Untitled - Kementerian Pekerjaan Umum

27 downloads 905 Views 3MB Size Report
Jurnal Permukiman ... Jurnal Permukiman adalah majalah berkala yang memuat karya tulis ilmiah di bidang ..... preferensi; contoh metoda permutasi, linear.
Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012

ISSN : 1907 – 4352

Jurnal Permukiman adalah majalah berkala yang memuat karya tulis ilmiah di bidang permukiman meliputi kawasan perkotaan/ perdesaan, bangunan gedung yang berada di dalamnya, serta sarana dan prasarana yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Diterbitkan sejak tahun 1985 dengan nama Jurnal Penelitian Permukiman dan tahun 2006 berganti menjadi Jurnal Permukiman dengan frekuensi terbit tiga kali setahun pada bulan April, Agustus dan November. Pelindung Penanggung Jawab

: :

Kepala Pusat Litbang Permukiman Kepala Bidang Sumber Daya Kelitbangan

Mitra Bestari

:

Prof. R. Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M. Agr. (Bidang Bahan Bangunan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Prof. Ir. Iswandi Imran, MASc. Ph. D. (Bidang Rekayasa Struktur, Institut Teknologi Bandung) Dr. Ir. Tri Padmi (Bidang Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung) Ir. Indra Budiman Syamwil, MSc., Ph. D. (Bidang Arsitektur, Institut Teknologi Bandung)

Dewan Penelaah Naskah

:

Andriati Amir Husin, MSi. (Bidang Bahan Bangunan, Pusat Litbang Permukiman) Ir. Nurhasanah Sutjahjo, M.M. (Bidang Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Pusat Litbang Permukiman) Dr. Ir. Anita Firmanti, E.S., M.T. (Bidang Bahan Bangunan, Pusat Litbang Permukiman) Drs. Achmad Hidajat Effendi (Bidang Bahan Bangunan, Pusat Litbang Permukiman) Ir. Silvia F. Herina, M.T. (Bidang Teknik Sipil, Pusat Litbang Permukiman) Ir. Arief Sabaruddin, CES. (Bidang Perumahan dan Permukiman, Pusat Litbang Permukiman) Dra. Sri Astuti, MSA. (Bidang Bangunan Tapak, Pusat Litbang Permukiman) Dr. Andreas Wibowo, S.T., M.T. (Bidang Struktur dan Konstruksi, Pusat Litbang Permukiman) Sarbidi, S.T., M.T. (Bidang Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Pusat Litbang Permukiman) Lia Yulia Iriani, S.H. (Bidang Kebijakan Ilmu dan Teknologi, Pusat Litbang Permukiman)

Redaksi Pelaksana

:

Drs. Rudy Ridwan Effendi, M.T. Dra. Roosdharmawati Drs. Arif Sugiarto, M.M. Nitnit Anitya, S.S.

Alamat Redaksi

:

Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 40393 P.O. Box 812 Bandung 40008 Tlp. 022-7798393 (4 saluran) Fax. 022-7798392 E-mail : [email protected]

Akreditasi Jurnal Permukiman ditetapkan sebagai Majalah Berkala Ilmiah : Terakreditasi Nomor 485/AU3/P2MI-LIPI/08/2012 Berdasarkan Kutipan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 742/E/2012 Tanggal 07 Agustus 2012

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012

ISSN : 1907 – 4352

Pengantar Redaksi Ucapan puji syukur tercurah kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya jua redaksi pada tahun ini dapat menerbitkan Jurnal Permukiman edisi kedua. Edisi kali ini menyajikan enam tulisan berkaitan dengan bahasan teknologi struktur dan konstruksi bangunan, perumahan dan lingkungan, komponen bahan bangunan alternatif, serta penyehatan lingkungan permukiman. Bahasan mengenai teknologi konstruksi mengawali edisi kali ini. Selain mengedepankan aspek ekonomi (biaya dan waktu) dan aspek teknis (kekuatan konstruksi), isu lingkungan menjadi pertimbangan agar dapat diimplementasikan dalam penilaian rancangan konstruksi. Wahyu Wuryanti menuangkan bahasan tersebut dalam tulisan yang berjudul “Keputusan Multikriteria Dalam Menilai Konstruksi Rumah Tinggal terhadap Lingkungan”. “Faktor-faktor Disain Rumah Susun yang Berpengaruh terhadap Kenyamanan Termal” dipaparkan oleh Arief Sabaruddin, Rumiati R. Tobing, dan Tri Harso Karyono. Berdasarkan hasil analisis, dinyatakan bahwa faktor-faktor disain yang mempengaruhi kenyamanan termal dan berpeluang menghasilkan emisi CO2 adalah orientasi bangunan dan tipe bangunan. Akibat perpindahan penduduk ke pinggiran kota menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari aspek ekonomi akan menciptakan lapangan kerja dan investasi, dampak negatifnya berupa menurunnya kualitas lingkungan seperti terjadinya alih guna lahan pertanian produktif dan konservasi menjadi kawasan permukiman dan industri. Nanang S. Santosa, Santun R.P. Sitorus, Machfud, dan Ramalis Sobandi membahasnya melalui “Analisis Keberlanjutan Kawasan Permukiman Perkotaan Cisauk Di DAS Cisadane”. Minimnya bahan baku untuk pembuatan papan partikel, menjadi bahan penelitian untuk mengembangkan dan memanfaatkan dengan optimal kayu cepat tumbuh sebagai komponen bahan bangunan alternatif pengganti kayu. Kayu cepat tumbuh yang dimanfaatkan adalah kayu acasia (Acasia mangium) dan sengon (Paraserienthes falcataria) oleh Dany Cahyadi, Aan Sugiarto, Anita Firmanti, dan Bambang Subiyanto dalam penelitiannya tentang “Sifat Fisis dan Mekanis Papan Semen Partikel Kayu Akasia (Acasia mangium) dan Sengon (Paraserienthes falcataria)”. Berkaitan dengan penyehatan lingkungan permukiman, dibahas oleh Aryenti mengenai “Peran Pendamping Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Kota Banjar”. Selama program pendampingan berlangsung, diperlukan sumber daya manusia yang mampu berperan sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator. Dan program ini dikatakan berhasil apabila mampu mengembangkan pola pikir, pola sikap dan pola tindak pada masyarakat yang didampingi. Program kegiatan pendampingan masyarakat di Kota Banjar berhubungan dengan pengelolaan sampah 3R dengan memfasilitasi masyarakat pada proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan sampah 3R di lingkungannya. Tulisan Yulinda Rosa dan Ratna Jatnika mengenai “Faktor Penentu Kebutuhan Rumah, Studi Kasus Kota Cirebon” merupakan tulisan penutup. Ketidakakuratan informasi kebutuhan rumah berakibat pada ketidaktepatan program-program pembangunan perumahan. Untuk memperoleh data yang akurat maka penentuan faktor kebutuhan rumah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Semoga tulisan yang kami sajikan bermanfaat. Selamat membaca. Bandung, Agustus 2012 Redaksi

i

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012

ISSN : 1907 – 4352

Daftar Isi Pengantar Redaksi

i

Daftar Isi

ii

Keputusan Multikriteria Dalam Menilai Konstruksi Rumah Tinggal terhadap Lingkungan – Multicriteria Decision in Assess the House Construction to Environment Wahyu Wuryanti

66-75

Faktor-faktor Disain Rumah Susun yang Berpengaruh terhadap Kenyamanan Termal – The Influence of Design Factors Toward the Thermal Comfort in Flats Arief Sabaruddin, Rumiati R. Tobing, Tri Harso Karyono

76-87

Analisis Keberlanjutan Kawasan Permukiman Perkotaan Cisauk Di Derah Aliran Sungai (DAS) Cisadane – Sustainable Analysis of Cisauk Urbanized Settlement at Cisadane River Basin Nanang S. Santosa, Santun R.P. Sitorus, Machfud, Ramalis Sobandi Sifat Fisis dan Mekanis Papan Semen Partikel Kayu Akasia (Acasia mangium) dan Sengon (Paraserienthes falcataria) – Physical and Mechanical Properties of Acasia (Acasia mangium) and Falcata (Paraserienthes falcataria) Wood Cement Bonded Particle Board Dany Cahyadi, Aan Sugiarto, Anita Firmanti, Bambang Subiyanto Peran Pendamping Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Kota Banjar – Task Field Officer in Waste Management 3R (Reduce, Reuse, Recycle) Concept Community in Banjar City Aryenti

88-94

95-100

101-109

Faktor Penentu Kebutuhan Rumah, Studi Kasus Kota Cirebon – Determinants of Housing Needs, Case Study of Cirebon City Yulinda Rosa, Ratna Jatnika

110-120

Katalog dan Abstrak

121-124

Indeks Subjek

125

ii

Keputusan Multikriteria dalam Menilai … (Wahyu Wuryanti)

KEPUTUSAN MULTIKRITERIA DALAM MENILAI KONSTRUKSI RUMAH TINGGAL TERHADAP LINGKUNGAN Multicriteria Decision in Assess the House Construction to Environment Wahyu Wuryanti Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan - Kabupaten Bandung 40393 E-mail: [email protected] Diterima : 06 Januari 2012; Disetujui : 10 Mei 2012

Abstrak Selama ini dalam penilaian rancangan rumah masih mengedepankan pendekatan konvensional seperti aspek ekonomi dan aspek teknis. Sementara itu isu lingkungan yang seharusnya juga dipertimbangkan sebagai fenomena global belum disentuh. Ketika kebutuhan rumah tinggal masih tinggi di Indonesia, industri konstruksi akan menjadi penyebab terbesar polusi lingkungan. Keputusan penggunaan teknologi konstruksi dan bahan bangunan sepatutnya telah mempertimbangkan beberapa aspek termasuk aspek lingkungan. Tulisan ini menyajikan penilaian multikriteria terhadap empat alternatif rancangan konstruksi rumah tinggal. Metodologi penelitian menggunakan teknik analisis keputusan multikriteria yakni metoda simple additive weighting dan metoda multiplicative exponential weighting. Hasil studi menunjukkan bahwa konstruksi rumah yang menggunakan rangka beton bertulang dengan dinding panel dan penutup atap asbes mendapatkan skor tertinggi berarti merupakan pilihan terbaik dalam evaluasi. Namun untuk pengembangan produksi rumah massal hasil evaluasi ini perlu disikapi dengan bijaksana karena produk asbes berbahaya bagi kesehatan. Kata Kunci : Rumah tinggal, multi-kriteria, simple additive weighting, multiplicative exponential weighting

Abstract During this time in the assessment of houses design still emphasizes the conventional approaches such as economic aspects and technical aspects. Meanwhile, environmental issues should also be considered as a global phenomenon has not been addressed. When the house needs still high in Indonesia, the construction industry will be the biggest cause of environmental pollution. Decision of the use of technology of construction and building materials should have been considering several aspects including environmental aspects. This paper presents the multi-criteria assessment of four alternatives of house construction. The research methodology uses multi-criteria decision analysis consisting of simple additive weighting and the multiplicative exponential weighting methods. Results of the study showed that house construction using reinforced concrete frame with wall panels and roof cover asbestos get highest score means is the best option in the evaluation. However, for the development of mass production this evaluation results should be handled wisely because the product of asbestos harmful to health. Keywords : House, multi-criteria, simple additive weighting, multiplicative exponential weighting

PENDAHULUAN Di Indonesia, program pembangunan rumah tapak (landed house) tetap diselenggarakan untuk menghadapi animo masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk memiliki rumah tapak masih tetap tinggi. Dalam penilaian rancangan konstruksi selama ini menggunakan pendekatan konvensional yang lebih mengedepankan aspek ekonomi yaitu biaya dan waktu konstruksi dan aspek teknis yaitu kekuatan konstruksi. Sementara itu isu lingkungan yang juga seharusnya dipertimbangkan sebagai sebuah fenomena global masih menjadi wacana dan belum diimplementasikan.

Seperti disinyalir dalam berita media elektronik bahwa Indonesia termasuk penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, disebabkan terutama dari industri, pembangkit listrik dan transportasi (Indolife, 29 Desember 2011). Industri konstruksi ditengarai sebagai penyumbang 40% emisi gas CO2. Telah diketahui bahwa gas rumah kaca terdiri dari beberapa gas dan gas CO2 memberikan kontribusi terbesar yaitu sebanyak 56%. Oleh sebab itu upaya untuk mengurangi emisi gas CO2 dan meningkatkan teknologi konstruksi ramah lingkungan perlu terus digalakkan khususnya dari sektor industri konstruksi. Program tersebut tidak mudah dan

66

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 66-75

perlu usaha keras dan kerjasama yang baik dari seluruh pemangku kepentingan. Salah satunya adalah melalui penggunaan bahan bangunan rendah emisi dalam rancang bangunan. Di awal suatu rancangan konstruksi ada tantangan tersendiri dalam memutuskan jenis bahan bangunan dan teknologi konstruksi yang akan digunakan. Tidak mudah mengumpulkan rekaman penilaian suatu produk bahan secara lengkap. Perlu melibatkan perencana sebagai konseptor rancangan akhir, kontraktor sebagai aktor pelaksana lapangan, dan estimator yang menilai aspek ekonomisnya. Saat kini banyak produk bahan yang telah dikembangkan dan menjadi pilihan untuk diaplikasikan dalam konstruksi bangunan. Memilih bahan bangunan dengan kadar emisi gas rendah semata-mata belum tentu menjadi pilihan terbaik dan efisien manakala proses pelaksanaannya sulit. Perlu mempertimbangkan beberapa kriteria seperti aspek ekonomi, aspek teknis, estetika, tren, dan/atau lainnya. Kenyataannya tidak ada satu pun bahan bangunan yang selalu memiliki keunggulan pada setiap kriteria penilaian. Tergantung pada kriteria apa yang digunakan dalam menilai performa bahan (Garrison, 2008). Menjadi tantangan tersendiri bagi pengambil keputusan dalam memberikan keputusan yang tepat menghadapi berbagai alternatif dalam proyek konstruksi. Hal ini tidak mudah. Melalui teknik Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) telah dikembangkan metoda pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan berbagai kriteria penilaian. Suatu keputusan akan tergantung pada nilai dan preferensi dari pengambil keputusan, sehingga perlu ditetapkan dahulu tujuan dan kriteria yang diharapkan. Dalam tulisan ini membahas penilaian multikriteria untuk memutuskan pengaruh konstruksi rumah tinggal terhadap lingkungan. Objek penilaian lebih mengutamakan pada penggunaan bahan bangunan. Tujuannya adalah menentukan pilihan terbaik terhadap empat alternatif pilihan unit konstruksi rumah yang ditinjau dari berbagai kriteria penilaian. Kajian Pustaka Dalam membuat suatu keputusan penggunaan produk konstruksi, perlu ditetapkan nilai-nilai penerimaan (acceptable values) secara kuantitatif untuk memudahkan dalam analisis pengambilan keputusan.

67

Dampak Bangunan terhadap Lingkungan Energi yang digunakan selama hidup bangunan dapat dibedakan menjadi dua jenis energi yaitu embodied energy dan energi operasional. Pengertian embodied energy adalah jumlah energi yang dikonsumsi dalam seluruh proses produksi material atau sistem. Sementara energi operasional adalah konsumsi energi selama bangunan beroperasi sehingga tergantung pada pengguna. Emisi embodied CO2 (emisi ECO2) merupakan jumlah total emisi gas rumah kaca (GHG) yang dihitung sebagai satuan karbon dioksida equivalen (CO2-e) selama proses mulai dari ekstrasi bahan baku, transportasi, fabrikasi sampai menjadi produk akhir siap pakai (Chen, et al 2010). Dalam menghitung emisi gas dari bahan bangunan perlu angka konversi dari konsumsi energi menjadi emisi ECO2. Jumlah total emisi ECO2 merupakan perkalian volume bahan dengan faktor emisi ECO2 menggunakan persamaan (1). ECO2   Qi  ECO factor i ................................. (1) i

Dengan Qi adalah kuantitas material i dan ECOfactor i adalah faktor konversi tergantung pada jenis penggunaan bahan bakar. Tidak mudah untuk menghitung jumlah emisi ECO2 sehingga banyak metoda yang dikembangkan sesuai batasan sistem. Banyak penelitian berusaha menghitung angka ECOfactor (Chen, et al 2010) dan telah menerbitkan daftar angka faktor. Seperti faktor emisi ECO2 yang dihasilkan oleh Seo dan Hwang, 2001 dalam penelitiannya di Australia yang menghitung berdasarkan konsumsi bahan bakar fosil dan produksi semen. Penelitian Hammond dan Jones, 2008, di Inggris menghitung berdasarkan konsumsi bahan bakar. Sementara penelitian Chen dan rekan-rekannya 2010 juga menghitung angka faktor ECO2 berdasarkan kondisi di Australia dan Inggris. Angka faktor yang telah dihasilkan tersebut tidak dapat dibandingkan satu dengan lainnya, karena metoda, waktu dan lokasinya berbeda. Tabel 1 menyajikan daftar angka ECOfactor yang dihasilkan dari beberapa penelitian sebelumnya. Sampai saat ini belum ada riset dan database yang menghitung faktor ECO2 untuk produk-produk bahan bangunan Indonesia, sehingga data-data yang dikembangkan di negara lain meski tidak akurat tetapi cukup signifikan digunakan dan dapat memberikan informasi yang relevan dalam memperkirakan emisi ECO2. Emisi ECO2 yang ditimbulkan untuk transportasi tergantung pada jenis bahan bakar, jumlah

Keputusan Multikriteria dalam Menilai … (Wahyu Wuryanti)

konsumsi bahan bakar dan moda transportasi dari lokasi pengambilan sampai lokasi proyek. Tabel 2 menampilkan faktor emisi sesuai jenis bahan bakar. Tabel 1 Faktor ECO2 dari Penelitian Sebelumnya Building Material

Hammond and Jones, 2008 kg-CO2/kg n.a 1,77 0,22 0,163* 0,056 0,159 0,241 0,102 0,28 0,061 0,12 0,85 0,46 0,59 0,177 0,005 0,81 0,83

Seo and Hwang, 2001 kg-CO2/kg 0,0109 0,4252 0,0114 n.a 0,0017 0,0125 n.a n.a n.a n.a 0.2293 0,269 0,0262 0,2061 n.a 0,0005 0,1996 0,2204

Chen, et al, 2010 kg-CO2/m3 1668,6 12207 290,8 153,9 n.a 333,6 n.a 302,5 196,9 564 301,8 1380,5 204,5 1920 418 51 650,1 n.a

Asbes Baja tulangan Bata Batako Batu belah Beton Beton bertulang Beton FB** Beton ringan Genteng beton Gypsum board Kaca Kayu Keramik Mortar 1:4 Pasir Plywood Portland cement Note : *diasumsikan campuran mortar 1:1:6 semen:kapur:pasir **beton ringan campuran dengan fly bottom ash

Tabel 2 Faktor Emisi Bahan Bakar Jenis Bahan Bakar Diesel Petrol Bio-diesel Sumber : Joosen and Luttmer, 2007

Faktor Emisi [kg CO2 per Liter] 2,63 2,32 0,67

Perkalian antara jarak tempuh dan faktor emisi menghasilkan jumlah emisi CO2 transportasi sesuai persamaan (2). TCO2  D  ECO fuel .............................................. (2)

Dengan D jarak tempuh dan ECOfuel adalah emisi bahan bakar. Dengan demikian total emisi ECO2 pengunaan bahan bangunan merupakan penjumlahan emisi ECO2 dan TCO2 sesuai dengan persamaan (3).

