Untitled - Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan

19 downloads 247 Views 840KB Size Report
evaluasi secara nasional melalui ujian nasional (UN) untuk beberapa mata ..... apa gambaran soal yang akan diujikan atau dikeluarkan, prediksi sendiri ..... buku mata pelajaran Sosiologi lebih dari satu, yang terdiri dari 36,05% siswa memiliki ...
1

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar global, penggunaan teknologi yang dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas, serta daya tarik Indonesia bagi kalangan investor, dibentuk melalui keberadaan sumber daya manusia. Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dalam standar pendidikan dengan negara tetangga. Bahkan, survei yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di negara-negara Asia di tahun 2003 mengungkapkan bahwa rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tidak memadainya pasokan keahlian manajemen di Indonesia menyebabkan rendahnya minat investor terhadap Indonesia. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi Indonesia ketika pesaing regional terus menerus meningkatkan kualitas pendidikan mereka. Temuan tersebut disikapinya dengan menetapkan delapan Standar Pendidikan Nasional untuk peyelenggaraan pendidikan yaitu: (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi; (3) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (4) standar proses; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan; dan (8) standar penilaian pendidikan). Harapannya dengan delapan standar ini SDM Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya. Memang ini tidak mudah karena kompleksnya permasalahan pendidikan dilihat dari berbagai aspek (geografis, social, budaya dan sebagainya). Dilihat dari kurikulum pendidikan di Indonesia sekarang ini menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, memberi keluasan pada sekolah untuk berkembang, berkreatif dan berinovatif. Dengan keleluasan ini

diharapkan terjadi suatu kompetisi saling bersaing untuk

mencapai kualitas pendidik dengan menggunakan Standar Pendidik Nasional (SNP) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005. Paradigma yang diinginkan oleh KTSP yang berbasis kompetensi ini tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus dilatih menjadi

3

fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik. Penerapan KTSP yang berbasis kompetensi ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan materi ke pendidikan sebagai proses. Dalam upaya mengetahui hasil belajar siswa, pemerintah melakukan evaluasi secara nasional melalui ujian nasional (UN) untuk beberapa mata pelajaran sebagai bentuk implementasi dari standar penilaian pendidikan. Namun hasil UN belum menggambarkan mutu pembelajaran karena belum ada data akurat tentang proses pembelajaran yang terjadi di semua level pendidikan. Banyak pihak yang tidak menerima bahwa hasil UN menggambar kualitas belajar siswa. Masalah lain yang muncul berkaitan dengan hasil belajar siswa adalah Penerimaan Siswa Baru (PSB). Sistem PSB yang selama ini dilaksanakan di kota Medan dinilai tidak seluruhnya mencerminkan kualitas siswa khususnya hasil belajar siswa. Atas dasar keadaan tersebut perlu dilakukan suatu kajian tentang evaluasi pelaksanaan UN dan PSB di kota Medan.

1.2.

Batasan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi pada kajian: a. Sistem penerimaan siswa baru yang meliputi jalur masuk ke SMA/SMK, nilai ujian nasional yang diperoleh sewaktu di SMP/MTsN, dan nilai ujian tes masuk SMA/SMK b. Kesiapan para siswa SMA/SMK dalam menghadapi ujian nasional yang meliputi cara belajar, upaya yang dilakukan, kepemilikan buku-buku yang berkaitan dengan mata pelajaran yang di ujian nasional-kan c. Hubungan antara nilai ujian nasional sewaktu ditingkat SMP/MTsN dengan prestasi belajar siswa ditingkat SMA/SMK sesuai dengan jalur masuk yang diikutinya

4

1.3.

Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah dalam Penelitian ini adalah: a. Bagaimana pelaksanaan sistem penerimaan siswa baru yang dilakukan sekolah? b. Bagaimana kesiapan para siswa dalam menghadapi ujian nasional? c. Bagaimana hubungan antara prestasi belajar ditingkat SMP/MTsN dengan prestasi belajar ditingkat SMA/SMK sesuai dengan jalur PSB?

1.4.

Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkkan data kesiapan para siswa dalam melaksanakan ujian secara nasional. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui pelaksanaan system penerimaan siswa baru yang dilakukan sekolah di kota Medan b. Mengetahui tingkat kesiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional c. Mengkaji hubungan prestasi belajar ditingkat SMP/MTsN dengan prestasi belajar ditingkat SMA/SMK sesuai dengan jalur PSB

1.5.

Manfaat Penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi sekolah 1) Sebagai dasar untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran khususnya dalam mempersiapkan pelaksanaan ujian nasional 2) Perbaikan dalam pengelolaan sekolah, pembinaan guru, pengelolaan kelas, dan system PSB 3) Mendapatkan masukan perbaikan sistem manajemen pendidikan di sekolahnya b. Bagi Dinas Pendidikan di Kota 1) Sebagai dasar dalam pembinaan guru dan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

5

2) Perbaikan sistem pendidikan yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya ujian nasional dan PSB c. Bagi Balitbang 1) Mendapatkan data tentang tingkat kesiapan perangkat sekolah dalam melaksanakan ujian nasional. 2) Menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan dalam perbaikan kualitas pendidikan. 3) Menjadi bahan masukan dalam menyusun program perbaikan kualitas pendidikan khususnya pelaksanaan UN dan PSB

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Ujian Nasional (UN) Secara umum, penilaian atau evaluasi merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan suatu sistem, termasuk system pendidikan.

Evaluasi

berfungsi

penyelenggaraan sistem tersebut

memberikan

umpan

balik

agar

menjadi lebih baik, dinamis, dan

berkelanjutan. Dengan kata lain, suatu sistem yang baik di dalamnya pasti ada substansi penilaian. Oleh karena itu, komponen penilaian memiliki makna dan posisi sangat strategis. Secara garis besar penilaian dalam

bidang

pendidikan terdiri dari dua jenis, yaitu penilaian internal dan eksternal. Penilaian internal dilakukan untuk memberikan umpan balik sekaligus memantau kemajuan belajar anak. Evaluasi internal ini diselenggarakan oleh institusi penyelenggara, dalam hal ini guru atau sekolah. Sedangkan penilaian ekternal dilakukan oleh pihak lain di luar institusi penyelenggara. Penilaian eksternal ini perlu dilakukan karena biasanya justru menjadi alat yang efektif untuk mendorong sekolah tersebut bergerak kearah perbaikan (Anam, 2005: 259). Hal ini terjadi karena external evaluation berfungsi sebagai penekan. Bagi pemerintah, penilaian eksternal ini memiliki makna sangat penting karena menjadi alat untuk quality control dan quality assurance terhadap penyelenggaraan pendidikan.

