., 2008; Seiva et al., 2008). Penurunan kadar MDA ini terjadi seiring dengan peningkatan

dosis

GH

yang

diberikan.

Dosis

rendah

(0,02

memperlihatkan penurunan yang paling rendah, yaitu sebesar 30%

IU/hr) dan

meningkat hingga 50% pada dosis tinggi (0,08 IU/hr). Keadaan dislipidemia diketahui dapat meningkatkan kadar MDA 1,33 hingga 2,48 kali dibandingkan subyek tanpa dislipidemia (Rui-Li et al., 2008). Ini berarti bahwa dislipidemia berhubungan dengan keadaan stres oksidatif. Adanya perbaikan kadar profil lipid oleh GH mengindikasikan bahwa, secara tidak langsung GH dapat menurunkan kadar MDA pada keadaan dislipidemia melalui pengaruhnya terhadap sintesis, pemecahan, dan ekskresi trigliserida serta kolesterol tubuh. Analisis korelasi terhadap kadar profil lipid dan MDA pada penelitian ini juga menunjukkan hal tersebut. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh langsung oleh GH terhadap stres oksidatif. Pemberian GH diketahui meningkatkan enzim gamma-glutamyl-cysteine synthetase yang mengubah sistein menjadi L-glutamilsistein, yang selanjutnya diubah menjadi glutathione dan menurunkan gamma-glutamyl transpeptidase, enzim untuk degradasi glutathione (Brown-Borg et al., 2005; Uthus dan Brown-Borg, 2006). Temuan oleh Sukhanov et al. (2007) bahwa IGF-1 mampu menurunkan kadar F2-isoprostan juga menunjukkan bahwa GH dapat bekerja secara tidak

81  

langsung melalui IGF-1. Penelitian pada otot jantung menunjukkan IGF-1 juga menyebabkan hambatan ekspresi protein p53. Protein p53 meningkatkan produksi

ROS

dan

menyebabkan

stres

oksidatif

melalui

rangsangan

pembentukan Ang II serta ikatannya dengan p66shc yang menurunkan permeabilitas mitokondria. Selain itu, p53 melalui ikatannya dengan p66shc juga dapat menurunkan ekspresi enzim SOD dan katalase melalui hambatan aktivasi Foxo (Anversa, 2005). Pengaruh langsung GH terhadap p53 ini belum banyak diketahui sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian pada sel neuron secara invitro diketahui pemberian GH menurunkan ekspresi p53 (Silva et al., 2003). Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda terhadap pengaruh GH terhadap stres oksidatif. Kadar H2O2 pada jaringan hati tikus Ames dwarf ditemukan menurun (Brown-Borg et al., 2006). Begitu pula produk oksidasi protein (protein karbonil) dan DNA (8-oxo-7,8-dihydro-2’-deoxiguanosine/8oxodG) tikus defisiensi GH lebih rendah daripada kontrol (Brown-Borg et al., 2006; Sanz et al., 2006). Kadar F2-isoprostane juga lebih rendah pada tikus kerdil (Bokov et al., 2008), namun kadar MDA ditemukan sama, bahkan lebih tinggi pada usia yang tua daripada normal (Brown-Borg et al., 2006). Aktivitas arylesterase, suatu HDL-bound paraoxonase yang dapat menghambat pembentukan peroksidasi lipid LDL, juga diketahui menurun pada pemberian GH pada tikus dengan profil lipid aterogenik, walaupun hal ini diduga akibat perbaikan status oksidatif (Lopez-Olivia, et al., 2008). Hampir semua penelitian

82  

di atas dilakukan pada berbagai varian tikus kerdil yang memiliki defisiensi GH. Tapi belum jelas diketahui bagaimana pengaruh pemberian GH terhadap stres oksidatif pada binatang maupun manusia sehat atau tanpa dislipidemia. Kadar GH yang rendah berhubungan dengan tingkat stres oksidatif yang rendah kemungkinan berkaitan dengan efek fisiologis GH dalam laju metabolisme. Growth hormone secara fisiologis meningkatkan laju metabolisme tubuh dan metabolisme yang meningkat berhubungan dengan konsumsi oksigen yang meningkat (Kubota et al, 2009). Hal ini diketahui memiliki hubungan linier dengan produksi radikal bebas (Palm et al., 2010). Selain itu efek lipolisis GH juga dapat menjadi sumber radikal bebas, karena produk antara, H2O2, meningkat akibat reaksi β-oksidasi asam lemak (Dröge, 2002; Møller dan Jørgensen, 2009). Pada penelitian ini tampaknya pengaruh GH dalam memperbaiki profil lipid lebih dominan daripada produksi radikal bebas akibat efek fisiologis GH maupun lipolisis sehingga tetap terjadi penurunan kadar MDA. Adanya efek pleotrofik GH di atas memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme GH dalam mempengaruhi stres oksidatif. Keadaan stres oksidatif sampai pada tingkat tertentu pada dasarnya memicu reaksi fisiologis untuk

menetralisirnya

dengan

jalan

meningkatkan

sistem

pertahanan

antioksidan. Diketahui bahwa aktivitas faktor transkripsi Nuclear erythroid related factor 2 (Nrf2), yang menentukan kemampuan sel untuk bertahan (cell survival) dari trauma/stres, diinduksi oleh radikal bebas (Lewis et al., 2010).

83  

Nrf2 yang aktif akan masuk ke nukleus dan akan berikatan dengan antioxidant responsive element (ARE). Hal ini menyebabkan transkripsi dari target gennya (Belleza et al., 2010). Gen yang diaktifkan diantaranya adalah gen-gen yang mengkode enzim-enzim untuk mensintesis antioksidan SOD serta gluthatione, seperti glutamate-cystein ligase dan gluthathione-S-transferase (Lewis et al., 2010; Jung dan Kwak, 2010). Seperti yang disebutkan di atas, pemberian GH diketahui memiliki efek yang positif terhadap sistem antioksidan gluthatione (Legatt et al., 2007; Csiszar et al., 2008) dan juga SOD (Csiszar et al., 2008) tetapi mekanismenya belum jelas diketahui. Pemberian GH pada tikus kerdil diketahui meningkatkan kadar enzim glutamate-cystein ligase ginjal dan aktivitas gluthathione-S-transferase  hepar (Brown-Borg et al., 2005).

Ada

kemungkinan GH dalam hubungannya dengan keadaan stres oksidatif juga mempengaruh faktor ini baik secara langsung maupun melalui peningkatan produksi radikal bebas yang moderat, tetapi belum ada bukti mengenainya.

6.4. Hubungan antara Profil Lipid dan MDA Analisis korelasi terhadap profil lipid dan kadar MDA plasma menunjukkan hubungan yang erat dan bermakna. Kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida yang menurun serta kadar HDL yang meningkat berhubungan dengan penurunan kadar MDA. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar MDA plasma pada

84  

penelitian ini diakibatkan oleh perbaikan kadar profil lipid darah pada tikus dislipidemia setelah pemberian GH. Keadaan dislipidemia dapat menyebabkan stres oksidatif karena terjadi produksi radikal bebas superoksida yang berlebihan oleh sel endotel akibat aktivitas NADPH dan xanthin oxidase yang meningkat (Csont et al., 2007). Reaksi rantai pada proses peroksidasi lipid dengan adanya substrat lipid yang berlimpah juga berkontribusi terhadap terjadinya penumpukan radikal bebas dan produk stres oksidatif berlebih pada dislipidemia (Winarsi, 2007). Dislipidemia juga diketahui berhubungan dengan terjadinya oksidasi LDL, autooksidasi glukosa serta glikasi protein yang semakin mempertegas status stres oksidatif pada keadaan ini. Hal ini juga dibuktikan dengan pengukuran kadar MDA yang meningkat hingga 2 kali lipat pada subyek dengan dislipidemia dibandingkan kontrol (Rui-Li et al., 2008). Oleh karena itu, perbaikan terhadap kondisi dislipidemia otomatis akan memperbaiki status stres oksidatif. Growth hormone pada penelitian ini dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida serta meningkatkan HDL secara bermakna. Hal ini terjadi melalui regulasi terhadap sintesis kolesterol melalui penurunan HMGCoA reductase, ekskresi kolesterol dengan meningkatkan aktivitas C7αOH, pemecahan kolesterol dengan meningkatkan reseptor LDL dan modulasi pada ApoB100 dan ApoE, serta memperbaiki kadar trigliserida dan HDL melalui peningkatan aktivitas LPL dan CETP (Frick et al., 2002; Lind et al., 2004, Verhelst dan Abs, 2009; Dullaart et al., 2010). Perbaikan profil lipid

85  

akibat pemberian GH pada penelitian ini mampu mengurangi stres oksidatif yang terdeteksi dengan penurunan kadar MDA.