Emisi CO2  ECO2  TCO2 ................................ (3) Identifikasi Kriteria Penilaian Secara tradisional dalam mengevaluasi suatu produk konstruksi hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi menggunakan parameter nominal biaya/harga. Namun saat kini dan perkembangan teknologi dan permasalahan masyarakat pengambilan keputusan dalam mengekspresikan nilai keberterimaan tidak hanya berdasarkan faktor ekonomi, tetapi juga

berdasarkan faktor non-finansial seperti lokasi, aksesibilitas, keamanan, dan sebagainya. Menurut Noris and Marshall (1995) dalam mengevaluasi performa bangunan atau sistem bangunan menggunakan kriteria sebagai berikut dan masing-masing kriteria dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhannya dan tidak perlu seluruhnya harus ada. (1) Estetika yaitu tampilan dan daya tarik disain di dalam dan luar gedung serta lingkungan sekitar (2) Fungsi bangunan yaitu kinerja bangunan dalam memenuhi kebutuhan pemilik/ pengguna gedung, termasuk efisiensi tata dan fungsi ruang (3) Durabilitas yaitu ketahanan gedung dan fasilitasnya selama waktu tertentu (4) Ekonomi yaitu nilai, efisiensi dan profitabilitas gedung atau komponen bangunan (5) Dampak lingkungan yaitu dampak udara, air, lahan dan sumber energi (6) Fleksibilitas penggunaan yaitu kemudahan dan fleksibilitas penggunaan gedung (7) Kelengkapan fasilitas teknologi yaitu kapasitas dan fleksibilitas infrastruktur teknologi informasi dalam gedung, termasuk suplai energi, jaringan telekomunikasi dan komputer (8) Lokasi yaitu penempatan bangunan untuk menunjang tujuan pemilik gedung (9) Ketersediaan penghunian yaitu lama penghunian dan ketersediaan penghuni (10) Operasional dan pemeliharaan yaitu kemudahan dan kenyamanan operasional, pemeliharaan, pembersihan, dan perbaikan (11) Keandalan yaitu kemampuan sistem bangunan selama beroperasi pada kondisi normal maupun abnormal (12) Keamanan yaitu perlindungan pada pengguna, pengunjung dan aset (gedung dan isinya) (13) Ketahanan suara dan pandangan yaitu privasi dan kenyamanan terhadap bunyi, pandangan dan pencahayaan (14) Ketahanan udara dan termal yaitu kondisi suhu ruangan, kelembaban, ventilasi, kualitas udara (15) Transportasi yaitu efisiensi dan kemudahan perpindahan orang dan barang dari dan ke bangunan Kriteria penilaian produk konstruksi dapat didetailkan dalam sub-kriteria bila perlu. Pada penilaian suatu produk bahan bangunan kriteria

68

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 66-75

penilaiannya dapat diperinci seperti disajikan dalam tabel 3. Tabel 3 Kriteria Penilaian Bahan Bangunan Kriteria Estetika Ketersedian bahan (availability)

Keterangan Tampilan produk Ketersediaan bahan dalam kuantitas yang cukup untuk menghadapi kebutuhan pasar Kekuatan dan Kuat tekan/tarik/lentur sesuai tujuan kekakuan (strength penggunaan. Kekakuan ditinjau dari and stiffness) nilai Modulus Young Ekonomi Harga suatu produk Ketahanan api Ketahanan api Durabilitas Masa pakai suatu produk untuk efisiensi biaya pemeliharaan Limbah (disposal) Penggunaan kembali bongkaran bahan Instalasi Kemudahan bongkar pasang Transportasi Kemudahan pengangkutan termasuk biaya mobilisasi Keberterimaan Penerimaan pengguna terhadap produk (acceptance) bahan Sumber : Dirangkum dari beberapa literatur

Pada dasarnya tidak ada produk bahan yang unggul dalam seluruh kriteria disain. Suatu produk bahan bila ditinjau pada satu kriteria mempunyai nilai unggul dibandingkan produk lainnya, tetapi bila dinilai terhadap kriteria lainnya dapat sebaliknya (Wuryanti, 2011). Kenyataannya setiap produk bahan mempunyai keuntungan dan kerugian. Teknik Analisis Multikriteria Multi Criteria Analysis (MCA) dikembangkan tahun 1960-an untuk membantu pengambil keputusan dalam menghadapi empat masalah (communities and local government, 2009) : a) Mengidentifikasi alternatif pilihan paling mendekati preferensi (kasus pemilihan) b) Mengklasifikasikan alternatif pilihan sesuai aspek tertentu (kasus klasifikasi) c) Meranking alternatif pilihan (kasus ranking) d) Mengindetifikasi alternatif pilihan sesuai deskripsi penerimaannya (kasus deskripsi) Prosedur dalam menggunakan MCA melalui : (1) Pendeskripsian tujuan yang diharapkan dan siapa pengambil keputusan (2) Identifikasi beberapa opsi solusi (3) Tetapkan tujuan dan kriteria yang dapat direfleksikan pada setiap opsi (4) Deskripsikan nilai performa pada setiap opsi terhadap masing-masing kriteria (5) Lakukan pembobotan setiap kriteria untuk menetapkan tingkat kepentingannya (6) Pilih teknik analisis yang akan digunakan (7) Lakukan analisis untuk memilih opsi solusi (8) Validasikan hasil perhitungan

69

Membuat keputusan multikriteria (multi criteria decision making, MCDM) dapat diklasifikasi sesuai dengan model analisis, yaitu : (i) Scoring model, yaitu memilih alternatif yang memiliki skor tertinggi (utilitas maksimum); contoh simple addictive weighting, hierarchical addictive weighting, dan multiplicative exponential weighting (ii) Compromising model, yaitu memilih alternatif yang paling mendekati (closest) dengan solusi ideal; contoh technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS), LINMAP (iii) Concordance model; meranking sesuai preferensi; contoh metoda permutasi, linear assignment method dan Elimination et Choice Traduisant la Realite (ELECTRE) Bila ada n kriteria untuk mengevaluasi m alternatif maka akan diperoleh matriks berdimensi n x m sesuai dengan persamaan (7).

D=

w1

w2

w3

...

wn

bobot

K1

K2

K3

...

Kn

Kriteria

A1

X11

X12

X13

X1n

A2

X21

X22

X23

X2n

A3 . . .

X31

X32

X33

X3n

Am

Xm1 Xm2 Xm3

Xmn

Alternatif

(7)

Perhitungan bobot dengan metoda Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan menggunakan skor sesuai dengan tabel 4. Tabel 4 Skor Relatif Pairwise Comparison Skor Deskripsi 1 Sama penting (Equal importance) 3 Agak penting (Moderate importance) 5 Penting (Strong importance) 7 Sangat penting (Very strong importance) 9 Mutlak penting (Absolute importance) 2,4,6,8 Skor antara Sumber : Saaty (2008)

Matriks resiprokal dalam AHP dirangkum dari opini pakar (expert opinion) dan dianalisis menggunakan rasio kepentingan relatif atau biasa disebut pairwise comparison (perbandingan pasangan). Untuk perhitungan konsistensi menggunakan rasio konsistensi (Consistency Ratio, CR). Nilai CR dihitung dari rasio indeks konsistensi (Consistency Index, CI) terhadap indeks random (Random Index, RI), sesuai persamaan (5) dan (6) CI 

max  n n 1

(5)

Keputusan Multikriteria dalam Menilai … (Wahyu Wuryanti)

CR 

(6)

CI RI

Dengan max = eigenvalue maksimum, n =jumlah atribut dalam matriks, RI = sesuai jumlah n n RI

1 0

2 0

3 0,52

4 0,89

5 1,11

6 1,25

7 1,35

Secara prosedur yang didasarkan pada pengalaman (bukan teori) bila CR 0,1 maka cukup konsisten, sehingga bobot penilaian yang dihasilkan dapat digunakan. Dalam MCDM dengan metoda Simple Additive Weighting (SAW), prosedur analisisnya sebagai berikut : a) Untuk setiap alternatif, hitung skor dengan mengalikan rating setiap atribut dengan bobot relatif dan menjumlahkan hasil perkalian untuk seluruh atribut b) Skala yang digunakan harus sama, bila tidak harus ditransformasikan terlebih dahulu menggunakan persamaan (8) dan (9). xij 

xij

, jika nilai maksimum

(8)

max xij i

xij 

min xij , jika nilai minimum i xij

(9)

c) Pilih alternatif yang memiliki skor tertinggi. Kriteria optimalisasi matriks dihasilkan dari perkalian bobot dengan kriteria sesuai persamaan (10). d) n n     (10) A*  A max w x / x   

i

i

 j 1

j

ij

 j 1

j

  

Dengan wj merupakan bobot dari setiap kriteria. Pada metoda Multiplicative Exponential Weighting (MEW) atau Weighting Product Method (WPM) prosedur analisisnya sebagai berikut : 1) Untuk setiap alternatif, pangkatkan rating setiap atribut dengan bobot atribut dan kemudian dihitung produknya 2) Persyaratan atribut harus numerik dan comparable 3) Pilih alternatif dengan produk tertinggi dengan kriteria optimalisasi dihitung dengan persamaan (11).   n  w A*   Ai max   X ij  j i j 1   

    

.................... (11)

METODOLOGI Metoda yang digunakan dalam studi ini melalui pendekatan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) dengan metoda scoring. Perhitungan bobot setiap kriteria menggunakan metoda AHP. Untuk pengolahan dengan AHP data diperoleh dari opini pakar di bidang struktur konstruksi, arsitektur dan mekanikal. Untuk mendapatkan penilaian gabungan dilakukan dengan menghitung rataan geometri sesuai persamaan (12). Xg  n

n

X

(12) i

i 1

Dalam beberapa kasus, pada kenyataannya dengan metoda yang berbeda akan memperoleh hasil yang berbeda. Oleh sebab itu dalam studi ini digunakan dua metoda yaitu SAW dan MEW. Dalam metoda SAW skor keseluruhan adalah sebagai jumlah ratarata tertimbang dari nilai-nilai atribut. Sementara dalam metoda MEW skor keseluruhan adalah nilai eksponen dari setiap nilai atribut. Kriteria penilaian terhadap aspek lingkungan dibatasi tidak pada seluruh siklus hidup proyek tetapi dihitung sampai batas pekerjaan pembangunan selesai. Atribut lingkungan yang digunakan sebagai penilaian konstruksi rumah tinggal terhadap lingkungan adalah nilai kadar emisi gas CO2. Nilai emisi gas pengadaan bahan bangunan di lokasi proyek meliputi kadar CO2 yang terkandung selama produksi bahan bangunan dan kadar CO2 yang digunakan dalam transportasi pengadaan bahan bangunan di lokasi proyek. Untuk memberikan keputusan berimbang selain aspek lingkungan diperhitungkan pula penilaian aspek kekuatan, kemudahan, kenyamanan dan ekonomi. Aspek kekuatan dalam merupakan kekuatan bahan bangunan sebagai bahan konstruksi. Aspek kemudahan dihitungkan dari jumlah waktu konstruksi. Aspek ekonomi merupakan kriteria penilaian yang paling tradisional diekspresikan dengan nilai biaya konstruksi bangunan yang diperlukan untuk pembelian bahan dan pembayaran upah tukang. Dalam upah kerja tergantung pada aspek kemudahan pelaksanaan, sehingga waktu konstruksi untuk pembangunan unit rumah terkait pula dengan aspek ekonomi. Aspek kenyamanan menurut Undang-undang Bangunan Gedung meliputi kenyamanan ruang gerak, pandangan, termal, kenyamanan terhadap getaran dan kebisingan. Pada kenyamanan ruang gerak, pandangan, dan getaran, karena pada kasus yang ditinjau setiap alternatif memiliki denah tata 70

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 66-75

ruang dan lokasi rumah sama, maka tidak relevan digunakan sebagai pembanding, sehingga digunakan ketahanan termal dan insulasi bunyi dari bahan bangunan yang digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil akhir yang diharapkan dalam studi ini adalah meranking tipe konstruksi sesuai skor tertinggi berdasarkan pertimbangan berbagai interaksi beberapa kriteria penilaian. Data diperoleh dari dokumen perencanaan rumah tinggal meliputi gambar rencana, spesifikasi dan rencana anggaran biaya, yang diperoleh penulis ketika menangani kegiatan penelitian tahun 2010 di Pusat Litbang Permukiman. Alternatif Konstruksi Rumah Terdapat 4 (empat) alternatif pilihan konstruksi rumah tinggal. Keempat rumah dibangun di lokasi yang sama di kawasan Turangga Kota Bandung dan didirikan pada akhir tahun 2010. Keempat alternatif rumah masing-masing mempunyai luas bangunan seluas 36 m2 berdiri pada lahan seluas 90 m2 dengan denah ruang seperti pada gambar 1 dan layout ke empat rumah dituangkan dalam gambar 2.

Gambar 1 Denah rumah

UnitR-4 Rumah

UnitR-1 Rumah E N

S W

R-1

UnitR-2 Rumah

UnitR-3 Rumah

Gambar 2 Layout Penempatan Ke-4 Unit Rumah

Masing-masing alternatif konstruksi rumah mempunyai karakteristik sebagai berikut :  Alternatif 1, rumah batako (A1); menggunakan fondasi menerus pasangan batu kali, rangka utama beton bertulang, dinding pasangan batako,

71

rangka kuda-kuda kayu dan penutup atap genteng beton  Alternatif 2, rumah bata (A2); menggunakan fondasi menerus pasangan batu kali, rangka utama beton bertulang, dinding pasangan bata merah, rangka kuda-kuda kayu dan penutup atap genteng beton  Alternatif 3, rumah baberi (A3); menggunakan fondasi menerus pasangan batu kali, rangka utama beton bertulang, dinding pasangan bata beton ringan, rangka kuda-kuda kayu dan penutup atap genteng beton  Alternatif 4, rumah panel (A4); menggunakan fondasi menerus pasangan batu kali, rangka utama beton bertulang, dinding hollow panel berukuran 2400x600x70 mm3, rangka kuda-kuda kayu dan penutup atap asbes. Panel dinding merupakan bahan beton ringan yaitu campuran semen agregat terdiri dari pasir dan limbah abu batubara (fly bottom ash) diperkuat dengan kawat anyam. Komposisi campuran bahan panel 1 semen : 3 agregat. Komposisi agregat 60% pasir : 20% fly ash : 20% bottom ash. Kriteria Penilaian Keputusan Dengan fungsi dan denah bangunan sama, maka kriteria penilaian konstruksi dipersempit menjadi enam kriteria meliputi : (1) kriteria ramah lingkungan diekspresikan dengan nilai emisi CO2 pengunaan material bangunan meliputi emisi embodied CO2, ECO2 dan emisi transportasi, TCO2. (2) kriteria ekonomi diekspresikan dengan biaya bahan dan pelaksanaan pembangunan konstruksi satu unit rumah. (3) kriteria kenyamanan terhadap panas yaitu kemampuan untuk menghantar panas. Kenyamanan alami rumah tinggal tergantung selain pada letak bukaan juga pada penggunaan bahan bangunan terutama dinding dan atap. Dengan demikian kriteria kenyamanan dihitung berdasarkan nilai kumulatif nilai konduktivitas termal bahan dinding dan bahan penutup atap. (4) kriteria kekuatan bahan diekspresikan dengan nilai kuat tekan dan kuat lentur. Kekuatan bahan sepatutnya didasarkan pada semua bahan yang digunakan per unit rumah. Akan tetapi karena jenis rangka utama untuk ke-4 alternatif adalah sama, kecuali untuk bahan dinding dan penutup atap. Untuk kriteria kekuatan yang digunakan merefer pada kekuatan bahan dinding. Pada dinding pasangan digunakan kuat tekan per unit bata, batako dan bata beton ringan, sedangkan dinding panel digunakan kuat tekan lentur.

Keputusan Multikriteria dalam Menilai … (Wahyu Wuryanti)

(5) Kriteria kenyamanan terhadap kebisingan pada rumah tinggal didominasi karakteristik bahan dinding. Dengan demikian pada kriteria ini diekspresikan dengan nilai insulasi bunyi bahan dinding. (6) Kriteria kemudahan pengerjaan di lapangan diekspresikan dengan durasi pelaksanaan pembangunan konstruksi tiap unit rumah. Semakin cepat waktu yang digunakan artinya mudah pengerjaannya. Bobot Tiap Kriteria Hasil perhitungan konsistensi setiap opini pakar disajikan dalam tabel 5 sampai 7. Notasi masingmasing kriteria adalah sebagai berikut : K1 = emisi CO2 K2 = biaya pembangunan konstruksi K3 = konduktivitas termal K4 = kekuatan bahan K5 = insulasi bunyi K6 = waktu konstruksi Tabel 5 Skor Relatif dan Konsistensinya O1 K1 K1 K2 K3 K4 K5 K6

K2

K3

K4

K5

K6

CR

1/7

1/3 3

1/2 2 1/3

1/4 3 3 3

1/7 1 1/5 1/2 1/2

0,061 Atau 6%

Tabel 6 Skor Relatif dan Konsistensinya O2 K1 K1 K2 K3 K4 K5 K6

K2

K3

K4

K5

K6

1/7

1/5 3

1/7 1/3 1/3

1/3 3 3 5

1/7 1 1/3 3 1/3

CR 0,040 Atau 4%

Tabel 7 Skor Relatif dan Konsistensinya O3 K1 K1 K2 K3 K4 K5 K6

K2 3

K3

K4

1 1/5

1/5 1/5 1

K5

K6 3 3 5 3

1/5 1 5 5 1/3

CR 0,080 Atau 8%

Dalam nilai-nilai tabel 5 menunjukkan seberapa penting nilai Ki terhadap Kj, dengan i adalah nomor baris dan j adalah nomor kolom. Misalnya nilai sel baris 1 kolom 2 mempunyai arti bahwa K1 mempunyai 1/7 lebih penting dari K2. Sedangkan nilai pada sel-sel yang kosong artinya mempunyai nilai kebalikan dari pada nilai sel tertimbang.

Demikian seterusnya untuk nilai pada sel-sel lainnya dalam tabel 5. Pemahaman serupa juga dilakukan untuk tabel 6 dan tabel 7. Dengan nilai CR lebih kecil dari 10% untuk ketiga opini maka ketiganya dapat dianalisis menjadi matriks tunggal menggunakan persamaan (7) disajikan dalam tabel 8 menghasilkan bobot setiap kriteria. Pengertian dalam memahami nilai-nilai yang dihasilkan digunakan pengertian yang sama seperti pada tiga tabel sebelumnya. Tabel 8 Matriks Tunggal Opini Pakar K1 K1 K2 K3 K4 K5 K6

CR

K2 0,394

2,537 2,466 0,822 4,121 2,466 1,442 0,333 2,140 1,000 W1 W2 0,069 0,179 0,0155 atau 2%

K3

K4

K5

K6

0,405 1,216

0,243 0,405 0,481

0,693 3,000 3,557 3,557

0,467 1,000 0,693 1,957 0,333

2,080 0,281 1,442 W3 0,167

0,281 0,511 W4 0,330

3,000 W5 0,069

W6 0,186

Nilai Matriks Inisial Volume bahan utama yang digunakan pada masing-masing alternatif konstruksi disajikan dalam tabel 9. Selanjutnya dihitung emisi ECO2 dengan mengalikan faktor ECO2. Karena data faktor ECO2 menurut hasil riset Hammond dan Jones, 2008, memberikan data paling lengkap maka data tersebut yang digunakan, lihat tabel 1. Tabel 9 Penggunaan Bahan Utama Per Rumah Bahan

Sat

A1

A2

A3

A4

Asbes Baja tulangan Bata beton ringan Bata merah Batako Batu belah Beton bertulang Beton FB ash Genteng beton GRC 4 mm Kaca Kayu Keramik Mortar 1:5 Pasir Plywood PC

lbr kg bh bh bh m3 m3 m3 bh lbr m2 m3 m2 kg m3 lm kg

0 868 0 0 1500 7,56 3,34 0 416 75 7 1,14 48 416 6,48 21 4833

0 868 0 6000 0 7,56 3,34 0 416 75 7 1,14 48 416 6,48 21 4833

0 868 1500 0 0 7,56 3,34 0 416 75 7 1,14 48 416 6,48 21 4833

60 868 0 0 130 7,56 3,34 1,33 0 75 7 0,94 48 416 6,48 21 4833

Untuk menghitung emisi transportasi TCO2 maka perlu informasi jarak tempuh yang dihitung dari pabrik produksi bahan dengan lokasi proyek. Data lokasi pabrik produksi bahan bangunan dan jarak disajikan dalam tabel 10.

