waktu tempuh pada jalan utama menuju jakarta di kota depok

56 downloads 103051 Views 55KB Size Report
jarak yang sama belum tentu memiliki waktu tempuh yang sama karena adanya ... tempuh kendaraan yang dengan kecepatan 40 km/jam yang merupakan ...
WAKTU TEMPUH PADA JALAN UTAMA MENUJU JAKARTA DI KOTA DEPOK Doly Marestian, Triarko Nurlambang, Tito Latif Indra Departemen Geografi FMIPA UI Kampus UI Depok

ABSTRAK Permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini adalah perbedaan waktu tempuh pada Jalan Utama Menuju Jakarta di Kota Depok. Jalan tersebut adalah jalan Cinere Raya, Jalan Margonda Raya, dan Jalan Raya Bogor. Waktu tempuh yang menjadi variabel terikat diperoleh dengan melakukan observasi perjalanan pada jalan tersebut dengan objek observasi adalah kendaraan pribadi. Waktu observasi adalah pukul 6.30 pagi, panjang jalan yang diteliti adalah seragam dengan panjang segmen 3 km. Variabel bebas yang diteliti adalah volume kendaraan, kapasitas jalan, perbandingan kendaraan pribadi dan kendaraan umum, jumlah lajur, lebar jalan, penggunaan tanah, serta jumlah nodal pada jalan. Hasil yang diperoleh bahwa waktu tempuh pada ketiga jalan tersebut berbeda-beda. Waktu tempuh pada ketiga jalan utama secara berurutan dari yang paling lama adalah Jalan Cinere Raya diikuti oleh Jalan Raya Bogor, kemudian Jalan Margonda Raya. Jalan dengan waktu tempuh yang lama berada pada jalan yang sempit, volume kendaraan yang tinggi, berada pada penggunaan tanah pemukiman, jumlah kendaraan umum yang banyak, dan jumlah nodal yang banyak. Kata Kunci : Lajur, hambatan, kapasitas, kendaraan pribadi, nodal, volume, waktu tempuh

1. PENDAHULUAN Transportasi pada hakikatnya adalah melakukan suatu perjalanan yang memiliki titik awal dan titik akhir dengan menggunakan suatu alat,yang dinamakan sebagai alat transportasi. Transportasi juga bisa berarti perpindahan manusia, barang atau informasi sekalipun, namun manusia memiliki perbedaan dengan barang dan informasi. Manusia modern perkotaan mempunyai aktivitas yang luar biasa yang cenderung rutin dalam setiap harinya. Mobilitas manusia untuk memenuhi aktivitasnya menjadi hal yang penting terutama jika tempat bekerja terpisah dari tempat tinggalnya. Manusia memiliki freedom of movement atau kebebasan untuk bergerak, dengan kebebasan ini manusia dapat memilih dengan cara apa,melalui jalan mana, menggunakan apa, dan kapan dia mau melakukan perjalanan. Kebebasan untuk memilih ini juga didukung oleh adanya option atau pilihan, semakin banyak pilihan yang dimiliki maka akan semakin bebas untuk manusia dapat bergerak. Jarak merupakan pertimbangan yang cukup penting dalam transportasi dan dalam pengambilan pilihan untuk bergerak. Jarak yang terdapat antara titik awal perjalanan dan titik akhir perjalanan dapat di ukur secara absolut atau pun secara relatif atau fungsional (Muercke.C.P & Muercke.O.J, 1992). Hal yang unik tentang jarak adalah pertanyaan tentang jarak bukan hanya “Seberapa jauh untuk mencapai tempat itu?”, 1