6.5. Manfaat Penggunaan Growth Hormone dalam Proses Penuaan Perbaikan profil lipid tersebut mengindikasikan bahwa terapi GH sangat mungkin dapat mencegah timbulnya komplikasi akibat keadaan dislipidemia seperti penyakit kardiovaskuler. Apalagi, pada penelitian ini diet tinggi kolesterol tetap diberikan hingga akhir penelitian pada semua subyek perlakuan. Ini menunjukkan bahwa terapi GH melalui regulasinya terhadap sintesis, pemecahan, dan ekskresi lipid internal tetap dapat memperbaiki kadar profil lipid secara efektif walaupun tanpa intervensi diet, tetapi efektivitas pengaruh GH dibandingkan dengan intervensi diet ataupun kombinasi keduanya belum dapat dibandingkan dan membutuhkan penelitian lebih lanjut. Keadaan stres oksidatif akibat dislipidemia juga mampu dikurangi dengan pemberian GH. GH melalui perbaikannya terhadap profil lipid serta efek langsung dalam meningkatkan antioksidan seperti sistem gluthatione, SOD, dan eNOS maupun hambatan IGF-1 terhadap p53 (Anversa, 2005; Legatt et al., 2007; Csiszar et al., 2008) mengurangi kadar MDA plasma pada tikus dislipidemia. Stres oksidatif merupakan proses patogenesis penting dalam berbagai penyakit degeneratif yang berkaitan dengan penuaan, termasuk penyakit kardiovaskuler.

86  

Penelitian oleh Colao et al. (2008), Ahn et al. (2006) dan Pfeifer et al. (1999) menemukan terjadinya perbaikan pada aterosklerosis baik secara morfologis dan fungsional setelah pemberian GH jangka panjang. Namun, fakta bahwa kadar GH yang berlebihan dalam jangka waktu lama berhubungan dengan kejadian aterosklerosis (Ronchi et al., 2006; Oliviera et al., 2007; Titterington et al., 2009) menunjukkan perlu kajian lebih dalam terhadap pengaruh GH terhadap aterosklerosis. Hal tersebut dikaitkan dengan efek fisiologis kronik GH yang bekerja secara antagonis terhadap insulin dan menganggu sinyal insulin yang memicu terjadinya resistensi insulin. Insiden sindroma metabolik termasuk resistensi insulin diketahui meningkat pada penderita GHD yang mendapat GH jangka panjang (van der Klaauw et al., 2007). Paparan kronis GH berhubungan dengan penurunan jumlah reseptor insulin, peningkatan Suppressor of Cytokine Signaling-1 (SOCS-1) dan -6 yang menghambat reseptor insulin, serta persilangan komunikasi post reseptor antara Insulin Receptor Substrate (IRS) dan PI3-kinase (Dominici dan Turyn, 2002). Selain itu adanya deposisi trigliserida pada jaringan otot dan peningkatan asam lemak bebas akibat lipolisis menganggu sinyal insulin antara IRS-PI3 kinase yang penting untuk translokasi Glucose Transporter 4 (GLUT 4) ke membran sel (Møller dan Jørgensen, 2009). Selain perbaikan yang ditunjukkan pada profil lipid dan stres oksidatif, pengaruh GH terhadap LPL juga dapat menentukan peran GH dalam perkembangan aterosklerosis. Aktivitas LPL yang meningkat pada dinding

87  

vaskular dan makrofag merupakan faktor risiko primer terjadinya aterosklerosis yang tak tergantung pada rasio kolesterol/HDL (Hasham dan Pillarisetti, 2006). Peningkatan aktivitas LPL pada endotel maupun makrofag dapat meningkatkan deposisi lipid pada dinding vaskuler (Esenabhalu et al., 2002). Ada bukti bahwa GH mampu meningkatkan aktivitas LPL pada beberapa jaringan tetapi pengaruh GH terhadap kadar LPL endotel dan makrofag belum diketahui. Adanya efek perbaikan keadaan dislipidemia dan stres oksidatif pada tikus jantan yang menua mendukung manfaat GH sebagai terapi anti penuaan. Oleh karena itu, penelitian ini menunjukkan GH berpotensi untuk mencegah penyakit pada penuaan yang berhubungan dengan dislipidemia dan stres oksidatif. Walaupun demikian, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk membuktikan efektivitas sesungguhnya dalam menghambat timbulnya penyakit tersebut.    

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan 1. Growth hormone dapat menurunkan kadar kolesterol total plasma tikus jantan dislipidemia 2. Growth hormone dapat menurunkan kadar LDL plasma tikus jantan dislipidemia 3. Growth hormone dapat menurunkan kadar trigliserida plasma tikus jantan dislipidemia 4. Growth hormone dosis sedang dan tinggi dapat meningkatkan kadar HDL plasma tikus jantan dislipidemia 5. Growth hormone dapat menurunkan kadar MDA plasma tikus jantan dislipidemia.

7.2. Saran 1. Perlu

dilakukan

penelitian

mengenai

efektivitas

penggunaan

GH

dibandingkan intervensi diet atau kombinasi keduanya terhadap profil lipid pada keadaan dislipidemia yang berhubungan dengan defisiensi GH. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme GH memperbaiki kadar profil lipid, khususnya pada pengaruh GH terhadap LPL vaskuler dan makrofag 88  

89  

3. Perlu penelitian lebih lanjut pada manusia mengenai efek GH terhadap profil lipid karena ada beberapa perbedaan mengenai ekspresi LPL pada tikus dan manusia 4. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh GH terhadap stres oksidatif pada keadaan tanpa dislipidemia 5. Perlu dilakukan penelitian mengenai mekanisme GH dalam mempengaruhi stres oksidatif 6. Perlu penelitian dalam jangka panjang untuk mengetahui efek GH terhadap profil lipid dan stres oksidatif

   

DAFTAR PUSTAKA

Abs, R., Feldt-Rasmussen, U., Mattsson, A.F., Monson, J.P., Bengtsson, B., Goth, M., Wilton, P., dan Koltowska-Häggstroäm, M. 2006. Determinants of cardiovascular risk in 2589 hypopituitary GH-deficient adults – a KIMS database analysis. Eur J Endocrinol. 155: 79–90. Agrawal, N., Singh, S., Singh, N., Kalra, S., dan Srivastava, G. 2010. Oxidative stress and diabetes. The Internet Journal of Geriatrics and Gerontology. 6(1). Ahn, C.W., Kim, C.S., Nam, J.H., Kim, H.J., Nam, J.S., Park, J.S., Kang, E.S., Cha, B.S., Lim, K.S., Kim, K.R., Lee, H.C., Huh, K.B. 2006. Effects of growth hormone on insulin resistance and atherosclerotic risk factors in obese type 2 diabetic patients with poor glycaemic control. Clin Endocrinol. 64(4):444-9. Anversa, P. 2005. Aging and Longevity: The IGF-1 Enigma. Circ. Res. 97:411-414. Bellezza, I., Mierla, A.L., dan Minelli, A. 2010. Nrf2 and NF-κB and Their Concerted Modulation in Cancer Pathogenesis and Progression. Cancers. 2:483-497. Bokov, A.F., Lindsey, M.L., Khodr, C., Sabia, M.R., dan Richardson, A. 2008. Longlived Ames Dwarf Mice Are Resistant to Chemical Stressor. The Journals of Gerontology. 64A(8):819-827. Brown-Borg, H.M., Rakoczy, S.G., dan Uthus, E.O. 2005. Growth hormone alters methionine and glutathione metabolism in Ames dwarf mice. Mech Ageing Dev. 126(3): 389-398. Brown-Borg, H.M., Johnson, W.T., Rakoczy, S., dan Romanick, M. 2006. Mitochondrial Oxidant Generation and Oxidative Damage in Ames Dwarf and Growth Hormone Transgenic Mice. AGE. 24(3):85-96. Carr, M.C., Brunzell, J.D., dan Deeb, S.S. 2004. Ethnic differences in hepatic lipase and HDL in Japanese,black, and white Americans: role of central obesity and LIPC polymorphisms. J. Lipid Res. 45:466–473. Colao, A., Di Somma, C., Spiezia, S., Savastano, S., Rota, F., Savanelli, M.C., dan Lombard, G. 2008. Growth Hormone Treatment on Atherosclerosis: Results of a 5-Year Open, Prospective, Controlled Study in Male Patients with Severe Growth Hormone Deficiency. J Clin Endocrinol Metab. 93(9):3416–3424.