72

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 66-75

Tabel 10 Faktor Emisi dan Jarak Transportasi Bahan

Berat Jenis

ftr ECO2 per kg

Lokasi Produksia

Dengan menggunakan persamaan (1), (2) dan (3) diperoleh jumlah emisi CO2 setiap rumah. Data mengenai karakteristik bahan sebagian besar diperoleh dari hasil uji di laboratorium Pusat Litbang Permukiman dan lainnya diperoleh dari literatur. Matriks inisial yang digunakan sebagai data untuk analisis disajikan dengan tabel 11. Tabel 11 Data Analisis sebagai Matriks Inisial K1

Sat kg-CO2

ECO TCO K2 K3

juta Rpa W/m Kb dinding atap

A1 12793 12255 538 81,42 1,770 0,710 1,060 1,71c 57 59

A2 12572 12021 551 82,37 1,750 0,609 1,060 2,28c 54 62

A3 11560 10925 635 87,37 1,524 0,464 1,060 3,65d 47 55

A4 10103 9577 526 79,45 1,350 1,184 0,166 5,02e 52 40

K4 N/mm2 K5 STCf K6 hari Catatan : a Analisis biaya tahun 2010 Kota Bandung b Data Pusat Litbang Permukiman dan informasi www.engineeringtoolbox.com/thermal-conductivity-d c Laporan uji proyek Pusat Litbang Permukiman-Koica, 2002 d Informasi http//jayacelcon/using jaya celcon.pdf e Laporan penelitian Pusat Litbang Permukiman 2010 f Berdasarkan korelasi massa

Analisis Ranking Metoda SAW dan MEW Berdasarkan matriks inisiasi pada tabel 11 dilakukan kompilasi setiap kriteria. Data arah optimasi dan bobot disajikan dalam tabel 12.

73

Kriteria

Jrkb

Kg/m3 Kg-CO2 km Asbes 2100 0,011c Purwakarta 70 Baja tulangan 7850 1,77 Cilegon 112 Bata ringan 700 0,28 Serang 277 Bata 1500 0,22 Nagrek 63 Batako 2200 0,163 Cileunyi 30 Batu belah 2200 0,056 Karawang 112 Batu split 1650 0,056 Karawang 112 Beton 2400 0,241 ------Beton FB ash 1680 0,102 Cileunyi 30 Genteng 2200 0,061 Cibinong 129 GRC 4 mm 2100 0,12 Citeureup 129 Kaca 1150 0,85 Cikampek 90 Kayu 800 0,46 Majalengka 91 Keramik 2600 0,59 Serang 277 Mortar 2200 0,177 ------Pasir 1700 0,81 Cimalaka 52 Plywood 600 0,83 Tangerang 212 PC 2700 n.a Citeureup 129 a Digunakan informasi dari pemborong, jarak terdekat dengan lokasi proyek b Diperoleh dari data http//doctoc.com tabel jarak antar kota di Jawa Barat c Berdasarkan data dari Seo and Hwang, 2001

Kriteria

Tabel 12 Optimasi dan Bobot Tiap Kriteria K1 Emisi CO2 K2 Biaya konstruksi K3 Kondisi termal K4 Kekuatan bahan K5 Insulasi bunyi K6 Waktu konstruksi

Sat.

Opt.

Bobot

kg-CO2 juta Rp W/m K N/mm2 STC hari

min min min max min min

0,069 0,179 0,167 0,330 0,069 0,186

Dari hasil analisis pembobotan dalam tabel 12 ternyata kriteria kekuatan bahan mempunyai bobot paling tinggi di antara lima kriteria lainnya, mendekati 2 kali dari bobot biaya konstruksi dan waktu konstruksi. Ketika isu penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan menjadi penting, ternyata dalam kriteria penilaian konvensional yang meliputi kekuatan, biaya dan waktu konstruksi masih tetap menjadi prioritas dan lebih penting sekitar 3 kali dibandingkan dengan kriteria ramah lingkungan. Hal ini menjadi gambaran bahwa isu untuk lebih peduli pada lingkungan masih sulit diwujudkan. Dengan memperhatikan kondisi optimasi diperoleh matriks inisial untuk setiap kriteria mengikuti tabel 13. Tabel 13 Matriks Inisial dan Optimasi K1 K2 K3 K4 K5 K6

Opt. min min min max min min

A1 12793 81,42 1,770 1,71 57 59

A2 12572 82,37 1,750 2,28 54 62

A3 11560 87,37 1,524 3,65 47 55

A4 10103 79,45 1,350 5,02 52 40

Agar mendapatkan skala yang sama dilakukan transformasi nilai menggunakan persamaan (8) dan (9), dihasilkan matriks normalisasi disajikan dalam tabel 14. Tabel 14 Matriks Normalisasi SAW dan MEW K1 K2 K3 K4 K5 K6

A1

A2

A3

A4

0,790 0,976 0,763 0,341 0,825 0,678

0,804 0,965 0,771 0,454 0,870 0,645

0,874 0,909 0,886 0,727 1,000 0,727

1,000 1,000 1,000 1,000 0,904 1,000

Analisis menggunakan persamaan (10) disajikan dalam tabel 15 dan ranking sesuai nilai tertinggi Hasil analisis dengan metoda SAW diperoleh bahwa konstruksi rumah yang menggunakan dinding panel campuran beton dengan limbah batu bara merupakan tipe konstruksi terbaik berdasarkan penilaian enam kriteria. Sedangkan konstruksi dengan dinding batako merupakan pilihan terburuk.

Keputusan Multikriteria dalam Menilai … (Wahyu Wuryanti)

Tabel 15 Keputusan dengan Metoda SAW K1 K2 K3 K4 K5 K6 A* SAW Ranking

A1

A2

A3

A4

0,054 0,174 0,128 0,112 0,057 0,126 0,652 4

0,055 0,172 0,129 0,150 0,060 0,120 0,687 3

0,060 0,162 0,148 0,240 0,069 0,136 0,815 2

0,069 0,179 0,167 0,330 0,063 0,186 0,993 1

Hasil analisis multikriteria dengan metoda MEW menggunakan persamaan (11) disajikan dalam tabel 16. Tabel 16 Keputusan dengan Metoda MEW K1 K2 K3 K4 K5 K6 A* MEW Ranking

A1

A2

A3

A4

0,984 0,996 0,956 0,701 0,987 0,930 0,603 4

0,985 0,994 0,957 0,771 0,990 0,922 0,659 3

0,991 0,983 0,980 0,900 1,000 0,942 0,810 2

1,000 1,000 1,000 1,000 0,993 1,000 0,993 1

Hasil analisis dengan metoda MEW diperoleh keputusan yang sama seperti pada metoda SAW. Berdasarkan urutan skor tertinggi menunjukkan bahwa rumah panel merupakan pilihan terbaik. Diikuti dengan konstruksi rumah bata beton ringan dan terakhir adalah konstruksi rumah batako. Diskusi Bila ditinjau dari hasil analisis SAW dan MEW telah diputuskan bahwa konstruksi terbaik dari 4 pilihan alternatif adalah rumah panel yaitu rumah dengan konstruksi rangka utama beton bertulang normal, dinding panel dengan campuran limbah fly bottom ash dan penutup atap asbes. Skoring yang dihasilkan rumah panel rata-rata 1,58 kali lebih baik dari rumah batako, dan 1,48 kali dari rumah bata yang mana keduanya merupakan jenis konstruksi yang paling banyak digunakan.

secara teratur setiap 5 tahun meski belum menunjukkan tanda-tanda rusak. Demikian tingginya risiko terhadap keselamatan manusia sehingga pemakaian produk asbes sebagai bahan konstruksi perlu diawasi dengan ketat. Meski dari hasil studi ini diputuskan bahwa rumah panel dengan atap asbes merupakan tipe konstruksi terbaik, karena volume produk asbes yang digunakan sedikit melalui penilaian aspek lingkungan hanya berdasarkan pada kandungan emisi CO2, maka hasil keputusan masih dianggap valid. Namun demikian ketika keputusan tersebut akan digunakan untuk memproduksi rumah massal maka kriteria penilaian aspek lingkungan sebaiknya tidak hanya berdasarkan pada kadar emisi CO2 saja tetapi perlu dilengkapi dengan kriteria lain yang berkaitan dengan parameter lingkungan. Faktor lain yang mempengaruhi hasil keputusan adalah penggunaan bahan dinding, sebagai komponen bahan yang pemakaiannya paling dominan. Keputusan yang menetapkan bahwa rumah dinding panel sebagai pilihan terbaik telah mengindikasikan bahwa teknologi prefabrikasi dalam pengembangan rumah massal merupakan salah satu solusi terbaik untuk memproduksi rumah ramah lingkungan.

KESIMPULAN

Keputusan tersebut di atas merupakan hasil analisis data satu unit rumah sederhana. Keputusan optimis tersebut perlu direspon dengan hati-hati ketika memperhatikan penggunaan asbes sebagai bahan penutup atap. Dari keempat alternatif yang dikaji hanya rumah panel yang menggunakan penutup atap asbes sementara lainnya menggunakan atap genteng.

Memutuskan tipe konstruksi terbaik hanya meninjau satu kriteria penilaian semata belum tentu dapat menghasilkan keputusan terbaik. Melalui keputusan multikriteria dapat membantu pengambil keputusan dalam menentukan pilihannya berdasarkan preferensi tertentu. Tulisan ini menilai tipe konstruksi rumah terbaik terhadap lingkungan berdasarkan analisis multikriteria. Terdapat empat tipe rumah yang distudi yaitu rumah batako, rumah bata, rumah bata beton ringan dan rumah panel. Pengambilan keputusan berdasarkan enam kriteria penilaian yakni aspek lingkungan, ekonomi, kenyamanan termal, kekuatan bahan, kenyamanan suara dan kemudahan. Masing-masing diekspresikan dengan nilai emisi CO2, biaya konstruksi, konduktivitas termal, kekuatan bahan, insulasi suara dan waktu konstruksi.

Telah disadari bahwa paparan debu asbes dapat membahayakan kesehatan manusia, sehingga perlu regulasi khusus untuk menggatur penggunaan asbes. Menurut panduan penggunaan asbes yang dikeluarkan oleh pemerhati bahan bangunan menyarankan untuk mengganti penutup atap asbes

Dari hasil analisis diperoleh keputusan bahwa rumah panel menghasilkan skor tertinggi yaitu rata-rata 0,993. Hal ini berarti rumah panel yaitu rumah dengan konstruksi rangka beton bertulang normal, dinding panel dengan bahan campuran fly bottom ash dan penutup atap asbes merupakan

74

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 66-75

pilihan terbaik di antara empat alternatif. Pilihan selanjutnya adalah rumah bata beton ringan dengan skor rata-rata 0,812, rumah bata dengan skor rata-rata 0,673, dan yang terburuk adalah rumah batako dengan skor rata-rata 0,628. Meski telah diputuskan bahwa rumah panel merupakan tipe konstruksi terbaik pengaruhnya terhadap lingkungan, tetapi penggunaan bahan asbes sebagai bahan penutup atap tidak disarankan karena risiko paparan debu asbes berbahaya terhadap kesehatan manusia. Dengan demikian keputusan ini harus disikapi dengan bijaksana bila tipe rumah berdinding panel beratap asbes akan digunakan dalam mengembangkan produksi rumah massal dan ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Baker, D., Bridge, D., et al., 2001. Decision making guidebook. Department of energy, USA http://www.dss.dpem.tuK.gr. (Diakses 15 Jan 2011). Chew, D., Syme, M., Seo, A., Chan, W.Y., Zhou, M., and Medding, S., 2010. Development of An Embodied CO2 Emission Module for Accurate. Forest & Wood Product Australia, CSIRO Sustainable Ecosystems. Castro, Eduardo, Bastos, Leopoldo., Virgone, Joseph, 2008. Using multicriteria analysis to aid building conception. Proceeding International Conference on Engineering Optimization, Rio de Jeneiro, 01-05 June 2008

75

Communities and local government, 2009. Multicriteria Analysis : A Manual. Department for Communities and Local Government; London Garison, P. 2005. Basic Structure for Engineer. Blackwell Publishing. Hammond, G., Jones, C., 2008. Inventory of Carbon & Energy (ICE) version 1.6a, Sustainable Energy Research Team (SERT) Department of Mechanical Engineering, University of Bath, UK. http://www.bath.ac.uk/mech-eng/sert /embodied (diakses 12 Agst 2011). Indolife, 2011. Multimedia message layanan telkomsel, 29 Des 2011. Joosen, S. And Luttmer, M., 2007. Cooking Book: CO2 Balancing: In Framework of the Balance Project. ECOFYS. The Netherlands Saaty, T.L., 2008. Decision Making with the Analytic Hierarchy Process. Int. J. Services Sciences, Vol. 1, No. 1, http://www.colorado.edu/geography /leyk/geog_5113/readings/saaty_2008.pdf (diakses 15 Agst 2011). Seo, S., Hwang, Y., 2001. Estimation of CO2 Emissions in Life Cycle or Residential Buildings, Journal of Construction Engineering and Management, September/October. Wuryanti, W., 2011. Multi criteria decision of type and building material for simple house construction. Proceeding the 3rd international conference of European Asian Civil Engineering Forum (EACEF). Yogyakarta, Indonesia 20-22 September 2011.

Faktor-Faktor Disain Rumah … (Arief S., Rumiati R. Tobing, Tri Harso K.)

FAKTOR-FAKTOR DISAIN RUMAH SUSUN YANG BERPENGARUH TERHADAP KENYAMANAN TERMAL The Influence of Design Factors Toward the Thermal Comfort in Flats 1Arief

Sabaruddin, 2Rumiati R. Tobing, 3Tri Harso Karyono

1 Pusat

Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan - Kabupaten Bandung 40393 E-mail : [email protected] 2 Pengajar Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan Jl. Ciumbuleuit No. 94 Bandung E-mail : [email protected] 3 Pengajar Fakultas Arsitektur Universitas Tarumanegara dan Peneliti BPPT E-mail : [email protected] Diterima : 12 Januari 2012 ; Disetujui : 26 Maret 2012

Abstrak Isu kenaikkan muka air laut akibat pemanasan global, telah menjadi topik yang menarik pada abad ini, namun belum banyak yang dapat digali antara keterkaitan disain bangunan yang menjadi faktor pemicu terbentuknya emisi CO2 tersebut. Penelitian ini merupakan kajian terhadap faktor-faktor disain bangunan yang berpengaruh terhadap kenyamanan visual yang berpengaruh pada besarnya penambahan emisi CO 2, pada studi kasus rumah susun di Kota Bandung. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metoda statistik faktorial disain. Faktor-faktor yang digali merupakan bentuk pola perlakuan disain, yang meliputi; orientasi bangunan, tipe bangunan serta posisi unit hunian. Dari hasil analisis terbukti bahwa faktor-faktor disain yang mempengaruhi kenyamanan termal dan berpeluang menghasilkan emisi CO2 adalah orientasi bangunan dan tipe bangunan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan kriteria disain bangunan rendah emisi CO2, pada tahap operasional. Kata Kunci : Emisi CO2, disain, orientasi, tipe bangunan, posisi unit hunian

Abstract The issue of sea rise due to global warming has become a topic of interest in this century, but not many people can be developed between entanglement design buildings into factors trigger the establishment of CO2 emissions. This research is the study of factors designs of buildings that affect the comfort visual effect on CO2 emissions, the amount of additional in case study flats in the city of Bandung. The method used in this study is quantitative research using statistics method factorial design. A factor excavated is a pattern treatment design, which includes orientation; building, type of building and the position unit occupancy. The analysis proven that design factors affecting comfort thermal and could produce CO2 emissions are equivalent orientation buildings and type of the building. The results of this research are expected to be material input design criteria of low CO2 emissions, at the operational stage. Keyword : CO2 emission, design, orientation, building tipe, dwelling unit position

PENDAHULUAN Latar Belakang Emisi CO2 merupakan penambahan gas CO2 di atmospher yang memiliki jumlah dengan intensitas yang sangat tinggi, melampaui jumlah ideal yaitu 10% - 20% [5]. Tingginya gas CO2 di atmospher dapat mengakibatkan lapisan atmospher tertutup oleh gas CO2 yang sangat tebal, sehingga dapat menahan dan mengembalikan radiasi dan panas matahari ke permukaan bumi. Proses tersebut dinyatakan sebagai proses efek gas rumah kaca (GRK) [4].

Menurut data terakhir dari Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), dalam dekade 100 tahun ke belakang sejak 1880 sampai dengan 1980, temperatur bumi telah meningkat 20C, yang merupakan dampak dari efek gas rumah kaca [6]. Hal tersebut menyebabkan terjadinya proses pencairan es di kutub utara dan selatan, bahkan juga es yang berada di pegunungan yang amat tinggi, seperti pada kasus pegunungan Kilimanjaro Afrika dan Puncak Jaya Papua puncak gunungesnya sudah mengalami pengurangan volume es akibat mencair, selanjutnya air tersebut berkumpul

76

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87

di laut yang mengakibatkan terjadi kenaikkan muka air laut (sea level rise). Kenaikkan muka air laut yang disebabkan oleh mencairnya cadangan air, diperkirakan dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil dan permukiman yang berada di sepanjang pantai. Padahal sebagaimana diketahui, bahwa 70% penduduk dunia tinggal di kawasan pantai. Hal tersebut menunjukkan bahwa dampak kenaikkan permukaan air laut akan mengganggu lebih dari setengahnya penduduk dunia. Begitu juga dengan Indonesia, karena sebagian besar penduduknya tinggal di kawasan pantai, dan Indonesia memiliki pantai yang sangat panjang. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan terjadi bencana kemanusiaan, seperti kelaparan, kemiskinan dan gangguan kesehatan. Perubahan iklim saat ini sudah sangat menghawatirkan, dimana karbon dioksida merupakan gas utama penyebab pemanasan global. Kondisi iklim yang tidak menentu pada akhir-akhir ini merupakan salah satu gejalanya, banjir dan kekeringan silih berganti, hal tersebut mengakibatkan pada perubahan ekosistem laut, hutan dan daratan, yang akan berpengaruh pada kesehatan manusia. Data pada tahun 1994, 83% peningkatan radiasi gas rumah kaca disebabkan oleh CO2, lainnya 15% CH4 dan sisanya N2O dan CO [1]. Jumlah emisi terbesar di Indonesia disebabkan oleh eksploitasi hutan dan konversi lahan (74%), diikuti konsumsi energi (23%) dan proses industri (3%). Menurut Massachusetts Institute of Technology kandungan CO2 di alam mencapai 3,64 triliun ton, mengalami peningkatan 800 ton setiap detiknya, dan 30% emisi CO2 dihasilkan oleh bangunan [7]. Dampak dari eksploitasi sumber daya alam berupa sampah/polutan, yang salah satunya adalah emisi CO2 yang berasal dari dampak pembakaran dalam memproduksi energi maupun proses industrialisasi. Demikian juga sampah domestik yang telah menghasilkan gas methan (CH4), yang memiliki daya rusak terhadap pemanasan global 20 – 30 kali dibandingkan dengan gas CO2[4]. Kondisi tersebut, harus segera disikapi oleh berbagai sektor dan disiplin ilmu, termasuk disiplin ilmu arsitektur (melalui disain bangunan). Bahwa sejauh mana peran disain dapat berkontribusi dalam persoalan global, hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses dan aspek disain, agar dalam proses dan penyelenggaraan bangunan, mampu menjaga keseimbangan alam. Apa yang kita bangun saat ini