7

Dilihat dari fungsinya, penilaian ekternal ini paling tidak terdiri dari empat macam. Pertama, penilaian yang ditujukan untuk menilai suatu sistem secara keseluruhan. Evaluasi terhadap sistem pendidikan ini dilakukan Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) secara berkala. Selain untuk mamantau dan memetakan sistem pendidikan sehat atau tidak, evaluasi sekaligus untuk melakukan perbandingan dengan sistem pendidikan di sejumlah Negara lain. Kedua, penilaian yang ditujukan untuk menentukan kelayakan dari suatu lembaga penyelenggara. Penilaian jenis ini disebut juga akreditasi.

Tujuannya, untuk mengecek apakah institusi itu layak tidak menyelenggarakan proses pendidikan. Di tingkat perguruan tinggi, badan yang menilai kelayakan lembaga penyelenggara adalah Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), sedangkan di tingkat pendidikan dasar dan menengah, sejak tahun 2003 dibentuk badan Akreditasi Sekolah Nasional (Basnas). Badan ini setiap empat tahun sekali menilai layak tidaknya sekolah beroperasi, mulai dari tingkat TK, SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/MA maupun SMK.

Ketiga, penilaian yang berfungsi sebagai pengendali mutu lulusan atau quality control. UN merupakan jenis penelitian ini yaitu sebagai quality control, yang fungsinya untuk menentukan apakah seorang anak didik layak atau tidak layak diluluskan sekolah.

Keempat, penilaian yang ditujukan untuk memberikan diagnosis. Penilaian ini disebut juga dengan tes diagnostic. Sifatnya tidak mutlak,

8

dipakai sesuai dengan keperluan saja. Contohnya, tes kemampuan dasar di SD, untuk mengetahui potret siswa kelas III yang akan naik kelas IV. Hasil dari tes itu kemudian dipakai sebagai diagnosis pada kegiatan pembelajaran berikutnya, agar anak-anak yang naik kelas IV SD mempunyai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (Indra).

Dari jenis-jenis di atas, Ujian Nasional termasuk dalam jenis penilaian external evaluation quality control, yaitu penilaian yang dilakukan oleh lembaga mandiri (pihak lain) bukan lembaga penyelenggara pendidikan, sebagai pengendali kualitas terhadap output (lulusan).

Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan mutu pendidikan semakin serius dan tidak bisa ditawar lagi dengan diterbitkannya Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Berdasarkan Permendiknas tersebut ada dua hal utama yang harus dilakukan untuk penjaminan mutu pendidikan, yakni (1) melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dan (2) melakukan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD).

Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk melakukan pemetaan mutu sekolah oleh pihak sekolah sendiri secara jujur dan transparan sehingga dapat ditemukan akar permasalahan yang dihadapi dalam penjaminan mutu pendidikan, selanjutnya bisa dirumuskan rekomendasi atau langkah nyata dalam penjaminan mutu pendidikan. Evaluasi Diri Sekolah merupakan langkah proaktif untuk mengeliminasi ketidakjujuran sekolah

dalam

9

menempuh evaluasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah. Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam bidang pendidikan sesuai dengan UU Otonomi Daerah sehingga pemerintah daerah dituntut mampu melakukan monitoring yang terkait dengan penjaminan mutu sekolah.

Untuk

bisa

melakukan

penjaminan

mutu

pendidikan

yang

berkelanjutan pemerintah telah menugaskan kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) untuk mendampingi dan memfasilitasi sekolah dan pemerintah kebupaten/kota dalam melaksanakan penjaminan mutu di sekolah. LPMP dibekali dengan berbagai kemampuan teknis operasional dan kerangka konseptual dalam penjaminan mutu pendidikan. Hal ini dimulai dari pemetaan kualitas pembelajaran di sekolah, kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan pengawas sekolah sampai pada penningkatan kemampuan guru dalam menyusun karya ilmiah, penelitian tindakan kelas, penelitian tindakan sekolah. Yang menjadi persoalan adalah apakah para bupati/wali kota, DPRD, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota memiliki good will dan political will untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerahnya.

Salah satu bentuk penjaminan mutu pendidikan adalah terpenuhinya 8 standar pendidikan, yang salah satunya adalah standar penilaian pendidikan, dalam bentuk ujian nasional (UN). Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu

10

tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tertentu berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas.

Secara yuridis penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan sudah cukup kuat. Dalam UU No. 20 Tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 11 dinyatakan bahwa Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan bermutu bagi masyarakat tanpa diskriminasi. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan secara internal (Internal Evaluation) yang dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan (Pasal 58 ayat 1); sementara dalam Pasal 58 Ayat (2) dinyatakan bahwa Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program

11

pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik, untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan (External Evaluation). Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian oleh pendidik; Penilaian oleh satuan pendidikan; dan Penilaian oleh Pemerintah (PP 19 tentang Standar Nasional Pendidikan; Pasal 63 Ayat 1). Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusaan secara nasional dilakukan dalam bentuk ujian nasional.

2.2. Upaya Sekolah Meningkatkan Kelulusan Siswa Terlepas pro dan kontra dengan diadakannya ujian nasional (UN) yang menetapkan adanya standart minimal yang harus dicapai oleh siswa. Kebijakan pemerintah menetapkan standar minimal untuk tahun pelajaran 2009/2010 adalah siswa harus mendapatkan nilai minimal rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Dengan adanya standar minimum ini berdampak positif terhadap perbaikan sikap dan kesiapan siswa menghadapi ujian nasional. Ancaman gagal atau tidak lulus sekolah melecut semangat siswa untuk giat, dan semangat belajar. Siswa menyadari apabila gagal dalam ujian nasional, siswa harus menghadapi resiko yang diterima mulai rasa malu, rugi waktu, tenaga, dan harus mengulang. Menghadapi ujian nasional tahun pelajaran

12

2009/2010, semua pihak baik sekolah, orang tua, guru maupun siswa dihinggapi kecemasan. Hal ini dikarenakan jika anak didik tidak lulus, walaupun dalam pelaksanaan ujian nasional terdapat ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus. Selain kecemasan harus memenuhi standar nilai minimal, sekolaham dicemaskan dengan majunya jadwal ujian nasional. Perubahan jadwal ujian nasional SMP dan SMA sederajat yang dimajukan pada Maret mengagetkan guru-guru. Pihak sekolah segera mengatur strategi baru untuk memadatkan materi pembelajaran dan memajukan pemberian pelajaran tambahan untuk siswa kelas III.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional (UN) SMP/MTs, SMP Luar Biasa, SMA/MA, dan SMK, jadwal UN yang biasanya dilaksanakan pada April dimajukan menjadi Maret. UN untuk SMA sederajat dilaksanakan minggu ketiga Maret 2010, sedangkan untuk SMP sederajat pada minggu keempat Maret 2010. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memutuskan, mulai 2010 akan ada Ujian Nasional ulang bagi siswa yang tidak lulus di tahun yang sama. Tetapi, konsekuensinya, waktu penyelenggaraan UN harus dimajukan, dari yang biasanya dimulai pada April, menjadi Maret.