89  

90  

Colao, A., Di Somma, C., Savanelli, M.C., De Leo, M., Lombardi, G. 2006. Beginning to End: Cardiovascular Implications of Growth Hormone (GH) Deficiency and GH Therapy. Growth Horm IGF Res. 16(A):S41-8. Colao, A., Di Somma, C., Rota, F., Pivonello, R., Savanelli, M. C., Spiezia, S., dan Lombardi, G. 2005. Short-Term Effects of Growth Hormone (GH) Treatment or Deprivation on Cardiovascular Risk Parameters and Intima-Media Thickness at Carotid Arteries in Patients with Severe. J Clin Endocrinol Metab. 90: 2056– 2062. Csiszar, A. Labinskyy, N., Perez, V., Recchia, F.A., Podlutsky, A., Mukhopadhyay, P., Losonczy, G., Pacher, P., Austad, S.N., Bartke, A., dan Ungvari, Z. 2008. Endothelial function and vascular oxidative stress in long-lived GH/IGFdeficient Ames dwarf mice. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 295: H1882– H1894. Csont, T., Bereczki, E., Bencsik, P., Fodor, G., Görbe, A., Zvara, A., Csonka, C., Puskás, L.G., Sántha, M., dan Ferdinandy, P. 2007. Hypercholesterolemia increases myocardial oxidative and nitrosative stress thereby leading to cardiac dysfunction in apoB-100 transgenic mice. Cardiovasc Res. 76:100–109. Dachriyanus, Katrin, D.O., Oktarina, R., Ernas, O., Suhatri, Mukhtar, M.H. 2007. Uji Efek A-Mangostin terhadap Kadar Kolesterol Total, Trigliserida, Kolesterol HDL, dan Kolesterol LDL Darah Mencit Putih Jantan serta Penentuan Letal Dose 50 (LD50). J Sains Tek Far. 12 (2): 64-72. Djuanda, E. 2007. Anti Aging:Rahasia Awet Muda. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dominici, F.P. dan Turyn, D. 2002. Growth Hormone-Induced Alterations in the Insulin-Signaling System. Exp Biol Med. 227(3):149–157. Droge, W. 2002. Free Radicals in the Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev. 82:47-95. Dullaart, R.P.F., van den Berg, G., van der Knaap, A., Dijck-Brouwer, J., DallingaThie, G.M., Zellissen, P.M., Sluiter, W.J., dan van Beek, A.P. 2010. HDL cholesterol response to GH replacement is associated with common cholesteryl ester transfer protein gene variation (K629COA) and modified by glucocorticoid treatment. Eur J Endocrinol. 162:227–234.

91  

Eledrisi, M.S. 2008. Growth Hormone Deficiency. [cited: 12 Januari 2011]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/120767-overview. Erusalimsky, J.D. dan Kurz, D.J. 2006. Endothelial Cell Senescence. In: Moncada, S. dan Higgs, A., editors. The Vascular Endothelium II. New York: Springer. p. 214 – 238. Esenabhalu, V.E., Cerimagic, M., Malli, R., Osibow, K., Levak-Frank, S., Frieden, M., Sattler, W., Kostner, G.M., Zechner, R., dan Graier, W.F. 2002. Tissuespecific expression of human lipoprotein lipase in the vascular system affects vascular reactivity in transgenic mice. British Journal of Pharmacology. 135:143-154 Evans, L.M., Davies, J.S., Anderson, R.A., Ellis, G.R., Jackson, S.K., Lewis, M.J., Frenneaux, M.P., Rees, A., dan Scanlon, M.F. 2000. The effect of GH replacement therapy on endothelial function and oxidative stress in adult growth hormone deficiency. Eur. J. Endocrinol. 142: 254 – 262. Evans, M.D. dan Cooke, M.S. 2006. Lipid- and Protein-Mediated Oxidative Damage to DNA. In: Singh, K.S., editor. Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura: Mainland Press. p. 201-220. Fanciulli, G., Delitala, A., dan Delitala, G. 2009. Growth hormone, Menopause and Ageing: No Definite Evidence for ‘Rejuvenation’ with Growth Hormone. Hum Reprod. 15(3):341–358. Frick, F., Bohlooly-Y, M., Lindén, D., Olsson, B., Törnell, J., Edén, S. dan Oscarsson, J. 2001. Long-term growth hormone excess induces marked alterations in lipoprotein metabolism in mice. Am J Physiol Endocrinol Metab. 281:1230-1239. Frick, F., Lindén, D., Améen, C., Edén, S., Mode, A. dan Oscarsson, J. 2002. Interaction between growth hormone and insulin in the regulation of lipoprotein metabolism in the rat. Am J Physiol Endocrinol Metab. 283:10231031. Gardner, D.G. dan Shoback, D. 2007. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology. 8th ed. San Fransisco: The Mc Graw-Hill Company. Goldberg, I.J., Eckel, R.H., dan Abumrad, N.A. 2009. Regulation of fatty acid uptake into tissues: lipoprotein lipase- and CD36-mediated pathways. J Lipid Res. 50:S86–S90.

92  

Goldmann, R. dan Klatz, R. 2003. Anti Aging Revolution. 3rd ed. California: Basic Health Publisher Inc. Goldsmith, T. C. 2008. Aging Theories and Their Implication for Medicine. [cited: 2010 Jul 22]. Available from: [email protected] http://www.azinet.com/aging/. Griendling, K.K. dan FitzGerald, G.A. 2003. Oxidative Stress and Cardiovascular Injury: Part II: Animal and Human Studies. Circulation. 108:2034-2040. Haemmerle, G., Zimmermann, R., Strauss, J.G., Kratky, D., Rieder, M., Knipping, G., dan Zechner, R. 2002. Hormone-sensitive Lipase Deficiency in Mice Changes the Plasma Lipid Profile by Affecting the Tissue-specific Expression Pattern of Lipoprotein Lipase in Adipose Tissue and Muscle. J Biol. Chem. 277(15):12946–12952. Hardini, D., Yuwanta, T., Supadmo, dan Zuprizal. 2007. Pengaruh Telur Beromega-3 dan 6 Hasil Olahan terhadap Profil Lipid Darah Tikus Rattus norvegicus L. Normal dan Hiperkolesterolemia. Media Peternakan. 30(1): 26-34. Hanson, A. 2010. How Old is Rat in Human Years? [cited: 12 Juli 2010]. Available from: http://www.ratbehavior.org/RatYears.htm. Hasanah, S.N.R., 2008. Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora L) Sebagai Agen Pengkhelat Logam Fe Dan Penangkap Malonaldehid (MDA). [cited: 12 Januari 2011]. Available from: http://etd.eprints.ums.ac.id/1002/1/K100040028.pdf. Hasham, S. N. dan Pillarisetti, S. 2006. Vascular lipases, inflammation and atherosclerosis. Clinica Chimica Acta. 372(1-2):179-183. Hua, C. dan Harrison, D.G. 2000. Endothelial Dysfunction in Cardiovascular Diseases: The Role of Oxidant Stress. Circ. Res.87:840-844. Jenkins, P.J., Mukherjee, A., dan Shalet, S.M. 2006. Does growth hormone cause cancer? Clin Endocrinol (Oxf).64(2):115-21. Jørgensen, J.O., Møller, N., dan Christiansen, J.S. 2010. Normal Physiology of Growth Hormone in Adults. [cited: 11 Januari 2011]. Available from: http://www.endotext.org/neuroendo/neuroendo5c/neuroendoframe5c.htm.

93  

Jung, K.A. dan Kwak, M.K. 2010. The Nrf2 System as The Potential Target for the Development of Indirect Antioxidants. Molecules. 15: 7266-7291. Kireev, R.A., Tresguerres, A.C.F., Castillo, C., Salazar, V., Ariznavarreta, C., Vara, E., dan Tresguerres, J.A.F. 2006. Effect of Exogenous Administration of melatonin and Growth Hormone on Prooxidant Functions of The Liver in Aging Male Rats. J Pineal Res. 42(1): 64 – 70. Kireev, R.A., Tresguerres, J.A.F., Vara, E., dan Ariznavaretta, C. 2007. Effects of Chronic Treatments with GH, Melatonin, Estrogens, and Phytoestrogens on Oxidative Stress Parameter in Liver from Aged Female Rats. Biogerontology. 8(15): 469 – 482. Krag, M.B., Gormsen, L.C., Zeng K.G., Christiansen, J.S., Jensen, M.D., Nielsen, S., dan Jørgensen, J.O.L. 2007. Growth hormone-induced insulin resistance is associated with increased intramyocellular triglyceride content but unaltered VLDL-triglyceride kinetics. Am J Physiol Endocrinol Metab. 292:E920–E927. Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. p. 42 – 43 Kubota, C., Torii, S., Hou, N., Saito, N., Yoshimoto, Y., Imai, H., dan Takeuchi, T. 2009. Constitutive Reactive Oxygen Species Generation from Autophagosome/Lysosome in Neuronal Oxidative Toxicity. Journal of Biological Chemistry. 285: 667-674. Lankin, V.Z., Lisina, M.O., Arzamastseva, N.E., Konovalova, G.G., Nedosugova, L.V., Kaminnyi, A.I. 2005. Oxidative Stress in Atherosclerosis and Diabetes. Exp Biol Med. 140(1):41-43. Legatt, R.A., Brauner, C.J., Iwama, G.K., dan Devlin, R.H. 2007. The glutathione antioxidant system is enhanced in growth hormone transgenic coho salmon (Oncorhynchus kisutch). J Comp Physiol B. 177:413–422. Lei W., Gong M., Nishida, H., Shirakawa, C., Sato, S. dan Konishi, T. 2007. Psychological Stress-Induced Oxidative Stress as a Model of Sub-Healthy Condition and the Effect of TCM. Evid Based Complement Alternat Med. 4(2): 195–202. Lewis, K.T., Mele, J., Hayes, J.D., dan Buffenstein, R. 2010. Nrf2, a Guardian of Healthspan and Gatekeeper of Species Longevity. Integrative and Comparative Biology. 50(5): 829-843.