77

akan memberikan manfaat yang dapat dirasakan baik oleh pengguna saat ini maupun generasi mendatang. Bagaimana konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim melalui pendekatan disain bangunan, sebagai upaya mitigasi terhadap perubahan iklim (dan pemanasan global). Bangunan sebagai wujud arsitektur keberadaannya tidak dapat dilepaskan dan sumber daya alam, sebagai tempat yang memungkinkan bangunan tersebut ada dan berfungsi. Wujud arsitektur dibentuk dari sumber daya alam, begitu juga setelah bangunan terwujud bangunan dapat berfungsi bila disuplai oleh sejumlah sumber daya alam. Suplai sejumlah sumber daya alam memiliki keterkaitan dengan disain bangunan itu sendiri. Faktor-faktor disain apa yang mempengaruhi kenyamanan dan berdampak pada besar-kecil-nya emisi CO2 ? Pada kajian ini sampel penelitian dilakukan pada bangunan gedung dengan fungsi hunian, yakni rumah susun. Tiga jenis rumah susun yang dikaji, yakni rumah susun Cigugur Tengah Cimahi (Tower), rumah susun Industri Dalam mewakili tipa Block Double Loaded (BDL), dan Rumah Susun Sarijadi mewakili tipe Block Single Loaded (BSL). Tujuan Melihat seberapa kuat pengaruh dari faktor-faktor disain (posisi unit hunian; orientasi; dan tipe bangunan) terhadap faktor kenyamanan termal. Manfaat Manfaat diketahuinya faktor-faktor disain yang mempengaruhi kenyamanan adalah sebagai bahan masukan kriteria disain dan rancang bangun rumah susun rendah emisi CO2. Kajian Pustaka Bangunan merupakan tempat dimana manusia melakukan aktivitas kehidupan dan kehidupannya. Melalui sebuah disain bangunan yang baik, manusia dapat melakukan kegiatannya dengan baik. Kondisi bangunan baik bilamana manusia merasakan nyaman dalam melakukan kegiatannya di dalam bangunan tersebut, rasa nyaman yang tercipta merupakan konsekuensi dari disain, tanpa harus banyak dibantu oleh peralatan pengatur kenyamanan. Bangunan menurut Undang-undang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002 terdiri dari bangunan umum dan bangunan perumahan. Sebagian besar emisi CO2 dihasilkan dari kegiatan

Faktor-Faktor Disain Rumah … (Arief S., Rumiati R. Tobing, Tri Harso K.)

domestik 27% [3], sehingga upaya menurunkan emisi CO2 sangat efektif bila dilakukan pada bangunan perumahan. Emisi CO2 yang dipengaruhi oleh disain secara langsung adalah aspek kenyamanan termal, dimana untuk mendapatkan rasa nyaman pada suatu bangunan dapat dilakukan dengan pendekatan aktif dan pasif disain. Sebuah disain yang baik bila kenyamanan tersebut dicapai melalui pendekatan disain pasif (passive design) bukan disain aktif (active design). Pendekatan aktif disain pada sebuah bangunan adalah upaya mendapatkan rasa nyaman dengan memanfaatkan peralatan pengatur kenyamanan mekanik (artifisial), seperti Air Conditioner (AC) atau kipas angin. Pendekatan tersebut berpotensi menghasilkan emisi CO2. Hal tersebut dikarenakan berbagai jenis peralatan tersebut digerakkan oleh energi listrik. Besarnya konsumsi energi memiliki korelasi dengan besarnya emisi CO2. Pendekatan disain secara pasif merupakan domain disiplin ilmu arsitektur, dimana peran ordering principle salah-satunya adalah keseimbangan, menjadi fokus dalam sebuah proses rancangbangunan. Sedangkan pendekatan disain secara aktif dilakukan bilamana iklim mikro tidak memiliki kualitas udara yang baik, maka pemanfaatan peralatan (instrument) untuk mengkondisikan keadaan bangunan yang lebih baik dapat dipilih. Sebagai gambaran, ketika sebuah bangunan berada pada kawasan dengan pencemaran udara yang sangat tinggi, maka sirkulasi udara alamiah pada bangunan tidak diizinkan. Maka penggunaan alat pengatur udara (Air Conditioner) dapat digunakan pada konteks tempat tersebut. Laju pertumbuhan penduduk diperkotaan di Indonesia rata-rata mencapai 1,82%, dengan laju pertumbuhan tertinggi adalah Kota Bekasi dengan 3,99%. Kota Bandung sebagai lokus penelitian merupakan kota metropolitan dengan tingkat kepadatan 137 jiwa/ha. Diprediksikan pada akhir tahun 2010 [11], 50% jumlah penduduk Indonesia bertempat tinggal di perkotaan. Laju pertumbuhan penduduk di perkotaan meningkat lebih pesat dibandingkan dengan perdesaan, sehingga trendnya, sebagian besar penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia setelah sandang dan pangan, sehingga jumlah penduduk yang terkonsentrasi di perkotaan tersebut akan membutuhkan perumahan yang cukup besar. Harga lahan yang semakin tinggi dan semakin terbatas ketersediaannya, menuntut pendekatan

Compact City dengan rumah bersusun merupakan solusi yang tidak dapat dihindarkan. Meskipun keberadaan rumah bersusun belum terlalu signifikan jumlahnya, akan tetapi bila melihat pada laju pertumbuhan penduduk perkotaan, maka peluang emisi CO2 akan cukup besar. Mengacu pada komposisi penduduk berdasarkan penghasilan, maka masyarakat yang berpenghasilan menengah dan berpenghasilan rendah merupakan golongan terbesar, yaitu 70% dari penduduk Indonesia. Maka rumah susun dengan peruntukan golongan ini memiliki peluang besar dalam menghasilkan emisi CO2. Upaya pencegahan melalui pendekatan rancang bangun arsitektur perumahan, diharapkan menjadi langkah kongkret untuk menurunkan emisi CO2 pada lingkup arsitektur. Dari beberapa latar belakang tersebut di atas, maka ditentukan objek penelitiannya adalah pada disain rumah susun sederhana dengan subjek penelitian pada aspek kenyamanan termal yang berpengaruh pada penambahan emisi CO2 dengan lokus perkotaan yakni Kota Bandung. Penelitian ini ditujukan untuk menggali sejauhmana pengaruh disain terhadap kenyamanan termal dan berpeluang menambah emisi CO2 yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Orientasi Unit Hunian Orientasi adalah arah hadap bangunan berdasarkan arah matahari, pada pengertian lain orientasi juga dapat diartikan sebagai posisi bangunan pada muka bumi yang mengakibatkan terbentuknya pola iklim tertentu yang diterima oleh bangunan. Orientasi dalam kajian ini lebih diarahkan pada arah hadap bangunan berdasarkan mata-angin. Orientasi bangunan pada konteks rumah susun, dapat diartikan arah garis tegak lurus terhadap sumbu memanjang bangunan, sehingga sebagian besar bidang bangunan menghadap pada arah mata angin. Arah hadap posisi unit hunian adalah arah hadap unit hunian berdasarkan letak pintu masuk utama terhadap koridor dari bangunan rumah susun. Sehingga titik pengamatan pada unit hunian ditentukan pada ruang utama yang berdekatan dengan pintu masuk. Konsekuensi dari orientasi adalah pada sistem pencahayaan alami. Bangunan dengan orientasi barat-timur berpeluang mendapat cahaya matahari langsung, yang mengakibatkan ruangan teradiasi oleh cahaya matahari langsung. Bangunan dengan arah hadap utara-selatan berpeluang sedikit memasukkan radiasi matahari secara langsung, 78

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87

sehingga penerangan siang hari pada ruangan lebih memanfaatkan cahaya langit. Menurut aspek kenyamanan termal dan visual, akibat dari sinar matahari langsung selain mengakibatkan efek silau juga mengakibatkan tingginya temperatur dalam ruangan. Bangunan lebih membutuhkan efek pencahayaan yang bersumber dari cahaya langit, selain kualitas cahaya yang tidak menyilaukan juga temperatur ruang lebih nyaman. Besarnya arah cahaya matahari langsung baik yang memiliki arah hadap barat-timur maupun utara selatan, sepanjang tahunnya senantiasa berbeda. Garis edar matahari terhadap sumbu bumi sepanjang tahun selalu berubah, dimana pada bulan Maret dan bulan September matahari berada tepat digaris katulistiwa. Kota Bandung yang berada pada sekitar 90-00” Lintang Selatan posisi matahari tepat berada di Kota Bandung adalah sekitar awal bulan Maret dan September. Sehingga bulan-bulan tersebut adalah saat yang baik untuk mengamati kondisi udara pada unit rumah susun, sehingga nilai rata-rata kondisi udara dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dari kondisi bangunan dalam waktu satu tahun. Tipe Bangunan Dalam ilmu tipologi. Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengelompokkan sebuah objek. Tipologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari “tipo” yang berarti pengelompokkan dan “logos” yang berarti ilmu. Tipologi bangunan

berarti ilmu yang digunakan dalam pengelompokkan bangunan berdasarkan karakter fisik tertentu dari bangunan. Rumah susun berdasarkan tipologi bangunan dapat diartikan sebagai pengelompokkan bangunan rumah susun berdasarkan karakteristik fisik tertentu. Dalam konteks ini pengelompokkan dapat dilakukan melalui pengelompokkan berdasarkan pola sirkulasi dalam ruangan sebagai sarana penghubung diantara unit-unit hunian, pengelompokkan didasarkan pada pola orientasi dari kelompok unit hunian dalam satu blok rumah susun, pengelompokkan berdasarkan pola susunan lantai-lantai bangunan berdasarkan fungsi, pengelompokkan berdasarkan peruntukan atau target grup penghuni, dan bentuk pengelompokkan lainnya. Tipe bangunan dalam konteks penelitian ini diarahkan pada pengelompokkan berdasarkan pola sirkulasi, komposisi unit hunian pada satu lantai, dan pengelompokkan berdasarkan homogenitas penghuni dalam arti kesamaan tingkat sosial. Berdasarkan pola sirkulasi, terdapat tiga tipe pola sirkulasi yang berfungsi sebagai penghubung antara unit-unit hunian, yakni pola terpusat, dimana sirkulasi yang terjadi terkonsentrasi pada satu titik, kedua pola sirkulasi linier yang terbagi lagi menjadi dua pola, yakni pola sirkulasi linier dengan sistem layanan satu sisi (koridor single loaded) dan pola sirkulasi linier dengan layanan dua sisi (koridor double loaded).

Pola Terpusat Pola Linier Satu Sisi Layanan Pola Linier Dua Sisi Layanan Gambar 1 Pengelompokkan Bangunan Rumah Susun Berdasarkan Pola Sirkulasi

Berdasarkan tipe sirkulasi rumah susun dapat dibagi menjadi tiga, yaitu rumah susun dengan sirkulasi memusat, rumah susun dengan sirkulasi

Cluster

Linear satu arah Linier dua arah Gambar 2 Pengelompokkan Bangunan Rumah Susun Berdasarkan Komposisi

Berdasarkan komposisi dari kelompok unit hunian pada setiap lantai, terdiri dari tiga tipe, yakni kelompok dengan komposisi unit hunian menghadap pada satu titik orientasi membentuk

79

linier satu sisi layanan dan rumah susun dengan sirkulasi linier dua sisi layanan.

sebuah orientasi, komposisi kedua adalah komposisi unit hunian dengan susunan memanjang secara linier dengan menghadap pada satu arah mata angin yang sama, dan komposisi ketiga

Faktor-Faktor Disain Rumah … (Arief S., Rumiati R. Tobing, Tri Harso K.)

adalah komposisi unit hunian yang memiliki dua arah orientasi serta terdapat unit yang saling berhadapan. Dari dua tipologi di atas, dapat disimpulkan bahwa rumah susun memiliki tiga tipe, yang dapat dinyatakan sebagi rumah susun tipe memusat dengan sebutan tipe Tower, tipe memanjang linier dengan koridor satu sisi layanan yakni tipe Block Single Loaded, dan tipe memanjang dengan koridor melayani dua sisi yakni tipe Block Double Loaded. Antara komposisi dengan pola sirkulasi keduanya saling menyatu sehingga membentuk satu tipologi. Posisi Unit Hunian Posisi unit hunian adalah letak unit hunian terhadap bangunan secara keseluruhan. Posisi unit hunian diindikasikan memiliki perbedaan karakteristik berdasarkan posisi pada arah vertikal dan arah horizontal. Pada arah vertikal memiliki kecenderungan akan mengalami perbedaan pengaruh dari lingkungan luar. Dari aspek angin semakin atas memiliki kecepatan lebih tinggi, cahaya semakin atas memiliki peluang semakin rendah gangguan atau pembayangan dari elemenelemen lingkungan seperti pohon atau bangunan lainnya, suara selain atas semakin jauh dari sumber kebisingan. Pada arah horizontal, yakni arah memanjang sejajar lantai, memiliki peluang perbedaan pada posisi unit hunian yang berada di sisi pojok dengan unit hunian yang berada pada posisi tengah. Perbedaan kondisi antara posisi pojok dan posisi tengah adalah pada jumlah sisi yang berinteraksi langsung dengan udara luar, yang lebih banyak pada sisi pojok, sedangkan sisi tengah justru memiliki dua sisi yang berbatasan langsung dengan unit hunian lainnya. Jenis Bahan Bangunan Bahan bangunan memiliki sifat fisik yang memungkinkan memberikan dampak pada penghuni yang berbeda, dari aspek kemampuan merambatkan termal terdapat bahan bangunan yang cepat merambatkan pada dari satu sisi ke sisi lain, bahan bangunan yang memiliki kemampuan cukup lama menyimpan panas dan dingin, juga terdapat bahan bangunan yang berpori dan yang pejal. Seluruh sifat-sifat bahan bangunan tersebut dapat mempengaruhi faktor kenyamanan pada ruang dalam bangunan. Dari aspek proses produksi bahan bangunan tersebut, memiliki beberapa karakteristik, bahan bangunan yang merupakan raw material yang bersumber langsung dari alam, bahan bangunan sekunder yang merupakan hasil pengolahan dari

raw material, bahan bangunan tersier dan dimungkinkan juga perpaduan antara bahan bangunan raw material dengan sekunder, seperti conblok yang merupakan produk dari komposisi raw material seperti pasir dengan semen yang merupakan bahan bangunan sekunder. Dalam proses produksi bahan bangunan diperlukan sejumlah peralatan yang digerakkan oleh sejumlah energi melalui pembakaran bahan bakar, selain itu juga pada beberapa proses pembuatan bahan bangunan terjadi proses oksidasi. Kepadatan Hunian (Spasial) Kenyamanan spasial ditentukan oleh tingkat kepadatan hunian, artinya terdapat kesesuaian antara luas unit hunian dengan jumlah penghuni, menurut Kepmen Kimpraswil Nomor 403/KPTS/M/2002, kebutuhan ruang minimal adalam 9 m2 per jiwa [10]. Untuk rata-rata jumlah jiwa dalam sebuah unit hunian sebanyak 4 orang maka luas unit hunian yang diperlukan untuk keluarga tersebut adalah 36 m2.

METODOLOGI Metoda yang digunakan adalah factorial design, dimana tipe, orientasi unit hunian serta posisi unit hunian sebagai bentuk perlakuan. Tipe bangunan terdiri dari tiga taraf, yakni tipe tower, tipe block double loaded, dan tipe block single loaded. Orientasi unit hunian terdiri dari empat taraf, yaitu; orientasi utara, barat, selatan, dan timur. Posisi unit hunian terdiri dari sembilan taraf, yaitu; pada arah vertikal dan horizontal masing-masing dibagi menjadi tiga posisi, sehingga total perlakuan menjadi sembilan. Ketiga perlakuan tersebut dikatagorikan sebagai variabel independen. Variabel dependen yang didapat dari hasil pengukuran langsung di lapangan meliputi; suhu (0C), kelembaban (%), angin (m/s) dan intensitas cahaya (lux). Sampel yang dipilih meliputi rumah susun Cigugur Tengah merupakan tipe tower, rumah susun Industri Dalam merupakan tipe block double loaded, dan rumah susun Sarijadi merupakan tipe block single loaded. Metoda statistik uji perbandingan secara komprehensif dengan melakukan uji antara variabel dependen dan variabel independen secara serentak, melalui uji MANOVA. Uji ini untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dan perbedaan diantara variabel independen, yang dapat mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen merupakan grup dinyatakan sebagai variabel faktor, yang terdiri dari variabel faktor 1 80

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87

tipe bangunan, faktor 2 orientasi dan faktor 3 lokasi hunian. Variabel dependen terdiri dari variabel suhu, variabel kelembaban, variabel angin dan variabel cahaya.

sampel 108 sampel, masing-masing rumah susun terdiri dari 36 sampel. Tabel 1 Kompilasi Data Pengukuran N

Persamaan model linier yang akan diuji dari pengamatan disain acak sempurna, adalah : Yij = μ + Vi + Hj + VHij + Єk(ij) Dimana : i = 1, 2, .., v (banyaknya perlakuan pada faktor 1) j = 1, 2, .., h (banyaknya perlakuan pada faktor 2) k = 1, 2, .., n (banyaknya obeservasi untuk setiap kombinasi perlakuan) dengan : Yij : variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke I faktor A dan taraf ke j faktor B yang terdapat pada obeservasi ke K μ : efek umum atau efek rata-rata yang sebenarnya Vi : efek sebenarnya dari taraf ke I Faktor V Hj : efek sebenarnya dari taraf ke j Faktor H VHij : efek sebenarnya dari interaksi antara ke I faktor A dan taraf ke j faktor B Єk(ij) : efek sebenarnya dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi perlakuan (ij) Rumus hipotesa yang akan diuji adalah : Hipotesa 1 H01 : Vi = 0 untuk i = 1, 2, …. v (tidak terdapat adanya efek Faktor V) H11 : Vi ≠ 0 (terdapat adanya efek Faktor V) Hipotesa 2 H02 : Hj = 0 untuk j =1, 2, …. h (tidak terdapat adanya efek Faktor H) H12 : Hj ≠ 0 (terdapat adanya efek Faktor H) Hipotesa 3 H03 : VHij = 0 untuk i = 1, 2, …. v, dan untuk j = 1, 2, …. H (tidak terdapat adanya efek Faktor V dan Faktor H) H13 : VHij ≠ 0 (terdapat adanya efek Faktor V dan Faktor H)

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Data Observasi dilakukan pada tiga rumah susun, masing-masing dibagi pada empat kelompok observasi berdasarkan orientasi, pada setiap orientasi ditentukan sembilan sampel posisi unit hunian, terdiri dari kiri-atas, kiri tengah, kiri bawah, tengah atas, tengah-tengah, tengah-bawah, kanan-atas, kanan-tengah, dan kanan-bawah. Masing-masing sampel diakukan 12 kali pengukuran, yang dilakukan setiap jam dari jam 07:00 sampai dengan 18:00, sehingga total jumlah pengukuran (N) 1296 pengukuran. Jumlah unit

81

Suhu Kelembaban Kcp. Angin Cahaya Valid N (listwise)

1296 1296 1296 1296 1296

Range

Min.

Max.

Mean

7,20 23,30 30,50 26,9225 51 46 97 67,13 1,20 0,00 1,20 0,1186 690,00 60,00 750,00 292,4537

Std. Deviation 1,41100 7,191 0,22631 159,931

Setelah melalui proses analisis data dinyatakan berkarakteristik normal sehingga analisis disain faktorial dapat dilakukan kecuali pada data angin yang distribusi datanya tidak normal, sedangkan data kelembaban dapat dinyatakan normal. Dari hasil pengujian homogenitas sampel menunjukkan data identik kecuali data angin. Ketiga sampel lainnya menunjukkan nilai signifikansi di atas 5%, yang meliputi; data intensitas cahaya nilai signifikansi 0,107; suhu 0,989; kelembaban 0,903; dan angin 0,000. Rumah Susun Cigugur Tengah Pada setiap posisi unit hunian didefinisikan kedalam dua faktor pelakukan berdasarkan posisi pada arah vertikal dan posisi pada arah horisontal. Masing-masing faktor terdiri dari tiga (3) level yaitu; untuk Faktor Vertikal terdiri dari bawah (1), tengah (2), dan atas (3); untuk Faktor Horisontal terdiri dari kiri (A), tengah (B), dan kanan (C). Sehingga dapat dinyatakan untuk analisis faktoral V (vertikal) – H (horizontal) terdiri dari sembilan sampel. Hasil analisis faktorial V-H Tipe Tower dengan orientasi utara, dinyatakan bahwa matrik varianscovarians sama, baik pada posisi hunian vertikal maupun horizontal, hal ini ditunjukkan pada nilai signifikansi hasil tes Levene menurut Santoso [8], dimana kenyamanan visual 0,080 dan kenyamanan termal 0,082. Artinya ketika variabel tersebut varians-covarians-nya sama. Namun tidak dengan nilai kecepatan angin dan kelembaban memiliki nilai signifikansi 0,000, karena nilai signifikansinya dibawah 5%. Walaupun nilai signifikansi pada Box’s M adalah 0,012 kurang dari 5%, menurut Santoso [8] karena Levene test tiga variabel tersebut melebihi 5% maka varians-covarians-nya dianggap sama. Dengan hipotesa H0 : rata-rata variabel dependen (suhu, kelembaban, angin dan cahaya) dari masingmasing posisi (Faktor V dan H) tidak menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh faktor posisi unit hunian horizontal dan vertikal H1 : Rata-rata variabel dependen (suhu, kelembaban, dan cahaya) menunjukkan perbedaan yang jelas pada masingmasing lokasi unit (faktor Orientasi, Faktor V dan

Faktor-Faktor Disain Rumah … (Arief S., Rumiati R. Tobing, Tri Harso K.)