melainkan juga “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai kesana?”. Untuk jarak yang sama belum tentu memiliki waktu tempuh yang sama karena adanya hambatan yang berbeda dalam menempuh jarak tersebut. Waktu tempuh dalam perjalanan tersebut dapat disebut juga sebagai jarak relatif. Para penglaju memiliki mobilitas yang tinggi, karena penglaju memiliki tempat kerja yang terpisah cukup jauh dari tempat tinggalnya. Waktu terbatas yang dimiliki oleh para penglaju membuat pertimbangan waktu tempuh menjadi hal penting. Kota Depok merupakan pemukiman bagi para penglaju yang bekerja di Jakarta (dormitory town). Pada saat jam untuk berangkat kerja maka secara hampir bersamaan warga Depok akan keluar untuk pergi bekerja ke Jakarta. Oleh karena itu pada jalan-jalan utama menuju ke Jakarta akan terjadi kemacetan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat waktu tempuh pada utama di Kota Depok menuju Jakarta pada waktu pagi hari ketika aktifitas untuk berangkat kerja dimulai. Kemudian mencoba melihat keterkaitannya dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya.

2. METODOLOGI Pada penelitian ini digunakan teknik observasi untuk mendapatkan data waktu tempuh pada jalan-jalan utama pada Kota Depok ini. Waktu tempuh didapat dengan dua metode, yang pertama adalah mengukur waktu yang diperlukan kendaraan untuk menyelesaikan sebuah perjalanan dengan partisipasi dalam perjalanan dengan menggunakan mobil sebagai alat untuk obervasi. Dan metode yang kedua adalah dengan melakukan observasi terhadap kendaraan yang melaju di jalan sebagai objek dan mengukur waktu tempuhnya.

3. PEMBAHASAN 3.1 Waktu Tempuh 3.1.1 Pengamatan Pukul 6.30 Perbedaan waktu tempuh yang terjadi menunjukkan adanya perbedaan karakteristik jalan tersebut pada pagi hari pada pukul 6.30. Hasil dari observasi ditunjukkan dalam Grafik 1. Grafik 1. Waktu Tempuh Jalan Utama Kota Depok Pukul 6.30 Cinere

8.55

Raya Bogor

7.83

Margonda Dengan kec 40 km/jam

5.15

Waktu tempuh ideal dalam kota

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

4.50

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

Menit

Sumber : Pengolahan data, 2006

2

Waktu tempuh yang paling pendek atau yang paling cepat menempuh jarak 3 kilometer yang ditentukan pada penelitian ini terdapat pada Jalan Margonda Raya dengan waktu tempuh sebesar 5,15 menit. Waktu tempuh ini masih lebih lama dari pada waktu tempuh kendaraan yang dengan kecepatan 40 km/jam yang merupakan kecepatan ideal di dalam kota. Untuk kecepatan 40 km/jam, waktu yang diperlukan untuk menempuh 3 kilometer adalah 4,5 menit. Waktu tempuh yang paling panjang atau yang paling lama terdapat pada Jalan Cinere Raya dengan waktu tempuh sebesar 8,55 menit. Kecepatan rata-rata pada jalan ini adalah 21,05 km/jam, namun kecepatan ini masih jauh dari batas kecepatan 8,82 km/jam, dimana pada kecepatan ini merupakan ambang batas terjadinya kemacetan yang tinggi, artinya bahwa jika kecepatan rata-rata pada jalan berada di bawah 8,82 km/jam maka pada jalan tersebut telah terjadi kemacetan yang parah (Arditama 2003). Dari sini dapat dilihat bahwa waktu tempuh pada Jalan Cinere Raya meskipun yang paling lama waktu tempuhnya namun belum terjadi kemacetan yang parah. Jalan Raya Bogor memiliki waktu tempuh sebesar 7,83 menit, atau hanya berselisih 0.75 menit atau 43 detik dari Jalan Cinere Raya. Kecepatan rata-rata pada jalan Raya Bogor ini adalah 22,98 km/jam, jauh lebih rendah dari kecepatan yang ditentukan pemerintah lewat PP No. 26 Tahun 1985 bahwa kecepatan terendah jalan arteri adalah 60 km/jam. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi Jalan Raya Bogor sebagai jalan arteri terganggu oleh hambatan yang terjadi di jalan. Waktu tempuh pada tiap jalan lebih lama dari pada waktu tempuh ideal dalam kota, dengan asumsi bahwa waktu ideal dalam kota adalah waktu tempuh dengan kecepatan 40 km/jam. Sehingga untuk menempuh segmen jalan sepanjang 3 km itu dibutuhkan waktu ekstra, yang berarti bahwa pengguna jalan meluangkan waktu lebih sesuai dengan jalan yang dilewatinya. 3.1.2 Pengamatan Pukul 5.30 - 10.00 Pengamatan pada rentang waktu 5.30-10.00 dilakukan untuk melihat posisi waktu pukul 6.30 dari keseluruhan waktu tempuh pada pagi hari, dengan demikian coba diketahui apakah pukul 6.30 ini merupakan puncak dari waktu tempuh pada pagi hari. Pada Grafik 2 di bawah terlihat perbedaan pola waktu tempuh pada pagi hari. Pada jalan kolektor puncak waktu tempuh terjadi pada pukul 8.00. Sedang pada jalan arteri puncak waktu tempuh terjadi pada pukul 8.30. Fungsi jalan kolektor yang bertujuan untuk membawa arus kendaraan ke jalan arteri terlihat dalam pola ini sehingga waktu puncak lebih dulu dialami oleh jalan kolektor yang lebih dekat kepada bangkitan perjalan di pagi hari yaitu berupa rumah-rumah atau perjalanan dengan pola home base. Grafik 2 Waktu tempuh Jalan Utama Kota Depok 14.00 12.00