94  

Lind, S., Rudling, M., Ericsson, S., Olivecrona, H., Eriksson, M., Borgström, B., Eggertsen, G., Berglund, L., dan Angelin, B. 2004. Growth Hormone Induces Low-Density Lipoprotein Clearance but not Bile Acid Synthesis in Humans. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 24:349-356. Lopez-Olivia, E., Nus, M., dan Sanchez-Muniz, F.J. 2009. Growth Hormone Improves Lipoprotein Concentration and Aryesterase Activity in Mice with an Atherogenic Lipid Profile Induced by Lactalbumin. B J Nutr. 101:518-526. Maison, P., Griffin, S., Nicoue-Beglah, M., Haddad, N., Balkau, B., dan Chanson, P. 2004. Impact Of Growth Hormone (GH) Treatment On Cardiovascular Risk Factors In Gh-Deficient Adults:A Metaanalysis Of Blinded, Randomized, Placebo-Controlled Trials. J Clin Endocrinol Metab. 89: 2192–2199. Monson, J.P., Abs, R., Bengtsson, B.A., Bennmarker, H., Feldt-Rasmussen, U., Hernberg-Stâhl, E., Thorén, M., Westberg, B., Wilton, P., dan Wüster, C. 2000. Growth hormone deficiency and replacement in elderly hypopituitary adults. KIMS Study Group and the KIMS International Board. Pharmacia and Upjohn International Metabolic Database. Clin Endocrinol (Oxf). 53(3):281-9. Møller, N. dan Jørgensen, J.O.L. 2009. Effects of Growth Hormone on Glucose, Lipid, and Protein Metabolism in Human Subjects. Endocr Rev. 30(2):152–177. Muller, F.L. dan van Remmen, H. 2006. Does Oxidative Stress Determines Life Span. In: Singh, K.K., editor, Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura: Mainland Press. p. 477-488 Nanda, N., Bobby, Z., dan Hamide, A. 2008. Oxidative stress and protein glycation in primary hypothyroidism. Male/female difference. Clin Exp Med. 8(2):101108. Nichols, J.L. 2003. The Laboratory Rat. Florida Atlantic University. [cited: 7 Januari 2010]. Available from: http://www.fau.edu/research/ovs/VetData/rat.php. Ogilvy-Stuart, A.L. dan Gleeson, H. 2004. Cancer risk following growth hormone use in childhood: implications for current practice. Drug Saf. 27(6):369-82. Oliveira, J.L.M., Aguiar-Oliveira, M.H., D’Oliveira, Jr., A., Pereira, R.M.C., Oliveira, C.R.P., Farias, C.T., Barreto-Filho, J.A., Anjos-Andrade, F.D., Marques-Santos, C., Nascimento-Junior, A.C., Alves, E.O., Oliviera, F.T., Campos, V.C., Ximenes, R., Blackford, A., Parmigiani, G., dan Salvaatori, R.

95  

2007. Congenital Growth Hormone (GH) Deficiency and Atherosclerosis: Effects of GH Replacement in GH-Naive Adults. J Clin Endocrinol Metab. 92: 4664–4670. Olsson, B., Bohlooly-Y, M., Brusehed, O., Isaksson, O.G.P., Ahren, B., Olofsson, S.E., Oscarsson, J., dan Törnell, J.T. 2003. Bovine growth hormone-transgenic mice have major alterations in hepatic expression of metabolic genes. Am J Physiol Endocrinol Metab. 285: E504-E511. Onody A., Csonka C., Giricz Z., Ferdinandy P. 2003. Hyperlipidemia induced by a cholesterol-rich diet leads to enhanced peroxynitrite formation in rat hearts. Cardiovasc Res. 58:663–70. Oscarsson, J., Ottosson, M., dan Edén, S. Effects of growth hormone on lipoprotein lipase and hepatic lipase. J Endocrinol Invest. 1999. 22(5):2-9. Palm, F., Nangaku, M., Fasching, A., Tanaka, T., Nordquist, L., Hansell, P., Kawakami, T., Nishijima, F., dan Fujita, T. 2010. Uremia induces abnormal oxygen consumption in tubules and aggravates chronic hypoxia of the kidney via oxidative stress. AJP - Renal Physiol. 299(2): F380-F386. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta: Kompas. Parini, P., Angelin, B. dan Rudling, M. 1999. Cholesterol and Lipoprotein Metabolism in Aging: Reversal of Hypercholesterolemia by Growth Hormone Treatment in Old Rats. Arterioscler Thromb Vasc Biol.19;832-839. Petrie, A. dan Sabin, C. 2003. Medical Statistic at a Glance. Massachusetts: Blackwell Science Inc. p. 26 – 27. Pfeifer, M., Verhovec, R., Zizek, B., Prezelj, J., Poredos, P., Clayton, R.N. 1999. Growth Hormone (GH) Treatment Reverses Early Atherosclerotic Changes in GH-Deficient Adults. J Clin Endocrinol Metab. 84: 453–457 Pocock, S. 2008. Clinical Trials: A Practical Approach. Chichester: John Wiley & Sons. p. 128 – 129. Renehan, A.G. dan Brennan, B.M. 2008. Acromegaly, growth hormone and cancer risk. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 22(4):639-57. Ronchi, C.L., Varca, V., Beck-Peccoz, P., Orsi, E., Donadio, F., Baccarelli, A., Giavali, C., Ferrante, E., Lanja, A., Spada, A., dan Arosio, M. 2006.

96  

Comparison between Six-Year Therapy with Long-Acting Somatostatin Analogs and Successful Surgery in Acromegaly: Effects on Cardiovascular Risk Factors. J. Clin. Endocrinol. Metab. 91: 121 – 128 Rudling, M. dan Angelin, B. 2001. Growth hormone reduces plasma cholesterol in LDL receptor-deficient mice. FASEB J. 15:1350–1356. Rui-Li Y., Yong-Hui S., Gang H., Wu L., dan Guo-Wei L. 2008. Increasing Oxidative Stress with Progressive Hyperlipidemiain Human: Relation between Malondialdehyde and Atherogenic Index. J. Clin. Biochem. Nutr. 43: 154–158. Sanz, A., Bartke, A., dan Barja, G. 2006. Long-Lived Ames Dwarf Mice:Oxidative Damage to Mitochondrial in Heart and Brain. AGE. 25(3):119-122. Seiva, F.R.F. Ebaid, G.M., Castro, A.V., Okoshi, K., Nascimento, A., Rocha, K.K., Padovani, C.R., Cicogna, A.C., Novelli, E.L. 2008. Growth Hormone and Heart Failure: Oxidative Stress and Energetic Metabolism in Rats. Growth Horm IGF Res. 18(4): 275 – 283. Silva, C., Zhang, K., Tsutsui, S., Holden, J.K., Gill, M.J., dan Power, C. 2003. Growth hormone prevents human immunodeficiency virus-induced neuronal p53 expression. Ann Neurol. 54(5):605-14. Sin-Yeon, K., Velando, A., Sorci, G., dan Alvarex, C.A. 2009. Genetic Correlation Between Resistance to Oxidative Stress and Reproductive Life Span in A Bird Species. Evolution. 64(3): 852–857. Singh, K.K. 2006. Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura: Mainland Press. Singh, U. dan Jialal, I. 2006. Oxidative stress and atherosclerosis. J. Patophys. 13:129–142. Starkov, A.S. dan Wallace, K.B. 2006. Ying and Yang of Mitochondrial ROS. In: Singh, K.K., editor. Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura: Mainland Press, p. 1-43. Sukhanov, S., Higashi, Y., Shaw-Yung S., Vaughn, C., Mohler, J., Yangxin L., YoaHua, S., Titterington, J., dan Delafontaine, P. 2007. IGF-1 Reduces Inflammatory Responses, Suppresses Oxidative Stress, and Decreases Atherosclerosis Progression in ApoE-Deficient Mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 27:2684-2690.