H, interaksi O-V; O-H; dan H-V). Jika nilai probabilitas lebih besar dari 5% maka H0 diterima, jika nilai signifikansi kurang dari 5% maka H0 ditolak.

adanya pengaruh orientasi dengan posisi hunian pada arah vertikal maupun horizontal terhadap nilai suhu, intensitas cahaya dan kelembaban ruang.

Orientasi, memiliki nilai signifikansi sama dengan nol (0), menurut Santoso [10] mengacu pada nilai Pillai's Trace, Wilks' Lambda, Hotelling's Trace, atau Roy's Largest Root artinya H0 ditolak sehingga ratarata variabel dependen (suhu, kelembaban, dan cahaya) menunjukkan perbedaan yang jelas pada setiap orientasi bangunan (utara, selatan, barat, dan timur).

H0 : Variabel dependen (suhu, kelembaban, angin, dan cahaya) memiliki varians-covarians yang sama, baik pada tingkat orientasi, Faktor V maupun Faktor H. H1 : Variabel dependen (suhu, kelembaban, angin, dan cahaya) memiliki varianscovarians yang berbeda, baik pada tingkat orientasi, Faktor V maupun Faktor H. Karena signifikansi variabel suhu (0,999), RH (0,372), dan Cahaya (0,05) berada di atas 5%, maka variabel tersebut memiliki varians-kovarians yang sama pada tingkat orientasi, Faktor V dan Faktor H.

Faktor H memiliki nilai signifikansi sama dengan nol (0), nilai Pillai's Trace, Wilks' Lambda, Hotelling's Trace, maupun Roy's Largest Root artinya H0 ditolak, sehingga rata-rata variabel dependen (suhu, kelembaban, dan cahaya) menunjukkan perbedaan yang jelas antara masingmasing lokasi unit pada posisi horizontal. Faktor V memiliki nilai signifikansi 0,004, nilai Pillai's Trace dan Wilks' Lambda, dan 0,003 menurut Hotelling's Trace, sedangkan nol (0) menurut Roy's Largest Root artinya nilai signifikansi masih di bawah 5%, yang berarti H0 = ditolak, sehingga rata-rata variabel dependen (suhu, kelembaban, dan cahaya) menunjukkan perbedaan yang jelas antara masing-masing lokasi unit pada posisi horizontal. Hipotesis untuk interaksi variabel, H0 : tidak ada interaksi antara orientasi dengan posisi unit hunian (Faktor V atau H); H1 : ada interaksi antara orientasi dengan posisi unit hunian (Faktor V atau H). pada baris Orientasi*Faktor V maupun Orientasi* Faktor H kedua-duanya memiliki nilai signifikansi di bawah 5%, yaitu nol (0), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan adanya interaksi antara orientasi dengan variabel posisi unit hunian, baik posisi pada arah vertikal maupun pada arah horizontal. Sedangkan nilai signifikansi antara interaksi Faktor V*Faktor H memiliki nilai signifikansi jauh di atas 5%, yaitu 0,995, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antar posisi unit hunian. Demikian juga interaksi 3 faktor, yaitu; Orientasi*Faktor V*Faktor H memiliki nilai signifikansi di atas 5%. Rumah Susun Industri Dalam Objek studi bangunan rumah susun dengan tipe Block Double Loaded (BDL) adalah pada rumah susun Industri Dalam Blok A, Blok B, dan Blok C. Tiga variabel menurut uji Levene memenuhi syarat (Sig. lebih besar dari 5%) untuk dilakukan analisis

Analisis Multivariate Tests menunjukkan, apakah terdapat perbedaan yang nyata antara output, diuji melalui hipotesa Ho : Variabel dependen (suhu, RH, cahaya) secara bersama-sama tidak menunjukkan perbedaan pada tingkat orientasi/Faktor V/Faktor H. H1 : Variabel dependen (suhu, RH, cahaya) secara bersama-sama menunjukkan perbedaan pada tingkat orientasi/Faktor V/Faktor H. ketiga variabel menurut hasil tes Multivariate menunjukkan nilai signifikansi kurang dari 5% pada variabel orientasi, variabel Faktor H dan variabel Faktor V, maka Ho pada ketiga variabel tersebut ditolak, artinya; variabel suhu, RH, dan cahaya secara bersama-sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat orientasi. Dimungkinkan orientasi yang berbeda, posisi unit hunian yang berbeda akan memberikan tingkat kenyamanan yang berbeda. Hipotesis untuk variabel dependen Ho : tidak ada interaksi antara orientasi, dengan faktor lokasi vertikal, dengan faktor lokasi horizontal, H1 : ada interaksi antara variabel-variabel orientasi, Faktor Hunian vertikal, dengan faktor hunian horizontal. Jika Sig. > 0,05 maka Ho diterima, sebaliknya jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak. Mengacu pada nilai signifikansi lebih besar dari 5% maka H0 diterima, artinya tidak ada interaksi antara variabel-variabel orientasi, Faktor V dan Faktor H. Nilai signifikansi dari orientasi * Faktor H, orientasi * Faktor V, Faktor H * Faktor V, dan Orientasi * Faktor H * Faktor V nilainya berada di atas 5% maka H0 diterima, yang menunjukkan tidak ada interaksi antara variabel orientasi dengan Faktor H dengan Faktor V. Masing-masing variabel mempengaruhi variabel suhu, RH dan cahaya secara masingmasing. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya tidak dapat

82

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87

ditentukan oleh variabel orientasi dan posisi unit secara bersama-sama, namun dapat ditentukan melalui orientasi dan posisi unit hunian secara masing-masing. Baik orientasi, posisi unit hunian dapat menentukan tinggi rendahnya temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya, namun kombinasi dari orientasi dan posisi unit hunian tidak dapat digunakan sebagai penentu tinggi rendahnya suhu, kelembaban, maupun intensitas cahaya. Tabel tests of Between-Subjects Effects menurut Santoso [10] adalah untuk melihat signifikansi dari masing-masing variabel dependen, apakah ada efek yang signifikan dari orientasi, posisi unit hunian (Faktor V maupun Faktor H) secara masing-masing terhadap nilai suhu, RH dan pencahayaan. Asumsi hipotesis adalah Ho : rata-rata nilai temperatur (suhu); kelembaban (RH); pencahayaan (lux) tidak menunjukkan perbedaan pada kenyamanan visual, kenyamanan termal, kenyamanan udara (kelembaban), H1 : rata-rata nilai temperatur (suhu); kelembaban (RH); pencahayaan (Lux) menunjukkan perbedaan yang jelas pada kenyamanan visual, kenyamanan termal, kenyamanan udara (kelembaban). Jika angka Sig. > 0,05 maka Ho diterima, jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak. Orientasi dengan nilai signifikansi nol (0) yakni kurang dari 5%, maka H0 ditolak, artinya H1 diterima, rata-rata temperatur/ kenyamanan termal (0,000), kenyamanan udara kelembaban (0,000), dan kenyamanan visual (0,002) menunjukkan perbedaan yang jelas pada setiap orientasi yang berbeda (utara-selatan-barattimur). Variabel/Faktor V dan Faktor H dengan nilai siginfikansi di atas 5%, maka Ho diterima, dengan demikian rata-rata temperatur/kenyamanan termal, kenyamanan udara kelembaban, dan kenyamanan visual menunjukkan tidak ada perbedaan pada setiap orientasi yang berbeda (utara-selatan-barat-timur). Dengan demikian variabel Orientasi * Faktor V * Faktor H secara bersama-sama tidak dapat digunakan sebagai indikator terhadap perbedaan termal, kelembaban maupun intensitas cahaya. Rumah Susun Sarijadi Objek studi bangunan single loaded adalah rumah susun Sarijadi, yang memiliki perbedaan dengan kasus rumah susun Cigugur Tengah Cimahi, yaitu pada lantai dasar berbatasan langsung dengan muka tanah, berbeda dengan Cigugur dimana pada

83

bagian bawah lantai berhubungan dengan ruang publik (sarana ruang bersama). Dari tabel tes Levene, menurut Santoso [8] dapat disimpulkan bahwa data suhu dan data pencahayaan merupakan data yang homogen, karena nilai signifikansi dari variabel kenyamanan visual lebih besar dari 5%, yaitu 0,161. Sama halnya dengan variabel kenyamanan termal memiliki nilai signifikansi 0,058 lebih besar sedikit dari 5%. Sedangkan untuk variabel kelembaban dan variabel kecepatan angin nilai signifikansi di bawah 5% artinya kedua data tersebut tidak homogen. Untuk variabel angin karena distribusi data tidak normal, maka data ini tidak digunakan dalam analisa mutivarian ini. Dari hasil analisis faktorial antara variabel Orientasi*Faktor V*Faktor H, menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari orientasi bangunan memiliki nilai nol (0) yang berarti lebih kecil dari 5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel orientasi bangunan berpengaruh secara signifikan terhadap besar kecilnya nilai kenyamanan termal, visual maupun udara. Faktor H memiliki nilai signifikansi nol (0) yang berarti adanya perbedaan suhu, termal dan kelembaban yang disebabkan oleh faktor posisi unit hunian. Adanya perbedaan yang signifikan dari variabel dependen tersebut pada setiap posisi unit hunian yang berbeda. Hal yang sama juga terjadi pada Faktor V memiliki nilai signifikansi nol (0) yang berarti adanya perbedaan suhu, termal dan kelembaban yang disebabkan oleh faktor posisi unit hunian. Adanya perbedaan yang signifikan dari variabel dependen tersebut pada setiap posisi unit hunian yang berbeda. Interaksi antara Orientasi*Faktor H memiliki nilai signifikansi dari Pillai's Trace, Wilks' Lambda, dan Hotelling's Trace lebih besar dari 5%, yaitu 0,512; 0,513; 0,514 berbeda dengan nilai signifikansi dari Roy's Largest Root memiliki nilai kurang dari 5%, yaitu 0,035. Artinya interaksi Orientasi*Faktor H memiliki pengaruh terhadap perbedaan nilai suhu, intensitas cahaya, maupun kelembaban. Berbeda dengan tiga metoda sebelumnya yang menghasilkan nilai signifikansi lebih besar dari 5% yang berarti interaksi Orientasi*Faktor H tidak memiliki perbedaan yang nyata pada variabel suhu, termal dan kelembaban. Untuk itu, kesimpulan diambil berdasarkan metoda dari Roy's Largest Root.

Faktor-Faktor Disain Rumah … (Arief S., Rumiati R. Tobing, Tri Harso K.)

Interaksi antara Orientasi*Faktor V bernilai signifikansi nol (0), hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara orientasi dengan posisi unit hunian pada arah vertikal memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya nilai suhu, intensitas cahaya dan kelembaban unit hunian. Memperhatikan nilai signifikansi dari interaksiinteraksi selanjutnya yang berada di bawah 5%, menunjukkan bahwa interaksi orientasi dengan Posisi unit hunian pada arah vertikal, interaksi antara posisi unit hunian vertikal dengan posisi unit hunian horizontal serta interaksi antara ketiganya, yaitu orientasi, posisi unit hunian arah vertikal dan horizontal memiliki nilai yang berbeda pada variabel suhu, cahaya dan kelembaban. Perbandingan Ketiga Rumah Susun Analisa faktorial tipe bangunan terhadap orientasi dan posisi unit hunian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana masing-masing faktor serta interaksi antara faktor mempengaruhi pada variabel dependen (suhu, kelembaban, angin dan cahaya). Tahap pertama dalam analisis variabel dependen adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang berarti ? Dari efek rata-rata tiap taraf serta meneliti secara bersama efek daripada beberapa faktor serta kombinasi antara faktor. Tiga faktor perlakuan disain meliputi; Faktor_1 adalah orientasi yang dikatagorikan ke dalam; orientasi arah utara (1), timur (2), selatan (3) dan barat (2). Faktor_2 meliputi tipe bangunan yang terdiri dari tiga taraf, yakni tipe Tower (1), tipe BDL (2), dan tipe BSL (3). Serta faktor_3 Posisi Unit Hunian. Dari total 1.296 observasi (N) dapat dikelompokkan menjadi (1) pengamatan berdasarkan perlakuan pertama, yakni; Faktor_1 dilakukan pengamatan sebanyak 324 kali dari masing-masing objek yang diamati, diambil 9 hasil pengamatan. (2) pengamatan terhadap perlakuan kedua Faktor_2 tipe bangunan, yang dibagi dalam tiga taraf, dengan masing-masing data observasi sebanyak 432 pengamatan, dan (3) pengamatan terhadap posisi unit hunian yang terdiri dari sembilan taraf dengan jumlah observasi sebanyak 144 pengamatan dengan masing-masing 12 kali observasi. Analisa untuk Orientasi (Faktor_1), Tipe Bangunan (faktor_2) dan Posisi Unit Hunian (faktor_3) secara independen, diajukan hipotesis H0 : empat sampel orientasi rata-rata vektor sampel dari skor ratarata adalah identik, H1 : empat sampel orientasi rata-rata vektor sampel dari skor rata-rata adalah

berbeda. Penyimpulan mengacu pada alat analisis dari Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace atau Roy’s Largest Root, dimana bila nilai signifikasi > 5% maka H0 diterima dan bila < 5% maka H0 ditolak. Nilai signifikasi dari Faktor_1 (Orientasi) menunjukkan angka kurang dari 5%, hal ini berarti H0 ditolak. Yang berarti keempat sampel Orientasi rata-rata vektor sampel dari skor rata-rata adalah berbeda. Faktor_2 (Tipe Bangunan) juga memiliki nilai signifikansi kurang dari 5%, hal ini menunjukkan ketiga sampel dari tipe bangunan rata-rata vektor sampel dari skor rata-rata adalah berbeda. Demikian halnya dengan posisi unit hunian memiliki nilai signifikansi kurang dari 5%, menunjukkan bahwa posisi unit hunian mempengaruhi variabel dependen suhu, pencahayaan dan kelembaban. Analisa interaksi antara 2 variabel dan 3 variabel, meliputi interaksi antara variabel Orientasi dengan Tipe Bangunan, interaksi antara variabel orientasi dengan posisi unit hunian dan interaksi antara variabel tipe bangunan dengan posisi unit hunian serta interaksi diantara ketiga variabel secara bersama-sama (Orientasi-Tipe Bangunan, dan Posisi Unit Hunian), apakah berpengaruh terhadap variabel dependen suhu, pencahayaan, kelembaban dan angin. Hipotesa yang diajukan adalah H0 : tidak ada dampak interaksi antara variabel Faktor_1, Faktor_2 dan atau Faktor_3 terhadap variabel dependen Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin dan Cahaya. H1 : ada dampak interaksi antara variabel Faktor_1, Faktor_2 dan atau Faktor_3 terhadap variabel dependen Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin dan Cahaya. Kesimpulan diambil berdasarkan nilai probabilitas, jika nilai signifikansi (probabilitas) lebih besar dari 5% maka H0 diterima, jika nilai signifikansi kurang dari 5% maka H0 ditolak. Interaksi antara Orientasi dan Tipe Bangunan mempengaruhi (berdampak) pada rata-rata nilai suhu, kelembaban, angin dan pencahayaan. Sedangkan interaksi antara Orientasi dan Posisi Unit Hunian tidak berdampak pada nilai rata-rata suhu, kelembaban, angin dan pencahayaan. Rata-rata nilai dari variabel dependen dipengaruhi oleh Orientasi dan Tipe secara bersama-sama. Sedangkan antara Orientasi dengan Posisi Unit Hunian tidak berpengaruh terhadap nilai dari variabel dependen. Sehingga dalam proses disain rumah susun rendah emisi, aspek yang harus

84

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87

mendapat perhatian adalah kombinasi antara Orientasi dengan Tipe. Uji variabel dependen suhu, kelembaban, kecepatan angin dan cahaya, hipotesa H0 = keempat variabel dependen mempunyai variankovarians yang sama, baik pada arah orientasi, tipe bangunan dan posisi unit hunian. Hi = keempat variabel dependen mempunyai matrik varianskovarians yang berbeda, baik pada orientasi, tipe bangunan maupun posisi unit hunian. Untuk nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak. Mengacu pada setiap variabel dependen, maka tidak secara bersama-sama pengaruh setiap faktor memiliki nilai pengaruh yang sama. Faktor Orientasi dan Tipe Bangunan mempengaruhi semua aspek (suhu, kelembaban, angin dan cahaya) yang diterima oleh unit hunian. Sedangkan faktor posisi unit hunian berpengaruh hanya pada aspek pencahayaan, artinya setiap posisi yang berbeda akan mempengaruhi pada besar kecilnya kualitas cahaya dalam unit hunian. Interaksi antara orientasi dengan tipe bangunan secara signifikan mempengaruh perbedaan kualitas cahaya, suhu, angin maupun kelembaban, sedangkan interaksi antara orientasi dengan posisi unit hunian tidak berdampak pada perbedaan suhu, kelembaban, angin maupun cahaya pada setiap unit hunian. Sedangkan interaksi antara orientasi dan posisi unit hunian, hanya berpengaruh pada kualitas pencahayaan, terhadap suhu, kelembaban serta angin tidak memiliki dampak apapun. Demikian halnya dengan interaksi antara ketiga faktor Orientasi*Tipe Bangunan *Posisi Unit Hunian tidak memberikan dampak pada perbedaan suhu, kelembaban, angin maupun kualitas cahaya. Tabel 2 Pengelompokkan Tipe Bangunan terhadap Aspek Kenyamanan Visual Kelompok Homogen Jumlah Observasi 1 2 BDL (Industri Dalam) 432 193.0556 Tower (Cigugur Tengah) 432 331.5509 BSL (Sarijadi) 432 352.7546 Sig. 1.000 .065 Tipe Bangunan

Pengelompokkan tingkat kenyamanan termal dan visual berdasarkan tipe bangunan menurut Santoso [8] mengacu pada metoda Tukey HSD tabel 2. Dari aspek pencahayaan terdapat dua kelompok dengan tingkat homogenitas yang tidak terlalu kuat, yakni kelompok dengan intensitas cahaya rendah terdapat pada bangunan tipe BDL dan kelompok dengan tingkat pencahayan baik dan

85

cenderung dalam satu kelompok adalah tipe Tower dan Tipe BSL, dengan nilai signifkansi 0,065. Mengacu pada nilai signifikansi tersebut, maka tingkat homogenitas antara tipe Tower dan BSL hampir tidak homogen (kurang kuat). Tabel 3 Pengelompokkan Tipe Bangunan terhadap Aspek Kenyamanan Termal Jumlah Observasi Tower (Cigugur Tengah) 432 BSL (Sarijadi) 432 BDL (Industri Dalam) 432 Sig. Tipe Bangunan

Kelompok Homogen 1 2 26.0736 27.2836 27.4102 1.000 .300

Dari aspek kenyamanan termal tabel 3. berdasarkan tipe bangunan terdapat dua pengelompokkan tingkat homogenitas, yakni kelompok pertama rumah susun tipe Tower memiliki tingkat kenyamanan lebih baik dengan temperatur rata-rata 26,070C. Kelompok homogenitas kedua terdiri dari rumah susun tipe BDL dan tipe BSL, masing-masing memiliki tingkat kenyamanan dengan rata-rata temperatur untuk BSL 27,28 0C dan tipe BDL 27,41 0C. Pada kelompok kedua tingkat kepercayaan dengan nilai signifikansi 0,30 menunjukkan nilai yang tidak terlalu kuat. Rata-rata temperatur pada bangunan rumah susun tipe Tower mendekat pada suhu nyaman sesuai dengan standar kenyamanan termal. Bila ditinjau dari aspek kenyamanan termal, maka peluang emisi CO2 pada rumah susun dengan tipe Tower lebih kecil dibandingkan dengan rumah susun tipe Block. Tabel 4 Pengelompokkan Tipe Bangunan terhadap Aspek Kenyamanan Udara (Kelembaban) Kelompok Homogen Jumlah Observasi 1 2 3 BDL (Industri Dalam 432 64,1829 Tengah) Tower (Cigugur 432 68,1227 Tengah) BSL(Sarijadi) 432 69,0833 Sig. 1,000 1,000 1,000 Tipe Bangunan

Dari aspek tingkat kelembaban tabel 4 terjadi tiga pengelompokkan dari tiga tipe yang diuji, artinya masing-masing tipe bangunan memiliki tingkat kelembaban yang berbeda-beda. Masing-masing tipe bangunan berpengaruh terhadap kualitas kelembaban udara (aspek kelembaban). Dimana tipe BDL memiliki tingkat kelembaban paling rendah yakni 64,18%, tipe Tower 68,12% dan tipe BSL 69,08%. Dengan demikian tipe BDL memiliki nilai rata-rata kelembaban sesuai dengan tingkat kenyamanan udara.