8.00 6.00

Menit

10.00

4.00 2.00

5:30

6:00

6:30

7:00

7:30

8:00

8:30

9:00

9:30

0.00 10:00

Pukul Cinere

Margonda

Raya Bogor

3

3.2 volume dan Kapasitas Dari Grafik 3 bawah, volume kendaraan terbesar terdapat pada Jalan Raya Bogor, yaitu 945 smp/30menit. Kemudian diikuti oleh Jalan Cinere Raya sebesar 933 smp/30menit. Sedangkan Jalan Margonda Raya hanya memiliki volume kendaraan sebesar 567 smp/30menit Grafik 3. Volume Kendaraan

945

933 1000

smp

800

567

600 400 200 0 Cinere

Raya Bogor

Margonda

Untuk mendapatkan angka V/C rasio maka volume di atas dibagi dengan kapasitas jalan per 30 menit pula. Jalan dengan kapasitas terbesar adalah Jalan Raya Bogor yaitu 1594 smp/30menit, kemudian diikuti oleh Jalan Margonda Raya sebesar 1520 smp/30menit,dan Jalan Cinere Raya mempunyai kapasitas sebesar 1414 smp/30menit. V/C untuk Jalan Cinere Raya adalah 0.66 kemudian diikuti oleh Jalan Raya Bogor sebesar 0.59, dan V/C rasio untuk Jalan Margonda adalah 0,37. Dari angka V/C rasio ini kemudian diketahui apakah ada keterkaitan positif dengan waktu tempuh, dengan hipotesis semakin besar V/C rasio maka waktu tempuh akan semakin lama. Jalan Cinere Raya dengan waktu tempuh terlama ternyata memiliki V/C rasio yang paling besar. Jalan Raya Bogor mengikuti dengan V/C yang lebih kecil dari Jalan Cinere Raya dan waktu tempuhnya pun sekidit lebih cepat dari Jalan Cinere Raya. Jalan Margonda yang memiliki rasio V/C rasio yang kecil dan dikuti dengan waktu tempuh yang cepat pula. Dengan demikian hubungan V/C rasio dengan waktu tempuh punya keterkaitan positif.