97  

Tien, M.H.N., Kenney, J.K., dan Munger, M.A. 2000. Growth Hormone: A Promising Treatment for the Failing Heart? Pharmacotherapy Publications. [cited: 2010 April 13]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/409613. Tilak, J.C. dan Devasagayam, D.P.A. 2006. Oxidative Damage to Mitochondria. In: Singh, K.K., editor. Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura: Mainland Press, p. 85-150. Titterington, J.S., Sukhanov, S., Higashi, Y., Vaughn, C., Bowers, C. dan Delafontaine, P. 2009. Growth Hormone-Releasing Peptide-2 Suppresses Vascular Oxidative Stress in ApoE–/–Mice But Does Not Reduce Atherosclerosis. Endocrinology. 150(12):5478-5487. Uthus, E.O. dan Brown-Borg, H.M. 2006. Methionine flux to transsulfuration in the long living Ames dwarf mouse. Mech Ageing Dev. 127(5):444-450. Van der Klaauw, A., Biermasz, N.R., Feskens, E.J.M., Bos, M.B., Smit, J.W.A., Roelfsema, F., Corssmit, E.P.M., Pijl, H., Romijn, J.A., dan Pereira, A.M. 2007. Clinical Study The prevalence of the metabolic syndrome is increased in patients with GH deficiency, irrespective of long-term substitution with recombinant human GH. Eur J Endocrinol. 156:455–462. Vance, M.L. 2008. Can Growth Hormone Prevent Aging? N Eng J Med. 348:9. Verhelst J. dan Abs, R. 2009. Cardiovascular risk factors in hypopituitary GHdeficient adults. Eur J Endocrinol. 161:S41–S49. Wahyuni, S. Unpublished. Asupan Minyak Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps Fish Oil) Sebagai Antiinflamasi Melalui Penurunan TNF-α, IL-6, dan Anti Dislipidemia Melalui Peningkatan HDL dan Penurunan LDL Pada Tikus Wistar Jantan. Walker, R.F. dan Reagen, A.M. 2009. Growth Hormone Replacement Therapy in Aging. [cited: 12 Januari 2011]. Available from: http://www.antiagingsystems.com/ARTICLE-540/hgh-review.htm. Wang, H. dan Eckel, R.H. 2009. Lipoprotein lipase: from gene to obesity. Am J Physiol Endocrinol Metab. 297: E271–E288. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. p. 49-60. Wuryastuti H. 2000. Stres oksidatif dan implikasinya terhadap kesehatan. Yogyakarta: (Pidato) Pengukuhan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM. 39.

 

Lampiran 1. Ethical Clearance

98  

99  

Lampiran 2. Keterangan Ethical Clearance: Perlakuan Pada Hewan Coba 1. Penempatan tikus dalam kandang - Kandang yang digunakan ukuran 50 x 40 x 15 cm. - Bagian lantai kandang diisi sekam dengan tujuan untuk menyerap kotoran tikus. - Pada bagian samping kandang disediakan satu tempat makanan dan satu botol air minum untuk persediaan makan dan minum setiap hari. - Dalam satu kandang ukuran 50 x 40 x 15 cm ditempatkan 5 ekor tikus dengan harapan memiliki cukup ruang gerak sehingga tidak mengalami stres. - Kandang ditempatkan di dalam ruangan yang memiliki ventilasi yang baik, sumber cahaya yang memadai dan terlindung dari gangguan hewan lain. 2. Pemberian perlakuan - Tikus diberikan diet tinggi kolesterol dengan komposisi kolesterol 1%, kuning telur 5%, lemak babi 10%, minyak goreng 1% dan makanan standar sampai dengan 100% dan propiltiourasil. - Makanan diberikan secara ad libitum (tanpa batasan) selama penelitian berlangsung (6 minggu). - Selama pemberian diet tinggi kolesterol tikus dipantau berat badannya setiap minggu. - Diet dikembalikan ke diet standar setelah penelitian selesai. 3. Pemberian growth hormone - Growth hormone diberikan dalam tiga variasi dosis, yaitu dosis rendah 0,02 IU/hr, dosis sedang 0,04IU/hr, dan dosis tinggi 0,08 IU/hr. Pada kelompok Kontrol diberikan injeksi aquadest. - Growth hormone dan aquadest diberikan secara injeksi, dengan volume 0,1 mL secara subkutan, pada daerah punggung. Injeksi diberikan satu kali sehari pada pukul 08.00 WITA selama 2 minggu. - Injeksi dilakukan oleh tenaga terlatih dan jarum yang digunakan selalu baru untuk meminimalisir nyeri.

 

100  

- Jeda waktu pemberian antar tikus yaitu setiap 5 menit agar tidak mempengaruhi kondisi psikologis tikus lainnya. - Injeksi dengan volume 0,1 mL sesuai dengan kapasitas injeksi subkutan pada tikus agar tikus tidak kesakitan atau sampai mati. 4. Proses pengambilan darah - Darah tikus diambil sebanyak 1 mL sebanyak tiga kali yaitu pada pada hari ke7, hari ke-29, dan hari ke-44 di akhir penelitian. - Pengambilan darah dilakukan pada medial canthus sinus orbitalis karena terdapat pembuluh darah yang besar sehingga lebih mudah diambil serta waktu pemulihan lebih cepat. - Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga yang terlatih sehingga tikus tidak mengalami trauma berat akibat tusukan pipet kapiler pada medial canthus sinus orbitalis. - Pengambilan darah dilakukan pada waktu pagi hari. 5. Pemberian makanan dan minuman - Makanan dan minuman yang diberikan merupakan diet tinggi kolesterol untuk tikus yang sudah melebihi kebutuhan tikus berdasarkan umur dan berat badannya. - Selain itu juga diberikan tambahan berupa zat besi, asam folat dan vitamin B12 untuk membantu pembentukan sel darah sehingga tikus tidak mengalami gangguan hemodinamik akibat pengambilan darah. 6. Pemeliharaan kesehatan tikus - Kesehatan tikus dipantau dengan cara mengamati keaktifan perilaku tikus setiap hari. - Apabila tikus mengalami sakit maka dipisahkan dalam kandang berbeda kemudian dilakukan pengobatan. Setelah tikus dinyatakan membaik, maka kembali digabungkan ke dalam kandang semula. - Setelah penelitian selesai, maka tikus dibiarkan hidup.

 

101  

- Untuk mengembalikan keadaan dislipidemia dan stres oksidatif akibat pemberian diet tinggi kolesterol, maka pemberian diet tinggi kolesterol dihentikan dan diganti dengan diet standar. Setelah itu apabila memungkinkan tikus tersebut dapat digunakan kembali untuk penelitian yang lain.

 

Lampiran 3. Analisis Data Descriptives

N kolesterol total pre test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total LDL pre test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total TG pre test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total HDL pre test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total MDA pre test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total

5 5 5 5 20 5 5 5 5 20 5 5 5 5 20 5 5 5 5 20 5 5 5 5 20

Mean Std. Deviation Std. Error 212,9080 2,48372 1,11075 211,9520 3,94364 1,76365 209,8800 2,43312 1,08812 216,5760 5,50227 2,46069 212,8290 4,28722 ,95865 130,8160 2,79251 1,24885 127,5180 4,65346 2,08109 125,3280 2,78318 1,24467 133,1680 4,59961 2,05701 129,2075 4,66967 1,04417 136,4460 2,05630 ,91961 134,5160 4,20978 1,88267 135,1120 2,26145 1,01135 139,1100 3,82799 1,71193 136,2960 3,47495 ,77702 54,8060 2,81303 1,25802 57,5300 1,98223 ,88648 57,5320 1,92434 ,86059 55,5860 2,08157 ,93091 56,3635 2,38742 ,53384 10,5760 ,26397 ,11805 10,7760 ,39157 ,17512 10,6240 ,25706 ,11496 10,8480 ,40764 ,18230 10,7060 ,32963 ,07371

102  

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum 209,8241 215,9919 208,8 207,0553 216,8487 205,6 206,8589 212,9011 206,4 209,7440 223,4080 210,4 210,8225 214,8355 205,6 127,3486 134,2834 128,3 121,7400 133,2960 121,3 121,8722 128,7838 121,0 127,4568 138,8792 128,0 127,0220 131,3930 121,0 133,8928 138,9992 134,1 129,2889 139,7431 130,4 132,3040 137,9200 131,9 134,3569 143,8631 132,6 134,6697 137,9223 130,4 51,3132 58,2988 51,95 55,0687 59,9913 55,19 55,1426 59,9214 54,55 53,0014 58,1706 53,90 55,2462 57,4808 51,95 10,2482 10,9038 10,2 10,2898 11,2622 10,3 10,3048 10,9432 10,2 10,3418 11,3542 10,4 10,5517 10,8603 10,2