Nilai UN yang dijadikan sebagai kunci apakah siswa lulus atau tidak setelah menempuh pendidikan selama tiga tahun memang menjadi hal yang dilematis bagi sekolah dan Dinas terkait. Di satu sisi, ini merupakan sebuah program dalam meningkatkan kualitas kompetensi lulusan. Namun, di sisi

13

lain, bila input siswa yang dimiliki kemampuannya minim, ditambah fasilitas yang kurang memadai dan kondisi-kondisi lainnya yang kurang menunjang untuk peningkatan kualitas siswanya, maka kekhawatiran akan hasil UN yang mengakibatkan banyaknya siswa tidak lulus adalah sangat beralasan.

Banyaknya siswa yang tidak lulus akan memengaruhi kredibilitas sekolah di mata masyarakat yang akan berdampak pada menurunnya minat orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Alhasil sekolah pun harus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan hasil UN.

Ada beberapa strategi bisa dilakukan oleh beberapa sekolah sesuai kondisi sekolahnya masing-masing, antar lain:

a. Meningkatkan motivasi siswa.

Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri seeorang. Bila seseorang memiliki motivasi tinggi maka seberat apa pun tantangan yang ada di hadapannya akan diatasi. Karena itu, menumbuhkan motivasi yang tinggi di siswa adalah langkah awal yang harus dilakukan.

Menumbuhkan motivasi atau gairah belajar yang tinggi di siswa tidaklah mudah. Diperlukan pendekatan khusus, dapat dimulai dengan pengklasifikasian siswa dari siswa yang memiliki high motivation sampai yang low motivation, lalu dibuat progress report-nya. Lakukan proses penanganan tiap siswa, terutama yang memiliki motivasi belajar kurang sampai kemudian motivasi belajarnya itu muncul.

14

Pendekatan psikologis secara personal di luar jam pelajaran dengan suasana yang rileks dan nyaman perlu dilakukan sehingga ada kedekatan dan keterbukaan antara siswa dan guru.

b. Menganalisis SKL (Standar Kompetensi Lulusan)

Apabila sekolah menerima SKL maka perlu dianalisis terlebih dahulu sebelum diinformasikan kepada siswa. Hal ini dikarenakan pemahaman setiap siswa itu berbeda-beda, bahkan tak dipungkiri gurupun juga terkadang mengalami kesulitan dalam memahami SKL, apalagi guru yang baru dan belum berpengalaman. Yang jelas pengalaman sangat berarti dalam hal ini.

c. Buatlah bank soal yang sesuai indikator-indikator SKL

Bank soal bisa di dapat melalui toko toko buku, arsip sekolah atau jika ingin yang gratis bisa berburu di Internet. Namun, akan tetap lebih baik jika guru sendiri yang menyusun bank soal itu. Sebab, apabila guru sendiri yang menyusun soal bisa disusun secara sitematis berdasarkan hasil analisis SKL. Kelebihan yang lain, latihan-latihan yang diberikan guru bisa sistematis sesuai tuntutan SKL UN, sehingga dapat diketahui tuntutan.

SKL mana yang belum dikuasai siswa. Dengan kata lain daya serap siswa terhadap materi Ujian Nasional bisa dipantau.

d. Melaksanakan Try Out

15

Try Out adalah salah satu kegiatan wajib untuk menilai kemampuan dan melatih kemampuan siswa untuk menghadapi ujian nasional. Karena menilai kemampuan, Try Out lebih baik dikerjakan sendiri dengan kemampuan sendiri. Setiap guru mata pelajaran yang di ujikan dan guru mata pelajaran harus sudah mempunyai prediksi, seperti apa gambaran soal yang akan diujikan atau dikeluarkan, prediksi sendiri yang dilakukan oleh guru sangat penting, sebab hal ini sekaligus menjadi testing bagi kemampuan pelajar.

Soal- soal try out sebaiknya disusun berdasarkan tuntutan indikator SKL secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan ketuntasan setiap kompetensi siswa dapat terwujud.

e. Clinical Services

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan penguatan kompetensi bagi siswa yang dianggap memiliki masalah dalam penguasaan kompetensi yang akan diujikan dalam Ujian Nasional (SKL) dengan memberikan layanan khusus.

Layanan khusus didasarkan berdasarkan hasil try out dengan mengambil 10 orang siswa dengan nilai terburuk di kelasnya dan dimasukkan dalam katagori siswa bermasalah.

Guru Mata Pelajaran Ujian Nasional dapat memberikan daftar tambahan peserta Clinical Services jika dianggap perlu. Siswa dapat

16

memilih guru yang dipercaya untuk mendampingi dalam menguasai SKL yang dirasa belum tuntas Kegiatan dilaksanakan pada siang hari setelah pulang sekolah di luar hari jam tambahan pelajaran. Materi lebih ditekankan pada penguasaan dasar-dasar kompetensi serta trik pengerjaan soal. Kegiatan dilaksanakan pada siang hari setelah pulang sekolah di luar hari jam tambahan pelajaran. Materi lebih ditekankan pada penguasaan dasar-dasar kompetensi serta trik pengerjaan soal.

f. Pendalaman materi UN

Materi yang belum tuntas menjadi bahan untuk pendalaman materi UN. Pendalaman ini dilakukan dengan tujuan agar siswa lebih siap terhadap materi yang di ujikan. Pendalaman materi ini dapat diketahui melalui analisis hasil test (Try Out). Siswa yang banyak salah pada soal try out, maka perlu adanya pendalaman terhadap soal sejenis tersebut.

g. Meminta dukungan dari orang tua siswa

Kerja sama antara sekolah dan keluarga perlu ditingkatkan supaya tidak terjadi kontradiksi atau ketidakselarasan antara sekolah dan keluarga.

Suasana

kehidupan

di

sekolah

dan

rumah

memengaruhi

perkembangan kepribadian anak, apabila anak-anak merasa tentram ketika berada di sekolah, demikian juga ketika tinggal di rumah, mereka dapat diharapkan memiliki dorongan yang kuat untuk melaksanakan tugas sekolah dan tugas rumah dengan sebaik-baiknya.