10

0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0

menit

8 6 4 2 0 Cinere

Margonda

Waktu Tempuh

rasio

Grafik 4. Waktu Tempuh dan V/C Rasio

Raya Bogor V/C Rasio

. 3.3

Perbandingan kendaraan umum dan kendaraan pribadi 4

Jalan Cinere Raya memiliki perbandingan kendaran umum dan kendaraan pribadi sebesar 7 : 335 atau 1 : 47,9, dapat pula digambarkan dalam persentase yaitu 97.9 persen adalah kendaraan pribadi. Pada Jalan Raya Bogor jumlah kendaraan umum lebih banyak dari kendaraan pribadi dengan perbandingan 298 : 103 atau 1: 0,35, jumlah kendaraan pribadi hanya 25,7 persen. Pada Jalan Margonda Raya perbandingan kendaraan umum dan kendaraan pribadi adalah 188 : 54 atau 1: 0,29 dengan persentase sebesar 22,3 persen untuk kendaraan pribadi. Grafik 5. Perbandingan Jumlah Kendaraan Umum dan Kendaraan Pribadi 335 350

298

300 250

188

200

Kend pribadi per 30mnt

unit 150

103

100

Kend umum per 30mnt

54

50

7

0 Cinere

Margonda

Raya Bogor

Hipotesis yang diangkat dari perbandingan kendaraan ini adalah jika terdapat lebih banyak kendaraan umum maka akan terjadi lebih banyak hambatan di jalan dikarenakan aktifitas kendaraan umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang. Hal yang telihat bahwa pada jalan Cinere hipotesis ini tidak terbukti karena waktu tempuh yang lama tidak diikuti oleh jumlah kendaraan umum yang banyak, sedangkan pad adua jalan lainya terbukti. 3.4

Jumlah Lajur dan Lebar Jalan Jumlah lajur pada Jalan Raya Bogor berjumlah dua lajur, begitu pula dengan Jalan Margonda Raya. Sedangkan Jalan Cinere Raya memiliki jumlah lajur satu dan dua. Pengurangan lajur dapat menyebabkan penyempitan jalan (bottle neck ) sehingga terjadi hambatan karena kendaraan berebut masuk kedalam jalur yang tersisa.

Penyempitan jalan menyebabkan arus terhambat karena kendaraan

Gambar 2. Ilustrasi bottle neck pada Jalan Cinere Raya berebut menuju lajur yang tersisa

Pada Jalan Cinere Raya yang mempunyai waktu tempuh paling lama, namun seperti yang telah dibahas diatas pada bagian perbandingan kendaraan pribadi dan kendaraan umum, dimana kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan bahwa jika kendaraan umum sedikit maka waktu tempuh seharusnya lebih cepat namun pada keyataannya waktu tempuh Jalan Cinere Raya tetap paling lama, walaupun volumenya lebih kecil dari Jalan Raya Bogor, dan walaupun V/C rasionya lebih besar namun waktu tempuh pada jalan ini lebih dipengaruhi oleh pengurangan jumlah lajur ini. 5

Lebar jalan pada Jalan Cinere Raya juga berperan dalam menghambat laju kendaraan sehingga mengakibatkan lamanya waktu tempuh. Arditama 2004 pada penelitiannya mengatakan bahwa jika lebar lajur pada jalan kurang dari 3.75 maka akan meningkatkan hambatan pada jalan. Jalan Cinere Raya memiliki lebar perkerasan 10.5 meter untuk jalur dua arah. Jika dibagi dua untuk jalur berlawanan arah maka satu jalur memiliki lebar 5.05 meter. Dengan lebar jalur 5.25 hanya cukup untuk satu kendaraan bergerak bebas sehingga pada Jalan Cinere Raya kendaraan tidak leluasa bergerak dan waktu tempuh akan semakin lama. Hal ini tidak terjadi pada Jalan Raya Bogor dan Jalan Margonda Raya karena lebar jalan mencukupi untuk dua lajur pada satu jalurnya 3.5