Maximum 215,1 215,9 212,8 222,3 222,3 134,0 134,1 127,9 137,9 137,9 139,3 141,5 137,8 142,2 142,2 57,79 59,74 59,74 59,09 59,74 10,8 11,2 10,9 11,3 11,3

103  

Descriptives

N Kolesterol total pos test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total LDL post test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total TG post test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total HDL post test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total MDA post test aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU Total

5 5 5 5 20 5 5 5 5 20 5 5 5 5 20 5 5 5 5 20 5 5 5 5 20

Mean 231,9920 158,5680 131,7920 107,7300 157,5205 157,7860 75,6120 44,4880 12,4100 72,5740 151,8220 118,6680 103,4060 90,2220 116,0295 42,7540 59,2200 66,6220 77,2700 61,4665 12,4660 7,5100 6,1140 5,0360 7,7815

95% Confidence Interval for Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 5,01595 2,24320 225,7639 238,2201 2,18267 ,97612 155,8579 161,2781 2,90492 1,29912 128,1851 135,3989 2,28125 1,02021 104,8975 110,5625 47,91166 10,71337 135,0972 179,9438 6,31146 2,82257 149,9493 165,6227 2,00738 ,89773 73,1195 78,1045 2,17112 ,97096 41,7922 47,1838 2,06241 ,92234 9,8492 14,9708 55,53830 12,41874 46,5813 98,5667 2,14633 ,95987 149,1570 154,4870 1,76673 ,79010 116,4743 120,8617 2,00252 ,89555 100,9195 105,8925 1,91544 ,85661 87,8437 92,6003 23,65192 5,28873 104,9601 127,0989 1,53001 ,68424 40,8542 44,6538 1,25030 ,55915 57,6675 60,7725 1,56271 ,69887 64,6816 68,5624 1,02774 ,45962 75,9939 78,5461 12,95190 2,89613 55,4048 67,5282 ,25842 ,11557 12,1451 12,7869 ,17493 ,07823 7,2928 7,7272 ,21881 ,09786 5,8423 6,3857 ,18663 ,08346 4,8043 5,2677 2,92362 ,65374 6,4132 9,1498

Minimum 224,7 155,4 128,3 105,2 105,2 149,7 73,68 41,61 10,13 10,13 148,9 116,3 100,7 88,15 88,15 40,91 57,79 64,94 75,97 40,91 12,1 7,27 5,91 4,79 4,79

Maximum 238,3 161,0 135,5 110,8 238,3 166,4 79,02 47,19 15,76 166,4 154,8 120,7 105,9 92,59 154,8 44,81 61,04 68,83 78,57 78,57 12,8 7,69 6,45 5,26 12,8

104  

Tests of Normality a

kolesterol total pre test

LDL pre test

TG pre test

HDL pre test

MDA pre test

Kolesterol total pos test

LDL post test

TG post test

HDL post test

MDA post test

perlakuan aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU

Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,275 5 ,200* ,300 5 ,161 ,178 5 ,200* ,238 5 ,200* ,289 5 ,200* ,198 5 ,200* ,250 5 ,200* ,239 5 ,200* ,267 5 ,200* ,272 5 ,200* ,179 5 ,200* ,316 5 ,116 ,256 5 ,200* ,203 5 ,200* ,219 5 ,200* ,291 5 ,194 ,210 5 ,200* ,210 5 ,200* ,247 5 ,200* ,192 5 ,200* ,166 5 ,200* ,167 5 ,200* ,162 5 ,200* ,178 5 ,200* ,150 5 ,200* ,368 5 ,026 ,139 5 ,200* ,308 5 ,137 ,185 5 ,200* ,175 5 ,200* ,158 5 ,200* ,221 5 ,200* ,159 5 ,200* ,141 5 ,200* ,199 5 ,200* ,136 5 ,200* ,217 5 ,200* ,234 5 ,200* ,249 5 ,200* ,193 5 ,200*

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

Statistic ,867 ,895 ,981 ,868 ,797 ,976 ,908 ,861 ,939 ,885 ,981 ,821 ,833 ,923 ,956 ,816 ,913 ,913 ,949 ,935 ,987 ,964 ,971 ,963 ,995 ,814 ,991 ,893 ,984 ,974 ,990 ,915 ,983 ,979 ,956 ,987 ,976 ,928 ,907 ,971

Shapiro-Wilk df 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Sig. ,253 ,384 ,940 ,257 ,077 ,910 ,457 ,232 ,659 ,332 ,939 ,119 ,146 ,549 ,781 ,109 ,485 ,487 ,731 ,630 ,968 ,834 ,884 ,826 ,994 ,104 ,982 ,375 ,955 ,899 ,980 ,501 ,950 ,928 ,781 ,967 ,910 ,585 ,451 ,885

105  

Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 2,494

3

16

Sig. ,097

LDL pre test

,997

3

16

,419

TG pre test

,506

3

16

,683

HDL pre test

,970

3

16

,431

MDA pre test

1,144

3

16

,361

Kolesterol total pos test

1,203

3

16

,341

LDL post test

3,232

3

16

,050

TG post test

,050

3

16

,985

HDL post test

,480

3

16

,701

MDA post test

,110

3

16

,953

kolesterol total pre test

df1

df2

106  

ANOVA

kolesterol total pre test

LDL pre test

TG pre test

HDL pre test

MDA pre test

Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares 117,560 231,664 349,224 180,889 233,421 414,310 62,557 166,873 229,430 28,782 79,514 108,296 ,243 1,821 2,064

df 3 16 19 3 16 19 3 16 19 3 16 19 3 16 19

Mean Square 39,187 14,479

F 2,706

Sig. ,080

60,296 14,589

4,133

,024

20,852 10,430

1,999

,155

9,594 4,970

1,931

,165

,081 ,114

,713

,558

Mean Square 14480,252 10,892

F 1329,485

Sig. ,000

19464,741 13,208

1473,725

,000

3522,408 3,852

914,493

,000

1052,557 1,851

568,758

,000

53,894 ,045

1197,053

,000

ANOVA

Kolesterol total pos test

LDL post test

TG post test

HDL post test

MDA post test

Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares 43440,756 174,266 43615,022 58394,223 211,326 58605,549 10567,223 61,628 10628,851 3157,671 29,610 3187,281 161,683 ,720 162,403

df 3 16 19 3 16 19 3 16 19 3 16 19 3 16 19

107  

Post Hoc Test Multiple Comparisons LSD

Dependent Variable Kolesterol total pos test

(I) perlakuan aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

LDL post test

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

TG post test

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

(J) perlakuan GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Mean Difference (I-J) 73,42400* 100,20000* 124,26200* -73,42400* 26,77600* 50,83800* -100,20000* -26,77600* 24,06200* -124,26200* -50,83800* -24,06200* 82,17400* 113,29800* 145,37600* -82,17400* 31,12400* 63,20200* -113,29800* -31,12400* 32,07800* -145,37600* -63,20200* -32,07800* 33,15400* 48,41600* 61,60000* -33,15400* 15,26200* 28,44600* -48,41600* -15,26200* 13,18400* -61,60000* -28,44600* -13,18400*

Std. Error 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 68,9992 77,8488 95,7752 104,6248 119,8372 128,6868 -77,8488 -68,9992 22,3512 31,2008 46,4132 55,2628 -104,6248 -95,7752 -31,2008 -22,3512 19,6372 28,4868 -128,6868 -119,8372 -55,2628 -46,4132 -28,4868 -19,6372 77,3014 87,0466 108,4254 118,1706 140,5034 150,2486 -87,0466 -77,3014 26,2514 35,9966 58,3294 68,0746 -118,1706 -108,4254 -35,9966 -26,2514 27,2054 36,9506 -150,2486 -140,5034 -68,0746 -58,3294 -36,9506 -27,2054 30,5227 35,7853 45,7847 51,0473 58,9687 64,2313 -35,7853 -30,5227 12,6307 17,8933 25,8147 31,0773 -51,0473 -45,7847 -17,8933 -12,6307 10,5527 15,8153 -64,2313 -58,9687 -31,0773 -25,8147 -15,8153 -10,5527

108  

Multiple Comparisons LSD

Dependent Variable HDL post test

(I) perlakuan aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

MDA post test

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

(J) perlakuan GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Mean Difference (I-J) -16,46600* -23,86800* -34,51600* 16,46600* -7,40200* -18,05000* 23,86800* 7,40200* -10,64800* 34,51600* 18,05000* 10,64800* 4,95600* 6,35200* 7,43000* -4,95600* 1,39600* 2,47400* -6,35200* -1,39600* 1,07800* -7,43000* -2,47400* -1,07800*