17

Schmuck dan schmuck menganjurkan dikembangkannya suasana kelas yang positif, yang memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Murid-murid menginginkan hasil yang terbaik sesuai dengan kemampuan masing-masing dan saling memberikan dukungan. b. Murid-murid saling memberikan pengaruh posiif. c. Kegembiraan muncul di sekolah secara umum dan di kelas secara khusus. d. Peraturan disekolah diikuti secara tertib tanpa paksaan, sehingga tugas-tugas dapat dikerjakan dengan baik. e. Komunikasi antarwarga sekolah bersifat terbuka da diwarnai dengan dialog secara akrab. f. Proses bekerja dan dikembangkan bersama sebagai suatu kelompok dipandang cocok untuk belajar. g. Sekolah harus terus berkoordinasi dengan orang tua mengenai program-program dalam mempersiapkan UN. Diharapkan partisipasi orang tua secara aktif dalam membantu anak-anaknya terutama dalam pemberian motivasi dan pengawasan belajar di rumah. Bagaimanapun usaha seorang guru tanpa orang tua siswa tidak akan maksimal untuk meloloskan siswanya dalam UN. Bila kita perhatikan, siswa sepulang dan sekolah secara langsung sudah terlepas dari tanggung jawab guru sebagai pengajar. Oleh karena itu peran orang tua lebih membantu anak mereka untuk lolos dalam UN. Tidaklah mungkin siswa pulang

18

dari sekolah guru tetap mengawasi mereka, otomatis mereka berada

dalam

lingkungan

keluarga

dan

peran

pembelajarannyapun tidak lepas dari orang tua. Orang tualah yang akan mengawasi mereka dan mengingatkan mereka untuk lebih giat belajar. Secara terpadu bisa diadakan kerjasama sekolah dengan wali murid. Misalnya, dengan adanya pertemuan wali murid yang mencoba menerangkan kondisi anak dalam sekolah. Apakah si A kurang dalam memahami pelajaran atau si B agak lamban dalam berpikir. Disinilah kemudian orang tua ada perhatian ekstra bagi anak mereka dengan jalan mengontrol setiap pelajaran yang ada. Solusi timbal balik ini sangat penting agar siswa lebih baik dalam belajar. mengatur waktu, membantu orang tua dan lain sebagainnya.

Penentuan Target Siswa. Kegiatan ini adalah untuk membimbing siswa dalam menentukan target hasil Ujian Nasional Siswa dengan melalui analisa terhadap kekuatan dan kemungkinan yang ada dari masing-masing siswa, dari targetan siswa ini kemudian dihimpun target mata pelajaran yang pada akhirnya melahirkan target nilai untuk sekolah. Target total untuk sekolah adalah peningkatan nilai rata-rata UN 0,2 point dari rata-rata nilai UN.

Berdoa, Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu kekuatan dalam mencapai tujuan adalah kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, proses

19

penyadaran atas kekuatan yang dapat “membantu” mencapai kesuksesan adalah

kemampuan

untuk

berserah

diri

kepada-Nya,

untuk

itu

direncakanan pula berdoa dan tawakal salah satu bentuk kepasrahan hamba kepada Allah Swt.

Dengan adanya kesiapan sejak awal dari sekolah dan siswa, diharapkan

tingkat

kelulusan

siswa

dapat

meningkat.

Dengan

kesungguhsungguhan Allah akan melapangkan urusan hambanya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Alam Nasyroh: 5-8. Artinya: “Karena

Sesungguhnya

sesudah

kesulitan

itu

ada

kemudahan,

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

2.3. Kendala Sekolah dalam Meningkatkan Kelulusan Siswa Kendala dalam kamus Bahasa Indonesia adalah halangan, rintangan, faktor atau keadaan yang membatasi, menghalangi atau mencegah pencapaian sasaran, kekuatan yang memaksa pembatalan pelaksanaan, hal yang membatasi kelulusan gerak sebuah benda atau suatu sistem.

Kendala Sekolah dalam menghadapi ujian nasional dapat dilihat dari kondisi siswa saat ini, masih kurang menyadari pentingnya membaca, malas belajar, kurang bisa membagi waktu dan masih banyak yang berkonsentrasi

20

untuk kegiatan lain yang tidak mendukung kearah keberhasilan ujian nasional.

2.4. Kompetensi Siswa Kurikulum Berbasis Kompetensi telah berlaku selama 5 tahun dan semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada kenyataannya,

pelaksanaan

pembelajaran

di

sekolah,

masih

kurang

memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Hal ini tampak pada hasil Ujian Nasional, Ujian Sekolah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru, dan dari cara guru membelajarkan peserta didik masih tetap menggunakan cara lama, yaitu lebih dominan menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan siswa resisten, guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan siswa pasif. Paradigma lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah, paradigma mengajar masih tetap dipertahankan dan

belum

berubah

menjadi peradigma

membelajarkan siswa. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP menggunakan istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas, ini berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan mandiri. Di sisi lain, pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima dan tidak biasa memberi. Selain karena kebiasaan yang

21

sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa.

Kompetensi (competency) adalah kata baru dalam bahasa Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa siswa telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik) sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill). Hal ini sesuai dengan hakikat pembelajaran, yaitu membekali siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung pada orang lain, karena ia telah memiliki kompetensi, kecakapan hidup. Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan memahami.

Kompetensi siswa yang harus dimiliki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku). Dalam psikologi kontemporer, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan profesional

22

(akademik, terutama kognitif) disebut dengan hard skill; sedangkan kompetensi yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian diri disebut dengan soft skill.

2.5. Standar Nasional Pendidikan Banyak sekali faktor-faktor yang dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan peserta didik di sekolah, khususnya dalam penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus merujuk kepada 8 standar nasional pendidikan (PP No. 19/2005). Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan memuat perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan, dan sistem informasi manajemen. Dalam standar proses, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

23

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,

dan pengawasan proses

pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam standar sarana dan prasarana, setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

2.6. Profesionalisme Pendidik Pendidik sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung tombak meningkatkan mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya. Jasanya yang besar dalam dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat. Kurikulum dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesionalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia

24

usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana. Konsep tentang guru profesional selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah. Faktor-faktor internal seperti penghasilan guru yang belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai faktor determinan. Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi terhambat karena ketidakmampuan guru secara finansial dalam pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan. Hal itu juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang terampil atau dengan istilah lain guru yang memiliki kompetensi. Rahman (2008) menggambarkan suatu pendekatan sistem dalam menghasilkan guru yang profesional. Pembinaan profesionalitas guru sangat ditentukan oleh guru itu sendiri sebagai raw input, instrumental input dan inviromentasl input seperti digambarkan pada Gambar 2.1. Jelas digambarkan bahwa untuk menghasilkan guru yang profesional dibutuhkan peransera berbagai komponen seperti program pembinaan, kurikulum pembinaan, metodologi pembinaan, peran kepala sekolah, pengawas, guru senior dan sebagainya.