Faktor-Faktor Disain Rumah … (Arief S., Rumiati R. Tobing, Tri Harso K.)

Kualitas pergerakan udara dari aspek kecepatan angin, meskipun data kecepatan angin terdistribusi tidak normal, namun kondisi unit hunian pada setiap tipe dapat digambarkan seperti pada tabel 5. yakni terjadi tiga pengelompokkan dengan tingkat kenyamanan berada pada tipe Tower dan tipe BDL, dengan nilai-rata berada pada range tingkat kenyamanan di bawah nilai standar.

Sedangkan tipe BDL memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan tipe Tower dan BSL.

Tabel 5 Pengelompokkan Tipe Bangunan terhadap Aspek Kenyamanan Udara Angin Tipe Bangunan BDL (Industri Dalam) Tower (Cigugur Tengah) BSL (Sarijadi) Sig.

Jumlah Kelompok Homogen Observasi 1 2 3 432 .00165 432 .11321 432 .24086 1.000 1.000 1.000 Grafik 4 Pola Distribusi Suhu Berdasarkan Tipe dan Orientasi

Berdasarkan tipe dan orientasi dari aspek kenyamanan visual bangunan rumah susun dengan tipe BDL, rata-rata intensitas pencahayaan berada pada range standar kenyamanan visual, yakni antara 120 lux s.d. 250 lux. Perilaku intensitas cahaya pada tipe BDL terhadap orientasi memiliki pola yang berbeda dengan tipe Block, baik tipe Tower maupun tipe BSL. Pada tipe BDL arah utaraselatan memiliki rata-rata intensitas yang lebih tinggi (di atas) dan intensitas pada arah barattimur cenderung menurun atau di bawah. Pola pada tipe Block justru berbanding terbalik dibandingkan dengan tipe BDL, pada arah utaraselatan kualitas cahaya berada pada nilai rata-rata rendah (di bawah), sedangkan pada arah orientasi barat-timur nilai rata-rata intensitas cahaya berada pada tertinggi. Hal ini menunjukkan dampak dari tipe akan mempengaruhi pola penerangan pada unit hunian bangunan rumah susun. Dari aspek kualitas cahaya tipe Tower dan BSL juga memiliki nilai jauh di atas rata-rata bangunan tipe BDL.

Dari grafik 2. aspek termal tidak terdapat perbedaan pola ditribusi rata-rata suhu pada berbagai orientasi untuk setiap tipe yang berbeda. Bangunan dengan orientasi utara-selatan cenderung memiliki kualitas suhu lebih rendah dibandingkan dengan orientasi barat-timur. Perbedaan terdapat pada tipe, dimana tipe Tower memiliki nilai rata-rata lebih rendah di bawah ratarata suhu tipe Block. Dari aspek pengelompokkan tipe Tower berada pada kelompok yang terpisah dengan tipe Block, dimana tipe Block baik tipe BDL maupun tipe BSL memiliki karakteristik dan pola distribusi rata-rata temperatur yang sama.

Grafik 5 Pola Distribusi Kelembaban Berdasarkan Tipe dan Orientasi

Grafik 3 Pola Distribusi Cahaya Berdasarkan Tipe dan Orientasi

Dari grafik 1. aspek pencahayaan berdasarkan orientasi antara tipe Tower dengan tipe BSL berada pada kelompok homogenitas yang sama.

Pada grafik 3. aspek kelembaban unit hunian pada berbagai tipe bangunan terdapat perbedaan pada ketiga tipe berdasarkan arah orientasi yang berbeda. Secara keseluruhan tipe BDL memiliki kualitas kelembaban lebih rendah dari tipe Tower maupun tipe BSL, kecuali pada unit hunian tipe BDL dengan arah orientasi selatan memiliki nilai

86

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87

tinggi mendekati rata-rata nilai tertinggi dari kelembaban pada tipe bangunan BSL. Secara pola distribusi tipe BDL memiliki kesamaan pola dengan tipe Tower dimana arah utara-selatan memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan arah orientasi barat-timur. Namun pada tipe BDL dengan arah timur nilai kelembaban naik melampaui nilai kelembaban rata-rata tipe Tower, sedangkan arah orientasi barat-timur serta arah utara pada bangunan BDL berada jauh di bawah tipe Tower. Pola berbeda terjadi pada tipe BSL, yakni berbanding terbalik dengan tipe Tower maupun tipe BDL, dimana arah utara-selatan memiliki nilai rata-rata kelembaban lebih rendah dibandingkan dengan arah barat-timur. Dengan demikian dari aspek kelembaban unit hunian berdasarkan orientasi dan tipe bangunan, maka terdapat tiga pengelompokkan, atau ketiga tipe masing-masing memberikan dampak yang berbeda terhadap aspek kelembaban bangunan.

KESIMPULAN Pada rumah susun Cigugur Tengah, Industri Dalam, dan Sarijadi bahwa variabel dependen suhu, variabel kelembaban, dan variabel cahaya dipengaruhi oleh orientasi dan posisi unit hunian, serta dipengaruhi oleh adanya interaksi antara orientasi dengan posisi baik pada arah vertikal maupun arah horizontal. Orientasi bangunan memberikan pengaruh yang kuat terhadap nilai kenyamanan termal, sehingga akan mempengaruhi besar-kecilnya nilai emisi CO2 pada tahap operasional bangunan. Bangunan dengan orientasi utara-selatan memiliki tingkat kenyamanan lebih baik, sehingga nilai emisi CO2 rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan emisi CO2 bangunan dengan orientasi barat-timur. Pengaruh orientasi cukup signifikan pada bangunan tipe Block, baik rumah susun Industri Dalam (Doubel Loaded) maupun rumah susun Sarijadi (Single Loaded). Berbeda dengan rumah susun Cigugur Tengah (tipe Tower) orientasi bangunan nyaris tidak memiliki perbedaan tingkat kenyamanan ada setiap arah orientasi, sehingga nilai emisi CO2-nya pada berbagai orientasi akan relatif sama.

87

Faktor tipe, orientasi dan posisi unit hunian merupakan faktor yang berpengaruh terhadap disain dengan bobot 13,2%, dimana 90,9% dipengaruhi oleh tipe bangunan, 8,3% oleh orientasi dan 0,075% oleh posisi unit hunian. Sehingga faktor dominan yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal pada rumah susun adalah, Tipe Bangunan, selanjutnya Orientasi Bangunan serta interaksi antara Orientasi*Tipe Bangunan. Sedangkan posisi unit hunian hampir tidak berpengaruh besar terhadap kenyamanan.

DAFTAR PUSTAKA ________, 2005, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, RI. Baker, S., 2006, Sustainable Development, Routledge Taylor and Francis Group, London and New York. Edwards, B., and Turrent, D., 2000, Sustainable Housing, Principles and Practice, E & FN SPON, Taylor and Francis Group, London and New York. Fatiah, A. A., 2008, Global Warming, Sebuah Isyarat Dekatnya Akhir Zaman dan Kehancuran Dunia, Granada Mediatama, Jawa Tengah. IPCC, 2003, Progress Report on the Establishment of a Database on GHG Emission Factor, http://www.ipcc.com IPCC, Mangino, J., Mareckova, K., et al. 2010, Establishment of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Emission Factor Database, http://www.ipcc.com Karyono, T.H., 2010, Green Architecture, Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Santoso, S., 2010, Statistik Multivariate, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Elex Media Komputindo. Vale, Brenda & Vale, Robert., 1991, Green Architecture, Design for an Energy-Conscious Future, A Bulfinch Book, Little, Brown and Company, London. ___________ 2002, Pedoman Teknis Rumah Sederhana Sehat, Kepmen Kimpraswil Nomor 403/KPTS/M/2002. ___________ 2010, Data Kependudukan, Badan Pusat Statistik Indonesia.

Analisis Keberlanjutan Kawasan … (Nanang S.S., Santun R.P.S., Machfud, Ramalis S.)

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN CISAUK DI DAS CISADANE Sustainable Analysis of Cisauk Urbanized Settlement at Cisadane River Basin 1 Nanang

S. Santosa, 2 Santun R. P. Sitorus, 3 Machfud, 4 Ramalis Sobandi 1 Kementerian

Perumahan Rakyat Jl. R. Patah I No.1, Jakarta Selatan E-mail : [email protected] 2, 3 Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Jl. Raya Darmaga, Gedung Andi Hakim Nasoetion 2 E-mail : [email protected] 3 E-mail : [email protected] 4 Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan E-mail : [email protected] Diterima : 09 Oktober 2011; Disetujui : 04 April 2012

Abstrak Urbanisasi telah memacu pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia dengan pesat. Penyebaran penduduk perkotaan terkonsentrasi di kota-kota besar, dan diperkirakan sekitar 20% berada di Jabodetabek. Banyak penduduk di kota-kota besar yang migrasi ke pinggir kota karena harga lahan relatif terjangkau. Kecamatan Cisauk – Kabupaten Tangerang yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane merupakan daerah pinggiran Metropolitan Jakarta yang strategis karena didukung oleh kemudahan akses. Perpindahan penduduk ke pinggiran kota antara lain ke Cisauk menimbulkan dampak positif dari aspek ekonomi seperti terciptanya lapangan kerja dan investasi, dan dampak negatif berupa menurunnya kualitas lingkungan seperti terjadinya alih guna lahan pertanian produktif dan konservasi menjadi kawasan permukiman atau industri, serta menurunnya kondisi DAS Cisadane akibat aktifitas domestik dan industri. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting keberlanjutan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan di Cisauk dan keterkaitannya dengan daya dukung DAS Cisadane. Dengan menggunakan metode MDS-Rapfish dan analisis prospektif, hasil kajian ini menunjukkan bahwa dari aspek sosial dan ekonomi pengelolaan kawasan permukiman tersebut cukup berkelanjutan namun dari aspek ekologi masih kurang berkelanjutan. Daya dukung lingkungan masih dapat menampung perkembangan yang ada namun perlu perbaikan seperti prasarana lingkungan antar cluster permukiman, pengendalian penambangan pasir dan kondisi jalan akses. Kata Kunci : Urbanisasi, kawasan permukiman, DAS Cisadane, berkelanjutan, daya dukung lingkungan

Abstract Urbanization has rapidly increased the growth of the urban population in Indonesia. Spreading an urban population is concentrated in big cities, and is expected to be around 20 % in Jabodetabek. Many urban people moved to the fringe area due to relatively affordable price of land. Cisauk sub district – Tangerang Regency located at Cisadane river basin at the fringe of Jakarta Metropolitan area has a strategic location because of a good access of transportation. The movement of people to Cisauk generates positive impacts in economic aspects such as job creation and investment and negative impacts in environment protection such as agriculture and conserved land conversion into housing and industrial area as well as decline trends of Cisadane condition due to domestic and industrial activities. This study has a purpose to understand the sustainability of existing condition of urban settlement management in Cisauk and its relation with the Cisadane river basin capacity. By using MDS-Rapfish and prospective analysis method, the study shows that in term of social and economic aspects, the urban settlement management is sustainable enough but in term of ecology is not sustainable. The environment capacity is still accommodate the development however there are some activities need to be improved such as cluster infrastructures, sand mining, and street access. Keywords : Urbanization, urban settlement, Cisadane river basin, sustainable, environment capacity

PENDAHULUAN Penduduk perkotaan di Indonesia pada tahun 1980 berjumlah 32,8 juta jiwa atau 22,3% dari total

penduduk nasional dan berdasarkan sensus penduduk 2000 jumlahnya mencapai 85 juta jiwa atau 42% dari total penduduk nasional. Diperkira88

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 88-94

kan pada 2015, jumlah tersebut mencapai 150 juta jiwa atau sekitar 60% dari total penduduk nasional (BPS 2003). Penyebaran penduduk perkotaan tersebut lebih banyak terkonsentrasi di kota-kota besar, dan diperkirakan sekitar 20% diantaranya berada di Jabodetabek. Pertambangan penduduk perkotaan yang pesat tersebut mengakibatkan kelangkaan sumber daya lahan dan perubahan fungsi lahan di kawasan strategis perkotaan dari permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Banyak penduduk perkotaan yang akhirnya bermigrasi ke pinggir kota karena harga lahan relatif masih terjangkau. Sehingga di kawasan pinggiran kota terjadi alih guna lahan pertanian produktif dan konservasi menjadi kawasan permukiman, industri dan lainnya. Kota Jakarta merupakan kota metropolitan terbesar di Indonesia, dengan luas 60.000 Ha, jumlah penduduk sekitar 8,5 juta jiwa (BPS DKI Jakarta, Maret 2009), dan aglomerasinya berupa Metropolitan Jakarta yang mencakup sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten. Ekstensi intensif Jakarta ke arah barat daya berlangsung sejak tahun 1990 terutama setelah pembangunan jalan tol Jakarta–Serpong dan pengembangan permukiman skala besar yaitu Kota Mandiri Bumi Serpong Damai (BSD City). Kecamatan Cisauk di Kabupaten Tangerang dengan penduduk 46.645 jiwa pada tahun 2008 menjadi hinterland kota Serpong dengan aksesibilitas yang tinggi berupa jalan tol, jalur KA, dan jaringan jalan regional. Kecamatan Cisauk-Kabupaten Tangerang berada di wilayah tengah dari kawasan sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Cisadane yang subur namun dengan kondisi teknis yang buruk disebabkan oleh aktifitas domestik dan industri. DAS Cisadane yang wilayahnya meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang dan luasnya 140.046 ha merupakan sub DAS dengan wilayah terluas di Jabodetabek. Kurang lebih 17,7% dari total luas sub DAS ini adalah lahan terbangun dan seluas ± 15,45% merupakan daerah permukiman. Perkembangan penduduk dan pembangunan yang pesat membawa dampak positif dan negatif terhadap Kecamatan Cisauk. Terciptanya peluang investasi dan lapangan kerja merupakan dampak positif. Sementara dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan seperti alih fungsi lahan pertanian produktif dan konservasi menjadi lahan permukiman dan industri, tidak sinkronnya prasarana lingkungan antar cluster permukiman, kerusakan jalan akses yang parah dan polusi debu akibat dilewati truk-truk pengangkut pasir dari

89

beberapa penambangan pasir di Kecamatan Cisauk guna mensuplai pengembangan permukiman di sekitar Cisauk termasuk BSD. Dampak ini diperparah dengan sebagian masyarakat masih membuang limbah domestik ke Sungai Cisadane sehingga mempengaruhi kualitas air sungai yang menjadi air baku PDAM Kabupaten Tangerang. Heripoerwanto (2009) dalam penelitian permukiman di pinggiran kota metropolitan dengan studi kasus Kabupaten Tangerang mengungkapkan bahwa faktor penyebab utama pertumbuhan permukiman di kawasan pinggiran metropolitan yang tidak terencana (suburban sprawl) merupakan kombinasi kepentingan antara pengembang dengan pemilik-penghuni. Organisasi berbasis komunitas perlu didorong untuk menjamin terselenggaranya sistem pengelolaan permukiman yang efektif dan ramah lingkungan. Dalam penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang di Cisauk, Kabupaten Tangerang (Kemenpera, 2007) diungkapkan bahwa untuk mengintegrasikan antar cluster permukiman di Cisauk perlu keterpaduan tata masa bangunan, sirkulasi jalan, sistem utilitas (terutama drainase), sarana fasos dan fasum, serta ruang terbuka hijau. Konsep perumahan dan permukiman yang berwawasan lingkungan mencakup prinsip-prinsip mempertahankan ekosistem yang ada, penggunaan energi yang minimal, pengendalian limbah dan pencemaran, dan menjaga kelanjutan sistem sosial-budaya lokal. Daerah aliran sungai merupakan suatu ekosistem yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ ladang, sungai dan hutan dan terbagi kedalam wilayah hulu, tengah dan hilir (Asdak, 2002). Karakteristik sub DAS wilayah tengah umumnya merupakan daerah transisi antara bagian hulu yang umumnya merupakan daerah konservasi dan daerah hilir yang merupakan daerah pemanfaatan. Rahardjo (2003) mengungkapkan bahwa desentralisasi pemerintahan dalam bentuk otonomi memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Sisi negatif dari kebijakan ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan kurang baiknya pengelolaan dan pemanfaatan lahan. Diperlukan koordinasi yang sifatnya lintas wilayah yang baik di era otonomi ini dan sesuai dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan rencana tata ruang (Rustiadi et al., 2004). Pengelolaan pengembangan permukiman perlu memperhatikan ketersediaan sumberdaya pendukung dan keterpaduannya dengan aktifitas lain (Kuswara, 2004). Hubungan yang saling terkait antara kota

Analisis Keberlanjutan Kawasan … (Nanang S.S., Santun R.P.S., Machfud, Ramalis S.)

metropolitan dan DAS tersebut memerlukan pendekatan multi-aspek guna mempertahankan keberlanjutannya (Djayadiningrat, 2001; Krebs, 2001; URDI, 2002; Soenarno, 2004). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui status keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk pada saat ini dan mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di pinggiran metropolitan DKI Jakarta.

METODOLOGI Lokasi penelitian secara administratif berada di Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten (gambar 1). Waktu penelitian berlangsung dari bulan Nopember 2009 sampai bulan Juni 2011 berupa survai lapangan untuk pengumpulan data sekunder dan data primer, serta pengolahan data dan penulisan hasil penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode Multidimensional Scalling

(MDS) dengan software Rapsettlement (Rapid Appraisal for Settlements) yang merupakan penyesuaian dari Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Teknik Rapsettlement adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan permukiman berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak akan tetapi mudah dinilai. Ordinasi Rapsettlement dibentuk oleh aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang dilaporkan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Manfaat dari teknik Rapsettlement ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap permukiman dalam ekosistem (Alder et al., 2000). Pada penelitian ini digunakan empat kategori status keberlanjutan (Kavanagh, 1999), yaitu: tidak berkelanjutan (0 – 0,5, dan jumlah sub variabel dengan nilai korelasi < 0,5, berkurang dari tujuh sub variabel menjadi enam sub variabel. Nilai korelasi terkecil didapat untuk sub variabel jumlah anggota keluarga dengan nilai 0,437, dan dikeluarkan dari proses analisis faktor. Disamping itu dengan mengeluarkan

Faktor Penentu Kebutuhan … (Yulinda R., Ratna J.)

3.

4.

5.