Std. Error ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -18,2899 -14,6421 -25,6919 -22,0441 -36,3399 -32,6921 14,6421 18,2899 -9,2259 -5,5781 -19,8739 -16,2261 22,0441 25,6919 5,5781 9,2259 -12,4719 -8,8241 32,6921 36,3399 16,2261 19,8739 8,8241 12,4719 4,6715 5,2405 6,0675 6,6365 7,1455 7,7145 -5,2405 -4,6715 1,1115 1,6805 2,1895 2,7585 -6,6365 -6,0675 -1,6805 -1,1115 ,7935 1,3625 -7,7145 -7,1455 -2,7585 -2,1895 -1,3625 -,7935

109  

Multiple Comparisons LSD

Dependent Variable Kolesterol total pos test

(I) perlakuan aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

LDL post test

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

TG post test

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

(J) perlakuan GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Mean Difference (I-J) 73,42400* 100,20000* 124,26200* -73,42400* 26,77600* 50,83800* -100,20000* -26,77600* 24,06200* -124,26200* -50,83800* -24,06200* 82,17400* 113,29800* 145,37600* -82,17400* 31,12400* 63,20200* -113,29800* -31,12400* 32,07800* -145,37600* -63,20200* -32,07800* 33,15400* 48,41600* 61,60000* -33,15400* 15,26200* 28,44600* -48,41600* -15,26200* 13,18400* -61,60000* -28,44600* -13,18400*

Std. Error 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,08726 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 2,29851 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125 1,24125

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 68,9992 77,8488 95,7752 104,6248 119,8372 128,6868 -77,8488 -68,9992 22,3512 31,2008 46,4132 55,2628 -104,6248 -95,7752 -31,2008 -22,3512 19,6372 28,4868 -128,6868 -119,8372 -55,2628 -46,4132 -28,4868 -19,6372 77,3014 87,0466 108,4254 118,1706 140,5034 150,2486 -87,0466 -77,3014 26,2514 35,9966 58,3294 68,0746 -118,1706 -108,4254 -35,9966 -26,2514 27,2054 36,9506 -150,2486 -140,5034 -68,0746 -58,3294 -36,9506 -27,2054 30,5227 35,7853 45,7847 51,0473 58,9687 64,2313 -35,7853 -30,5227 12,6307 17,8933 25,8147 31,0773 -51,0473 -45,7847 -17,8933 -12,6307 10,5527 15,8153 -64,2313 -58,9687 -31,0773 -25,8147 -15,8153 -10,5527

110  

Multiple Comparisons LSD

Dependent Variable HDL post test

(I) perlakuan aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

MDA post test

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

(J) perlakuan GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Mean Difference (I-J) -16,46600* -23,86800* -34,51600* 16,46600* -7,40200* -18,05000* 23,86800* 7,40200* -10,64800* 34,51600* 18,05000* 10,64800* 4,95600* 6,35200* 7,43000* -4,95600* 1,39600* 2,47400* -6,35200* -1,39600* 1,07800* -7,43000* -2,47400* -1,07800*

Std. Error ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,86038 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420 ,13420

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -18,2899 -14,6421 -25,6919 -22,0441 -36,3399 -32,6921 14,6421 18,2899 -9,2259 -5,5781 -19,8739 -16,2261 22,0441 25,6919 5,5781 9,2259 -12,4719 -8,8241 32,6921 36,3399 16,2261 19,8739 8,8241 12,4719 4,6715 5,2405 6,0675 6,6365 7,1455 7,7145 -5,2405 -4,6715 1,1115 1,6805 2,1895 2,7585 -6,6365 -6,0675 -1,6805 -1,1115 ,7935 1,3625 -7,7145 -7,1455 -2,7585 -2,1895 -1,3625 -,7935

111  

Uji One Way Anova Selisih Kadar Post Test dan Pre test Test of Homogeneity of Variances

Selisih Kol. Total Selisih LDL Selisih TG

Levene Statistic 3,805

df1 3

df2 16

Sig. ,031

3,024

3

16

,060

,870

3

16

,477

Selisih HDL

1,461

3

16

,263

Selisih MDA

,502

3

16

,686

ANOVA

Selisih Kol. Total

Selisih LDL

Selisih TG

Selisih HDL

Selisih MDA

Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares 44616,770 313,140 44929,910 58578,810 228,788 58807,598 11202,630 237,002 11439,632 2983,842 126,082 3109,924 169,593 2,910 172,503

df 3 16 19 3 16 19 3 16 19 3 16 19 3 16 19

Mean Square 14872,257 19,571

F 759,903

Sig. ,000

19526,270 14,299

1365,545

,000

3734,210 14,813

252,096

,000

994,614 7,880

126,218

,000

56,531 ,182

310,862

,000

112  

Multiple Comparisons LSD

Dependent Variable Selisih Kol. Total

(I) perlakuan aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

Selisih LDL

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

Selisih TG

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

Selisih HDL

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

Selisih MDA

aquadest

GH 0,02 IU

GH 0,04 IU

GH 0,08 IU

(J) perlakuan GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,02 IU GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,04 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,08 IU aquadest GH 0,02 IU GH 0,04 IU

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Mean Difference (I-J) 72,46000* 97,20000* 127,92000* -72,46000* 24,74000* 55,46000* -97,20000* -24,74000* 30,72000* -127,92000* -55,46000* -30,72000* 78,92800* 107,83200* 147,77000* -78,92800* 28,90400* 68,84200* -107,83200* -28,90400* 39,93800* -147,77000* -68,84200* -39,93800* 31,22000* 47,12000* 64,25800* -31,22000* 15,90000* 33,03800* -47,12000* -15,90000* 17,13800* -64,25800* -33,03800* -17,13800* -13,74200* -21,14200* -33,73600* 13,74200* -7,40000* -19,99400* 21,14200* 7,40000* -12,59400* 33,73600* 19,99400* 12,59400* 5,13000* 6,36600* 7,68400* -5,13000* 1,23600* 2,55400* -6,36600* -1,23600* 1,31800* -7,68400* -2,55400* -1,31800*

Std. Error 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,79795 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,39159 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 2,43414 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 1,77540 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971 ,26971

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 66,5286 78,3914 91,2686 103,1314 121,9886 133,8514 -78,3914 -66,5286 18,8086 30,6714 49,5286 61,3914 -103,1314 -91,2686 -30,6714 -18,8086 24,7886 36,6514 -133,8514 -121,9886 -61,3914 -49,5286 -36,6514 -24,7886 73,8581 83,9979 102,7621 112,9019 142,7001 152,8399 -83,9979 -73,8581 23,8341 33,9739 63,7721 73,9119 -112,9019 -102,7621 -33,9739 -23,8341 34,8681 45,0079 -152,8399 -142,7001 -73,9119 -63,7721 -45,0079 -34,8681 26,0598 36,3802 41,9598 52,2802 59,0978 69,4182 -36,3802 -26,0598 10,7398 21,0602 27,8778 38,1982 -52,2802 -41,9598 -21,0602 -10,7398 11,9778 22,2982 -69,4182 -59,0978 -38,1982 -27,8778 -22,2982 -11,9778 -17,5057 -9,9783 -24,9057 -17,3783 -37,4997 -29,9723 9,9783 17,5057 -11,1637 -3,6363 -23,7577 -16,2303 17,3783 24,9057 3,6363 11,1637 -16,3577 -8,8303 29,9723 37,4997 16,2303 23,7577 8,8303 16,3577 4,5583 5,7017 5,7943 6,9377 7,1123 8,2557 -5,7017 -4,5583 ,6643 1,8077 1,9823 3,1257 -6,9377 -5,7943 -1,8077 -,6643 ,7463 1,8897 -8,2557 -7,1123 -3,1257 -1,9823 -1,8897 -,7463

113  

Paired T Test untuk P0 (aquadest) Paired Samples Statistics

Mean Pair 1

Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5

N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Kolesterol total pre test P0

212,9080

5

2,48372

1,11075

Kolesterol total post test P0

231,9920

5

5,01595

2,24320

LDL pre test P0

130,8160

5

2,79251

1,24885

LDL post test P0

157,7860

5

6,31146

2,82257

TG pre test P0

136,4460

5

2,05630

,91961

TG post test P0

151,8220

5

2,14633

,95987

HDL pre test P0

54,8060

5

2,81303

1,25802

HDL post test P0

42,7540

5

1,53001

,68424

MDA pre test P0

10,5760

5

,26397

,11805

MDA post test P0

12,4660

5

,25842

,11557

Paired Samples Correlations N Pair 1

Correlation

Sig.