Penggunaan Tanah Penggunaan tanah pemukiman menjadi fokus disini karena berhubungan dengan bangkitan perjalanan yang bertujuan bekerja dikantor, dan kemudian bangkitan ini akan memenuhi jalan sehingga akan menghambat arus pada jalan. Pada struktur Kota Depok, Jalan Cinere Raya berada pada struktur yang berciri kota, antara lain pemukiman kelas tinggi di wilayah kota. Jalan Cinere Raya penggunaan tanah banyak dipenuhi oleh pemukiman,terutama pemukiman terencana dalam bentuk real estate ataupun town house, dimana terdapat beberapa perumahan mewah perumahan ini terus terdapat hingga Jalan Limo Raya. Penggunaan tanah pada Jalan Margonda Raya juga didominasi oleh penggunaan tanah pemukiman. Penggunaan tanah pada Jalan Margonda Raya merupakan pemukiman tidak terencana dan pemukiman dengan kepadatan rendah serta pemukiman itu sendiri hanya sedikit yang pintu keluarnya berada di Jalan Margonda Raya, hal ini karena dalam struktur Kota Depok Jalan Margonda Raya merupakan CBD dimana terdapat banyak kegiatan komersial. Pada Jalan Raya Bogor secara umum struktur kota beciri wilayah desa dan wilayah desa-kota, dengan kegiatan industri di dalamnya. Jalan Raya Bogor penggunaan tanah dipenuhi oleh penggunaan tanah industri, dan di belakang penggunaan tanah industri tersebut terdapat pemukiman yang tidak teratur. Penggunan tanah industri mempunyai karakteristik khusus karena seringkali beraktivitas selama 24 jam dan aktivitas transportasi menjadi penting untuk logistik pabrik, baik bahan baku, maupun produk akhir. Sedikit banyak industri ini juga berpengaruh terhadap waktu tempuh. Jalan dengan waktu tempuh yang lama berada pada bangkitan berupa perumahan terutama dengan moda mobil, seperti pada Jalan Cinere Raya. Jalan Raya Bogor waktu tempuh yang lama terjadi pada pengunaan tanah industri dan juga pada pemukiman tidak teratur dengan struktur desa, dan desa-kota yang berada dibelakangnya. Dengan demikian moda kendaraan umum menjadi transportasi utama dan ini diperkuat dengan perbandingan jumlah kendaraan umum dan pribadi yang besar pada jalan ini. 3.6

Nodal Pada Jalan Cinere Raya banyak terdapat nodal berupa pemukiman yang implementasi di lapangannya berupa jalan yang merupakan titik keluar dari pemukiman tersebut. Pada Jalan Raya Bogor terdapat nodal teminal yang melayani angkot D11 dan nodal Pasar PAL. Jalan Margonda Raya banyak terdapat nodal putaran jalan hingga berjumlah 6 buah. Jumlah total nodal pada Jalan Cinere Raya adalah 11 nodal, jumlah nodal pada Jalan Raya Bogor adalah 11 nodal, dan Jalan Margonda Raya berjumlah 11 nodal. Untuk persebarannya dapat dilihat pada.Untuk mencari perbedaan dalam penyebarannya maka coba digunakan perhitungan jarak rata antara titik-titik tetangga terdekat untuk melihat jalan yang nodalnya lebih mengelompok, Perhitungan pada Jalan Cinere Raya diperoleh angka 0,141 atau jarak rata-rata antar nodal adalah 141 meter, sedangkan pada 6

Jalan Raya Bogor adalah 0,135 atau jarak rata-rata antar nodal adalah 135 meter. Artinya bahwa nodal pada Jalan Raya Bogor lebih mengelompok dari pada nodal pada Jalan Cinere Raya. Pada jalan Margonda Raya tidak diikut sertakan pada perhitungan ini karena memiliki waktu tempuh yang jauh lebih kecil dibandingakan dua jalan lainya, hal ini. Hal ini menunjukkan bahwa nodal pada jalan tidak mengahambat karena kecilnya volume kendaraan yang melalui Jalan Margonda Raya. Jalan Raya Bogor yang memiliki volume kendaraan yang lebih besar dari pada Jalan Cinere Raya serta perbandingan kendaraan pribadi dan kendaraan umum lebih besar, ternyata juga memiliki hambatan yang besar diakibatkan oleh rapatnya jarak antar nodal. Namun karena jumlah lajur yang dimiliki lebih besar dari pada Jalan Cinere Raya maka waktu tempuhnya dapat sedikit lebih rendah. 3.7