25

Gambar 2.1 Pembinaan Guru Sebagai Suatu Sistem

UU Sisdiknas No. 20/2003 Pasal 42 ayat (1) menyebutkan pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Uraian pasal 42 itu cukup jelas bahwa untuk menjadi guru sebagai tahapan awal harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi. Namun, fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan pekerjaan guru sangat mudah untuk dimasuki oleh siapa saja.

2.7. Sarana dan Prasarana Dengan diberlakukannya kurikulum 2004 (KBK), kini guru lebih dituntut untuk mengkontekstualkan pembelajarannya dengan dunia nyata, atau minimal siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu

26

tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (sarana dan prasarana pendidikan). Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak “kebablasan cepat” atau “keterlaluan tertinggal” di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk. Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu di beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM, umumnya sekolah negeri dan swasta favorit. Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan kepada

masyarakat.

Alasannya

pun

telah

dilegalkan

berdasarkan

Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 56 ayat (1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan

27

pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber daya sekolah dan masyarakat sekitar, termasuk memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah.

2.8. Manajemen Sekolah Dalam sistem sentralistik, pemerintah pusat memiliki peran yang amat penting dalam perencanaan, implementasi, dan pengawasan kebijakan pendidikan. Saat ini sudah merupakan kebutuhan bagi daerah untuk melakukan pembaruan pendidikan agar pendidikan di daerah mampu menemukan relevansinya dengan sistem pemerintahan yang mendasarkan diri pada sistem desentralisasi (Suyanto, 2006). Dalam era otonomi daerah, pendidikan perlu dikelola dengan memperhatikan kepentingan sekolah itu sendiri untuk berkembang secara optimal dan mandiri. Penerapan MBS secara menyeluruh sebagai realisasi dari desentralisasi pendidikan memerlukan perubahan-perubahan mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasarana serta partisipasi masyarakat (Danim, 2006). Tugas-tugas reformatif yang perlu dilakukan pada tingkat struktural dan sekolah menuju otonomi manajemen sekolah, sebagai implementasi MBS, di antaranya adalah: (1) Membangun aliansi yang kuat dengan persatuan guru, (2). Mendelegasikan kekuasaan dan kewenangan pada sekolah untuk mendefinisikan tugas-tugas baru, memilih staf dan mengkreasi lingkungan belajar, (3). Mendorong terciptanya otonomi dalam pembuatan keputusan sekolah, (4). Mengkomunikasikan tujuan, menentukan patok sasaran, dan mendistribusikan informasi secara akurat, (5). Menciptakan komunikasi yang dinamis antara staf sekolah dan pejabat kependidikan, (6). Memberi peluang kepada sekolah untuk bereksperimen dan membuat keputusan berisiko, (7). Memotivasi kepala sekolah untuk melibatkan guru-guru dalam membuat aneka keputusan,

28

(8) Mengembangkan kaedah-kaedah dimana kantor pusat hanya berkedudukan sebagai fasilitator dan koordinator pembaruan sekolah, bukan sebatas mengkomando

dan

menyampaikan

instruksi

yang

Menggunakan pendekatan prestasi (Siahaan, dkk. 2006).

rigid,

dan

(9).

29

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian selama dua bulan, mulai Oktober sampai Nopember 2012.

3.2. Desain Penelitian Penelitian merupakan penelitian kebijakan dengan menggunakan desain survei dengan metode eksplanatori. Penelitian ini akan mendapatkan faktor-faktor kesiapan perangkat sekolah (kepala sekolah dan guru) dan siswa dalam menghadapi UN.

3.3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri di wilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Sampel penelitian adalah siswa kelas XII sebanyak 388 orang dari 5 SMA Negeri dan 1 SMK Negeri, yang ditentukan secara cluster random sampling.

3.4. Teknik Pengumpulan Data Data akan dikumpulkan menggunakan instrumen sebagai berikut: a. Observasi/Checklist Pengamatan dan pencatatan sesuatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun mungkin dapat diulang. Observasi dilakukan oleh peneliti langsung yang menguasai permasalahan. Observasi melibatkan 2 komponen yaitu

30

observer dan observee. Untuk memudahkan dalam observasi digunakan juga daftar checklist. b. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan secara langsung terhadap berbagai sumber data meliputi responden maupun sarana dan prasarana. Peneliti akan secara langsung mendokumentasikan data responden maupun sarana dan prasarana dalam format gambar dan film (video). Untuk responden kepala sekolah dan masyarakat akan direkam fotonya sebagai bukti fisik responden dimaksud. Sedangkan responden guru selain direkam foto dirinya sebagai bukti fisik, juga akan dilakukan rekaman (video) pelaksanaan pembelajaran.

2.5. Validasi Instrumen Validasi instrumen dilakukan menggunakan teknik validasi konstruk dan konten, yakni dengan mengkonsultasikan kepada tenaga ahli.

2.6. Analisis Data Analisis data dilakukan sesuai dengan jenis instrumennya, sedangkan analisis data kualitatif akan dicek validasinya dengan triangulasi, kemudian dianalisis. Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan di-cross check kebenarannya dengan instrumen yang lain. Selanjutnya dibuat dalam bentuk grafik agar dapat lebih mudah memahami data secara visual. Kemudian dilakukan interpretasi data yang telah diolah dalam bentuk grafik. a. Tabulasi data b. Interpolasi data c. Deskripsi data dengan teknik presentase d. Untuk melihat keterkaitan antar faktor penentu pembelajaran digunakan teknik korelasi e. Analisis data menggunakan statistik yang relevan

31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Jalur Penerimaan Siswa Baru Jalur penerimaan siswa baru yang pernah dilakukan di sekolah menengah atas di Kota Medan adalah jalur hasil ujian nasional dan jalur tes seleksi. Gambaran perbandingan jalur penerimaan siswa baru melalui hasil ujian nasional dan ujian tes pada masing-masing sekolah yang dijadikan sampel dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik Perolehan Data Jalur Masuk PSB di Tingkat SMA

Gambar 4.1. menunjukkan bahwa di SMAN 3 melakukan penerimaan siswa baru melalui tiga jalur penerimaan yaitu hasil ujian nasional, jalur tes dan jalur lainnya. Jalur lainnya adalah penerimaan siswa baru yang dilakukan berdasarkan prestasi siswa ditingkat nasional. Sementara itu di SMAN 1

32

DAN SMKN 8, system penerimaan siswa baru hanya dilakukan melalui jalur tes seleksi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Siswa SMAN jurusan IPS di Kota Medan sebahagian besar (51%) direkrut melalui sistem penerimaan siswa baru jalur ujian nasional, selebihnya melalui jalur tes dan jalur lain, kecuali untuk SMAN 12 yang sebagian besar direkrut melalui jalur tes (Gambar 4.2). Sementara itu untuk jurusan IPS sebahagian besar (61%) direkrut melalui jalur tes dan khusus untuk siswa SMAN 1 dan SMKN 8 seluruhnya (100%) direkrut melalui jalur tes (Gambar 4.3).