6.

satu variabel dengan nilai korelasi terkecil menaikkan nilai KMO and Bartlett’s Test. Tahap tiga, dengan mengeluarkan dua sub variabel jumlah anggota keluarga dan sub variabel jarak rumah ke tempat beribadat terdekat, nilai korelasi terkecil menaikkan nilai KMO and Bartlett’s test meningkat menjadi 0,689. Pada tahap ini terdapat lima sub variabel yang mempunyai nilai korelasi < 0,5. Dari lima sub variabel tersebut didapatkan sub variabel umur kepala keluarga mempunyai nilai terkecil yaitu dengan nilai 0,460, sehingga dikeluarkan dari proses analisis faktor. Tahap empat, setelah mengeluarkan tiga sub variabel dari proses analisis faktor menaikkan nilai KMO and Bartlett’s test menjadi 0,794, masih terdapat empat sub variabel yang mempunyai nilai korelasi < 0,5 dan sub variabel status rumah yang diinginkan mempunyai nilai korelasi yang terkecil dengan nilai 0,459, sehingga dikeluarkan dari proses analisis faktor. Tahap lima, setelah mengeluarkan empat sub variabel dari proses analisis faktor menaikkan nilai KMO and Barlett’s test menjadi 0,705, pada tahap ini masih terdapat tiga sub variabel yang mempunyai nilai korelasi < 0,5 dan sub variabel keberadaan RTH mempunyai nilai korelasi terkecil dengan nilai 0,479, sehingga dikeluarkan dari proses analisis faktor. Pada tahap enam, sudah tidak ada lagi sub variabel pada tabel anti image matrices yang mempunyai nilai lebih kecil nilai korelasi < 0,5, sehingga proses penyaringan diberhentikan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi variabel, sebagai alat untuk mengukur reduksi variabel digunakan nilai faktor loading.

Proses Reduksi Variabel Alat ukur yang digunakan untuk reduksi variabel adalah nilai faktor loading yang didapat dari component matrix. Dengan memasukkan 29 sub variabel dari 34 sub variabel yang ada (lima variabel dikeluarkan pada proses penyaringan). Faktor loading Tahapan yang dilakukan dalam proses reduksi faktor adalah : 1. Pertama, perhatikan nilai faktor loading yang didapat dari rotted component matrix untuk setiap sub variabel. Bandingkan nilai tersebut untuk setiap faktor yang terbentuk. Pilih nilai yang paling besar. Untuk sub variabel i1 (rumah bertingkat/tidak), nilai faktor loading terbesar terletak pada faktor 9 dengan nilai 0,776,

sehingga sub variabel rumah bertingkat/tidak, dikelompokkan pada faktor 11. Terus lakukan langkah yang sama seperti tersebut di atas, untuk semua sub variabel. Selanjutnya, perhatikan nilai faktor loading terbesar untuk setiap sub variabel, bila terdapat nilai < 0,5 atau terdapat dua atau lebih nilai terbesar mempunyai selisih yang kecil atau mempunyai nilai hampir sama (ambigu untuk mengelompokkan ke suatu faktor), maka variabel tersebut dikeluarkan dari proses reduksi sub variabel. Hasil Analisis faktor dapat dilihat bahwa sub variabel pendidikan terakhir kepala keluarga (kode tabel Zscore pendidikan) mempunyai dua nilai faktor loading terbesar yang hampir sama yaitu nilai 0,498 (pada faktor sembilan) dan 0,479 (pada faktor satu), sehingga pada langkah selanjutnya variabel ini di keluarkan dari proses reduksi sub variabel. Secara lengkap hasil reduksi variabel pada tahap satu dapat dilihat pada tabel 3. Pada tahap ini, sub variabel penentu kebutuhan rumah di Kota Cirebon terbagi dalam 10 kelompok (faktor). 2. Lakukan langkah satu, dan berhenti ketika semua nilai faktor loading yang terbesar < 0,5, atau tidak ada lagi dua nilai faktor loading atau lebih mempunyai nilai berdekatan. 3. Untuk analisis reduksi sub variabel penentu kebutuhan rumah di Kota Cirebon ini berhenti pada tahap ke – 4, karena ketentuan dua sudah terpenuhi. Hasil akhir reduksi variabel untuk nilai faktor loading pada rotated component matrix tahap 4 dapat dilihat pada tabel 2. Sebagai hasil akhir reduksi sub variabel, terdapat sembilan faktor penentu kebutuhan rumah di Kota Cirebon, secara rinci dapat dilihat pada tabel 2 (tabel component matrix hasil analisis faktor tahap satu sampai dengan tahap empat atau hasil akhir). Selanjutnya untuk mempermudah dalam melakukan interpretasi hasil analisis faktor, maka perlu diberikan penamaan pada setiap faktor yang terbentuk. Kekuatan pengukuran sub variabel terhadap faktor yang terbentuk dapat dilihat dari nilai faktor loading pada tabel 3. Nilai korelasi 0< r ≤0,399 menggambarkan derajat hubungan antara sub variabel dengan faktor yang membentuknya mempunya derajat hubungan sangat rendah sampai rendah; 0,4≤ r ≤ 0,599 menggambarkan derajat hubungan cukup; dan 0,6≤ r ≤ 1 menggambarkan derajat hubungan yang kuat sampai sangat kuat.

116

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 110-120

Tabel 2 Rekap Hasil Reduksi Sub Variabel pada Proses Analisis Faktor Tahap 1 Sub Variabel Nilai KMO And Bartlett’s Test

Nilai 0,705

Tahap 2 Sub Variabel Nilai KMO and Bartlett’s Test

Faktor 1 Arti rumah Fungsi rumah Kebutuhan RTH Frekuensi pindah tempat Alasan menentukan beli rumah Kebiasaan menabung Pengeluaran lebih besar dari pendapatan

-0,774 0,608

0,723

Umur menikah pertama

0,933

Umur pertama punya anak Umur pertama tinggal dengan keluarga inti Faktor 3 Jarak ke super market terdekat Jarak ke SD terdekat Jarak ke SMP terdekat Jarak ke SMA terdekat

0,899

Jarak ke terdekat

0,808

0,936

0,809 0,805 0,485 0,698

Faktor 4 Frekuensi keluarga menginap Alasan tinggal di kawasan Frekuensi pindah tempat kerja Lama tinggal bersama orang tua Cara mendapatkan rumah Faktor 5 Status rumah Status tanah Lama tinggal di rumah sekarang Faktor 6 Cara membangun rumah Cara pengaturan keuangan rumah tangga Faktor 7 Jumlah kebutuhan ruang tidur Memiliki rumah >1 Jarak ke tempat kerja istri

Arti rumah

0,725

Arti rumah

Nilai 0,706

Faktor 3 0,725

Tahap 4 Nilai Faktor Loading Sub Variabel Nilai KMO and Bartlett’s 0,708 Test Faktor 3/Usaha untuk pengadaan rumah Arti rumah 0,737

Alasan menentukan 0,545 Alasan menentukan beli 0,545 Alasan menentukan beli 0,530 beli rumah rumah rumah Kebiasaan menabung -0,796 Kebiasaan menabung -0,796 Kebiasaan menabung -0,803 Pengeluaran lebih 0,611 Pengeluaran lebih besar 0,611 Pengeluaran lebih besar 0,605 besar dari dari pendapatan dari pendapatan pendapatan Pengeluaran/bln 0,712 Pengeluaran/bln 0,712 Pengeluaran/bln 0,702 Faktor 1 Faktor 1 Faktor 1/Karir perumahan Umur pertama 0,640 Umur pertama bekerja 0,632 Umur pertama bekerja 0,633 bekerja Umur pertama 0,772 Umur pertama 0,764 Umur pertama membiayai 0,765 membiayai hidup membiayai hidup sendiri hidup sendiri sendiri Umur menikah 0,922 Umur menikah pertama 0,926 Umur menikah pertama 0,925 pertama Umur pertama punya 0,874 Umur pertama punya 0,879 Umur pertama punya anak 0,878 anak anak Umur pertama tinggal 0,896 Umur pertama tinggal 0,900 Umur pertama tinggal 0,899 dengan keluarga inti dengan keluarga inti dengan keluarga inti Faktor 2 Faktor 2 Faktor 2/Lokasi rumah Jarak ke super market 0,773 Jarak ke super market 0,773 Jarak ke super market 0,774 terdekat terdekat terdekat Jarak ke SD terdekat 0,827 Jarak ke SD terdekat 0,834 Jarak ke SD terdekat 0,838 Jarak ke SMA terdekat Jarak ke PUSKESMAS terdekat Faktor 5

0,735

Jarak ke SMA terdekat

0,729

Jarak ke SMA terdekat

0,898

Jarak ke terdekat

0,905

Jarak ke PUSKESMAS 0,905 terdekat Faktor 5/Faktor pendorong keputusan menempati rumah

PUSKESMAS Faktor 5

0,728

0,478 0,566 0,638 0,733

Alasan tinggal di 0,529 Alasan tinggal di kawasan 0,509 Alasan tinggal di kawasan kawasan Frekuensi pindah 0,700 Frekuensi pindah tempat 0,699 Frekuensi pindah tempat tempat kerja kerja kerja Lama tinggal bersama 0,776 Lama tinggal bersama 0,781 Lama tinggal bersama orang tua orang tua orang tua

0,536 0,692 0,767

0,357

0,751 0,600 -0,508

0,789 0,647

0,627 -0,658 0,411

Faktor 6 Faktor 9 Faktor 9 Status rumah 0,630 Status rumah 0,499 Status tanah 0,741 Status tanah 0,694 Status tanah 0,613 Lama tinggal di -0,451 Lama tinggal di rumah 0,717 Lama tinggal di rumah 0,826 rumah sekarang sekarang sekarang Tempat tinggal yang 0,539 dibutuhkan Faktor 4 Faktor 4 Faktor 4/Cara mendapatkan rumah Cara membangun 0,779 Cara membangun rumah 0,787 Cara membangun rumah 0,777 rumah Cara pengaturan 0,710 Cara pengaturan 0,741 Cara pengaturan keuangan 0,736 keuangan rumah keuangan rumah tangga rumah tangga tangga Faktor 7 Faktor 7 Faktor 6/Kebutuhan rumah Jumlah kebutuhan -0,565 Jumlah kebutuhan ruang -0,581 Jumlah kebutuhan ruang -0,588 ruang tidur tidur tidur Memiliki rumah >1 0,762 Memiliki rumah >1 0,767 Memiliki rumah >1 0,771

Sumber : Hasil Analisis, Januari 2011

117

Tahap 3 Sub Variabel Nilai KMO and Bartlett’s Test

Faktor 3 0,636 0,388 0,489 0,379 0,537

Pengeluaran/bln Faktor 2

PUSKESMAS

Nilai 0,705

Faktor Penentu Kebutuhan … (Yulinda R., Ratna J.)

Tabel 3 Hasil Perhitungan Keterangan Variasi Variabel

Sumber : Hasil Analisis, Januari 2011

Penamaan Setiap Faktor dan Interpretasi Hasil Analisis Faktor Penamaan faktor harus memperhatikan atau mengakomodir sifat-sifat atau ciri-ciri kesamaan dari sub variabel-sub variabel yang membentuk faktor tersebut. Hasil akhir reduksi faktor dapat dilihat pada tahap empat tabel 2. Penamaan untuk sembilan faktor yang dihasilkan adalah : 1. Faktor satu, diukur melalui sub variabel : a. Umur pertama bekerja; b. Umur pertama membiayai hidup sendiri; c. Umur menikah pertama; d. Umur punya anak pertama; e. Umur pertama tinggal dengan keluarga inti. Kelima sub variabel tersebut digunakan untuk mengukur variabel karir perumahan, oleh karena itu faktor satu diberi nama faktor karir perumahan. 2. Faktor dua, diukur melalui sub variabel : a. Jarak ke supermarket terdekat; b. Jarak ke SD terdekat; c. Jarak ke SMA terdekat; d. Jarak ke PUSKESMAS terdekat. Keempat sub variabel tersebut digunakan untuk mengukur variabel lokasi, oleh karena itu faktor ke dua diberi nama faktor lokasi. 3. Faktor tiga, diukur melalui sub variabel : a. Arti rumah; b. Alasan memutuskan beli rumah; c. Kebiasaan menabung; d. Pengeluaran lebih besar dari pendapatan; e. Pengeluaran per bulan. Kelima sub variabel tersebut merupakan sub variabel yang berkaitan dengan pengukuran

pilihan tempat tinggal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan, faktor tiga diberi nama faktor usaha untuk mengadakan rumah/tempat bermukim. 4. Faktor empat, diukur melalui sub variabel : a. Cara membangun rumah; b. Cara pengaturan keuangan. Kedua sub variabel tersebut merupakan sub variabel yang berkaitan dengan pengukuran cara mendapatkan tempat tinggal dari segi pengadaan bangunan fisiknya dan penyediaan dana. Faktor empat diberi nama faktor cara mendapatkan rumah. 5. Faktor lima, diukur melalui sub variabel : a. Alasan tinggal di kawasan yang sekarang dijadikan tempat tinggal; b. Frekuensi pindah tempat kerja; c. Lama tinggal dengan orang tua/mertua. Kedua sub variabel tersebut merupakan sub variabel yang berkaitan dengan pendorong seseorang atau kepala rumah tangga untuk mengadakan atau mencari tempat tinggal. Faktor lima diberi nama faktor pendorong keputusan mengadakan rumah. 6. Faktor enam, diukur melalui sub variabel: a. Jumlah kebutuhan ruang tidur; b. Memiliki rumah > 1. Kedua sub variabel tersebut merupakan sub variabel yang berkaitan dengan rumah yang dibutuhkan, bila kepala keluarga bekerja di luar kota dan hidup terpisah dengan keluarga maka akan mempengaruhi jumlah kebutuhan rumah. Disamping itu jumlah kebutuhan ruang juga mengindikasikan jenis rumah yang dibutuhkan.

118

Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 110-120

Oleh karena itu faktor enam diberi nama harapan mendapat rumah. 7. Faktor tujuh, diukur melalui sub variabel : a. Rumah bertingkat/tidak; Sub variabel tersebut merupakan sub variabel yang berkaitan dengan konstruksi fisik rumah. Faktor tujuh diberi nama faktor konstruksi rumah. 8. Faktor delapan, diukur melalui sub variabel : a. Jarak ke tempat kerja suami b. Jenis pekerjaan. Kedua sub variabel tersebut berkaitan dengan mata pencaharian. Faktor delapan diberi nama faktor mata pencaharian. 9. Faktor sembilan, diukur melalui sub variabel : a. Status tanah yang dimiliki; b. Lama tinggal di rumah yang sekarang; Kedua sub variabel tersebut merupakan subvariabel yang berkaitan dengan kecenderungan penghuni untuk tetap tinggal di rumah atau tempat bermukim yang saat ini di huni. Bila status tanah milik, ada kecenderungan rumah tersebut akan di huni dalam rentang waktu yang lama, lain halnya bila sewa atau kontrak. Faktor sembilan diberi nama faktor lama bermukim.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Faktor penentu kebutuhan rumah masyarakat Kota Cirebon dapat dilihat dari hasil perhitungan total variance explained. Dari nilai ini dapat diterangkan faktor-faktor penentu utama masyarakat Kota Cirebon dalam memilih tempat tinggal, secara rinci dapat di lihat pada tabel 3. Faktor-faktor penentu (yang menjadi pertimbangan/alasan) masyarakat Kota Cirebon dalam memilih tempat tinggal yaitu : 1. 69,566% faktor penentu kebutuhan rumah masyarakat Kota Cirebon ditentukan oleh sembilan faktor sebagai berikut : 1) faktor karir perumahan; 2) faktor lokasi; 3) faktor usaha untuk mengadakan rumah/tempat bermukim; 4) faktor cara mendapatkan rumah; 5) faktor pendorong keputusan mengadakan rumah; 6) faktor harapan mendapatkan rumah; 7) faktor konstruksi rumah; 8) faktor mata pencaharian; 9) faktor lama bermukim, sedangkan sisanya 30,434% ditentukan oleh faktor lain, yang tidak teramati dalam penelitian. Dengan arti lain 69,566% masyarakat Kota Cirebon memilih tempat tinggal berdasarkan pertimbangan/ alasan sembilan faktor di atas, sedangkan sisanya

119

2.

3.

4.

5.

sebesar 30,434% ditentukan oleh faktor lain (diluar sembilan faktor). Dari 69,566% faktor penentu kebutuhan rumah masyarakat Kota Cirebon, 34,586% ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu : faktor karir perumahan, faktor lokasi, dan faktor pengadaan dana untuk rumah. Sedangkan 34,98% faktor penentu kebutuhan rumah masyarakat Kota Cirebon ditentukan oleh enam faktor lainnya yaitu : 1) faktor cara mendapatkan rumah; 2) faktor pendorong keputusan mengadakan rumah; 3) harapan mendapatkan rumah; 4) faktor konstruksi rumah; 5) faktor mata pencaharian; 6) faktor lama bermukim. Dengan arti lain, tiga faktor utama yaitu : faktor karir perumahan, faktor lokasi, dan faktor dijadikan sebagai pertimbangan/alasan 34,586% masyarakat Kota Cirebon dalam memenuhi kebutuhan akan rumah. Sedangkan 34,98% masyarakat Kota Cirebon menjadikan enam faktor : 1) faktor cara mendapatkan rumah; 2) faktor pendorong keputusan mengadakan rumah; 3) faktor harapan mendapatkan rumah; 4) faktor konstruksi rumah; 5) faktor mata pencaharian; 6) faktor lama bermukim sebagai pertimbangan/alasan dalam memilih rumah. Faktor karir perumahan diukur melalui lima sub variabel terkait dengan usia kepala keluarga ketika pertama bekerja, pertama membiayai hidup sendiri, menikah pertama, punya anak pertama dan pertama tinggal dengan keluarga inti. Karir perumahan ini digunakan untuk mengukur waktu atau kondisi seperti apa seseorang memenuhi tempat tinggal (rumah). Jadi terdapat sekelompok orang yang mengadakan atau memenuhi tempat tinggal karena alasan sudah bekerja, untuk menunjukkan kemandiriannya, sudah menikah, atau sudah punya anak. Faktor lokasi diukur melalui lokasi atau jarak terdekat rumah dengan fasilitas ekonomi, pendidikan, peribadatan dan pelayanan kesehatan. Artinya terdapat sekelompok orang yang memilih tempat tinggal karena kedekatan dengan akses pelayanan kesehatan (rumah sakit), akses pendidikan, dan akses ekonomi. Faktor usaha pengadaan dana untuk rumah diukur melalui kaitan dengan ketersedaan dana, dan arti rumah itu sendiri. Terdapat sekelompok orang yang memilih tempat tinggal karena alasan terkait dengan ketersediaan dana atau pandangan seseorang berkaitan dengan arti rumah tersendiri.

Faktor Penentu Kebutuhan … (Yulinda R., Ratna J.)

Saran Faktor-faktor penentu kebutuhan rumah yang dihasilkan dari penelitian ini hanya dapat menerangkan 69,566% faktor dari keseluruhan faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan rumah di Kota Cirebon. Untuk menerangkan faktor kebutuhan rumah lainnya sebesar 30,434% di Kota Cirebon, perlu ditelusuri lagi faktor-faktor yang belum teramati dalam penelitian. Oleh karena itu perlu dikaji kembali berdasarkan teori-teori penunjang lainnya berkaitan faktor-faktor penentu kebutuhan rumah. Kemudian untuk mengetahui kesesuaian teori dengan kenyataan di lapangan untuk kondisi Kota Cirebon perlu ditunjang dengan pengembangan penelitian dengan materi sama.

DAFTAR PUSTAKA Andrew, Beer., Faulkener, and Gabriel Michele, 2006, 21st Century Housing Carreers and Housing Australia Future, February 2006, ISBN-1 920 441959. Hair, J.F. Anderson, R.L. Tatham dan W.C. Black, 1995, Multivariate Data Analysis with Readings, 4th Edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Norusis, Marija J. 1993, SPSS for Windows Profesional Statistics Release 6, United States of America, 1993, ISBN 0-13-178831-0.