Rekapitulasi Karakteristik Jalan

Dalam Tabel 1 dibawah adalah rekapitulasi dari setiap poin penting dari setiap variabel yang dijadikan sebagai analisa dalam pembahasan tentang waktu tempuh pada ketiga jalan utama pada Kota Depok. Tabel ini berisi data-data bersifat primer dan sekunder, dan hasil pengolahan dari setiap data tersebut. Tabel 1. Rekapitulasi Karakteristik Jalan Jalan Cinere Raya Jalan Raya Bogor Jalan Margonda Raya Kolektor sekunder Arteri Primer Kolektor Primer 8,55 menit 7,83 menit 5,15 menit

Kelas Jalan Waktu tempuh Volume 933 smp/30mnt kendaraan Kapasitas jalan 1414 smp/30mnt 0,66 V/C rasio Perbandingan kend. pribadi dengan kend. 7 : 335 umum 1&2 Jumlah lajur 10.5 meter Lebar jalan 11 Jumlah nodal Jarak rata antar titik nodal tetangga 141 meter terdekat Penggunaan tanah

Struktur kota

945 smp/30mnt 1594 smp/30mnt 0,59

567 smp/30mnt 1520smpt/30mnt 0,37

298 : 103 2 14 meter 11

188 : 54 2 15 meter 11

135 meter Tidak dihitung Industri dan sebagian Pemukiman jarang tak pemukiman padat tak terencana sebagian kecil Pemukiman terencana terencana pemukiman terrencana Industri dan Pemukiman kelas pemukiman kelas Pemukiman kelas tinggi rendah menengah dan tinggi Sumber : Pengolahan data 2006

7

4. KESIMPULAN Terdapat perbedaan waktu tempuh pada ketiga jalan utama secara berurutan dari yang paling lama adalah Jalan Cinere Raya diikuti oleh Jalan Raya Bogor, kemudian Jalan Margonda Raya. Waktu tempuh lebih lama pada Jalan Cinere Raya lebih disebabkan oleh lebar jalan yang sempit dan adanya penyatuan lajur. Jarak relatif yang jauh pada jalan Raya Bogor lebih disebabkan oleh penggunaan tanah industri dan perbandingan jumlah kendaraan umum yang banyak. Sedang pada Jalan Margonda Raya jarak relatif lebih pendek karena volume kendaraan yang melewati jalan tersebut lebih sedikit. Jalan dengan waktu tempuh yang lama berada pada jalan yang sempit, volume kendaraan yang tinggi, berada pada penggunaan tanah pemukiman, jumlah kendaraan umum yang banyak, jumlah nodal yang banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Banks. J. H. 1998. Indroduction of Transportation Engginering. McGraw-Hill. Boston Bell, MGH. Dkk. 1997 . Transport Planing and Traffic Engneering. Butterworh Heinemann. England Bruton, J. M. 1970 . Introduction to Transportation Planning. Butterworh Heinemann. England Golledge, R.G dan Stimson, R.J. 1997. Spatial Behaviour. A Geographic Perspective. Guiford Press. New York Lowe. J dan Moryadas. S. 1975. The Geography of Movement. Houghton Mifflin Company. USA Muercke, C. P dan Muercke, O. J. 1992 . Map Use, Reading,analysis,interpretation. JP Publication. Wnconsin,USA Ross, C. L. 1996. Perencanaan Transportasi Kota. Dalam: Catanese, A.J. & J.C. Synder. 1996. Perencanaan Kota. Erlangga. Jakarta Sigurd, G. 2003. Urban Transportation System. Mcgraw Hill. New York Sumbrata, J. 2005. Permasalahan Transportasi Kota: Bagaimana mengatasinya. Jurnal Kajian Pembangunan Perkotaan Vol 1 no 1. Universitas Indonesia Taffe. E. J dan H. L. Gaunthier. 1973. Geography of Transportation. Prentice Hall, Inc. New York Undang-Undang Republik Indonesia No. 38/ 2004 tentang Jalan

8