Gambar 4.2. Jalur Penerimaan Siswa Baru Jurusan IPA

33

Gambar 4.3. Jalur Penerimaan Siswa Baru Jurusan IPS

Karena data yang diperoleh bukan dari keseluruhan siswa di sekolah yang dijadikan sampel, tapi merupakan siswa dari salah satu kelas di kelas 12, maka komposisinya sangat bervariasi. 23 siswa jurusan IPA yang masuk jalur seleksi tes, rata-rata nilai prestasi belajarnya 8, 47 dan 53 siswa jurusan IPA yang masuk jalur seleksi nilai UN SMP, rata-rata nilai prestasi belajarnya 8,399. Sedangkan untuk Jurusan IPS 74 siswa yang masuk jalur seleksi tes, rata-rata prestasi belajarnya 8,23 dan 60 siswa jurusan IPS yang masuk seleksi nilai UN SMP, rata-rata nilai prestasi belajarnya 8,82. Dari dua jalur seleksi penerimaan siswa baru di SMA, yaitu jalur seleksi melalui tes dan jalur seleksi melalui jalur UN ternyata ada perbedaan, namun perbedaanya relatif sangat kecil.

34

4.2.

Persiapan Siswa Dalam Menghadapi UN Persiapan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional diisi dengan kegiatan-kegiatan bimbingan belajar, belajar kelompok, belajar sendiri, les di sekolah, dan memanggil guru privat.

Sebahagian besar siswa (74,04%)

memilih mengikuti bimbingan belajar sebagai upaya untuk persiapan menghadapi UN, selebihnya masing-masing 43,71% memilih belajar sendiri, 38,52% memilih les di sekolah, 20,49 memilih belajar kelompok dan 7,38% memilih memanggil guru privat (Gambar 4.4). Hal ini menunjukkan sebahagian besar siswa menyakini bahwa melalui belajar dibimbingan belajar merupakan kunci keberhasilan untuk dapat lulus dalam ujian nasional.

Gambar 4.4. Prosentasi Yang Dilakukan Siswa dalam Mempersiapkan UN

4.2.1. Kegiatan yang Dilakukan Siswa Dalam Menghadapi UN Adapun kegiatan lainnya yang dilakukan oleh siswa-siswa jurusan IPA berdasarkan urutan prosentasinya tertinggi adalah membahas soal, mengikuti tryout, berdoa, membeli buku dan diskusi kelompok. Urutan

35

frekuensi tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 4.5. Hal ini menunjukkan bahwa disamping mengikuti bimbingan belajar, persiapan yang diyakini oleh siswa jurusan IPA harus dilakukan adalah membahas soal-soal, mengikuti tryout, dan berdoa.

Gambar 4.5. Kegiatan Lain yang Dilakukan Siswa IPA dalam Menghadapi UN

Kegiatan lainnya yang dilakukan oleh siswa-siswa jurusan IPS berdasarkan urutan prosentasinya tertinggi adalah membahas soal, membeli buku, berdoa, tryout, internet, diskusi, dan refresing. Urutan frekuensi tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 4.8. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan siswa jurusan IPS dalam menghadapi ujian nasional lebih banyak dibandingkan dengan upaya yang dilakukan oleh siswa jurusan IPA.

36

Gambar 4.6. Kegiatan Lain yang Dilakukan Siswa IPS dalam Menghadapi UN

4.2.2. Keharusan Mengikuti Les di Sekolah Menjelang berlangsungnya ujian nasional, biasanya sekolah-sekolah mengadakan belajar tambahan berupa les. Les ini dilakukan dalam rangka memperdalam pemahaman dan penguasaan siswa terhadap beberapa mata pelajaran yang ada di ujian nasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebahagian besar (62,63%) pihak sekolah mengharuskan siswa kelas XII untuk mengikuti les (Gambar 4.7). Kondisi ini timbul karena motivasi siswa untuk mengikuti les bermacam-macam. Motivasi untuk mengikuti les bisa datang dari dalam diri siswa sendiri maupun dari orang lain.

37

Gambar 4.7. Keharusan Les Di Sekolah

4.2.3. Yang Mengharuskan Mengikuti Les Adapun dorongan untuk mengikuti les tersebut berasal dari diri sendiri, orang tua, wali kelas, guru bidang studi maupun dari kepala sekolah. Gambar 4.8. menunjukkan bahwa ternyata dorongan tertinggi untuk mengikuti les adalah dari kemauan sendiri (44,5%), selebihnya dorongan dari kepala sekolah (30,75%), orang tua (12,5%), guru bidang studi (7,25%) dan wali kelas (5%). Hal ini berarti motivasi dari dalam diri siswa untuk bisa lulus dalam ujian nasional cukup besar.

Gambar 4.8. Grafik Unsur-unsur yang Mengharuskan Mengikuti Les

4.2.4. Tempat Belajar yang Nyaman dalam menghadapi UN Berdasarkan data yang diperoleh ternyata siswa merasa nyaman belajarnya di tempat-tempat diantaranya bimbingan belajar, di rumah, di

38

rumah teman, les di sekolah. Sebahagian besar (43,25%) siswa merasa lebih nyaman belajar di bimbingan belajar, selebihnya masing-masing 36,41% merasa nyaman belajar di rumah, 18,11% merasa nyaman kalau les di sekolah dan 2,22 merasa nyaman kalau belajar di rumah teman (Gambar 4.9). Hal ini menunjukkan bahwa situasi dan kondisi di bimbingan belajar sangat mendukung para siswa untuk belajar.