Rilva, Eka Diana, 2008, Identifikasi Tingkat Kebutuhan Perumahan di Kota Bandung dan Permintaan Perumahan di Kecamatan Kiaracondong Bandung, Institut Teknologi Bandung. Rindarjono, 2007, Residential Mobility di Pinggiran Kota Semarang Jawa Tengah, Forum Geografi, Vol. 21, No. 2, Desember 2007: 135 – 146. Wijayanto, Setyo Hari, 1998, Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8, Edisi Pertama, 2008, Graha Ilmu, Yogyakarta. ---------, 2011, Urusan Perumahan Harus Satu Pintu, Satu Kebijakan, Zulfi S. Koto http:// www.realestatindonesia.org/Diunduh tanggal 2 Maret 2012. ---------, 2011, Prasarana Umum Perlu Tingkatkan Akurasi Basis Data, Menpera, http://groups. yahoo.com / Diunduh tanggal 2 Maret 2012. ---------, 2012, Kebutuhan Rumah di Indonesia Capai 2,6 Juta Unit Per Tahun, Menpera, http://www. haluanriaupress.com / Diunduh tanggal 2 Maret 2012. ---------, 2012, Program Pembangunan Rumah Murah Tahun 2012, Menpera, http:// www.setkab. go.id./ Diunduh tanggal 2 Maret 2012.

120

Jurnal Permukiman, Vol. 7 No. 2 Agustus 2012: 121-124

Katalog dan Abstrak UDC 614.94 Wur Wuryanti, Wahyu k Keputusan multikriteria dalam menilai konstruksi rumah tinggal terhadap lingkungan / Wahyu Wuryanti .--Jurnal Permukiman.-- Vol. 7 No. 2 Agustus 2012.-- Hal. 66-75.-- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2012. 125 hlm. : ilus.; 30 cm Abstrak ISSN

: hlm. 66 : 1907-4352

I. HOUSING – CONSTRUCTION

1. Judul

Penentuan rancangan terbaik suatu konstruksi rumah tinggal perlu mempertimbangkan beberapa aspek. Selain aspek teknis dan ekonomi perlu juga mempertimbangkan isu lingkungan. Penilaian dilakukan terhadap empat alternatif rumah tinggal dengan menggunakan metoda analisis keputusan multikriteria. Kata kunci : rumah tinggal, multi-kriteria, simple additive weighting, multiplicative exponential weighting UDC 69.032.2 Sab Sabaruddin, Arief f Faktor-faktor disain rumah susun yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal / Arief Sabaruddin, Rumiati R. Tobing dan Tri Harso Karyono.--Jurnal Permukiman.-- Vol. 7 No. 2 Agustus 2012.-- Hal. 76-87.-Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2012. 125 hlm. : ilus.; 30 cm Abstrak ISSN

: hlm. 76 : 1907-4352

I. MULTISTORY BUILDING – THERMAL 2. Karyono, Tri Harso 3. Judul

1. Tobing, Rumiati R.

Orientasi, tipe, dan posisi unit hunian merupakan aspek disain rumah susun yang berfungsi untuk mengontrol termal dalam ruang. Dari hasil analisa orientasi bangunan berpengaruh lebih besar dibandingkan dengan tipe, sedangkan posisi unit hunian tidak berpengaruh terhadap kenyamanan termal. Kata kunci : emisi CO2, disain, orientasi, tipe bangunan, posisi unit hunian UDC 69.058.4 San Santosa, Nanang S. a Analisis keberlanjutan kawasan permukiman perkotaan Cisauk di daerah aliran sungai (DAS) Cisadane / Nanang S. Santosa, Santun R.P. Sitorus, Machfud, dan Ramalis Sobandi. – Jurnal Permukiman.-Vol. 7 No. 2 Agustus 2012.-- Hal. 88-94.--Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2012. 125 hlm. : ilus.; 30 cm Abstrak ISSN

: hlm. 88 : 1907-4352

I. SETTLEMENT - URBAN 3. Sobandi, Ramalis

1. Sitorus, Santun R.P. 4. Judul

2. Machfud

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting keberlanjutan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan di Cisauk-Tangerang. Hasil kajian menunjukkan secara multi dimensi cukup berkelanjutan, namun dari aspek ekologi kurang berkelanjutan. Daya dukung lingkungan masih dapat menampung perkembangan yang ada namun perlu perbaikan prasarana lingkungan antar cluster permukiman, penambangan pasir dan jalan akses. Kata kunci : urbanisasi, kawasan permukiman, DAS Cisadane, keberlanjutan, daya dukung lingkungan

121

Jurnal Permukiman, Vol. 7 No. 2 Agustus 2012: 121-124

UDC 691.11 Cah Cahyadi, Dany s Sifat fisis dan mekanis papan semen partikel kayu akasia (Acasia mangium) dan sengon (Paraserienthes falcataria) / Dany Cahyadi, Aan Sugiarto, Anita Firmanti, dan Bambang Subiyanto.-- Jurnal Permukiman.-Vol. 7 No. 2 Agustus 2012.-- Hal. 95-100.-- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2012. 125 hlm. : ilus.; 30 cm Abstrak ISSN

: hlm. 95 : 1907-4352

I. TIMBER – BUILDING MATERIAL 3. Subiyanto, Bambang

1. Sugiarto, Aan 4. Judul

2. Firmanti, Anita

Kayu yang dapat diperoleh saat ini sebagian besar adalah kayu cepat tumbuh yang mempunyai sifat-sifat dasar yang berbeda dengan jenis kayu komersial. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan seoptimal mungkin kayu cepat tumbuh sebagai komponen bahan bangunan alternatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental berupa pembuatan papan semen skala penuh berukuran 60cm x 120cm x 0,9cm dikempa dingin dengan tekanan 30kg/cm 2. Komposisi semen dan bahan kayu yang digunakan adalah 1 : 2,75 dengan faktor air-semen sebesar 0,5; dan CaCl2 sebagai katalisator sebesar 2,5% dari berat semen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa papan semen kayu cepat tumbuh kayu akasia dan sengon dapat digunakan sebagai bahan bangunan alternatif. Kata kunci : papan semen partikel, kayu cepat tumbuh, akasia, sengon, sifat fisis dan mekanis UDC 621.039.7 Ary Aryenti p Peran pendamping masyarakat dalam pengelolaan sampah 3R (reduce, reuse, recycle) di Kota Banjar / Aryenti .-- Jurnal Permukiman.-- Vol. 7 No. 2 Agustus 2012.-- Hal. 101-109.-- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2012. 125 hlm. : ilus.; 30 cm Abstrak ISSN

: hlm. 101 : 1907-4352

I. WASTE MANAGEMENT

1. Judul

Pendampingan adalah upaya melibatkan masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki. Dalam pelaksanaan pendampingan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendampingan masyarakat dalam pengelolaan sampah 3R di Kota Banjar dilaksanakan selama dua tahun. Hasil monitoring dan evaluasi belum optimal. Pendampingan dapat dikatakan berhasil apabila hasil dari pendampingan mampu mengembangkan pola piker, pola sikap dan pola tindak pada masyarakat yang didampinginya. Kata kunci : peran, pendamping, masyarakat, pengelolaan, sampah 3R UDC 332.822.6 Ros Rosa, Yulinda f Faktor penentu kebutuhan rumah, studi kasus Kota Cirebon / Yulinda Rosa dan Ratna Jatnika.-- Jurnal Permukiman. -- Vol. 7 No. 2 Agustus 2012. -- Hal. 110-120. -- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2012. 125 hlm. : ilus.; 30 cm Abstrak ISSN

: hlm. 110 : 1907-4352

I. HOUSING NEEDS

1. Jatnika, Ratna

2. Judul

Faktor penentu kebutuhan rumah Kota Cirebon berdasarkan analisis faktor eksploratori terdiri dari sembilan (9) faktor, yaitu : 1. karir perumahan, 2. lokasi rumah, 3. usaha untuk pengadaan rumah, 4. cara mendapatkan rumah, 5. faktor pendorong keputusan menempati rumah untuk tempat tinggal, 6. kebutuhan rumah, 7. konstruksi rumah, 8. mata pencaharian, 9. lama bermukim. Kesembilan faktor tersebut dapat menjelaskan variasi kebutuhan rumah sebesar 69,566%. Kata kunci : faktor penentu, kebutuhan rumah, analisis faktor, sembilan faktor, Kota Cirebon

122

Jurnal Permukiman, Vol. 7 No. 2 Agustus 2012: 121-124

Catalogue and Abstract UDC 614.94 Wur Wuryanti, Wahyu m Multicriteria decision in assess the house construction to environment / Wahyu Wuryanti –Jurnal Permukiman. --Vol. 7 No. 2 August 2012. -- Page 66-75. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2012. 125 Pages : Ilus.; 30 cm Abstract ISSN

: Page 66 : 1907 – 4352

I. HOUSING – CONSTRUCTION

1. Title

Determining the best design of house construction has to consider some aspects. Beside of technical and economic aspects, the environmental issue should be addressed too. The assessment has be done to four house design alternatives with use method multicriteria decision analysis. Keywords : house, multi-criteria, simple additive weighting, multiplicative exponential weighting UDC 69.032.2 Sab Sabaruddin, Arief t The influence of design factors toward the thermal comfort in flats / Arief Sabaruddin, Rumiati R. Tobing, and Tri Harso Karyono. -- Jurnal Permukiman. -- Vol. 7 No. 2 August 2012. -- Page 76-87. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2012. 125 Pages : Ilus.; 30 cm Abstract ISSN

: Page 76 : 1907 – 4352

I. MULTISTORY BUILDING - THERMAL 2. Karyono, Tri Harso 3. Title

1. Tobing, Rumiati R.

Orientation, building type, and position of adwelling unit are parts of design aspect in building a flat, which has control function to the thermal comfort. From the results of this research, it could be seen that design variable building types has bigger impact compare to building orientation, while unit position variable does not have any impact to the thermal comfort. Keywords : CO2 emission, design, orientation, building type, dwelling unit position UDC 69.058.4 San Santosa, Nanang S. s Sustainable analysis of Cisauk urbanized settlement at Cisadane river basin / Nanang S. Santosa, Santun R.P. Sitorus, Machfud, and Ramalis Sobandi.-- Jurnal Permukiman. -- Vol. 7 No. 2 August 2012. -Page 88-94. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2012. 125 Pages : Ilus.; 30 cm Abstract ISSN

: Page 88 : 1907 – 4352

I. SETTLEMENT – URBAN 3. Sobandi, Ramalis

1. Sitorus, Santun R.P. 4. Title

2. Machfud

This study has a purpose to understand the sustainability of existing condition of urban settlement management in Cisauk-Tangerang. The results show that in term of multidimension, it is sustainable enough but in term of ecology it is not sustainable. The environment capacity can still accommodate the development however there are some needs of improvements such as cluster infrastructures, sand mining, and street access. Keywords : urbanization, urban settlement, Cisadane river basin, sustainable, environment capacity

123

Jurnal Permukiman, Vol. 7 No. 2 Agustus 2012: 121-124

UDC 691.11 Cah Cahyadi, Dany p Physical and mechanical properties of acasia (Acasia mangium) and falcata (Paraserienthes falcataria) wood cement bonded particle board / Dany Cahyadi, Aan Sugiarto, Anita Firmanti and Bambang Subiyanto. -– Jurnal Permukiman. -- Vol. 7 No. 2 August 2012. -- Page 95-100. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2012. 125 Pages : Ilus.; 30 cm Abstract ISSN

: Page 95 : 1907 – 4352

I. TIMBER – BUILDING MATERIAL 1. Sugiarto, Aan 3. Subiyanto, Bambang 4. Title

2. Firmanti, Anita

Nowadays, most of timber available in the market is fast-growing wood species, which have basic properties different from commercial timber species. This study aims to develop and optimally utilize fast-growing timber as a component of wood alternative building materials. The research method used in this research is experimental method in the form of full-scale manufacture of cement bonded board with dimension 60cm x 120cm x 0,9cm and a cold press machine with 30kg/cm2 of pressure. The composition of cement and wood materials are 1 : 2.75 with water-cement ratio of 0.5 and CaCl2 is used as the catalyst of 2.5% by weight of cement. The test results show that the fast-growing wood cement bonded board can be used as an alternative building material. Keywords : cement bonded particle board, fast growing wood species, acasia, falcate, physical and mechanical properties UDC 621.039.7 Ary Aryenti t Task field officer in waste management 3 R (reduce, reuse, recycle) concept community in Banjar City / Aryenti . -- Jurnal Permukiman. --Vol. 7 No. 2 August 2012. -- Page 101-109. --Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2012. 125 Pages : Ilus.; 30 cm Abstract ISSN

: Page 101 : 1907 – 4352

I. WASTE MANAGEMENT

1. Title

Mentoring is an effort to involve the community in developing its potential. Necessary assistance in the implementation of quality human resources. Community assistance in the 3R concept of waste management in the town of Banjar conducted a tender for two years. The results of monitoring and evaluation on the people of Banjar, metoring for two years has not been optimal. Assistance can be said to succeed if the result of mentoring can develop the mindset, attitudes and patterns of patterns that accompany the action on. Keywords : field officer, community, behavior, management, 3R concept UDC 332.822.6 Ros Rosa, Yulinda d Determinants of housing needs, case study of Cirebon City / Yulinda Rosa and Ratna Jatnika. -- Jurnal Permukiman. -- Vol. 7 No. 2 August 2012. -- Page 110-120. --Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2012. 125 Pages : Ilus.; 30 cm Abstract ISSN

: Page 110 : 1907 – 4352

I. HOUSING NEEDS

1. Jatnika, Ratna

2. Title

Determinants Cirebon City housing needs based on exploratory factor analysis consists of nine (9) factors : 1. housing career, 2. location of the home, 3. Business for the procurement of the home, 4. how to get home, 5. factors driving the decision to occupy the house place of residence, 6. requirement home, 7. construction of a house, 8. livelihoods, 9. old settled. The nine factors can explain variations in housing needs of 69.566%. Keywords : determinants, housing needs, factor analysis, nine factors, the City of Cirebon

124

Jurnal Permukiman, Vol. 7 No. 2 Agustus 2012

Indeks Subjek A Akasia = 95, 96, 97, 98, 99, 100. Analisis faktor = 110, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118.

A 3R concept = 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Acasia = 95, 96, 97, 98, 99, 100.

B Berkelanjutan = 88, 92.

B Behaviour = 101, 107. Building tipe = 76, 79, 84, 85, 87.

D DAS Cisadane = 88, 89, 93. 94. Daya dukung lingkungan = 88. Disain = 76, 77, 78, 81, 87. E Emisi CO2 = 76, 77, 78, 87. F Faktor penentu = 110, 116, 120. K Kawasan permukiman = 88, 89, 90, 91, 92, 94. Kayu cepat tumbuh = 95, 96. Kebutuhan rumah = 110, 111, 113, 118, 119. Kota Cirebon = 110, 111, 116, 119, 120. M Masyarakat = 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Multi-kriteria = 66, 75. Multiplicative exponential weighting = 66. O Orientasi = 76, 77, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87.

C Cement bonded particle = 95, 96, 100. Cisadane river basin = 88, 89, 93. 94. CO2 emission = 76, 77, 78, 87. Community = 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. D Design = 76, 77, 78, 81, 87. Determinants = 110, 116, 120. Dwelling unit position = 76, 81, 82, 83, 84, 85, 87. E Environment capacity = 88. F Factor analysis = 110, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118. Falcata = 95, 96, 97, 98, 99, 100. Fast growing wood species = 95, 96. Field officer = 101, 102, 103, 106, 107, 108, 109. H House = 66. Housing needs = 110, 111, 113, 118, 119.

P Papan semen partikel = 95, 96, 100. Pendamping = 101, 102, 103, 106, 107, 108, 109. Pengelolaan = 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Peran = 101, 102, 103, 104, 107, 108, 109. Posisi unit hunian = 76, 81, 82, 83, 84, 85, 87. Perilaku = 101, 107.

M Management = 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Multi-criteria = 66, 75. Multiplicative exponential weighting = 66.

R Rumah tinggal = 66.

O Orientation = 76, 77, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87.

S Sampah 3R = 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Sembilan faktor = 110, 118. Sengon = 95, 96, 97, 98, 99, 100. Sifat fisis dan mekanis = 95, 96, 97. Simple additive weighting = 66.

P Physical and mechanical properties = 95, 96, 97.

T Tipe bangunan = 76, 79, 84, 85, 87. U Urbanisasi = 88.

125

N Nine factor = 110, 118.

S Simple additive weighting = 66. Sustainable = 88, 92. T Task = 101, 102, 103, 104, 107, 108, 109. The City of Cirebon = 110, 111, 116, 119, 120. U Urban settlement = 88, 89, 90, 91, 92, 94. Urbanization = 88.

Pedoman Penulisan Naskah 1. 2. 3.

4.

5.

6. 7. 8. 9.

Redaksi menerima naskah karya ilmiah ilmu pengetahuan dan teknologi bidang permukiman, baik dari dalam dan luar lingkungan Pusat Litbang Permukiman Naskah disampaikan ke redaksi dalam bentuk naskah tercetak hitam putih sebanyak 3 rangkap dengan jumlah naskah maksimum 15 halaman termasuk abstrak, gambar, tabel dan daftar pustaka Naskah akan dinilai oleh dewan penelaah. Kriteria penilaian meliputi kebenaran isi, derajat, orisinalitas, kejelasan uraian dan kesesuaian dengan sasaran jurnal. Dewan penelaah berwenang mengembalikan naskah untuk direvisi atau menolaknya Penelaah berhak memperbaiki naskah tanpa mengubah isi dan pengertiannya, serta akan berkonsultasi dahulu dengan penulis apabila dipandang perlu untuk mengubah isi naskah. Penulis bertanggung jawab atas pandangan dan pendapatnya di dalam naskah Jika naskah disetujui untuk diterbitkan, penulis harus segera menyempurnakan dan menyampaikannya kembali ke redaksi beserta filenya dengan program (software) “Microsoft Office Word” paling lambat satu minggu setelah tanggal persetujuan Bila naskah diterbitkan, penulis akan mendapatkan reprint (cetak lepas) sebanyak 3 eksemplar dan naskah akan menjadi hak milik instansi penerbit Naskah yang tidak dapat diterbitkan akan diberitahukan kepada penulis dan naskah tidak akan dikembalikan, kecuali ada permintaan lain dari penulis Keterangan yang lebih terperinci dapat menghubungi Sekretariat Redaksi Secara teknis persyaratan naskah adalah : Sistematika penulisan :  Bagian awal : Judul, Keterangan Penulis, Abstrak. Abstrak disusun dalam satu alinea antara 150200 kata berisi : alasan penelitian dilakukan, pernyataan singkat apa yang telah dilakukan (metode), pernyataan singkat apa yang telah ditemukan, pernyataan singkat apa yang telah disimpulkan disertai minimal 5 kunci. Judul, Abstrak dan Kata Kunci disusun dalam 2 (dua) bahasa (Indonesia-Inggris)  Bagian utama : Pendahuluan, Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan  Bagian akhir : Ucapan Terima Kasih (bila perlu), Daftar Pustaka dan Lampiran (jika ada) Teknik penulisan: a. Naskah ditulis pada kertas ukuran A4 portrait (210 x 297 mm), ketikan satu spasi dengan 2 kolom, jarak kolom pertama dan kedua 1 cm. b. Margin: tepi atas 3 cm, tepi bawah 2,5 cm, sisi kiri 3 cm dan kanan 2 cm. Alinea baru diberi tambahan spasi (+ ENTER). Penggunaan huruf:  Judul, ditulis di tengah halaman, Cambria 14 pt. Kapital Bold  Isi Abstrak, Cambria 10 pt italic 1 spasi  Sub judul, ditulis di tepi kiri, Cambria Kapital 11pt, Bold  Isi, Cambria 10 pt, 1 spasi  Penomoran halaman menggunakan angka arab c. Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan referensi terbaru, maksimal penerbitan 5 (lima) tahun terakhir, kecuali untuk handbook yang belum ada cetakan revisi/ terbaru. d. Daftar pustaka ditulis sesuai contoh sebagai berikut: Buku (monograf) Kourik, R. 1998. The lavender garden: beautiful varieties to grow and gather. San Francisco: Chronicle Books. Artikel Jurnal Terborgh, J. 1974. Preservation of natural diversity: The problem of extinction-prone species. Bioscience 24:715-22. Situs Web Thomas, Trevor M. 1956. Wales: Land of Mines and Quaries. Geographical Review 46, No. 1: 59-81. http://www.jstor.org/ (accessed June 30, 2005).