Kolesterol total pre test P0 & Kolesterol total post test P0

5

,964

,008

Pair 2

LDL pre test P0 & LDL post test P0

5

,628

,256

Pair 3

TG pre test P0 & TG post test P0

5

,474

,420

Pair 4

HDL pre test P0 & HDL post test P0

5

-,460

,436

Pair 5

MDA pre test P0 & MDA post test P0

5

-,449

,448

114  

Paired Samples Test

Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower

Upper

1,20901

-22,44075

-15,72725

-15,785

4

,000

5,04848

2,25775

-33,23852

-20,70148

-11,946

4

,000

-15,37600

2,15668

,96450

-18,05388

-12,69812

-15,942

4

,000

HDL pre test P0 HDL post test P0

12,05200

3,76966

1,68584

7,37135

16,73265

7,149

4

,002

MDA pre test P0 MDA post test P0

-1,89000

,44469

,19887

-2,44216

-1,33784

-9,504

4

,001

Kolesterol total pre test P0 - Kolesterol total post test P0

-19,08400

2,70343

Pair 2

LDL pre test P0 LDL post test P0

-26,97000

Pair 3

TG pre test P0 – TG post test P0

Pair 4 Pair 5

t

df

Sig. (2-tailed)

115  

Paired T Test untuk P1 (GH 0,02 IU) Paired Samples Statistics

Mean Pair 1

Pair 2

N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Kolesterol total pre test P1

211,9520

5

3,94364

1,76365

Kolesterol total post test P1

158,5680

5

2,18267

,97612

LDL pre test P1

127,5180

5

4,65346

2,08109

LDL post test P1 Pair 3

TG pre test P1 TG post test P1

75,6120 134,5160 118,6680

5 5 5

2,00738 4,20978 1,76673

,89773 1,88267 ,79010

Pair 4

HDL pre test P1

57,5300

5

1,98223

,88648

HDL post test P1

59,2200

5

1,25030

,55915

MDA pre test P1

10,7760

5

,39157

,17512

MDA post test P1

7,5100

5

,17493

,07823

Pair 5

Paired Samples Correlations N Pair 1

Correlation

Sig.

Kolesterol total pre test P1 & Kolesterol total post test P1

5

,221

,720

Pair 2

LDL pre test P1 & LDL post test P1

5

,692

,196

Pair 3

TG pre test P1 & TG post test P1

5

,283

,644

Pair 4

HDL pre test P1 & HDL post test P1

5

-,111

,859

Pair 5

MDA pre test P1 & MDA post test P1

5

-,609

,276

116  

Paired Samples Test Paired Differences

Std. Deviation

Std. Error Mean

53,38400

4,06255

1,81683

48,33968

58,42832

29,383

4

,000

51,90600

3,57236

1,59761

47,47033

56,34167

32,490

4

,000

15,84800

4,07772

1,82361

10,78484

20,91116

8,690

4

,001

-1,69000

2,45800

1,09925

-4,74201

1,36201

-1,537

4

,199

3,26600

,51704

,23123

2,62401

3,90799

14,125

4

,000

Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5

Kolesterol total pre test P1 - Kolesterol total post test P1 LDL pre test P1 LDL post test P1 TG pre test P1 - TG post test P1 HDL pre test P1 HDL post test P1 MDA pre test P1 MDA post test P1

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

t

df

Sig. (2-tailed)

117  

Paired T test untuk P2 (GH 0,04 IU) Paired Samples Statistics

Mean Pair 1

Pair 2

Pair 4 Pair 5

Std. Deviation

Std. Error Mean

Kolesterol total pre test P2

209,8800

5

2,43312

1,08812

Kolesterol total post test P2

131,7920

5

2,90492

1,29912

LDL pre test P2

125,3280

5

2,78318

1,24467

LDL post test P2 Pair 3

N

44,4880

5

2,17112

,97096

TG pre test P2

135,1120

5

2,26145

1,01135

TG post test P2

103,4060

5

2,00252

,89555

HDL pre test P2

57,5320

5

1,92434

,86059

HDL post test P2

66,6220

5

1,56271

,69887

MDA pre test P2

10,6240

5

,25706

,11496

MDA post test P2

6,1140

5

,21881

,09786

Paired Samples Correlations N Pair 1

Correlation

Sig.

Kolesterol total pre test P2 & Kolesterol total post test P2

5

,499

,392

Pair 2

LDL pre test P2 & LDL post test P2

5

,845

,072

Pair 3

TG pre test P2 & TG post test P2

5

-,187

,763

Pair 4

HDL pre test P2 & HDL post test P2

5

,148

,812

Pair 5

MDA pre test P2 & MDA post test P2

5

-,042

,946

118  

Paired Samples Test

Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower

Upper

t

df

Sig. (2-tailed)

Kolesterol total pre test P2 - Kolesterol total post test P2

78,08800

2,70261

1,20865

74,73226

81,44374

64,608

4

,000

Pair 2

LDL pre test P2 LDL post test P2

80,84000

1,50018

,67090

78,97728

82,70272

120,494

4

,000

Pair 3

TG pre test P2 - TG post test P2

31,70600

3,28920

1,47097

27,62192

35,79008

21,554

4

,000

Pair 4

HDL pre test P2 HDL post test P2

-9,09000

2,29174

1,02490

-11,93557

-6,24443

-8,869

4

,001

Pair 5

MDA pre test P2 MDA post test P2

4,51000

,34453

,15408

4,08221

4,93779

29,271

4

,000

119  

Paired T test untuk P3 (GH 0,08 IU) Paired Samples Statistics

Mean Pair 1

Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5

N

Std. Error Mean

Std. Deviation

Kolesterol total pre test P3

216,5760

5

5,50227

2,46069

Kolesterol total post test P3

107,7300

5

2,28125

1,02021

LDL pre test P3

133,1680

5

4,59961

2,05701

LDL post test P3

12,4100

5

2,06241

,92234

TG pre test P3

139,1100

5

3,82799

1,71193

TG post test P3

90,2220

5

1,91544

,85661

HDL pre test P3

55,5860

5

2,08157

,93091

HDL post test P3

77,2700

5

1,02774

,45962

MDA pre test P3

10,8480

5

,40764

,18230

MDA post test P3

5,0360

5

,18663

,08346

Paired Samples Correlations N Pair 1

Correlation

Sig.

Kolesterol total pre test P3 & Kolesterol total post test P3

5

-,464

,431

Pair 2

LDL pre test P3 & LDL post test P3

5

,454

,443

Pair 3

TG pre test P3 & TG post test P3

5

-,602

,283

Pair 4

HDL pre test P3 & HDL post test P3

5

-,147

,814

Pair 5

MDA pre test P3 & MDA post test P3

5

,149

,811

120  

Paired Samples Test

Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower

Upper

3,07030

100,32148

117,37052

35,451

4

,000

4,09895

1,83311

115,66848

125,84752

65,876

4

,000

48,88800

5,21027

2,33010

42,41859

55,35741

20,981

4

,000

HDL pre test P3 HDL post test P3

-21,68400

2,45284

1,09694

-24,72960

-18,63840

-19,768

4

,000

MDA pre test P3 MDA post test P3

5,81200

,42234

,18888

5,28760

6,33640

30,772

4

,000

Kolesterol total pre test P3 - Kolesterol total post test P3

108,84600

6,86540

Pair 2

LDL pre test P3 LDL post test P3

120,75800

Pair 3

TG pre test P3 - TG post test P3

Pair 4 Pair 5

t

df

Sig. (2-tailed)

121  

Korelasi Profil Lipid dan MDA Correlations

Kolesterol total pos test

MDA post test

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Kolesterol total pos test 1

MDA post test ,994** ,000 20 20 ,994** 1 ,000 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations LDL post test

MDA post test

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

LDL post test 1

MDA post test ,990** ,000 20 20 ,990** 1 ,000 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations TG post test

MDA post test

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

TG post test 1

MDA post test ,987** ,000 20 20 ,987** 1 ,000 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations HDL post test

MDA post test

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

HDL post test 1

MDA post test -,967** ,000 20 20 -,967** 1 ,000 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

 

Lampiran 4. Tabel Konversi Dosis Tabel Nilai Konversi Dosis Obat Hewan Coba dengan Manusia Berdasarkan Laurence dan Bacharach (1964)

Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,2 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg

Mencit 20 g

Tikus 200 g

Marmot 400 g

Kelinci 1,5 kg

Kucing 2 kg

Kera 4 kg

Anjing 12 kg

Manusia 70 kg

1,0

7,0

12,25

27,8

29,7

64,1

124,2

387,9

0,14

1,0

1,74

3,9

4,2

9,2

17,8

56,0

0,08

0,57

1,0

2,25

2,4

5,2

10,2

31,5

0,04

0,25

0,44

1,0

1,08

2,4

5,2

10,2

0,03

0,23

0,41

0,92

1,0

2,2

4,1

13,2

0,016

0,11

0,19

0,42

0,45

1,0

1,9

6,1

0,08

0,06

0,10

0,22

0,24

0,52

1,0

3,1

0,0026

0,018

0,031

0,07

0,076

0,16

0,32

1,0

122