Gambar 4.9. Tempat Belajar yang Nyaman untuk Persiapan UN

4.2.5. Penyebab Keberhasilan Kakak Kelas menghadapi UN Siswa memiliki persepsi bahwa keberhasilan kakak kelas dalam menghadapi UN disebabkan oleh mengikuti bimbel, belajar kelompok, belajar sendiri, les dan bantuan guru privat. Sebahagian besar (46,39%) siswa menyatakan bahwa yang menyebabkan kakak kelasnya berhasil dalam menghadapi UN adalah mengikuti bimbingan belajar, selebihnya masingmasing mengikuti les, belajar sendiri, belajar kelompok dan yang paling sedikit adalah mengikuti bimbingan dari guru privat (Gambar 4.10).

39

Gambar 4.10. Penyebab Keberhasilan Kakak Kelas Menghadapi UN 4.2.6. Jumlah Buku yang dimiliki dalam menghadapi UN Jumlah buku yang dimiliki siswa dalam persiapan menghadapi UN, dapat dilihat pada Gambar 4.11. Berdasarkan gambar 4.11. terlihat bahwa sebahagian besar (36,32%) siswa memiliki buku lebih dari 2 (dua), yaitu masing-masing 21,23% memiliki 3 (tiga) buah buku, 5,37% memiliki 4 (empat) buah buku dan 9,72% memiliki lebih dari empat buah buku. Hal ini menunjukkan bahwa sepertiga lebih dari siswa dalam menghadapi ujian nasional didukung oleh kepemilikan buku-buku yang berkaitan dengan mata pelajaran yang ada diujian nasional.

Gambar 4.11. Prosentasi Jumlah Buku yang Dimiliki Siswa

40

4.2.7. Kepemilikan Buku Mata Pelajaran Bahasa Inggeris Sebahagian besar (67,08%) siswa memiliki buku Mata Pelajaran Bahasa Inggeris lebih dari satu, yaitu masing-masing 32,42% memiliki 2 (dua) buah buku, 16,21% memiliki 3 (tiga) buah buku, 8,73% memiliki 4(empat) buah buku, dan 9,73% memiliki buku lebih dari empat buah (Gambar 4.12).

Gambar 4.12. Jumlah Buku Mata Pelajaran Bahasa Inggeris yang dimiliki dalam menghadapi UN

4.2.8. Kepemilikan Buku Bahasa Indonesia Separuh lebih (57,80%) siswa memiliki buku Mata Pelajaran Bahasa Indonesia lebih dari satu dan hanya 42,20% siswa yang memiliki satu buah buku (Gambar 4.13). Hal ini menunjukkan bahwa memiliki buku pelajaran sangat berarti bagi siswa dalam rangka persiapan menghadapi ujian nasional. Buku sangat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep materi pelajaran.

41

Gambar 4.13. Jumlah Buku Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang dimiliki dalam menghadapi UN

4.2.9. Kepemilikan Buku Mata Pelajaran Kimia Jumlah buku Mata Pelajaran Kimia yang dimiliki siswa dalam menghadapi UN sebahagian besar (66,49%) lebih dari satu seperti terlihat pada Gambar 4.14. Hal ini berarti sebahagian besar siswa menganggap bahwa memiliki buku mata pelajaran kimia sangat penting untuk mendukungnya dalam upaya memahami dan menguasai mata pelajaran tersebut.

Gambar 4.14. Jumlah Buku Mata Pelajaran Kimia yang dimiliki dalam menghadapi UN 4.2.10. Kepemilikian Buku Mata Pelajaran Biologi

42

Jumlah buku mata pelajaran Biologi yang dimiliki siswa sebahagian besar ( 68,65%) lebih dari satu, yaitu masing-masing 33,51% siswa memiliki dua buah buku, 20% siswa memiliki tiga buah buku, 7,57% siswa memiliki empat buku, dan 7,57 siswa memiliki lebih dari empat buku (Gambar 4.15).

Gambar 4.15. Jumlah Buku Mata Pelajaran Biologi yang dimiliki dalam menghadapi UN

4.2.11. Kepemilikan Buku Mata Pelajaran Fisika Sepertiga lebih (34,97%) siswa memiliki buku mata pelajaran Fisika hanya satu buah, selebihnya (65,03%) siswa memiliki buku fisika lebih dari satu (Gambar 4.16). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga siswa kelas XII menanggap sangat penting untuk memiliki buku fisika lebih dari satu buah dalam menghadapi ujian nasional.

Gambar 4.16. Jumlah Buku Mata Pelajaran Fisika yang dimiliki

43

dalam menghadapi UN

4.2.12. Kepemilikan Buku Mata Pelajaran Sosiologi Siswa kelas XII jurusan IPS sebahagian besar (64,53%) memiliki buku mata pelajaran Sosiologi lebih dari satu, yang terdiri dari 36,05% siswa memiliki dua buah buku, 14,53% siswa memiliki tiga buah buku, 6,40% siswa memiliki empat buah buku, dan 7,56 siswa memiliki lebih dari empat buah buku seperti terlihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4. 17. Jumlah Buku Mata Pelajaran Sosiologi yang dimiliki dalam menghadapi UN

4.2.13. Kepemilikan Buku Mata Pelajaran Ekonomi Dua pertiga lebih (68,60%) siswa kelas XII jurusan IPS memiliki buku mata pelajaran Ekonomi yang masing-masing 31,40% siswa memiliki dua buah buku, 22,67% siswa memiliki tiga buah buku, 6,98% siswa memiliki empat buah buku, dan 7,56% siswa memiliki buku lebih dari empat (Gambar 4.18).

44

Gambar 4.18. Jumlah Buku Mata Pelajaran Ekonomi yang dimiliki dalam menghadapi UN

4.2.14. Kepemilikan Buku Mata Pelajaran Geografi Gambar 4.19. menunjukkan bahwa hanya sepertiga lebih (35,63%) siswa jurusan IPS memiliki buku mata pelajaran Geografi satu buah. Hal ini berarti sebagian besar siswa menganggap kepemilikan buku geografi sangat penting untuk mendukungnya dalam rangka mempersiapkan ujian nasional.

Gambar 4.19. Jumlah Buku Mata Pelajaran Geografi yang dimiliki dalam menghadapi UN

4.2.15. Jumlah Jam Belajar setelah sekolah dalam menghadapi UN Kesiapan belajar dapat juga dilihat dari jumlah jam belajar yang digunakan setelah pulang sekolah. Berdasarkan jumlah jam belajar setelah

45

pulang sekolah, setelah diurutkan siswa kebanyakan menggunakan waktu belajarnya 2 jam (42,60%) , 1 jam (21,68%), tiga jam (19,64%), 4 jam (9,18%) dan lebih dari empat jam (6,89%) setelah waktu belajar disekolah ada (Gambar 4. 20).

Gambar 4.20. Jam Belajar Setelah Pulang Sekolah

4.2.16. Cara Belajar Siswa dalam Menghadapi UN Cara belajar yang dilakukan siswa dalam menghadapi ujian nasional sebahagian besar (54,34%) adalah dengan membahas soal-soal setiap mata pelajaran yang ada di ujian nasional. Selebihnya para siswa melakukan latihan soal, membaca buku dan menghapal seperti yang tergambar pada Gambar 4.21.

46

Gambar 4.21. Cara Belajar dalam Menghadapi UN

4.3. Prestasi Belajar Siswa ditingkat SMP/MTsN Sebahagian besar (74,55%) siswa yang lulus seleksi masuk SMAN/SMKN di kota Medan berprestasi dijenjang sekolah sebelumnya (SMP/MTsN). Jenis prestasi yang diperolehnya berupa pernah mendapat rangking di kelasnya.

Gambar 4.22. Prestasi Siswa ditingkat SMP/MTsN

47

Prestasi yang pernah diperoleh oleh masing-masing siswa ditingkat SMP/MTsN sebahagian besar (54,28%) rangking 1 sampai dengan 4, yaitu masing-masing yang pernah mendapat rangking 1 sebanyak 14,14%, rangking 2 sebanyak 16,78%, rangking 3 sebanyak 12,83%, dan rangking 4 sebanyak 10,53% (Gambar 4.23). Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswa yang lulus seleksi masuk SMAN/SMKN baik melalui jalur seleksi hasil ujian nasional maupun tes telah memiliki prestasi belajar yang baik dijenjang sekolah sebelumnya.

Gambar 4.23. Rangking Siswa sewaktu ditingkat SMP/MTsN

4.4. Hubungan Antara Rata-rata Perolehan UN sewaktu di SMP/MTs dengan Prestasi di SMAN/SMKN Berdasarkan hasil perhitungan korelasi dengan menggunakan rumus produk moment di dapat koefisien korelasi antara rata-rata perolehan ujian nasional sewaktu di SMP/MTsN dengan Prestasi di SMAN/SMKN untuk kelompok Jurusan IPS adalah 0,930 sedangkan untuk kelompok Jurusan IPA adalah 0,924411.

Hal ini menunjukan bahwa nilai UN yang diperoleh

48

sewaktu SMP/MTsN memiliki korelasi yang sangat kuat dengan prestasi belajar dalam mengikuti pelajaran di SMA-nya.

Gambar 4.24. Scater Diagram Rata-rata Nilai UN SMP dengan Rata-rata Prestasi Belajar di SMA Jurusan IPS

.

Gambar 4.25. Scater Diagram Rata-rata Nilai UN SMP dengan Rata-rata Prestasi Belajar di SMA Jurusan IPA

49

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV dapat di

simpulkan sebagai berikut: a. Sistem penerimaan siswa baru tingkat SMA/SMKN di kota Medan dilakukan melalui jalur hasil ujian nasional dan jalur tes. b. Hasil belajar siswa berdasarkan latar belakang sistem penerimaan siswa baru yang dilakukan sekolah tidak menunjukan perbedaan hasil belajar yang berarti. c. Kesiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional dilakukan dengan banyak hal. Siswa cenderung untuk memilih tempat bimbingan belajar untuk mempersiapkan menghadapi Ujian Nasional. Selain dari itu bimbingan belajar juga merupakan tempat yang disukai siswa SMA untuk belajar dalam mempersiaakan diri menghadapai Ujian Nasional. d. Terdapat

hubungan yang kuat antara hasil UN di SMP/MTs dengan

dengan prestasi belajarnya ditingkat SMA/MA. Hal ini mengisaratkan bahwa hasil ujian nasional dapat dijadikan indikator untuk keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan selanjutnya.

50

5.2.

Saran a. Siswa perlu diberikan sarana dan bimbingan yang cukup untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi ujian nasional. b. Sekolah-sekolah agar lebih giat lagi untuk memberikan bimbingan belajar kepada siswa, sehingga siswa akan cendrung memilih bimbingan belajar di sekolah dibandingkan di tempat-tempat bimbingan lainnya.

51

DAFTAR PUSTAKA

Anam, Saiful. 2005. Indra Djati Sidi: Dari ITB Untuk Pembaruan Pendidikan. Jakarta Selatan: Teraju. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2007. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baedowi, Ahmad. Mencari (Cari) Relevansi Ujian Nasional dalam http://www.mediaindonesia.com, diakses tanggal 10 Desember 2009. Chan, Sam M. dan Tuti T. Sam. 2005. Analisis Swot Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Darmaningtyas, “Realitas Pemberlakuan UAN/UN”. Edukasi. Volume V Nomor I, Januari-Maret 2007. Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al-qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Lubuk Agung. H.A.R. Tilaar. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.http://disdikklungkung.net. “Informasi Ujian Nasional Tahun 2008” diakses tanggal 20 Januari 2010. http://edukasi.kompas.com. “Sekolah SegeraPadatkanPelajaran “ diakses 25 Nopember 2009. Harjono,

Yulvianus. Persiapan UN Menjadi Lebih Berat http://edukasi.kompas.com. diakses tanggal 25 Nopember 2009.

dalam

Harti, Yuli. “Masih Perlukah Ujian Nasional?”. Dalam http://guruvalah.20m.com/ kontoversi_ujian_nasional.html. diakse 23 Januari 2010. Hasan, M, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indosia. http://malangraya.kabarku.com. “Peringkat UN Masih Jeblok Kota Malang Nomor 36, Kota Batu Terbawah”, diakses tanggal 21 April 2010.

52

http://mgmpbismp.co.cc. “Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 Tentang tentang Ujian Nasional SMP/MTs./SMPLB, SMA/ MA/SMALB, dan SMK tahun pelajaran 2009/2010”. diakses 10 Desember 2009. http://mgmpbismp.co.cc. “Permendiknas tentang 2009/2010” diakses 10 Desember 2009.

Ujian

Nasional

Tahun

http://newspaper.pikiran-rakyat.com. “BSNP Rencana Naikkan Standar Kelulusan UN 2010”. diakses tanggal 10 Desember 2009. http://puspendik.info. “Pengertian Standard Setting Ujian Akhir”. diakses 17 Desember 2009. M. Arifin. 2006. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara. Saiful Anam, Indra Djati Sidi: Dari ITB Untuk Pembaruan Pendidikan, (Jakarta Selatan:Teraju, 2005), hlm. 259